Ruang Lingkup Penelitian PENDAHULUAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Agroforestry

Huxley 1999 mendefinisikan bahwa agroforestry adalah sistem pengelolaan sumberdaya alam yang dinamis secara ekologi dengan penanaman pepohonan di lahan pertanian atau padang penggembalaan untuk memperoleh berbagai produk secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi semua pengguna lahan. Agroforestry dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestry sederhana dan agroforestry kompleks de Foresta Michon 1997. Agroforestry sederhana merupakan suatu sistem pertanian yang menggabungkan antara tanaman tahunan dan tanaman setahun dalam sebidang lahan. Sistem ini dicirikan oleh adanya satu spesies pohon sebagai komponen utama dengan satu atau lebih spesies tanaman pangan setahun atau tanaman lainnya yang memiliki siklus pertumbuhan pendek. Sedangkan agroforestry kompleks merupakan suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis pepohonan berbasis pohon baik sengaja ditanam maupun tumbuh secara alami pada sebidang lahan yang dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem yang menyerupai hutan. Penciri utama dari sistem agroforestry kompleks adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder. Oleh karena itu, sistem ini disebut sebagai agroforest atau agroforest kompleks de Foresta et al. 2000. Salah satu contoh agroforest adalah ‘agroforest karet’ di Jambi Hairiah et al. 2003. Agroforest karet merupakan suatu sistem agroforestry kompleks berbasis produksi komoditas yang secara ekonomi dianggap penting, namun juga berperan dalam mempertahankan struktur, cadangan karbon dan kekayaan spesies dari vegetasi hutan sekunder de Foresta Michon 1996. Agroforest karet di Indonesia dibangun dari proses pembukaan lahan hutan dengan melibatkan kegiatan tebas, tebang dan bakar. Selanjutnya, bibit karet ditanam di lahan tersebut, disertai dengan penanaman padi lahan kering pada tahun pertama dan kedua. Spesies pohon hutan yang tumbuh kembali dari tunggul dan spesies pohon hutan sekunder yang berasal dari proses penyebaran biji 7 dibiarkan tumbuh di antara tanaman karet. Apabila lilit batang karet telah mencapai 40 cm atau berumur sekitar 5-10 tahun dan mulai akan disadap, sebagian vegetasi yang tumbuh di kebun karet dibersihkan untuk membuat jalan sadap di antara pohon karet. Ketika pohon karet telah menurun produksinya, peremajaan kebun dilakukan dengan cara ’sisipan’, yaitu menyisipkan bibit karet pada tempat kosong di dalam kebun yang terjadi karena kematian pohon Wibawa et al. 2005.

2.2. Keanekaragaman Spesies Pohon pada Agroforest Karet

Alih guna lahan hutan menjadi agroforest karet di Jambi menyebabkan penurunan jumlah spesies pohon. Michon dan de Foresta 1997 menyebutkan bahwa pada agroforest karet terdapat 92 spesies pohon. Jumlah tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan spesies pohon yang ditemukan di hutan, yaitu 117. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rasnovi 2006 di Kecamatan Rantau Pandan, Kabupaten Bungo menemukan bahwa jumlah spesies anakan pohon di agroforest karet lebih rendah yaitu 86 spesies, bila dibandingkan dengan di hutan, yaitu 125 spesies. Sementara itu, Tata et al. 2008, menemukan bahwa jumlah spesies pohon untuk tingkat pertumbuhan anakan, tiang dan pohon pada agroforest karet dan hutan di Kabupaten Bungo dan Tebo hampir sama. Jumlah spesies di hutan pada tingkat pertumbuhan anakan 286, tiang 122 dan pohon 50. Sedangkan, jumlah spesies di agroforest karet pada tingkat pertumbuhan anakan 283, tiang 116 dan pohon 42. Tata et al. 2008, melaporkan adanya perbedaan komposisi spesies pada tingkat pertumbuhan pohon pada hutan dan agroforest karet. Spesies pohon yang hanya ditemukan di hutan adalah Shorea leprosula, Alangium javanicum, Santiria tomentosa, Myristica cf iners, dan Dimocarpus longan. Sedangkan spesies yang hanya ditemukan pada tegakan agroforest karet adalah Alstonia scholaris, Dyera costulata, Dacryodes rostrata, Koompassia malaccensis, Garcinia maingayi dan Garcinia tomentosa, Bhesa paniculata, Alstonia angustifolia, Santiria griffithii dan Nephelium lappaceum.

Dokumen yang terkait

Praktek Nikah Tahlil (Studi Pada Desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin Vii, Kabupaten Bungo, Jambi)

2 41 74

Agroforestri ilengi suatu kajian pelestarian dan pemanfaatan jenis pohon (Studi Kasus di Desa Dulamayo Selatan, Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo)

0 4 137

Perencanaan usahatani karet dan kelapa sawit berkelanjutan di DAS batang pelepat kabupaten Bungo provinsi Jambi

0 24 195

Peran Agroforest Karet dalam Pelestarian Spesies Pohon : Studi Kasus di Desa Lubuk Beringin Kecamatan Bathin III Ulu Kabupaten Bungo Provinsi Jambi

0 9 196

Studi Faktor Ekspansi Biomassa dan Massa Karbon Pohon Karet di Hutan Karet Rakyat Desa Bungku Provinsi Jambi

0 3 40

Studi Potensi Biomassa Dan Massa Karbon Pohon Karet (Hevea Brasiliensis Muell Arg) Di Hutan Karet Rakyat Desa Bungku, Provinsi Jambi

0 2 25

MODEL PENGELOLAAN HUTAN ADAT BERKELANJUTAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI DESA LUBUK BERINGIN KECAMATAN BATHIN III ULU KABUPATEN BUNGO (SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA MATERI PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM PADA BIDANG STUDI GEOGRAFI DI KELAS XI IPS SMA).

0 0 1

Analisis Lubuk Larangan Sebagai Wisata Ekologi Berbasis Kearifan Lokal Desa Lubuk Beringin, Kecamatan Bathin III Ulu, Kebupaten Bungo,Jambi. (Sebagai Pendukung Substansi Materi Pengelolaan Sumber Daya Alam pada Bidang Studi Geografi di Kelas XI SMA).

0 0 3

LPSE Provinsi Jambi BUNGO. BUNGO

0 1 2

PRODUKSI RUANG WISATA DALAM PERSPEKTIF RITME GEOGRAFI DI DESA LUBUK BERINGIN KECAMATAN BATHIN III ULU KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI sebagai bahan ajar materiembelajaran kurikulum muatan lokal Lubuk Larangan dan Hutan Desa di Kabupaten Bungo - UNS Institu

0 1 16