4.2 Hasil Gambaran Morfologi Hati
Hasil pengamatan gambaran morfologi hati kelompok kontrol dan perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.2
Tabel 4.2 Gambaran morfologi hati kelompok kontrol dan perlakuan Minggu
Kontrol Perlakuan
T0
Warna merah kecoklatan, Permukaan licin dan halus
K0 Warna merah kecoklatan,
Permukaan licin dan halus P0
T1
Warna merah pucat, Permukaan licin serta halus
K1 Warna merah sedikit lebih pucat,
Serta permukaan licin dan halus P1
T2
Warna merah kecoklatan, Permukaan licin dan halus
K2 Warna merah gelap, permukaan
Halus dan licin P2
T3
Warna merah kecoklatan, Permukaan halus dan licin
K3 Warna merah, sedikit lebih pucat,
Dan permukaan berbintik-bintik P3
T4
Warna merah kecoklatan, Permukaan licin dan halus
K4 Warna merah kecoklatan, dan
Permukaan licin dan halus P4
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambaran morfologi antara kelompok kontrol dan perlakuan memiliki warna dan bentuk permukaan yang tidak berbeda. Namun pada P1 dan P3 mengalami perubahan
warna yaitu merah pucat dengan permukaan hati berbintik. Perubahan morfologi dapat disebabkan karena perubahan fisiologi dan struktur mikroskopik hati. Penilaian
disebut normal bila permukaan hati halus dan licin serta warna hati merah kecoklatan, sedangkan yang abnormal ditandai dengan permukaan berupa jaringan ikat, kista
kecil, dan perubahan warna.
Pada umumnya perubahan morfologi sulit diukur Lu, 1994, Kerusakan sel tergantung intensitas pemaparan, dengan perubahan sedikit dan mungkin tidak tampak
perubahan morfologi maupun fungsi hati. Akan tetapi, apabila paparan menjadi lebih kuat dan intensitas meningkat, maka akan menyebabkan terjadi perubahan morfologi
maupun fungsi dalam sel Darjono et al., 2001.
4.3 Ultrastruktur Hati Mencit Mus musculus L.
Pengamatan histologi hepatosit menggunakan mikroskop pada perbesaran 400x. Pengamatan dilakukan dengan melihat sel hepatosit yang abnormal. Dikatakan
abnormal apabila sel hepatosit terdapat perlemakan steatosis, degenerasi vakuola hidrofik, dan nekrosis. Menurut Lu 1994, toksikan dapat menyebabkan berbagai
jenis efek toksik pada berbagai organel dalam sel hati dan menyebabkan berbagai jenis kerusakan hati seperti perlemakan hati, nekrosis hati, kolestasis, dan sirosis.
4.3.1 Kerusakan Hati Berupa Nekrosis
Secara statistik pada kelompok perlakuan setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas varians menunjukkan bahwa data berdistribusi normal p0,05, maka
dilanjutkan dengan uji Oneway annova. Karena data berdistribusi normal p0,05 maka dilanjutkan dengan uji analisis Post Hoc-Bonferroni taraf 5. Persentase
kerusakan hati berupa nekrosis kelompok kontrol dan perlakuan ditunjukkan pada Gambar 4.3.1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 4.3.1 Persentase nekrosis sel hati mencit Mus musculus L. antara
kelompok kontrol K dan perlakuan P, tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5, = berbeda nyata pada taraf 5
Gambar 4.3.1 menunjukkan bahwa pada minggu ke 0 K0P0 sel nekrosis tidak
berbeda nyata antara kontrol dan perlakuan sedangkan pada minggu ke 6 K1P1, minggu ke 12 K2P2, minggu ke 18 K3P3, dan minggu ke 24 K4P4 sel nekrosis
berbeda nyata antara kontrol dan perlakuan yaitu meningkatnya kerusakan hati berupa nekrosis pada kelompok perlakuan. Persentase tertinggi sel nekrosis terdapat pada
kelompok perlakuan minggu ke 12 P2. Hal ini diduga karena lamanya paparan pemberian ekstrak biji pepaya yang mengandung alkaloid. Intensitas ekstrak air biji
pepaya yang diberikan secara terus menerus akan menyebabkan proses detoksifikasi sehingga menyebabkan senyawa metabolit dapat bereaksi dengan unsur sel dan
menyebabkan kematian sel. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Robbins Kumar 1992, senyawa yang bersifat hepatotoksin dapat
menyebabkan gangguan pada jaringan hati, biasanya senyawa tersebut tergantung pada dosis pemberian dan interval waktu pemberian.
Senyawa alkaloid sering bersifat racun toksik bagi manusia yang dapat menunjukkan aktifitas fisiologi yang menonjol Harborne 1987. Hati berfungsi
sebagai alat detoksifikasi terhadap bahan yang dicerna oleh usus termasuk obat-obatan dan bahan toksik lainnya. Pemberian obat-obatan yang berlebihan dan bahan toksik
yang dimakan tanpa disadari dapat menimbulkan kelainan patologik perenkim hati seperti nekrosis berat Tambunan, 1994.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Gambar 4.3.2 Histologi hati mencit kontrol pewarnaan Hematoxylin-Eosin, perbesaran 400x, a. Vena sentralis b. Sinusoid c. Hepatosit
d. Nukleus
Gambar 4.3.3 Histologi hati mencit pewarnaan Hematoxylin-Eosin, 400x a. Vena sentralis b. Hepatosit c. Nekrosis
Menurut Lu 1994, nekrosis hati merupakan suatu manifestasi toksik yang berbahaya tetapi tidak selalu kritis karena hati mempunyai kapasitas pertumbuhan
kembali yang luar biasa. Menurut Robbin Kumar 1992, nekrosis merupakan kematian sel hati atau hepatosit. Kematian ini dapat bersifat sentral atau perifer serta
massif. Dua proses penting yang menunjukkan perubahan nekrosis adalah: pencernaan sel oleh enzim dan denaturasi protein.
Menurut Himawan 1992, menyebutkan bahwa nekrosis dapat disebabkan oleh bermacam-macam agensia etiologi dan dapat menyebabkan kematian dalam
beberapa hari. Diantara agen penyebabnya yaitu racun, inshekmi; terjadi karena suplai
a c
a
b d
c
b
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
oksigen dan makanan untuk alat tubuh yang terputus dan gangguan metabolik biasanya pada metabolisme protein, infeksi virus yang menyebabkan bentuk
fluminan atau maligna hepatitis virus. Menurut Junqueira Carneiro 2007, hati mempunyai kemampuan untuk meregenerasi sel yang mengalami kerusakan, pada
tikus hati dapat meregenerasi kehilangan 75 beratnya dalam satu bulan. Menurut Robbin Kumar 1992, sel akan mengalami proliferasi dan regenerasi untuk
mengganti sel-sel yang lepas dan mati.
4.3.2 Kerusakan Hati Berupa Steatosis
Pengamatan steatosis hati dapat dilihat pada Gambar 4.3.4
Gambar 4.3.4 Persentase steatosis sel hati mencit Mus musculus L. antara
kelompok kontrol K dan perlakuan P, tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5, = berbeda nyata pada taraf 5
Gambar 4.3.4 setelah dilakukan uji statistik menunjukan bahwa pada kelompok kontrol dan perlakuan minggu ke 0 K0P0 , minggu ke 12 K2P2 dan minggu ke 24
K4P4 tidak berbeda nyata pada pengamatan steatosis hati. Namun demikian tidak untuk minggu ke 6 K1P1 dan minggu ke 18 K3P3. Kerusakan sel hati berupa
steatosis Gambar 4.3.5 yang tinggi terjadi pada minggu ke 6, kemungkinan hal ini disebabkan oleh pemberian ekstrak biji pepaya yang mengandung alkaloid dapat
menyebabkan gangguan metabolisme pada hati terutama metabolisme lemak. Dalam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penelitian yang dilakukan oleh Dewi Saraswati 2009, faktor-faktor yang mempengaruhi kerja zat diantaranya adalah dosis dan pemasukkan yang berulang.
Dosis yang berlebih dan pemasukan yang berulang berpotensi menyebabkan kerusakan pada organ tubuh terutama hati yang berperan sebagai detoksifikasi.
Kerusakan pada sel hepatosit menyebabkan terjadinya perubahan struktur sel dan gangguan pada fungsi sel tersebut.
Gambar 4.3.5 Histologi hati mencit pewarnaan Hematoksilin-Eosin, 400x, a. Vena sentralis b. Hepatosit c. Steatosis
Menurut Lu 1992, perlemakan hati adalah hati yang mengandung berat lipid lebih dari 5. Beberapa toksikan dapat menyebabkan banyaknya butiran lemak kecil
dalam suatu sel, sementara toksikan lainnya seperti etanol, menyebabkan butiran lemak besar yang menggantikan inti. Meskipun berbagai toksikan itu akhirnya
menyebabkan penimbunan lipid dalam hati, mekanisme yang mendasarinya beragam. Mekanisme yang paling umum adalah rusaknya pelepasan trigliserida hati ke plasma.
Menurut Sutisna 1973, perubahan berlemak merupakan penimbunan abnormal. Beberapa mekanisme pada taraf sel terkait dalam pembentukan perlemakan yaitu
pengangkutan lemak dari tepi hati yang bertambah, sintesis lipoprotein yang berkurang akibat berkurangnya mobilisasi lemak dari hati, penggunaan lemak dalam
sel hati yang berkurang, dan sintesis lemak dalam sel hati yang bertambah. Menurut Plaa, 1986 dalam Oktavianti et al., 2005, pada kondisi normal lemak diambil dalam
bentuk asam lemak melalui pinositosis. Asam lemak disintesis menjadi trigliserida, memiliki jumlah bunga lebih banyak dibandingkan dengan kontrol, namun pada
a b
c
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terikat pada fosfolipid dan protein kemudian diangkut oleh darah sebagai lipoprotein. Menurut Robbin Kumar 1992, dalam keadaan normal lemak diangkut ke hati dari
jaringan adiposa dan dari makanan. Dari jaringan adiposa, lemak dilepas dan diangkut hanya dalam bentuk asam lemak bebas. Lemak makanan diangkut sebagai partikel
lemak yang terdiri dari trigliserida, fosfolipid dan protein.
4.3.3 Kerusakan Hati Berupa Degenerasi Hidrofik
Pengamatan terhadap degenerasi hidrofik hati dapat dilihat pada Gambar 4.3.6
Gambar 4.3.6 Persentase degenerasi hidrofik sel hati mencit Mus musculus L.
antara kelompok kontrol K dan perlakuan P, tn= tidak berbeda nyata pada taraf 5, = berbeda nyata pada taraf 5
Pada kelompok kontrol dan perlakuan disetiap minggu pengamatan, hasil uji statistik menunjukkan bahwa antara kelompok kontrol dan perlakuan K0P0, K1P1 dan K4P4
tidak berbeda nyata, sedangkan kelompok kontrol dan perlakuan K2P2, K3P3 berbeda nyata terhadap sel yang mengalami degenerasi hidrofik. Kerusakan sel hati berupa
degenerasi hidrofik Gambar 4.3.7 tertinggi pada perlakuan minggu ke 18 P3, hal ini diduga oleh pengaruh pemberian kombinasi ekstrak biji pepaya dan TU yang terus
menerus dengan menyebabkan gangguan metabolisme hati, sehingga membentuk vakuola pada sel hati. Vakuola yang terbentuk pada sel hati ini menyebabkan sel hati
menjadi bengkak. Menurut Ariens et al., 1993, dosis ditentukan oleh kosentrasi dan lamanya eksposisi zat yang diberikan. Keberadaan suatu bahan yang bersifat toksik
akan mempengaruhi kerja organ yang bersangkutan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Oktavianti et al., 2005, degenerasi hidrofik yang merupakan perubahan awal dari sel yang mengalami
patogenesis. Akumulasi air ini dapat terjadi antara lain karena faktor mekanik dan pengaruh toksik akibat bahan-bahan kimia dan obat-obatan. Menurut Himawan
1992, pembengkakan tidak terjadi pada retikulum endoplasma dan mitokondria tetapi air juga mengumpul dalam rongga-rongga sel. Secara mikroskopik tampak
vakuola-vakuola jernih tersebar di sitoplasma. Kadang-kadang vakuola kecil-kecil bersatu membentuk vakuola lebih besar sehingga inti sel terdesak kepinggir.
Menurut Tambunan 1994, degenerasi hidrofik yaitu satu atau sekelompok sel yang membengkak, sitoplasma jernih berbentuk balon dan kadang-kadang disebut
degenerasi balon. Kelainan ini ada hubungannya dengan gangguan fungsi hati dan kemungkinan dan sifatnya reversible. Menurut Underwood 1999, perubahan
hidrofik umumnya merupakan akibat adanya gangguan metabolisme seperti hipoksia atau keracunan bahan kimia. Perubahan ini reversible, walaupun dapat pula berubah
menjadi irreversible apabila penyebab cederanya menetap.
Gambar 4.3.7. Histologi hati mencit pewarnaan Hematoksilin-Eosin, 400x, a. Vena sentralis b. Hepatosit c. Degenerasi Hidrofik
Menurut Sutisna 1973, degenerasi hidrofik mendahului nekrosis dan masih bersifat reversibel. Menurut Tambunan 1994, degenerasi hidrofik merupakan suatu
kelompok atau satu sel hepatosit yang membengkak, sitoplasma jernih berbentuk balon yang masih bersifat bolak balik. Menurut Anderson 1992, kehilangan jaringan
a b
c
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hati akibat kerja zat-zat toksik memacu suatu mekanisme yang menyebabkan sel-sel hati mulai membelah dan hal ini terus berlangsung sampai perbaikan massa jaringan
semula tercapai. Menurut Oktavianti et al., 2005, degenerasi sel menyebabkan terjadinya perubahan susunan sel, karena sel yang tidak mampu kembali ke keadaan
semula menyebabkan ruang kosong sehingga sinusoid melebar.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak air biji pepaya Carica papaya L. secara oral dengan dosis 30
mg0,5 ml ekor mencit jantan setiap hari penyuntikan testosteron undekanoat TU secara intra muscular IM dengan dosis 0,25 mg0,1ml mencit jantan dengan interval
6 minggu dapat menimbulkan kerusakan histologi pada sel hati hepatosit, dengan kerusakan berupa nekrosis setelah minggu ke 12 pemberian, steatosis pada minggu 6,
dan degenerasi hidrofik pada minggu ke 18 pada mencit Mus musculus L. namun tidak berpengaruh terhadap struktur morfologi hati tersebut.
5.2 Saran