Profil aktifitas belajar anak jalanan di mi tarbiyatul islamiyah jakarta

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Maisaro 108018300042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

Tarbiyatul Islamiyah Jakarta. Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan profil aktifitas belajar anak jalanan di yayasan tempat mereka bersekolah yang meliputi minat anak jalanan menurut pandangan guru dan karakteristik anak jalanan di sekolah tempat mereka belajar. Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah beralamat Jl. RM. Kahfi Rt. 001/06 Kp. Kandang Kel. Jagakarsa kecamatan jagakarsa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dalam bentuk studi kasus, yakni mendeskripsikan tentang fenomena-fenomena yang ada. Adapun teknik pengumpulan data menggunakan teknik langsung yaitu angket dan wawancara pada anak jalanan dan teknik tidak langsung ditujukan oleh guru-guru (orangtua murid) yang mengetahui keadaan anak jalanan. Pada penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan Kepala Sekolah Yayasan Tarbiyatul Islamiyah, menyebar angket ke 11 guru/tutor yang aktif membina anak jalanan di sekolah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, Identitas dari Lembaga Yayasan Tarbiyatul Islamiyah Jakarta sesuai dengan lingkungan tempat tinggal anak jalanan, dimana lingkungan yayasan tersebut tidak jauh dari lingkungan anak-anak jalanan, anak-anak kurang mampu dan anak-anak yatim. Kedua, minat anak-anak jalanan di MI Tarbiyatul Islamiyah menurut pandangan guru ialah perhatian terhadap pelajaran di bidang musik, ketrampilan, matematika, sains dan bahasa. Paling tertinggi dibidang bahasa dengan nilai rata-rata 6,2 sedangkan terendah di bidang matematika dengan nilai rata-rata 5.4.Ketiga, karakteristik anak jalanan di MI Tarbiyatul Islamiyah didapatkan melalui pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk anak jalanan meliputi presepsi terhadap diri sendiri (siswa), presepsi siswa terhadap lingkungan, hubungan siswa sesama teman, harapan masa depan mereka, pemahaman siswa terhadap agama dan cita-cita setelah dewasa.


(7)

ii

Life in Capital Jakarta (Case Study in MI. Tarbiyatul Islamiyah Jakarta). Studies Program of Education Children Madrasah Ibtidaiyah. Faculty of Tarbiyah and Teaching. State of Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta 2014.

This study aims to know the activity profile of street children in Yayasan where they attend school which include sstreet children interestin the view of teachers and characteristics ofs treet children inschool where they studied. This research was conducted at Government Elementary School Tarbiyatul Islamiyah, afoundation located in Jalan Raya Muhammad Kahfi I Kp. Kandang, Jagakarsa, South Jakarta. Metode used in this study is descriptive in the form of case studies, which describe the phenomena that exist. The data collection techniques using direct techniques that questionnaire sand interview son street children and the techniques are not directly addressed by teachers (parents) who know the situation of street children. In this study, researchers conducted interviews with Principal Foundation Tarbiyatul Islamiyah, spread out a questionnaire to 11 teachers/tutors who actively foster street children in school.

The results showed that: first, the identity of the Institute Foundation Jakarta Tarbiyatul Islamiyah in accordance with neighborhood street children, where the foundation neighborhood not far from the neighborhood street children, underprivileged children and orphans. Secondly, interest in street children in MI. Tarbiyatul Islamiyah in the view of the teacher is the attention to lessons in music, skills, mathematics, science and language. At least in the field of language with the highest average value of 6.2 while the lowest in mathematics with an average value of 5.4. Third, the characteristics of street children in MI.Tarbiyatul Islamiyah obtained through research questions for street children include the perception of self (students), students perception of the environment, relationships fellow students, their future expectations, students' understanding of religion and ideals as an adult.

Key words: The Aktivity learn Profile of Street Children, Street Kids Activities Maintaining Life in Capital Jakarta


(8)

iii Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji dan rahmat, penulis ucapkan kata syukur kehadirat Allah SWT., atas berkah nikmat sehat, karunia dan ridho-Nya. Shalawat dan salam penulis ucapkan kepada junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW yang membawa seluruh alam, sahabat dan umatnya dari zaman kebodohan ke zaman kecerdasan hingga akhir zaman.

Penulis sangat bersyukur karena rahmat hidayahNya, skripsi ini dapat terselesaikan dengan judul “Profil Aktifitas Anak Jalanan Mempertahankan Kehidupan Di Ibukota Jakarta (Studi Kasus di MI. Tarbiyatul Islamiyah Jakarta)”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Pendidikan Islam (S.Pd. I) Pada Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam pembuatan dan penulisan skripsi ini tak lepas dari dukungan dan dorongan moril serta jasa dari seluruh pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A, DekanFakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Fauzan, M.A, ketua Jurusan/Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah dan Yuyun, Staff Jurusan Manajemen Pendidikan yang telah memberikan layanan akademik selama penulis menempuh perkuliahan.

3. Dr. Faridal Arkam, M.Pd, dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan motivasi dan meluangkan waktu, tenaga, perhatian serta pikirannya untuk membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini.


(9)

iv

serta dukungan moril maupun materil yang selalu diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan hingga keperguruan tinggi ini. 5. Seluruh dosen Jurusan/Program StudiPendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah,

yang telah mendidik, mengajar, memotivasi dengan memberikan ilmu dan pengetahuannyaselama perkuliahan.

6. Pimpinan Yayasan Tarbiyatul Islamiyah atau Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah Jakarta Bapak H. Saudin, B.A., Para Guru dan siswa-siswi MI Tarbiyatul Islamiyah yang telah memfasilitasi penulis dalam melakukan penelitian dan bersedia menjadi narasumber penulis hingga selesai.

7. Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan kementeriaan Sosial RI dan Pusat Pelayanan Informasi PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) Kementerian Sosial RI yang telah memberikan banyak bahan pustaka guna terselesaikannya penulisan skripsi ini.

8. Keluargaku yang paling berharga, adik-adikku yaitu Zulkifli Hutagalung, AliImron Hutagalung, Holidun Amin Hutagalung dan Muhammad Abdur Rozak Hutagalung, Paman, Bibi, sepupu atas dukungan serta motivasinya selalu

mencurahkan kasih sayang dan selalu mendo’akan untuk keberhasilanku.

9. Umu, yang memotivasiku dan memberikan dukungannya, teman walau bukan sahabat tetapi dukungan itulah membuat semangat dalam terselesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman di Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, khususnya teman-teman seperjuanganku kelas A, kelas B angkatan 2008dan teman walau bukan satu pembimbing Iis Aprianti yang selalu memotivasi sampai terselesaikannya skripsi ini.


(10)

v

kebaikan, jasa, dan do’anya yang telah diberikan kepada penulis menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang oleh Allah SWT di dunia dan di akhirat kelak.

Karya tulis yang sederhana ini tentunya masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi khazanah ilmu pengetahuan.

Ciputat, 3 Desember 2014

Penulis Maisaro


(11)

vi

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PENGESAHAN UJI REFERENSI

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A. Profil Aktifitas Belajar 1. Pengertian Profil Aktivitas Belajar ... 9

2. Pengertian Belajar ... 11

B. Anak Jalanan 1. Pengertian Anak Jalanan ... 12


(12)

vii

D. Penelitian yang Relavan ... 24

E. Pertanyaan Penelitian ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

B. Metode Penelitian ... 30

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 31

D. Sumber Data ... 33

E. Teknik Pengumpulan Data ... 34

F. Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Sejarah Singkat Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah .... 36

2. Identitas Lembaga Yayasan Tarbiyatul Islamiyah ... 39

3. Visi dan Misi Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah ... 40

4. Kurikulum Pembelajaran ... 40

5. Data Guru dan Siswa ... 41

B. Analisa Data ... 43

1. Minat Anak Jalanan di MI Tarbiyatul Islamiyah Menurut Pandangan Guru ... 46

2. Karakteristik Anak Jalanan di MI Tarbiyatul Islamiyah ... 48

C. Ulasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 57

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 60


(13)

ix

Tabel 3.2 : Kisi-Kisi Instrumen Angket Untuk Guru ... 32

Tabel 3.3 : Kisi-Kisi Instrumen Angket Untuk Anak Jalanan ... 32

Tabel 4.1 : Identitas lembaga Yayasan Tarbiyatul Islamiyah ... 39

Tabel 4.2 : Tingkat Pendidikan Terakhir Tutor Yayasan Tarbiyatul Islamiyah .... 41

Tabel 4.3 : Data Pendidik dan Kependidikan ... 41

Tabel 4.4 : Data Siswa Secara Keseluruhan ... 42

Tabel 4.5 : Data Siswa Anak Jalanan ... 42

Tabel 4.6 : Sarana dan Prasarana ... 43

Tabel 4.7 : Perhatian Terhadap Pelajaran ... 46

Tabel 4.8 : Presepsi Terhadap Diri Sendiri ... 48

Tabel 4.9 : Presepsi Siswa Terhadap Lingkungannya ... 49

Tabel 4.10 : Hubungan Siswa Sesama Teman ... 50

Tabel 4.11 : Harapan Masa Depan Mereka ... 51

Tabel 4.12 : Pemahaman Siswa Terhadap Agama ... 53

Tabel 4.13 : Cita-Cita Setelah Dewasa ... 54


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Krisis ekonomi yang berkepanjangan telah membawa suasana ketidakpastian dan masa depan yang suram terutama kelompok masyarakat miskin yang bersamaan jumlahnya meningkat pesat. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir jumlah penduduk miskin di Indonesia paruh pertama tahun 1998 mencapai 79,4 juta jiwa atau 39,1% dari keseluruhan 202 juta jumlah penduduk Indonesia. Meningkatnya jumlah penduduk miskin yang absolut sejak terakhir dilakukan pendataan 1996, bertambah 59.9 juta jiwa.1

Badai krisis ekonomi telah menyebabkan jumlah angka pengangguran baru melonjak tajam. Disektor formal saja menurut catatan resmi selama sembilan bulan terhitung Juli 1997 hingga Maret 1998 telah terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar 133.459 pekerja yang dilakukan oleh 676 perusahaan. Belum lagi dilikuidasi beberapa bank yang tentu pula mem-PHK-kan karyawannya. Secara keseluruhan jumlah pengangguran diproyeksikan dalam tahun ini berjumlah dalam tahun ini (1998) mencapai 13,4 juta jiwa. Sampai saat sekarang belum berhasilnya pemerintah Indonesia mengatasi krisis ekonomi secara linier akan meningkat pula jumlah pengangguran. Meningkatnya jumlah pengangguran yang diantaranya akibat PHK semakin banyak pula jumlah penduduk miskin yang merupakan salah satu penyebab bertambahnya jumlah anak jalanan. Data anak jalanan menurut Ravi Raja ketua perwakilan United Nation Development Program (UNDP) untuk daerah Jakarta jumlahnya sekitar 9.000 sampai 16.000 orang dan untuk seluruh Indonesia sekitar 132.000 orang.2 Sementara menurut Komisi E (Kesejahteraan Rakyat) DPRD DKI Jakarta, Soeparmo. Jumlah anak jalanan di DKI Jakarta mencapai 32.032 orang dan kenyataan di lapangan

1

Republik, 9 Juli 1998. 2


(15)

diperkirakan lebih besar (Harian Duta, 1 Februari 1999). Berbeda dengan data yang dikeluarkan oleh UNDP dan DPRD DKI Jakarta. Menurut data yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial per September 1998 menyebutkan anak jalanan di Jakarta sekitar 12.630 orang dan untuk jumlah keseluruhan di Indonesia sekitar 44.671 orang.3

Pada Februari 2003, jumlah penduduk miskin tercatat 37,3 juta jiwa (17,42 persen), dibanding tahun 2002 jumlah tersebut menurun sekitar 2,86 persen. Sementara itu, pada Februari 2004, jumlah penduduk miskin tercatat sekitar 36,1 juta jiwa (16,66 persen). Dibanding tahun 2003 jumlah tersebut menurun sekitar 3,22 persen.4 Sedangkan Pada tahun 2005 jumlah penduduk miskin menurun lagi yaitu berjumlah 35,1 juta jiwa (15,97 persen).

Dari data tersebut, jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah satu periode (2000-2005). Lain halnya pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002, penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%). 5

Adapun laporan selanjutnya, Badan Pusat Statistika (BPS) yang telah melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret 2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang (16,58%). Hal ini dari periode 2006-2013 data-data masyarakat miskin semakin menurun

3

Republika, 30 Oktober 1998. 4

Badan Pusat Statistik-Statistik Indonesia, Statistik Indonesia 2005/2006, (Jakarta: Sub Direktorat Publikasi Statistik, 2006).

5 Ibid.


(16)

dimulai dari Maret 2008 sampai Maret 2011 yaitu masyarakat miskin berjumlah 34,9 juta (15,42%) menjadi 30,2 juta (12,49%). Bahkan lebih menurun lagi pada September 2011 data masyarakat miskin berkisar 29,8 juta(12,36%) orang menjadi 28, 0 juta (11,37%) jiwa pada Maret 2013.6

Meskipun data-data statistik memperlihatkan angka penurunan jumlah orang miskin, tetap saja kondisi di lapangan memperlihatkan kenyataan data berbeda. Fluktualisasi harga-harga kebutuhan pokok, kenaikan harga BBM, dan inflasi adalah beberapa faktor yang pada akhirnya menyebabkan orang-orang miskin semakin terjerat dalam kemiskinan. Bahkan perbedaan data tersebut bukanlah hal yang begitu sangat berpengaruh dan substansial. Tetapi yang terpenting diketahui bahwa kehadiran anak jalanan seringkali melahirkan persepsi negatif karena mereka dianggap telah merusak keindahan kota dan kadang kala menjadi sumber kejahatan yang membuat masyarakat resah. Sementara disisi lain pada umumnya mereka menjadi anak jalanan karena keterpaksaan keadaan bukan karena keinginan sendiri.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2013 memperlihatkan bahwa anak jalanan secara nasional berjumlah sekitar 1,56 juta anak.7 Angka tersebut menunjukkan bahwa kualitas hidup dan masa depan anak-anak sangat memperihatinkan, padahal mereka adalah aset, investasi SDM dan sekaligus tumpuan masa depan bangsa. Jika kondisi dan kualitas hidup anak kita memprihatinkan, berarti masa depan bangsa dan negara juga kurang menggembirakan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan, sebagian dari anak bangsa kita mengalami lost generation (generasi yang hilang).

Kehidupan anak jalanan sungguh sangat memprihatinkan, bukan saja karena kebutuhan hidup mereka setiap hari yang tidak terjamin tetapi mereka rentan terhadap kekerasan, obat-obatan, perkelahian, penipuan. Di usia yang seharusnya mereka bisa menikmati masa belajar dan bermain justru berjuang

6

http://www.bps.go.id/ diakses pada tanggal 15 April 2014 Pkl. 17.20 WIB 7

Widodo Nyoto, dkk. Jakarta dalam Angka 2013. (Jakarta: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2013), cet. ke. I, hal 170.


(17)

menyusuri jalan-jalan, kerasnya kehidupan kota untuk menanggung beban hidup yang tidak semestinya mereka lakukan.

Tiga istilah untuk mengkelompokkan anak jalanan yang mengambarkan tingkat keterlibatan anak-anak dengan jalanan, Menurut Asmoro dalam Klasifikasi Anak Jalanan (http://www.misipelmasgbi.org) yaitu:

1. Anak-Anak Jalanan

Adalah mereka yang seluruh eksistensinya bergantung pada sumber-sumber yang mereka dapati di jalanan, dan mereka tinggal disana 24 jam setiap hari. Yang dapat disebut para pengamen “tulen”. Mereka sering memperkenalkan dirinya sebagai anak jalanan sejati. Mereka biasanya membuat wilayah-wilayah kekuasaan dan etika sendiri yang berlaku dikalangan mereka sendiri. Hukumnya adalah siapa yang kuat itulah yang menang dan mempunyai kekuasaan daerah yang luas (hukum rimba).

2. Anak-Anak yang Ada di Jalanan

Mereka adalah anak-anak yang mungkin mempunyai rumah atau bahkan bersekolah seperti anak-anak biasanya, akan tetapi mereka rata-rata menghabiskan waktunya di jalanan atau hanya sekedar mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Anak-anak ini biasanya disebut sebagai Anak-anak jalanan “nafkah”, yaitu anak-anak yang sengaja turun kejalanan untuk mencari uang untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Ada sebagian mereka yang disuruh oleh orang tuanya, ada yang karena kemauannya sendiri, dan ada yang dipaksa oleh orang tuanya. Untuk sekarang ini menurut kami sebagai LSM yang bergerak di jalanan, anak-anak demikianlah yang paling banyak ada di jalanan.

3. Anak-Anak Pra Jalanan

Mereka adalah anak-anak yang tidak terus-menerus berada di jalanan, akan tetapi melihat keadaan mereka dan keluarga mereka, serta latar belakang keluarganya, ada kemungkinan besar mereka akan turun ke jalanan. Biasanya untuk memulai kegiatan ini mereka hanyalah sekedar iseng, atau diajak teman yang biasanya ada di jalanan. Mereka mengamen atau melakukan hal yang lain sekedar menambah uang jajan saja. Mereka mempunyai tempat tinggal


(18)

yang pasti dan bahkan mempunyai orang tua yang lengkap serta keadaan ekonomi keluarga yang pas-pasan. Namun ada kemungkinan mereka dapat mengalami keadaan yang buruk atau “kepepet” sehingga salah satu cara yang pasti akan diambil untuk bertahan hidup adalah mengamen atau mengemis di jalanan. Anak jalanan yang demikian kami sering menyebutnya sebagai anak jalanan “jajan”. Mereka inilah yang sebenarnya membutuhkan pelayanan secara serius supaya mereka dicegah atau diupayakan untuk tidak terlanjur turun kejalanan seperti kelompok anak-anak jalanan sebelumnya.8

Anak-anak yang kehidupannya seperti yang dikemukakan di atas juga pula diartikan oleh Bagong Suyanto9, dalam kategori (kelompok) anak rawan, terjemahan bebas dari children in need of special protections (CNSP) adalah sebuah istilah yang relatif baru dan belum memasyarakat secara luas. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita semua sebetulnya sudah pernah melihat atau minimal mengetahui keberadaan mereka. Anak jalanan, anak korban pemerkosaan, pengungsi anak, anak putus sekolah, buruh anak, mereka semua sesungguhnya adalah kelompok anak yang marjinal yang rawan diperlakukan salah. Mereka bukan saja sering tidak dipenuhi hak-hak dasarnya dan terlantar, tetapi juga sering dilanggar haknya, diperlakukan kasar dan menjadi korban child abuse.

Anak-anak yang dikategorikan rawan ini biasanya tidak kelihatan dan suaranya nyaris tidak kedengaran. Mereka bersembunyi di kolong-kolong jembatan, hidup di rumah petak yang diimpit gedung bertingkat, ditampung di kamp-kamp pengungsi, berserakan diwilayah pedesaan yang terisolir, sehingga bila dibandingkan hiruk pikuk persoalan politik atau ekonomi, isu tentang anak rawan sama sekali tidak penting.

Anak Jalanan di DKI Jakarta tersebar cukup merata. Data yang diterbitkan oleh Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial DKI Jakarta

8

http://jcholics.blogspot.com/2012/05/masalah-anak-jalanan.html Diunduh pada hari Jum‟at 18 April 2014 Pkl. 16.53 WIB

9


(19)

menyebutkan bahwa setidaknya ada 18.777 orang anak jalanan di DKI pada tahun 200310. Diperinci jumlah terdiri dari anak Jalanan ada 1.567 anak, gelandangan ada 1.011 anak, dan pengemis ada 846 anak11. Menurut data tahun 2010, Populasi anak jalanan di DKI Jakarta ada sekitar 8000 anak, yang telah terdata di Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, Kemensos berdasarkan nama dan alamat tahun 2012, terdapat 7.245 anak12.

Para anak jalanan di sisi lain kata Mensos13, harus bekerja keras untuk membantu orangtuanya mencari nafkah, sebagian lagi terpaksa menjadi gelandangan jalanan. Kondisi tersebut akan memperburuk kondisi sosial, ekonomi dan politik dimasa yang akan datang, dan mengakibatkan beban sosial yang semakin tinggi terhadap Negara.

Hal senada juga diungkapkan oleh Saparinah Sadli bahwa ada berbagai faktor yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap timbulnya masalah gelandangan, antara lain : faktor kemiskinan (struktural dan pribadi), faktor keterbatasan kesempatan kerja (factor intern dan ekstern), faktor yang berhubungan dengan urbanisasi dan masih ditambah lagi dengan faktor pribadi seperti tidak biasa disiplin, biasa hidup sesuai dengan keinginannya sendiri dan berbagai faktor lainnya14.

B. Identifikasi Masalah

Anak jalanan adalah kelompok anak yang terpinggirkan merupakan korban dari sistem sosial modern yang berkembang di Ibukota dewasa ini. Anak

10

http://jcholics.blogspot.com/2012/05/masalah-anak-jalanan.html. Diunduh pada

hari Jum’at 18 April 2014 Pkl. 16.53 WIB. 11

Widodo Nyoto, dkk. Jakarta dalam Angka 2013. (Jakarta: BPS Provinsi DKI Jakarta, 2013), cet. ke. I, hal 170

12

http://pksa.kemsos.go.id/index.php/78-pksa-center/82- mensos-disambut-antusias-ratusan-anak-jalanan-di-tanah-merah. diakses hari rabu tanggal 30 April 2014 pkl. 12:11 WIB

13

http://seribumasadepan.wordpress.com/berita-kegiatan/berita-artikel-mitra-2/mensos-kondisi-anak-jalanan-di-dki-dan-depok-menyedihkan/ diunduh hari Jum‟at 18 April 2014 Pkl. 17.04

14 Ibid


(20)

Jalanan memiliki harkat dan martabat sama dengan anak-anak dari keluarga yang mampu dan utuh lainnya. Diakui bahwa dalam masa pertumbuhan secara fisik dan mental, anak jalanan membutuhkan perlindungan dari orangtua. Disamping itu masyarakat dan lingkungan dimana anak jalanan tinggal mestinya bertanggung jawab pula dalam pertumbuhan dan perkembangan dan kesejahteran mereka. Namun kenyataannya, anak jalanan bagi sebagian masyarakat dianggap sebagai parasit yang akan menyebarkan berbagai virus penyakit sosial terhadap lingkungan mereka, untuk itu perlu dihindari, dijauhi, dicurigai, dan diwaspadai dari tempat tinggal mereka, supaya tidak terjadi kemalingan dilingkungan RT/RW mereka.

Selain keadaan yang tidak menguntungkan eksistensi mereka berada dilingkungan masyarakat beradab (normal), kenyataan dalam kehidupan sehari-hari masih banyak anak jalanan yang dilanggar hak mereka. Seperti diperas hasil usaha mereka oleh kelompok-kelompok yang lebih dewasa (senior), dieksploitasi dengan berbagai pekerjaan diluar batas kemampuan dan kapasitas mereka sebagai anak diskriminatif dan tindakan kekerasan lainnya, yang sulit dibayangkan oleh masyarakat normal dan berbudaya.

Oleh karena itu, berbagai persoalan yang dihadapi oleh anak jalanan perlu mendapat perhatian. Seperti penyebab mereka menjadi anak jalanan, aktifitas mereka tiap hari, kegiatan yang mereka lakukan dalam memenuhi kebutuhan hidup, hubungan pertemanan sesama mereka baik itu dengan kelompok yang lebih senior, orangtua maupun masyarakat sekitarnya dan sebagainya, serta persepsi masyarakat lingkungan terhadap keberadaan anak jalanan.

C. Pembatasan Masalah

Bagaimana keadaan anak jalanan yang banyak sekolah di MI Tarbiyatul Islamiyah Jakarta Selatan seperti perhatian terhadap mata pelajaran, semangat dalam menuntut ilmu serta tuntutan dari keadaan yang memaksa dia untuk mencari uang dijalanan seperti mengamen, tukang semir sepatu, ojek payung, dsb. Untuk meringankan beban ekonomi orang tuanya atau sekedar jajan.


(21)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas dapat dirumuskan judul yang akan penulis tulis adalah “PROFIL AKTIFITAS ANAK JALANAN

MEMPERTAHANKAN KEHIDUPAN DI IBUKOTA JAKARTA” (Studi

Kasus di MI Tarbiyatul Islamiyah).

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian ini memiliki tujuan yaitu:

1. Mengungkapkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh anak jalanan dalam belajar di MI Tarbiyatul Islamiyah.

2. Mengungkapkan persoalan-persoalan psikologis yang dihadapi anak jalanan kaitan hubungan sesama teman sepermainan dan hubungan dengan guru di sekolah.

3. Mengungkapkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh anak jalanan dalam mencari uang jajan di jalanan.

F. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kegunaan kepada berbagai pihak sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi Guru (pendidik) dalam menghadapi (mengajar) anak jalanan sebab kepribadian mereka berbeda dengan anak-anak normal lainnya.

2. Menjadi bahan pertimbangan bagi sekolah atau yayasan sebab anak jalanan sibuk setiap hari dari pagi sampai sore, bahkan malam hari. 3. Hasil penelitian ini sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang

meneliti kasus permasalahan sama.


(22)

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Profil Aktivitas Belajar

1. Pengertian Profil Aktivitas Belajar

Aktivitas merupakan tuntutan pendidikan dan kehidupan pada saat ini, untuk itu, akan dibahas mengenai pengertian dari aktivitas belajar. “Aktivitas belajar dapat didefinisikan sebagai berbagai aktivitas yang diberikan pada pembelajar dalam situasi belajar mengajar. Aktivitas belajar ini didesain agar memungkinkan siswa memperoleh muatan yang ditentukan, sehingga berbagai tujuan yang ditetapkan. “1

Proses pembelajaran dalam kelas merupakan aktivitas mentransformasikan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan. Pembelajaran lebih berpusat pada siswa sehingga siswa ikut aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran, dapat mengembangkan cara-cara belajar mandiri, berperan dalam perencanaan pelaksanaan, penilaian proses pembelajaran itu sendiri, maka disini pengalaman siswa lebih diutamakan dalam memutuskan titik tolak dalam kegiatan.2

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dapat merangsang dan mengembangkan bakat yang mereka miliki. Berfikir kritis, dan dapat memecah permasalahan-permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, “3 “Menurut Piaget seorang anak berpikir sepanjang ia berbuat tanpa perbuatan anak tak berpikir.” 4

Beberapa pandangan mengenai konsep aktivitas belajar, antara lain:

1) Siswa adalah suatu organisme yang hidup, di dalam dirinya beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang. Didalam dirinya terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa.

1

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 179 2

Martinis Yamin, Kiat Membelajarkan Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2010) cet. 3, h. 75

3

Oemar Hamalik, hal. 99 4


(23)

2) Setiap siswa memiliki berbagai kebutuhan, meliputi kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial. Kebutuhan menimbulkan dorongan untuk berbuat. Perbuatan-perbuatan yang dilakukan, termasuk Perbuatan-perbuatan belajar dan bekerja. Dimaksudkan untuk kebutuhan tertentu dan untuk mencapai tujuan tertentu pula.5

Dari pengertian aktivitas diatas dapat disimpulkan bahwa pengajaran yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri tanpa kegiatan tak mungkin siswa dikatakan belajar. Aktivitas belajar meliputi aktivitas baik jasmani maupun rohani yang terjadi dalam proses pembelajaran.

Penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa, oleh karena: 1) Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. 2) Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara

integral.

3) Memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan siswa. 4) Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.

Raka Joni (1992:19-20) dan artinis Yamin (2003) menjelaskan bahwa peran aktif siswa dalam kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan manakala:

1) Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa.

2) Guru berperan sebagai pembimbing supaya terjadi pengalaman dalam belajar. 3) Pengelolaan kegiatan pembelajaran pada kreativitas siswa, meningkatkan

kemampuan minimalnya, dan menciptakan siswa yang kreatif serta mampu menguasai konsep-konsep. 6

Berdasarkan uraian diatas disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah rangkaian kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran mata pelajaran sehingga menimbulkan perubahan perilaku belajar pada diri siswa.

5

Dimiyati, Modjion , Belajar dan Pembelajaran , (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), cet.4 hal. 77

6


(24)

2. Pengertian Belajar

Sejak mengenal bangku sekolah kita sering dikasih tau pentingnya belajar agar mendapatkan nilai bagus, mendapatkan ranking di kelas. Sejak dari kecil pula kita sudah disugestikan kalau ingin menjadi orang sukses kita harus rajin belajar. Sayangnya sejak kita mengenal kata belajar, jarang orangtua dan guru yang jarang menjalaskan apa itu pengertian belajar, kita hanya mengenal belajar adalah memegang buku, membaca buku, mengerjakan PR atau tugas dari guru. “belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dialami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya proses belajar, proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.” 7

Banyak pendapat para ahli yang mengemukakan pengertian belajar, “Belajar adalah proses mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, pemahaman menjadi kearifan, dan kearifan menjadi keaktifan (Dave Meier, 2002)”8. “CT. Morgan dalam Introduction to psychology (1962) merumuskan belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetapkan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu. “9 “perubahan tingkah laku tersebut

menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan (kogntif) dan ketrampilan (psikomotor) maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). “ 10

Pengertian belajar juga dijelaskan oleh Cronbach, “Cronbach menyatakan bawa belajar itu merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Menurutnya bahhwa belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu dengan pancaindra dengan kata lain bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, membaca,

7

Dimiyati, Modjion, Op.Cit h. 7 8

Martinis Yamin, Kiat Membelajarkan Siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta, 2010) cet. 3 h. 75

9

Pupuh Fatur, M. Sobri Sutikno, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2007) h.6

10

Arief S. Sadiman, Media Pendidikan Pengertian Pengembangan dan Pemanfaatannya, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007) h.2


(25)

meniru, mengintimasi, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu (dalam Riyanto, 2002). “11 “Pandangan baru menyatakan bahwa belajar merupakan

suatu proses perubahan tingkah laku akibat latihan dan pengalaman. “ 12

Menurut Samadi hal-hal pokok dalam belajar adalah bahwa belajar itu membawa perubahan. Perubahan itu pada pokoknya mendapatkan kecakapan baru, bahwa perubahan itu terjadi karena usaha. 13

Jadi berdasarkan beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses atau kegiatan yang dilakukan sehingga membuat suatu perubahan tingkah laku baik berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotorik sebagai hasil dari pengalaman atau usaha-usaha sehingga akan tercipta kecakapan baru.

B. Anak Jalanan

1. Pengertian Anak Jalanan

Keberadaan anak jalanan sudah menjadi pemandangan lazim di kota metropolitan Jakarta. Hampir seluruh prapatan dan lampu merah yang ada di ibukota terdapat anak-anak yang mengemis dengan penampilan yang menimbulkan belas kasihan. Selain perapatan dan lampu merah. Hampir seluruh bis kota, metromini dan mikrolet yang beroperasi tiap hari menjadi sasaran yang empuk bagi pengemis anak-anak untuk meminta uang pada penumpang. Dari waktu kewaktu bukan berkurang bahkan makin bertambah banyak. Hampir setiap hari dilihat, akibatnya kepekaaan masyarakat terhadap anak jalanan semakin berkurang. Padahal anak terlahir didunia ini bukan sekadar perhiasan dan bukan hiburan bagi orangtua, bukan pula hanya sebagai generasi penerus masa depan. Lebih dari itu anak adalah amanah dari Allah

11

Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar(Jakarta: Bumi Aksara: 2000), h. 89 12

Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 170-171 13


(26)

SWT. Wajib bagi kita memelihara dan mendidik mereka sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan.14

Pada awalnya, anak jalanan diartikan sebagai anak yang hidup di jalanan sepanjang hari. Orang awam sering menyebutnya dengan istilah gelandangan atau gembel yang menjalankan seluruh kegiatan seperti tidur, istirahat, mencari makan, mencari uang, atau bermain di jalanan.15 Anak jalanan adalah sebuah istilah umum yang mengacu pada anak-anak yang mempunyai kehidupan ekonomi di jalanan, Tapi hingga kini belum ada pengertian anak jalanan yang dapat dijadikan acuan bagi semua pihak. Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial yang komplek, hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak bermasa depan “jelas”, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah” bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun perhatian terhadap nasib anak jalanan tampaknya belum begitu besar.

Para ahli dan pemikir memberikan rumusan pengertian anak jalanan, masing-masing rumusan hampir sama tapi ada perbedaaan-perbedaan, hal itu juga tidak begitu penting. Pendapat lain mengartikan anak jalanan sebagai anak yang menghabiskan sebagaian besar waktunya untuk mencari nafkah, berkeliaran dijalanan maupun ditempat umum.16 Lain halnya Dengan pengertian diatas dapat dipahami bahwa anak yang dalam kesehariannya hidup dijalanan dikatakan anak jalanan.

Berdasarkan buku yang disusun oleh Depsos RI, yaitu: (1) Anak-anak yang berusia antara 6 s/d 18 tahun; (2) menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah, minimal 4 s/d 6 jam perhari; (3) berkeliaran di jalanan/tempat umum dan tempat keramaian lainnya. Selanjutnya Setyoko memberikan criteria (batasan) tentang anak jalanan sebagai berikut:

14

Nasihul Ulwan, Tarbiyatul Aulad, (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1981), p. 59 15

Prasadja, Heru dan Agustian, Murniati. Anak Jalanan dan kekerasan. (Jakarta: PKPM AtmaJaya, 2000) hal. 1

16

O.A. Effendi, Kebijaksanaan dan Strategi pemerintahan Dalam Upaya Penanganan anak Jalanan melalui Rumah Singgah, (Jakarta: Depsos RI, 1998), p.5


(27)

(1) Anak yang hidup/tinggal di jalanan, sudah putus sekolah dan tidak ada hubungan dengan keluarga (children of the street)

(2) Anak yang bekerja di jalanan, putus sekolah, dan berhubungan tidak teratur dengan keluargnya (children on the street);

(3) Anak yang rentan menjadi anak jalanan, masih sekolah maupun putus sekolah dan masih berhubungan teratur (tinggal) dengan orangtua (vulnerable to be street children).

Tapi dalam buku petunjuk yang berbeda diterbitkan oleh Departemen Sosial dengan judul Kerangka Kerja Pelayanan Anak-Anak Jalanan dikemukakan bahwa anak jalanan adalah seorang anak yang berusia 6 tahun sampai 18 tahun, yang menggunakan waktu di jalan baik anak itu bekerja maupun tidak, dan masih ada keluarga maupun tidak.17 Nafsiah Mboi memberi difinisi, anak jalanan sebagai anak yang ditinggal atau ditelantarkan, atau melarikan diri dari keluarganya atau yang masih ada hubungan keluarga.18 Sedangkan Lisa Nelwan mendefinisikan anak jalanan sebagai anak-anak yang bekerja di jalanan. Ada yang masih tinggal bersama keluarganya, namun ada juga anak-anak yang hidup dan bekerja dijalanan tidak memiliki lagi hubungan dengan keluarganya19.

Sedangkan UNICEF menggunakan definisi anak jalanan20 sebagai berikut: “Street child are those who have abandoned their homes, schools, and immediate communities before they are sixteen years old age and have driften into nomadic street life”(anak yang berusia dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat terdekatnya larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya). Batasan dari Unicef ini lebih luas lagi karena sudah melihat status sekolah anak. Batasan umur juga telah dimasukkan yakni menggunakan batasan 16 tahun.

17

Depertemen Sosial, Kerangka kerja Pelayanan anak jalanan, (Jakarta, 1998), p.1 18 Nafsiah Mboi, “upaya Pemberdayaan Anak Jalanan secara terpadu dan berkesinambungan”, Makalah Disampaikan pada Konferensi Internasional tentang Penanganan anak jalanan. BK3S (Yogyakarta, 10-13 September, 1996).

19

Ilsa Nelwan, Pikiran rakyat (Jakarta, 22 Juli, 1996). 20


(28)

Soedijar memberi batasan anak jalanan, yaitu anak-anak yang berusia 7 - 15 tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketentraman umum dan keselamatan orang lain serta membahayakan keselamatan dirinya.21

Makin meningkatnya jumlah anak jalanan, disebabkan banyak faktor dan alasan. Brown dan Sittirai (1985) menduga meningkatnya jumlah anak jalanan berkolerasi positif dengan meningkatnya urbanisasi dan industrialisasi. Urbanisasi dan industrilalisasi mengacaukan keluarga-keluarga di pedesaaan yang pindah ke kota dengan tujuan meningkatkan taraf hidup. Kebanyakan mereka yang pindah ke kota tidak mempunyai ketrampilan khusus yang memadai. Akibatnya, timbul kantong-kantong pemukiman yang padat di daerah-daerah tidak bertuan, seperti bantaran kali, di bawah kolong jembatan, di bawah jalan tol, tanah-tanah Negara yang kosong dan sebagainya. Keluarga miskin biasanya menyuruh anak mencari uang untuk membantu ekonomi keluarga.

CC. Hiew (1995) yang dikutip Kompas mengamati bahwa anak-anak di Negara-negara sedang berkembang mengalami efek samping urban, industrialisasi dan kesenjangan pembangunan ekonomi yang telah mengakibatkan munculnya keluarga-keluarga inti yang tidak terencana atau terfrakmentasi. Akibat kesenjangan dari seluruh aspek, menimbulkan dampak susulan yaitu dengan makin meningkatnya anak-anak yang kemudian hari akan menderita stress majemuk yang bersumber dari sebab-sebab sosiokultural yang berada di luar control mereka. Bahkan UNICEF meramalkan, enam dari sepuluh anak yang lahir di negara-negara sedang berkembang sebelum tahun 2025 akan lahir dipusat-pusat perkotaan dan separuh dari mereka akan hidup dalam kemiskinan.22

21

Soedijar, “Profil Anak Jalanan di DKI Jakarta”.(Media informatika, 9 Jakarta, 1989), p. 16.

22


(29)

2. Kelompok Anak Jalanan

Jalanan merupakan ruang publik dimana setiap orang bisa masuk dan mengais rejeki disana sesuai dengan kemampuan kesempatan yang ada. Situasi sosial jalanan turut andil membentuk kelompok-kelompok anak jalanan. Himpunan Mahasiswa Pemerhati Masyarakat Marjinal Kota (HIMMATA) mengelompokkan anak jalanan menjadi dua kelompok, yaitu anak semi jalanan dan jalanan murni. Anak semi jalanan diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan, tetapi tetap mempunyai hubungan dengan keluarga. Sedangkan anak jalanan murni diistilahkan untuk anak-anak yang hidup dan menjalani kehidupannya di jalanan tanpa mempunyai hubungan keterikatan dengan keluarga23. Sedangkan Tata Sudrajat, mengelompokkan anak jalanan menjadi 3 kelompok berdasarkan hubungan anak dengan orang tuanya, yaitu:24

a. Anak yang putus hubungan dengan orangtuanya, tidak sekolah dan tinggal di jalanan. Disebut anak yang hidup di jalanan atau children of the street.

b. Anak yang berhubungan tidak teratur dengan orangtuanya, tidak sekolah, kembali ke orangtuanya seminggu sekali, dua minggu sekali, dua bulan atau tiga bulan sekali. Disebut dengan anak yang bekerja di jalanan atau children on the street c. Anak yang masih tinggal bersama orangtuanya. Setiap hari pulang ke rumah,

masih sekolah atau putus sekolah. Disebut anak yang rentan menjadi anak jalanan atau vulnerable to be street children.

Pengelompokkan anak jalanan lebih rinci oleh Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia menjadi 3 kelompok, yaitu25

23

Asmawi, “Menata Masa Depan Anak-Anak Jalanan”, Ummi, (Majalah Islam Wanita) September 2001, p. 28.

24

Tata Sudajat, Pola Hubungan Sosial dan aktifitas Sosial Ekonomi Anak jalanan”MakalahPKBI, 1999, p. 5.

25

Arum R Kusumanegara, „Hak-hak Anak dan Perlindungan Anak di Indonesia‟,

MakalahYKAI dalamSeminar Problematika Anak Jalanan Dalam Menghadapi Millenium Ketiga, Diselenggarakan Oleh Universitas Satya Negara, 10 Oktober 1998.


(30)

1. Anak–anak yang tidak berhubungan lagi dengan orangtuanya (children of the street). Mereka tinggal 24 jamdi jalanan dan menggunakan semua fasilitas jalanan sebagai ruang hidupnya. Hubungan dengan keluarganya sudah terputus. Untuk makan mereka harus melakukan pekerjaan seperti meminta (mengemis), meminta pada teman-temannya, atau mencari makanan sisa yang telah dibuang (hoyen).Kelompok anak disebabkan oleh faktor sosial psikologis keluarga, mereka mengalami kekerasan,penolakan, penyiksaan, penindasan dan korban perceraian orang tua. Umumnya mereka tidak mau kembali kerumah. Kehidupan jalanan dan solidaritas teman-temantelah menggantikan lembaga keluarga bagi mereka.

2. Anak-anak yang berhubungan tidak teratur dengan orang tua. Mereka adalah yang bekerja di jalanan atau disebut children on the street. Mereka juga disebut sebagai pekerja imigran kota yang pulang tidak teratur kepada orangtuanya. Mereka pada umumnya bekerja dari pagi sampai sore hari. Tempat tinggal mereka mengontrak di lingkungan kumuh bersama saudara atau teman-teman. Ada juga yang tinggal bersama keluarganya. Penyebab utama mereka menjadi anak jalanan adalah masalah ekonomi keluarga. Mereka harus membantu orangtua sekaligus menghidupi dirinya sendiri. Secara umum mereka bekerja sebagai penyemir sepatu, pedagang asongan, penjual barang seperti makanan dan minuman ringan, mainan, alat tulis, pengamen, ojek payung dan kuli. Modal kerja mereka peroleh sendiri dan dari orang lain (bos).

3. Anak-anak yang masih berhubungan teratur dengan orang tuanya. Mereka tinggal dengan orangtuanya, beberapa jam dijalanan sebelum atau sesudah pulang sekolah. Motifikasi mereka ke jalan karena terbawa (pengaruh) teman, belajar mandiri, membantu orangtua atau disuruh orangtua. Pekerjaan mereka yang paling menyolok adalah berjualan koran.


(31)

Lain halnya dengan Hadi Utomo 26(1999) yang menyebut 4 (empat) kelompok anak jalanan yakni:

1. Anak yang hidup dan mencari penghidupan di jalanan (gelandangan). Mereka ini pada umumnya jarang atau hampir tak pernah pulang ke keluarganya, atau memang sudah tidak memiliki hubungan dengan keluarganya.

2. Anak yang mencari penghidupan di jalanan tetapi mempunyai tempat tinggal tetap seperti mengontrak atau ditampung oleh “majikan”. Di sini frekuensi anak jalanan pulang ke rumah orangtuanya per minggu, per bulan, per triwulan, dan lain sebagainya.

3. Anak yang mencari penghidupan di jalanan dan pulang ke rumah tiap hari. 4. Anak Baru Gede (ABG) bermasalah.

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan di atas dan beberapa hasil dari penelitian, dan pendapat pakar serta lembaga swadaya masyarakat yang menangani kelompok-kelompok marjinal di perkotaan ternyata, faktor utama timbulnya anak-anak jalanan adalah faktor ekonomi, dibarengi oleh faktor susulan seperti perceraian orangtua, kekerasan (penyiksaan) dari orang dewasa dan pengaruh teman-teman.

3. Ciri-Ciri Psikologis Anak-Anak Jalanan

Ciri-ciri psikologis anak jalanan (Muis, 2010) diantaranya : a. Mobilitas tinggi

b. Acuh tak acuh c. Penuh curiga d. Sangat sensitif e. Berwatak keras f. Kreatif

g. Semangat hidup tinggi h. Berani menanggung resiko

26


(32)

i. Mandiri 27

Sedangkan ciri-ciri psikologis dari anak jalanan lainnya. Saparinah Saidli28, mengemukakan sebagai berikut:

Pertama, anak-anak ini lekas tersinggung perasaannya. Digoda oleh temannya sendiri menyebabkan mereka sangat marah dan emosional, sering beraksi diluar dugaan dan secara proporsional jauh melebihi penyebab kemarahan mereka.

Kedua,anak-anak ini lekas putus asa dan cepat murung, kemudian nekad tanpa dipengaruhi secara mudah oleh orang lain yang ingin membantunya.

Ketiga, tidak berbeda dengan anak-anak lain pada umumnya, mereka menginginkan kasih sayang. Hanya karena mereka tidak pernah atau hampir tidak mempunyai pengalaman yang nyata mengenai kasih sayang ini, maka mereka menjadi „liar‟, atau tidak merasa terikat dengan siapa pun atau aturan-aturan yang berlaku umum. Namun dengan caranya tersendiri, mereka dapat menunjukkan rasa keterikatannya pada orang lain yang mereka senangi. Contohnya mereka membantu dalam hal-hal yang kecil-kecil disuruh dan untuk menunjukkan rasa terima kasihnya mereka menyimpan sesuatu yang khusus. Misalnya gelas yang telah dicuci bersih dengan sabun cuci piring untuk dipakai ibu tersebut bila datang; sesuatu diluar dugaan ibu yang bersangkutan.

Keempat,anak-anak biasanya tidak mau „tatap muka‟, dalam arti bila mereka diajak bicara, tidak mau melihat orang secara terbuka.

Kelima,sesuai dengan taraf perkembangannya yang masih kanak-kanak mereka sangat stabil. Tetapi keadaan mereka sulit berubah meskipun telah bertambah umur, atau meskipun mereka telah diberi pengalaman yang lebih positif umpamanya dengan memiliki ketrampilan khusus agar dapat memperoleh pekerjaan yang nyata. Ternyata pada awalnya mereka antusias, tetapi kerap kali cepat muncul sifat lain seperti malas, kemudian sering bolos. Keadaan ini

27

http//digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-ayusetyori-6659-3-.pdf. diakses

pada hari Jum’at Mey Pkl . WIB

28

Saparinah Sadli, “Perilaku Gelandangan dan penanggulanginya”, Gelandangan Pandangan Ilmuwan Sosial, (Jakarta:LP3ES,1986),p.34.


(33)

menyebabkan mereka seringkali tidak dapat bertahan dalam suatu pekerjaan yang menuntut disiplin tertentu dalam pola tingkah lakunya.

Keenam, mereka memiliki suatu ketrampilan, namun ketrampilan ini tidak selalu sesuai bila diukur dengan ukuran normatif kita. Contohnya anak yang terampil memotong daging, tetapi cara memotongnya yang berlaku umum.

Saparinah Sadli mengatakan bahwa ciri-ciri anak gelandangan (jalanan) yang kemudian di atas tidak didasarkan pada suatu studi yang sistematis, namun kalau diadakan studi lanjutan ciri-ciri tersebut mungkin ditemukan dengan jumlah dan intensitas dan kombinasi yang berbeda-beda.

ISCA (International Save the Children Alliance) telah mengelompokkan berbagai hak anak yang ada dalam konvensi ke dalam empat kategori besar, yakni:29 1. Hak atas kelangsungan hidup,

2. Hak atas perlindungan,

3. Hak untuk bertumbuh dan berkembang, serta 4. Hak berpartisipasi.

Upaya agar semua anak menerima seluruh haknya adalah tanggungjawab semua pihak baik keluarga, masyarakat, maupun negara.

Dalam upaya memberi perlindungan terhadap hak-hak anak terutama hak untuk hidup, berkembang, untuk memperoleh perlindungan, dan untuk didengar pendapatnya, PBB menyelenggarakan pertemuan Puncak dunia tentang Anak (World Summit Meeting On Children) pada tahun 1990 yang dihadiri oleh Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Para Kepala Negara dan Pemerintahan bersepakat bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan anak perlu tindakan politik pada tingkat tinggi. Mereka pada sepakat untuk memberikan prioritas tinggi pada hak anak Indonesia telah meratifikasi hasil Konvensi itu Indonesia terikat pada hak-hak anak dan berkewajiban melaksanakan hak-hak anak tersebut.

29


(34)

Konvensi tersebut sekaligus menjadi komitmen pemerintah dalam menjamin kelangsungan hidup anak, terutama anak-anak jalanan. Konvensi hak-hak anak-anak terdiri dari 45 pasal dan cakupannya dikelompokkan dalam kategori-kategori berikut: 1. Hak-hak untuk melangsungkan hidup (survival right) termasuk didalamnya

adalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan sebaik-baiknya sehingga terhindar dari berbagai penyakit yang mematikan.

2. Hak-hak untuk berkembang (development right), termasuk didalamnya pemberian gizi, pendidikan dan olah sosial budaya yang memungkinkan anak berkembang sebagai manusia dewasa beridentitas dan bermartabat.

3. Hak-hak untuk perlindungan (protection right) dari segala macam diskriminasi dan kekerasan,baik karena warna kulit, ideology, politik, agama, maupun status fisik (misalnya cacat).

4. Hak-hak untuk berpartisipasi dalam berbagai keputusan yang menyangkut kepentingan hidup (participation right).

C. Usaha-Usaha dilakukan Pemerintah dan Masyarakat Dalam Membantu Anak Jalanan

Anak adalah permata bagi keluarga, calon generasi suatu bangsa yang akan meneruskan estafet kepemimpinan di masa datang, sudah selayaknnyalah pemerintah membuat sutau peraturan-peraturan yang berfungsi sebagai payung hukum untuk menjamin hak-hak anak khususnya anak jalanan yang sering tertindas hak-hak kemanusian. Usaha-usaha yang dilakukan Pemerintah yaitu dengan dua cara:

1. Razia Anak Jalanan

Razia anak jalanan yang dilakukan oleh Tramtib dinilai merendahkan hak asasi anak jalanan, pasalnya sebagian anak jalanan merasa sangat ketakuatan jika melihat adanya razia yang dilakukan oleh pihak Tramtib, sedangkan yang lain membentuk suatu perkumpulan-perkumpulan tertentu mereka sembunyi di jalan-jalan kecil (gang), dan apabila anggota Tramtib ada


(35)

yang masuk ke jalan tersebut kumpulan anak jalanan langsung secara beramai-ramai menghajar salah satu anggota Tramtib itu. Berdasarkan data yang didapat penulis melalui interview secara langsung terhadap anak jalanan, mereka menolak adanya razia karena;

a. Anak jalanan mengangap bahwa dirinya tidak melakukan kesalahan. Kami bukan penjahat, kenapa kami dikejar-kejar (topik, salah satu anak jalanan) b. Pengiriman ke rumah singgah sehabis razia.

c. Seringkali Tramtib melakukan kekerasan dalam menggelar razia.

2. Rumah Singgah

Salah satu kebijakan lain yang dikeluarkan pemerintah adalah rumah singgah, problematika yang terjadi kemudian adalah sebagian anak jalanan yang diwawancarai menyatakan bahwa mereka malas untuk masuk sekaligus menetap di rumah singgah, karena:

1. Mereka tidak merasa nyaman jika jauh dengan orang tua.

2. Bujukan orang tua untuk tetap tinggal di jalan, dalam rangka membantu mencukupi ekonomi.

3. Kebiasaan menetap, tidur, dan mencari uang dijalan. Sudah tertanam kuat seakan-akan sudah menjadi bagian dalam hidup.

4. Mereka membutuhkan keterampilan, bukan pelajaran. Sedangkan rumah singgah hannya menyediakan pelajaran layaknya di bangku sekolah.30 Paparan mengenai Rumah singgah yang dimaksud ialah menurut Departemen sosial RI bekerjasama dengan UNDP menyelenggarakan model pembinaan anak jalanan, yang bukan hanya sekedar rumah singgah yaitu:

1. Rumah singgah/terbuka (Open House)

30

http://battle-of-speech.blogspot.com/2010/10/perspektif-anak-jalanan-dan-efektivitas.html diakses hari kamis, 13 may 2014 pkl 11.23 WIB


(36)

Merupakan proses informal yang memberikan suasana resosialisasi kepada anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma yang

berlaku di masyarakat setempat.31

2. Rumah tunggu sementara (Boarding House)

yaitu rumah tunggu sementara, misalnya panti sosial remaja, selama 6 bulan dia diberi makan, diberi tempat tinggal, diberikan latihan sampai ia mendapat pekerjaan,32yang bertujuan untuk;(1)mempertahankan sikap dan prilaku positif, (2) memberikan kesempatan kepada anak jalanan untuk memperoleh pelayanan lanjutan dalam rangka penuntasan masalah mereka, dan (3) mempercepat proses kemandirian anak jalanan.

3. Mobil sahabat anak, yaitu mobil keliling untuk anak jalanan (Setyoko, 1999).

Mobil ini adalah sebuah unit moobil keliling yang dimaksudkan untuk mengunjungi dan memberikan pelayanan kepada anak jalanan ditempat-tempat mereka berkumpul atau berada dijalanan. Adapun tujuan dari pelayanan ini adalah:

1) Memberikan pelayanan penjangkauan yang mudah dan cepat. 2) Memberikan pendamping dan pelayanan sosial yang dibutuhkan. 3) Memberikan pelayanan rujukan33.

Selain ketiga model tersebut, baru-baru ini Kakanwil Depsos DKI Jakarta mengadakan terobosan baru, yaitu bekerjasama dengan pondok-pondok pesantren dan Lembaga Sosial Kemasyarakatan (LSK) se-DKI Jakarta dalam mentuntaskan anak jalanan.

31

http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/4/jtptiain-gdl-s1-2005-sujudmukht-173-Bab2_119-9.pdf diakses hari Jum’at, may pkl. . WIB

32 http://pelita. blogspot.com/2011/09/rumah-singgah-pelita-insani.html diakses hari kamis 14 Mei 2014.

33 Ibid.


(37)

D. Penelitian yang Relevan

Sebelumnya telah ada beberapa penelitian tentang anak jalanan. Di antaranya adalah berdasarkan penelitian dari Siti Aminah Istianah Jurusan Manajemen Pendidikan tahun 2013 dengan judul skripsi “Pendidikan NonFormal Sebagai Alternatif Pembinaan Anak Jalanan (Studi Kasus di Yayasan Bina Insani Mandiri Depok)”. Dapat dikemukakan hasilnya.

Pertama: Terdapat tiga cara atau strategi yang digunakan oleh YABIM dalam pembinaan anak jalanan, yaitu: melalui rumah singgah turun langsung kejalan dan melibatkan masyarakat dalam menyelenggarakan program pendidikan ketrampilan. Kedua: Program pendidikan yang dieselenggarkan oleh YABIM, yaitu jalur pendidikan formal terdapat di jenjang SMP dan SMA terbuka dan jalur pendidikan non formal dan mengusung PKBM sebagai satuan pendidikan menyelenggarakan PAUD, paket A, B dan C. selain itu, pendidikan kecakapan hidup/lifeskill seperti: sablon, salon, bengkel, musik, komputer, membuat kue, EO (Event Organizer), menjahit, elektro, service HP.

Ketiga: Tingkat keberhasilan YABIM dalam melakukan pembinaan anak jalanan tidak hanya dalam dapat dilihat melalui studi lanjut, jumlah prestasi yang pernah diraih dan keterserapan didunia kerja melainkan perubahan tingkah laku kearah lebih baik. Seperti: melakukan Sholat 5 waktu, pola hidup bersih dan mengurangi aktivitas di jalan.

Karena itu, merupakan tujuan YABIM dalam melakukan pembinaan terhadap anak jalanan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut disarankan kepada YABIM untuk meningkatkan system pendataan atau databased yang lebih baik, mengoptimalkan pengorganisasian melalui job description dan mengadakan surat dokumen atau tanda bukti kemitraan dengan pihak lain untuk mempererat kerjasama yang dilakukan.34

34

Siti Aminah Istianah, “Pendidikan NonFormal Sebagai Alternatif Pembinaan Anak Jalanan (Studi Kasus di Yayasan Bina Insani Mandiri Depok)”, Skripsi, (Fakultas Tarbiyah UIN Jakarta, 2013) hal.i, tidak dipublikasikan.


(38)

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sanah Sanan pada tahun 2012 dengan judul skripsi Peranan Rumah Singgah Uswatun Hasanah Dalam Membina Moral Anak Jalanan Cengkareng Jakarta Barat. Dalam penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Uswatun Hasanah yang mencapai anak-anak jalanan pada tahun 2011-2012. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif. Efektif untuk membantu anak jalanan, meskipun tingkat keberhasilannya rendah. Hal ini dikarenakan beberapa faktor penghambat yang berasal dari anak jalanan itu sendiri. Lingkungan masyarakat dan keluarga anak jalanan.

Dari data yang terkumpul berdasarkan hasil penelitian baik melalui wawancara maupun observasi dapat disimpulkan bahwa pembinaan moral anak jalanan melalui rumah singgah Uswatun Hasanah menciptakan suasana kekeluargaan dalam membina moral anak jalanan. Pembinaan yang diselenggarakan oleh rumah singgah Uswatun Hasanah meliputi beberapa bidang.

Pertama, adalah penjangkauan dan pendampingan anak di jalan. Kedua, pembinaan pendidikan baik formal maupun nonformal. Dan ketiga adalah kegiatan resosialisasi yang meliputi bimbingan perilaku sosial kesehatan, kegiatan keagamaan dan kegiatan rekreasi anak jalanan yang rutin datang bahkan menetap di rumah singgah akan memperoleh pelayanan secara intensif. Sebaliknya anak yang hubungannya jarang akan kurang intensif, akibatnya proses perubahan sikapnya akan lama. Hal ini terlihat berdasarkan pengamatan bahwa anak yang menetap kurang lebih 6 bulan sudah dapat menunjukkan perubahan sikap yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang datang pada waktu tertentu saja.35

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Sri Tjahjorini Sugiharto pada tahun 2010 dengan judul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Anak Jalanan di Bandung, Bogor dan Jakarta. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa latar belakang keluarga merupakan faktor penentu utama terhadap perilaku anak jalanan. Selain itu perilaku anak jalanan dipengaruhi secara nyata oleh latar belakang lingkungan tidak

35

Sanah Sanan, “Peranan Rumah Singgah Uswatun Hasanah Cengkareng Jakarta Barat”, Skripsi, (Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), hal. I, tidak dipublikasikan.


(39)

melalui ciri fisik, melainkan melalui ciri psikologik dan ciri sosiologik. Perilaku anak jalanan meskipun kurang tampak dipengaruhi secara langsung oleh ciri fisik, ciri psikologik dan ciri sosiologik, dibanding oleh latar belakang keluarga dan latar belakang lingkungan, namun ciri-ciri tersebut tetap berperan penting dalam pembentukan perilaku anak jalanan.36

Beberapa penelitian tersebut menjadi referensi bagi penulis untuk mengkaji lebih dalam mengenai anak jalanan sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian ini baik dari segi karakteristik anak jalanan maupun metode dalam pelaksanaan penelitian. Hal ini sangat membantu penulis dalam persiapan maupun pelaksanaan penelitian. Penelitian-penelitian tersebut memberikan beberapa gambaran mengenai karakteristik anak jalanan, aktivitas anak jalanan, program pemberdayaan anak jalanan yang sesuai, maupun tentang kajian hukum bagi anak jalanan. Dari hasil kajian terhadap beberapa penelitian tersebut penulis dapat mengambil pertimbangan mengenai metode pendekatan dan pelaksanaan penelitian.

E. Kerangka Berpikir

Anak jalanan usia antara 6 sampai dengan 18 tahun adalah anak-anak yang banyak menghabiskan sebagian besar waktu mereka di jalanan atau di tempat-tempat umum untuk bekerja atau melakukan aktivitas-aktivitas sehari-hari dengan ciri-ciri melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi. Keseharian anak-anak jalanan usia 6 sampai dengan 18 tahun yang banyak menghabiskan waktu mereka dijalanan dengan keterbatasan fasilitas dan perhatian dari lingkungan sekitar ini sangat memengaruhi perkembangan dan pandangan hidup mereka.

Anak jalanan usia ini layaknya anak-anak lain yang mengalami banyak perkembangan dan perubahan pada usia ini. Baik itu perubahan fisik, kognitif,

36

Dwiastutiunair Bab 2 Sumber: www.damandiri.or.idfiledwiastutiunairbab2.pdf. diakses pada hari Jum‟at tanggal 22 mei 2014.


(40)

psikologis, mapun moral. Dalam hal perkembangan kognitif, pada usia anak-anak mulai muncul kelompok anak jalanan. Kelompok-kelompok inilah mempengaruhi psikologis anak jalanan.

Dalam proses perkembangan psikologis, beberapa faktor yang memengaruhi pembentukan psikologis anak jalanan, yaitu dibagi menjadi dua bagian, faktor individu itu sendiri dan faktor lingkungan. Yang termasuk dalam faktor individu diantaranya adalah perkembangan sepanjang rentang hidup yang diantisipasi, pengetahuan kontekstual, keterampilan, konsep diri, dan gaya atribusi. Sedangkan yang termasuk dalam faktor lingkungan adalah berupa dukungan baik itu dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan penghargaan, maupun dukungan instrumental, dan interaksi sosial yang terbina dalam keluarga.

Femonema yang dapat dilihat di masyarakat bahwa anak jalanan dengan kondisi lingkungan yang keras di jalanan mereka kurang mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitar, baik orang tua, keluarga, maupun orang-orang terdekat mereka. Menjadikan mereka mempunyai watak keras, temperamen tinggi, terkesan „liar‟, berani bahkan sampai nekad. Watak mereka memang berbeda dibandingkan watak anak-anak lainnya. Dapat dibayangkan bagaimana kerasnya kehidupan jalanan, membuat mental mereka mendewasakan diri tanpa ada yang mengarahkan kearah yang pantas sesuai dunia mereka. Mereka kurang mendapatkan dukungan baik informasi maupun moral. Hal ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak jalanan termasuk dalam hal perkembangan masa depan anak jalanan.

Memang Pemerintah dan Masyarakat telah banyak membantu anak jalanan untuk menjamin hak-hak anak seperti hak atas kelangsungan hidup, hak atas perlindungan, hak untuk bertumbuh dan berkembang serta hak berpartisipasi dan mengatasi penindasan hak kemanusiaan anak-anak jalanan, tapi belum memaksimalkan setuntas mungkin yang jauh dari harapan masyarakat.


(41)

Karenanya penulis bermaksud mengidentifikasi aktifitas anak jalanan di tengah kondisi lingkungan anak jalanan yang kurang memberikan dukungan kepada mereka dan bagaimana mereka mempertahankan kehidupan di Ibukota Jakarta.

F. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian teori yang telah dipaparkan serta kenyataan di lapangan bahwa banyak fenomena-fenomena anak jalanan yang berusia remaja yang sangat mempengaruhi perkembangan anak jalanan baik secara psikologis maupun kognitif, maka muncul pertanyaan penelitian:

1. Bagaimana pandangan Guru terhadap anak jalanan?

2. Bagaimana persepsi anak jalanan tentang diri mereka sendiri?

3. Bagaimana persepsi anak jalanan tentang lingkungan mereka tinggal?

4. Bagaimana interaksi sosial anak jalanan dengan lingkungan (keluarga, teman, pengelola rumah singgah)?

5. Bagaimana persepsi anak jalanan mengenai masa depan mereka? 6. Bagaimana pemahaman anak jalanan tentang agama yang diyakini? 7. Apa yang menjadi cita-cita anak jalanan kelak mereka dewasa nanti?


(42)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah yang beralamat di Jalan Raya Muhammad Kahfi I, Kp.Kandang, Kelurahan Jagakarsa Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta Selatan.

2. Waktu Penelitian

Proses penelitian dilakukan secara bertahap, adapun waktu penelitian dilaksanakan selama (4) bulan, terhitung sejak bulan Juni 2014 sampai dengan bulan September 2014, termasuk dalam penyusunan proposal serta pengamatan langsung maupun tidak langsung.

Tabel 3.1

Waktu Kegiatan Penelitian 2013/2014

No Bulan

Kegiatan

Juni Juli Agustus September

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Observasi Awal Tempat Penelitian 2. Menyusun

Proposal, Pengajuan

proposal dan seminar proposal. 3. Bimbingan dan


(43)

4. Pencarian Referensi (Perpustakaan), Menyusun Kerangka Teori 5. Bimbingan Skripsi

Bab 1-3

6. Menyusun dan Menjalankan Angket

7. Melaksanakan Penelitian,

Mengolah Data dan Menulis Laporan Penelitian 8. Bimbingan Skripsi

Bab 4-5 9. Uji referensi 10. Sidang Skripsi

B. Metode Penelitian

Metode penelitian adalah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan data dan analisis data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi.1 Penggunaan metodologi ini dimaksudkan untuk menentukan data yang valid, akurat dan signifikan dengan permasalahan, sehingga dapat digunakan untuk mengungkapkan permasalahan yang diteliti.

Penelitian yang penulis buat merupakan metode penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus yang mengacu pada buku Cholid Narbuko dan buku

Sugiyono. Metode penelitian ini merupakan metode untuk menghimpun dan menganalisis data berkenaan dengan sesuatu kasus. Sesuatu dijadikan kasus biasanya karena ada masalah, kesulitan, hambatan, penyimpangan, tetapi juga

1

Adi Prastowo. Memahami Metode-Metode Penelitian. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2011). h.8


(44)

sesuatu dijadikan kasus meskipun tidak ada masalah, malahan dijadikan kasus karena keunggulan atau keberhasilannya.

Dilihat dari tujuan penelitian ini adalah mengamati, melihat bagaimana profil aktifitas anak jalanan dan mengkaji masalah anak-anak jalanan yang berada lingkungan sekolah MI Tarbiyatul Islamiyah Jakarta. Metode penelitian ini diarahkan pada mengkaji kondisi, kegiatan, perkembangan serta faktor-faktor penting yang terkait dan menunjang kondisi dan perkembangan anak jalanan tersebut.

Oleh sebab itu, berdasarkan pada kajian teori dan kerangka berpikir yang telah dipaparkan didepan, untuk mendapatkan data yang akan mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan maka jenis penelitian yang dianggap tepat adalah penelitian deskriptif dalam bentuk studi kasus.

C. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Angket

Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden, dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya. “Angket juga dapat diartikan suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai suatu masalah atau bidang yang akan diteliti”.2

Angket dalam penelitian ini adalah angket tertutup dan terbuka.

Yang dimaksud dengan angket tertutup adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan telah disediakan beberapa alternatif jawaban. Sedangkan angket terbuka adalah jika diantara alternatif jawaban tidak ada yang sesuai diinginkan oleh murid dan guru, maka peneliti menyediakan satu kolom dalam bentuk pertanyaan terbuka beserta kolom isian panjang untuk bisa menulis sesuai dengan pilihan mereka. Angket ini dijalankan pada guru yang mengajar di MI Tarbiyatul Islamiyah dan pada anak jalanan. Berikut kisi-kisi instrumen:

2

Colid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), Cet. VI, h. 76.


(45)

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen Angket Untuk Guru

Variabel Indikator Jumlah

Item

1 2 3

Persepsi Guru Tentang Anak Jalanan Yang Sekolah Di Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah

Sarana dan prasarana 17

Karakteristik anak jalanan 10 Materi pelajaran (dominan) 5 Perhatian terhadap pelajaran 5

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Instrumen Angket Untuk Anak Jalanan

Variabel Indikator Jumlah

Item

1 2 3

Profil Aktifitas Anak Jalanan

Persepsi anak terhadap diri mereka 7 Persepsi anak terhadap lingkungan tempat tinggal 8

Hubungan mereka sesama teman 8

Harapan masa depan mereka 6

Pemahaman anak terhadap agama 9

Cita-cita mereka setelah dewasa 11

2. Wawancara

Metode wawancara adalah metode yang dilakukan melalui dialog secara langsung antara pewawancara dengan terwawancara untuk memperoleh data atau informasi yang dibutuhkan.3

3

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. (Bandung: Alfabeta, 2010), Cet. X. h. 15


(46)

Data-data yang dikumpulkan melalui wawancara menyangkut penilaian tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupun non-formal yang berdomisili di sekitar MI Tarbiyatul Islamiyah, berkaitan dengan anak-anak jalanan yang belajar di MI Tarbiyatul Islamiyah.

3. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. 4 Penulis terjun kelapangan dengan mendatangi lokasi penelitian di MI Tarbiyatul Islamiyah Jakarta untuk memperoleh data dan informasi kondisi anak-anak jalanan yang belajar disana.

Hal ini dilakukan secara berkesinambungan dalam waktu cukup lama (4) bulan, tentang kegiatan belajar mereka disekolah tiap-tiap hari selama mereka bersekolah. Dalam observasi tersebut anak-anak jalanan tidak tahu bahwa mereka diobservasi. Aspek-aspek yang diobservasi berpedoman pada petunjuk observasi yang telah disusun.

D. Sumber Data

Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber yang memberikan data langsung dari sumber utama dalam penelitian ini. Adapun yang dimaksud dengan sumber data primer adalah kepala sekolah dan guru/tutor yang aktif membina dan tidak membedakan anak-anak jalanan dengan anak biasa lainnya di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyatul Islamiyah Jagakarsa.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data pendukung atau penunjang dalam penelitian ini. Adapun sebagai data penunjang peneliti adalah dokumen

4

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h. 3


(47)

atau catatan dan foto dokumentasi kegiatan belajar mengajar siswa anak jalanan di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyatul Islamiyah, serta studi literatur yang berkaitan dengan penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik merupakan alat bantu atau cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi data. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Langsung

Mengajukan pertanyaan melalui angket, wawancara pada anak jalanan yang menjadi murid di MI Tarbiyatul Islamiyah.

2. Tidak langsung

Ditujukan pada Guru-guru, Orangtua murid yang mengetahui keadaan tentang anak jalanan.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan & Biklen, analisis data Kualitatif dan kuantitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain5.

Berdasarkan hasil tersebut maka metode analisa yang digunakan adalah metode dekskripsi analisis yakni dengan cara mengumpulkan data kemudian menyusun, menyajikan, baru kemudian menganalisa untuk mengungkapkan arti data tersebut pada saat menganalisa data hasil observasi, peneliti mengintrepertasikan catatan lapangan yang ada kemudian menyimpulkannya. Setelah itu peneliti menganalisa pada data tersebut.

Dalam pengolahan data penulis menempuh cara sebagai berikut:

5

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.248.


(48)

a. Editing

Mengedit dengan memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para pengumpul data. Angket yang telah diisi oleh responden dan di kembalikan kepada penulis, kemudian segera diperiksa satu persatu angket yang dikembalikan dari nomor satu sampai nomor terakhir.

b. Tabulasi

Tabulasi ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran frekuensi dalam setiap item penulis kemukakan. Untuk kemudian dibuatlah tabel yang berbentuk kolom untuk mewakili setiap bagian angket.

c. Prosentase

Angket prosentase diperoleh dengan cara frekuensi jawaban di bagi jumlah responden dikalikan 100% dengan rumus statistik (prosentase) sebagai berikut: 6

Keterangan: P = Prosentase jawaban F = Frekuensi

N = Number of acces (responden) 100 = Bilangan tetap (rumus prosentase)

d. Berdasarkan Hasil Angket (prosentase), hasil wawancara dan hasil observasi di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Tarbiyatul Islamiyah Jakarta, maka disusun laporan penelitian dalam bentuk deskriptif.

6

Anas Sudjiono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h. 43.

P

=

x

100


(49)

57

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan masalah yang telah diteliti, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa:

1. Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah merupakan lembaga yang memberikan naungan bukan hanya anak biasa yang tergolong mampu, tetapi bagi anak tidak mampu, yatim dan anak jalanan untuk diberi bekal pendidikan yang layak. Madrasah ini adalah suatu wahana di kawasan yang tidak jauh dari perumahan anak-anak jalanan serta melebihi sekolah formal yang dipersiapkan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Bukan hanya didik bekal ilmu umum tetapi dibekali ilmu agama sehingga diharapkan mereka (anak jalanan) memiliki kepintaran tetapi akhlakul karimah.

2. Pelaksanan membina anak-anak jalanan di Yayasan Tarbiyatul Islamiyahmenggunakan kurikulum yang dikeluarkan pemerintah yaitu mencapai standar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)/Kurikulum yang berpegang pada Standar Isi dan SKL meliputi:

1) Telah dibuat kurikulum tingkat satuan pendidikan 2) Pemetaan semua mata pelajaran

3) Silabus lengkap

4) Rencana pelaksanaan pembelajaraan lengkap 5) Mampu menyusun model/sistem penilaian lengkap

3. Karakteristik Anak Jalanan berdasarkan penilaian para guru masing-masing yaitu:

1) Bidang bahasa dan musik anak-anak jalanan cenderung memiliki bakat dan minat besar dilihat dari kelas dimana ia mengamen dijalanan.


(50)

2) Bidang matematika dan sains mereka para anak jalanan kurang menyukai diakibatkan aktifitasnya di jalanan dan kurang memberikan semangat dan perhatian dari pihak keluarga tentang pentingnya mata pelajaran disekolah.

3) Dari penilaian-penilaian para guru yang mengajarkan anak-anak jalanan perhatian mereka disamakan seperti anak-anak umum lainnya sehingga sulit untuk membedakan bakat dan minat khusus bagi anak-anak jalanan. Sehingga karakteristik mereka sama dengan anak-anak lainnya.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini penulis mencoba memberi sumbang saran demi peningkatan dan kemajuan pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah dalam menjalani pembinaan dalam bidang pendidikan bagi anak-anak yang mampu, anak-anak jalanan dan anak-anak yang tidak mampu. Adapun saran-saran tersebut adalah:

1. Hendaknya Yayasan Tarbiyatul Islamiyah meningkatkan perhatian mereka terutama para guru terhadap anak-anak jalanan disekitar luar sekolah agar anak-anak jalanan tidak terlantar dan berkeliaran di pinggir jalan, sehingga mempermudah pihak yayasan atau pihak lain untuk memudahkan menampung mereka belajar di sekolah formal tanpa harus di sekolah khusus anak jalanan.

2. Lebih memperbanyak hubungan antara Yayasan dengan pemerintah dan instansi-instansi lainnya agar lebih mendapatkan dukungan moril maupun materil.

3. Harus ditingkatkan kompetensi belajar mengajar guru terutama dalam menghadapi anak jalanan dalam sudut pandang berbeda dengan anak-anak yang lain. Seperti perhatian dan pendekatan terhadap anak-anak jalanan. 4. Terus mengembangkan jaringan kerjasama/kemitraan dengan pihak-pihak

terkait untuk mempermudah proses belajar mengajar di Yayasan Tarbiyatul Islamiyah dalam membina anak jalanan.


(51)

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Singkat Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah

Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah merupakan lembaga yang memberikan naungan bukan hanya anak biasa yang tergolong mampu, tetapi bagi anak tidak mampu, yatim dan anak jalanan untuk diberi bekal pendidikan yang layak. Madrasah ini adalah suatu wahana melebihi sekolah formal yang dipersiapkan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Diharapkan mereka (anak jalanan) tidak hanya mampu menyesuaikan dengan teman-teman lain yang bukan „sepermainan‟ mereka tetapi juga dengan masyarakat lain.

Madrasah Ibtidaiyah Swasta berada dibawah naungan Yayasan Tarbiyatul Islamiyah, yayasan ini beralamat di Jalan Raya Muhammad Kahfi Rt.01 Rw 06 Kp.Kandang,Kelurahan Jagakarsa, Kecamatan Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan. Awalnya dari tuntutan kebutuhan pendidikan siswa baik dari usia, agama dan uang makin bertambah, sedangkan di sekolah Dasar Negeri lokasi yang jauh dan kuota untuk siswa melebihi dari kapasitas yang ada. Hal ini membuat Yayasan Tarbiyatul Islamiyah berdiri sesuai dari permintaan masyarakat di sekitar perumahan jagakarsa bermayoritas anak-anak tidak mampu dan anak-anak jalanan.Lembaga ini berdiri diatas lahan 2.500 meter persegi. Dengan memanfaatkan tanah kosong berstatus tanah wakaf untuk kegiatan belajar mengajar dan membantu anak-anak jalanan yang sudah lama tinggal disekitar lembaga pendidikan ini.Tanah ini merupakan tanah hibah dan wakaf dari masyarakat dan donator yang diamanahkan ke Yayasan Tarbiyatul Islamiyah untuk mengelolanya. Yayasan ini berdiri pada tanggal 19 Desember 1973, melalui ide dan pemikiran 4 sekawan yaitu Bapak H. Muhammad Sholeh (Alm), Bapak Abdulrahman Annun, Bapak H. ust. Nur Alif, dan Bapak KH. Abdul Mugnip.


(52)

Anak-anak yang dibina di yayasan ini mengikuti program pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah. Madrasah ini merupakan sekolah yang didirikan secara gotong royong untuk kaum masyarakat biasa dan kaum pinggiran atau marjinal. Mereka yang mendaftar masuk kesekolah ini adalah anak-anak kelas bawah seperti anak jalanan, anak pedagang asongan, anak pemulung,anak pengamen, anak-anak dhu‟afa dan anak yatim. Setiap siswa-siswi yang masuk sekolah ini bagi yang mampu dikenakan biaya, bagi anak dhu‟afa dan anak yatim tidak dikenakan biaya seperserpun alias gratis.

Yayasan Madrasah dibentuk sebagai sebuah keprihatinan tokoh-tokoh masyarakat terhadap pendidikan kaum miskin dan anak jalanan.Berangkat dari sebuah keyakinan dimana masih banyak orang bingung untuk bersekolah, karena tidak tertampung kesekolah dasar negeri dan banyak pulayang putus sekolah. Bapak H. Saudin, BA sebagai Kepala Sekolah mengemukakan bahwa beliau melihat banyak anak-anak usia sekolah yang tidak sekolah dan hidup di jalanan. Padahal mereka mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak.1H. Muhammad Sholeh (Alm) pendiri yayasan Tarbiyatul Islamiyah, pernah mengatakan saya sebagai orang betawi yang kental dengan tradisi keagamaan sangat prihatin dengan keadaan anak jalanan sekitar sini.2

Keprihatinan sang pelopor bertambah ketika anak-anak jalanan beliau temui tidak terdidik, tidak terarahdan tidak sekolah, sehingga bisa dibayangkan masa depan mereka akan seperti apa jadinya kelak. Banyak anak miskin dan anak jalanan di lingkungan sana mendapat respon negatif dari masyarakat asli sana yang cenderung kental dengan budaya Islam.

Tekad Muhammad Sholeh mendirikan Madrasah, mendapat respon yang positif dari teman-teman sepengajian beliau dan mendapat dukungan pula mendirikan yayasan pendidikan bercirikan Islam sesuai dengan jati diri masyarakat sekitar, teman-teman mengharapkan berdirinya yayasan tersebut bukan hanya sekedar sekolah pada umumnya, seperti sekolah-sekolah lain. Tapi, sebagai media dakwah untuk memperkuat ibadah anak-anak jalanan yang tidak

1

Hasil wawancara dengan Pak H. Saudin, B.A., Kepala Sekolah MI Tarbiyatul Islamiyah. 2


(53)

pernah beribadah terutama, Shalat lima waktu. Hal itulah paling penting diharapkan, karena banyak anak-anak pada umumnya kurang akan perhatian dalam ibadah ini.

Berdasarkan pengalaman pribadi Muhammad Sholeh (alm) bahkan pernah mengatakan, pendidikan mempunyai arti cukup besar dan punya andil dalam masa depan anak. Bahkan pendidikan dapat memutus mata rantai kemiskinan. Pendidikan harus dikedepankan diantara yang lainnya seperti dari lingkungan keluarga atau rumah tangga sampai tingkatan negara.3

Jika pendidikan anak-anak cukup bagus maka anak-anak akan terlindungi dan masa depannya juga lebih bagus. Anak-anak adalah calon penerus bangsa, merekalah yang akan melanjutkan kepemimpinannya dimasa depan. Yayasan MI tarbiyah islamiyah bercita-cita setiap anak-anak harus tumbuh menjadi orang hebat berakhlakul karimah,pendidikannya harus bagus baik secara intelek maupun spiritual. Tidak boleh pendidikan hanya sampai sekolah dasar saja, tapi harus menyambung sampai jenjang yang lebih tinggi.

Yayasan Madrasah Ibtidaiyah walaupun cuma sampai sekolah dasar saja,anak-anak jalanan sudah mempunyai bekal yang kuat untuk melanjutkan kesekolah yang lebih tinggi. Dengan motivasi yang kuat untuk membentuk masyarakat cerdas, inovatif, trampil, mandiri, berpedoman Imtaq dan berakhlakul karimah.

Suasana belajar di Madrasah Ibtidaiyah Tarbiyatul Islamiyah sama seperti sekolah-sekolah dasar lainnya. Perbedaannya ialah terletak pada cara belajar mengajar guru terhadap siswa dari anak jalanan dengan siswa bukan anak jalanan. Hal ini memang tak heran banyak anak-anak jalanan atau anak-anak pinggiran yang seringkali sulit diatur, sehingga membuat para guru membutuhkan kesabaran ekstra dalam mendidik mereka.

Mengingat perkembangan yayasan Tarbiyatul Islamiyah seiring berganti tahun semakin pesat, akhirnya pada tahun 2009 diakreditasikanlah MI Tarbiyatul Islamiyah dengan peringkat B dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. Dengan akreditasi inilah diharapkan dapat memajukan sekolah lebih baik lagi.

3


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

98

LAMPIRAN 16

BIODATA PENULIS

Maisaro, NIM. 108108300042, Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Penulis lahir di Jakarta, 28 Mei 1990. Bertempat tinggal di Jalan Muhammad kahfi I Gg. Kranji Rt 05 Rw 06 Kelurahan Ciganjur Kecamatan Jagakarsa Jakarta Selatan. Penulis merupakan anak sulung dari 5 bersaudara.

Orangtua penulis ialah Bapak Drs. Ibrahim Hutagalung dan Ibu Cikrak Manurung. Riwayat pendidikan: SDN Jagakarsa 09 Pagi tahun 2002, SMPN 254 Jakarta tahun 2005, SMA El-Syifa tahun 2008, Perguruan Tinggi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2014. Pengalaman organisasi: pernah mengikuti LDK (Lembaga Dakwah Kampus.