Pengaruh mutu mengajar guru terhadap hasil belajar siswa bidang studi pkn

(1)

PENGARUH MUTU MENGAJAR GURU TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA BIDANG STUDI PKn

( STUDI PADA SMP AL – HASRA SAWANGAN DEPOK )

Oleh:

Achmad Fauzan

NIM. 102015024048

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1428 H / 2007 M


(2)

PENGARUH MUTU MENGAJAR GURU TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA BIDANG STUDI PKn

( STUDI PADA SMP AL – HASRA SAWANGAN DEPOK )

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Achmad Fauzan

NIM. 102015024048

Di Bawah Bimbingan

Prof. Dr. H. Aziz Fahrurrozi, MA.

NIP. 150 202 343

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL ( IPS ) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

KATA PENGANTAR

ِﻢْﻴِﺣ

ﺮﱠﻟا

ِﻦَﻤْﺣ

ﺮﱠﻟا

ِﷲا

ِﻢـْﺴِﺑ

Sembah dan sujud syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa yang telah menciptakan bumi beserta isinya. Dialah yang telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna dan memposisikan sebagai kholifah di muka bumi ini.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan risalah-Nya dan mengajarkan kepada ummat manusia tentang kebaikan dan pemaknaan tentang hakikat hidup dan semoga apa yang telah diajarkan kepada ummat manusia akan tetap abadi sampai akhir zaman.

Penulis bersyukur karena berkat rahmat dan hidayah-Nya skripsi dengan judul “Pengaruh Mutu Mengajar Guru Terhadap Hasil Belajar Sisw a Bidang Studi PKn ( Studi Pada SMP Al – Hasra Saw angan Depok ) ” dapat diselesaikan dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam Pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tidak lupa semua pihak yang sangat membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. H. Aziz Fahrurrozi, MA., pembantu Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan sekaligus sebagai dosen pembimbing skripsi yang tak berhenti memberikan saran produktif dan kritik yang membangun dalam penyelesaian skripsi ini.


(4)

3. Bapak Drs. H. Nurochim, MM., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ) dan sekaligus sebagai Dosen Penasehat Akademik, yang senantiasa memberikan nasehat-nasehat yang positif dan motivasi selama penulis kuliah.

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ), atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan selama penulis kuliah.

5. Bapak Andi Suhandi, S.Pd., Kepala SMP Al – Hasra Sawangan Depok. Bapak dan Ibu guru serta seluruh staf SMP Al – Hasra, atas kesempatan dan informasi yang telah diberikan selama penulis melakukan penelitian.

6. Pengelola Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta Perpustakaan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial ( IPS ), terima kasih atas buku-bukunya dan pelayanan yang telah diberikan kepada penulis.

7. Ayahanda Sri Waluyo dan Ibunda Khayatun tercinta, yang telah berjuang tanpa mengenal menyerah untuk mengasuh, mendidik, membimbing, mendoakan dan berkorban baik moril maupun materil, sehingga penulis berhasil menyelesaikan studi (jihad) di UIN SYAHID ini . “rabbighfirli waliwalidayya warhamhuma kama rabbayani shaghira”.

8. Saudara kembarku Achmad lazim dan adikku Nur Fajriatul Azizah yang tiada hentinya memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas doa dan dukungannya.

9. Kawan-kawan Jurusan Pendidikan IPS dan alumni KI – Supervisi pedidikan angkatan 2002 yang sudah menyelesaikan studi “aku nyusul nich…!” dan yang belum mudah-mudahan cepat selesai, terima kasih atas motivasi dan dukungannya yang telah diberikan kepada penulis.


(5)

10. Sahabat-sahabat Alici@ com, Nur Habibi, Maulana “@le”, Opick, Mas Muf, Syafi’i, Karim, Ajun “Komisaris”, Arif, Hamzah, Hapiz “qubil”, Atep, Adi Al-@Cehi, Ali “ Mr. cool”, Aloenk, Ilham, Jumi, Ucup, Yanto, Daniel, dek Pendi, Hendrik, Doni, yang senantiasa memberikan bantuannya baik fasilitas maupun motivasi yang tak terhingga. Dan kepada semua pihak yang belum disebut namanya bisa dilihat di: ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT jualah penulis serahkan, semoga jasa baik yang telah mereka sumbangkan menjadi amal sholeh dan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari, dalam skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis memohon kepada semua pihak untuk memberikan saran dan nasehat demi perbaikan skripsi ini Semog skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 10 November 2007


(6)

DAFTAR I SI

Lembar Persetujuan Pembimbing Lembar Pengesahan Panitia Ujian

Kata Pengantar i

Daftar I si iv

Daftar Tabel vi

Daftar Lampiran vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Identifikasi Masalah 3

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 4

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 4

BAB I I KAJI AN TEORI TI S DAN KERANGKA BERPI KI R

A. Mutu Mengajar Guru 6

1. Pengertian Mutu Mengajar Guru 6

2. Kedudukan dan Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran 8

3. Kompetensi Guru

1 3

4. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Mutu Mengajar Guru 2 4

B. Hasil Belajar Siswa

2 7


(7)

1. Pengertian Hasil Belajar

2 7

2. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

2 9

3. Penilaian Hasil Belajar

3 4

C. Kerangka Berpikir

3 5

D. Pengajuan Hipotesis

3 5

BAB I I I METODOLOGI PENELI TI AN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

3 7

B. Variabel Penelitian

3 7

C. Populasi dan Sampel

3 7

D. Teknik Pengumpulan Data

3 8


(8)

E. Teknik Analisis Data

3 9

BAB I V HASI L PENELI TI AN

A. Gambaran Objek Penelitian

4 5

B. Deskripsi Data 48

C. Analisis dan Interpretasi Data 50

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

5 7

B. Saran

5 7

DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu transfer pengetahuan dari semua bentuk kejadian yang terjadi di dunia dari makhluk hidup satu kepada makhluk hidup lain yang nantinya akan mempengaruhi proses kebutuhan dasar (basic need) manusia dalam perjalanan kehidupannya.1

Pendidikan pada dasarnya diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari berbagai macam persoalan kehidupan yang pada intinya untuk mencapai kesempurnaan hidup, dan untuk menjadi makhluk yang bermartabat.2

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, aspek utama adalah kualitas guru. Upaya awal yang dilakukan dalam peningkatan mutu pendidikan adalah peningkatan mutu guru.

Dewasa ini masih terdapat guru yang bukan tamatan Fakultas Tarbiyah atau Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, padahal latar belakang pendidikan penting bagi seorang guru. Masalah tersebut merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu pendidikan. Latar belakang pendidikan akademik yang kurang memenuhi syarat, dapat memberikan pengaruh kurang baik kepada gaya mengajar guru, sikap dan tingkah laku dalam mendidik, dan kemampuan mendidik.

Guru merupakan tokoh ideal, pembawa norma dan nilai-nilai kehidupan di masyarakat dan pembawa cahaya bagi murid dalam kehidupan ilmu pengetahuan. Mengingat besarnya peran guru, maka

1 Yunus M. Firdaus, Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, ( Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004 ), Cet. Ke-1, h. 7


(10)

kepribadian guru banyak terungkap dalam tingkah lakunya sehari-hari dan ditiru oleh muridnya dan dipandang oleh masyarakat sekitarnya.

Seseorang guru memerlukan pengetahuan mengenai apa, mengapa dan bagaimana proses perkembangan jiwa murid, karena ia adalah pendidik formal di sekolah yang berperan mengisi kesadaran murid, membina mental mereka, membentuk moral mereka dan membangun kepribadian yang baik dan integral, sehingga mereka kelak berguna bagi nusa dan bangsa.

Sebagai pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Agar dapat mengajar efektif guru harus meningkatkan belajar bagi murid (kuantitas) dan meningkatkan mutu (kualitas) mengajarnya. Kesempatan belajar murid dapat ditingkatkan dengan cara melibatkan secara aktif dalam belajar. Sedangkan dalam meningkatkan kualitas dalam mengajar hendaknya guru mampu merencanakan program pengajaran dan mampu menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran serta mampu pula melakukannya dalam bentuk interaksi belajar mengajar. Guru pun harus dapat menjadi suri tauladan yang baik sehingga dapat memberikan bimbingan sikap kepada murid-muridnya.

Ada alasan lain yang utama kenapa seorang guru harus memiliki kualitas mengajar yaitu karena seorang guru tidak hanya dituntut untuk menguasai bahan dan didaktik metode saja, melainkan dituntut pula adanya kesiapan serta kematangan kepribadian dan wawasan keilmuan juga guru dituntut berkiprah memainkan perannya sebagai komunikator dalam menciptakan suasana belajar yang kondusif. Apalagi seorang guru diberikan beban yang berat yaitu membina moralitas (sikap) dan akhlak murid.


(11)

Namun pada realisasinya menurut Muhibbin Syah, ada sebagian guru yang tidak membekali dirinya dengan ilmu keguruan yang memadai disamping lainnya karena rendahnya tingkat kompetensi profesionalismenya. Kenyataan negatif seperti ini cepat atau lambat akan mempengaruhi prestise (wibawa yang berkenaan dengan prestasi). Khususnya prestise profesional pada guru. Hal yang lebih buruk lagi adalah tidak adanya figur guru yang menjadikan patokan murid untuk bersikap dan berperilaku, dan lemahnya semangat belajar, yang pada akhirnya menurunkan hasil belajar murid itu sendiri.

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moril yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada tanggungjawab guru dalam melaksanakan tugasnya. Apabila guru berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik maka akan tampak perubahan yang berarti pada diri siswa, seperti sikap positif dalam belajarnya dan prestasi belajar akan semakin meningkat. Bagi guru sendiri keberhasilan akan mampu meningkatkan kepuasan kerja, rasa percaya diri dan semangat kerja yang tinggi.

Persepsi atau tanggapan murid terhadap gurunya dapat mempengaruhi hasil belajar murid. Bila persepsi mereka terhadap mutu mengajar guru itu positif, maka dapat menimbulkan kesadaran dan keseriusan dalam proses belajar mengajar. Namun sebaliknya, bila perspektifnya negatif, maka dapat berakibat ketidakpuasan oleh murid dalam proses belajar mengajar. Jika ini berlangsung secara terus-menerus, maka kemungkinan akan muncul gejala-gejala negatif seperti acuh tak acuh terhadap materi pelajaran, mengobrol pada saat guru menerangkan, bolos sekolah bahkan sikap tidak menghargai guru.

Jika dalam proses belajar mengajar murid seperti ini, maka tujuan yang hendak dicapai dalam proses belajar mengajar tidak akan


(12)

kondusif, bahkan hasil belajarnya juga akan menurun. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi guru untuk memiliki kualitas mengajar yang tinggi. Dengan demikian, maka diharapkan akan menghasilkan siswa yang memiliki prestasi yang tinggi pula.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dan menulisnya dalam bentuk skripsi dalam judul: “Pengaruh Mutu Mengajar Guru Terhadap Hasil Belajar Sisw a Bidang Studi PKn ( Studi Pada SMP Al – Hasra Saw angan Depok ) ”.

B. I dentifikasi Masalah

Mengacu pada latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang mempengaruhi mutu pendidikan, diantaranya:

1. Sarana dan prasarana pembelajaran

2. Metode pembelajaran yang digunakan guru

3. Kompetensi guru terkait dengan latar belakang pendidikan

4. Model pembelajaran dan pendekatan guru mengajar

5. Mutu mengajar guru efektif atau tidak

6. Motivasi belajar terhadap bidang studi yang dipelajari

7. Bahan ajar menarik atau tidak

8. Hasil belajar.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini penulis mamberikan batasan tentang ruang lingkup pembatasan permasalahan, yaitu:

a) Mutu mengajar guru, khususnya guru PKn di SMP Al-Hasra Sawangan Depok yang mengajar pada tahun 2006/2007.


(13)

b) Hasil belajar siswa bidang studi PKn SMP Al-Hasra Sawangan Depok yang diambil dari nilai raport kelas II (dua) tahun pelajaran 2006/2007.

2. Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Bagaimana mutu mengajar guru PKn SMP Al-Hasra?

b) Bagaimana hasil belajar siswa SMP Al-Hasra bidang studi PKn?

c) Adakah pengaruh mutu mengajar guru PKn terhadap hasil belajar siswa?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

a) Untuk mengetahui mutu mengajar guru, khususnya guru PKn SMP Al-Hasra.

b) Untuk mengetahui hasil belajar siswa bidang studi PKn.

c) Untuk mengetahui pengaruh mutu mengajar guru terhadap hasil belajar siswa.

2. Manfaat penelitian

a) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran khususnya bagi para guru dan para tenaga kependidikan pada umumnya.

b) Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi kebijakan lembaga dalam melakukan evaluasi kinerja guru dan siswa.


(14)

BAB I I

KAJI AN TEORI TI S DAN KERANGKA BERPI KI R

A. Mutu Mengajar Guru

1. Pengertian Mutu Mengajar Guru

Mutu atau kualitas mengajar guru terdiri dari tiga kata yang masing-masing memiliki arti secara terpisah, tetapi juga mempunyai makna kesatuan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “ Mutu adalah (ukuran) baik buruk sesuatu benda, kualitas, taraf, kadar, atau derajat (kepandaian, kecerdasan dan sebagainya)”.3

Menurut Oemar Hamalik, pengertian mutu dapat dilihat dari dua segi, yaitu normatif dan deskriptif. Dalam artian normatif, mutu pendidikan itu berdasarkan pertimbangan (kriteria) intrinsik dan ekstrinsik. Dalam artian deskriptif, mutu ditentukan berdasarkan keadaan nyatanya, misalnya hasil tes prestasi belajar.4

Menurut Nurhasan, pengertian secara umum kata mutu dapat diartikan kualitas, “suatu gambaran yang menjelaskan mengenai baik buruknya hasil yang dicapai para siswa dalam proses pendidikan yang sedang dilaksanakan”.5 Jadi dapat disimpulkan bahwa mutu adalah ukuran untuk menyatakan esensi semua benda atau hal berupa standar ideal yang ingin dicapai oleh suatu proses.

3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 2002 ), Edisi III, Cet. Ke-2, h. 768

4 Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990 ), Cet. Ke-1, h.33

5 Nurhasan, Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II: Kurikulum Untuk Abad Ke-21, (Jakarta: PT. Grasindo, 1994), h. 390


(15)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa mengajar berarti memberi pelajaran.6 Sedangkan menurut Moh. Uzer Usman, “Mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar”.7

Menurut Tyson dan Caroll yang dikutip oleh Muhibbin Syah dalam bukunya “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru”

mengungkapkan bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan.8

Definisi guru menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.9 Sedangkan menurut Moh.Uzer Usman, “Guru merupakan profesi/jabatan atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru”.10

Menurut Balnadi Sutadipura yang dikutip oleh Syafruddin Nurdin dalam bukunya “Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum” mengungkapkan bahwa guru adalah orang yang layak digugu dan ditiru.11

Ngalim Purwanto mengartikan bahwa guru adalah “Orang yang pernah memberikan sesuatu ilmu atau kepandaian tertentu

6 Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit., h. 17

7 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2005), Cet. Ke-17, h. 6

8 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002 ), Cet. Ke-7, h. 182

9 Departemen Pendidikan Nasional, Op. Cit., h. 377 10 Moh. Uzer Usman, Op. Cit., h. 5

11 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, ( Jakarta: Quantum Teaching, 2005 ), Cet. Ke-1, h. 6


(16)

kepada seseorang atau kelompok, misalnya guru silat, guru ngetik, guru tari dan lain-lain”.12

Guru merupakan sosok teladan dan salah satu sumber pengetahuan bagi siswanya, sehingga sudah sewajarnya jika mereka memiliki kualitas yang tinggi. Dengan memiliki kualitas kerja yang tinggi maka diharapkan akan menghasilkan siswa yang memiliki prestasi yang tinggi pula.

Dikarenakan keberadaan seorang guru itu sangat penting dan utama, maka mereka dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan kemajuan teknologi. Oleh sebab itu, guru hendaknya selalu mampu meningkatkan dan memperluas pengetahuan serta wawasan baik secara formal maupun non formal.

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moril yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada tanggungjawab guru dalam melaksanakan tugasnya. Apabila guru berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik maka akan tampak perubahan yang berarti pada diri siswa, seperti sikap positif dalam belajarnya dan prestasi belajar akan semakin meningkat. Bagi guru sendiri keberhasilan akan mampu meningkatkan kepuasan kerja, rasa percaya diri dan semangat kerja yang tinggi.

Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan tentang definisi mutu mengajar yaitu keadaan atau ukuran baik buruk dari hasil kegiatan orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik dengan tingkat keunggulan yang tinggi seperti memiliki kualifikasi

12 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, ( Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001 ), Cet. Ke-13, h. 138


(17)

akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan pendidikan nasional.

2. Kedudukan, dan Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.13 Namun secara luas guru dapat diartikan sebagai orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan siswa, baik secara individual maupun klasikal, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Sejak dulu, dan mudah-mudahan sampai sekarang, guru menjadi anutan masyarakat. Guru tidak hanya diperlukan oleh murid di ruang-ruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat. Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat, yakni di depan memberi suri teladan, di tengah-tengah membangun, dan di belakang memberikan dorongan dan motivasi.

Ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.14

Dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, maka di pundak guru diberikan tugas yang berat. Namun lebih berat lagi mengemban tanggung jawab, sebab tanggung jawab itu tidak hanya terbatas di lingkungan sekolah tetapi juga di luar sekolah. Pembinaan yang harus diberikan guru tidak hanya secara kelompok tetapi juga secara individual. Hal ini menuntut guru agar selalu memperhatikan sikap, tingkah laku dan perbuatan anak didiknya tidak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah.

13 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, ( Jakarta: Rhineka Cipta, 2000 ), Cet. Ke-1, h. 31


(18)

Dalam ajaran agama Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama), sehingga mereka pantas untuk mencapai taraf penghormatan dan kedudukan yang tinggi. Penghormatan dan kedudukan yang tinggi ini amat logis diberikan kepadanya, karena dilihat dari jasanya yang demikian besar dalam membimbing dan mengarahkan, membentuk akhlak, dan memberikan pengetahuan sehingga anak didik siap menghadapi hari depan dengan penuh rasa percaya diri dan dapat melaksanakan fungsi kekhalifahan di muka bumi.

Peranan guru dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal, Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan bahwa peranan guru sebagai korektor, inspirator, informatory, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator.15

Sedangkan Piet A. Sahertian mengutip pendapat Watten B dalam menjelaskan peranan guru sebagai “tokoh terhormat dalam masyarakat, penilai, seorang sumber, pembantu, wasit, detektif, objek identifikasi, penyangga rasa takut, orang yang menolong memahami diri, pemimpin kelompok, orang tua/wali, orang yang membina dan memberi layanan, kawan sekerja dan pembawa rasa kasih sayang.16

Peranan guru menurut Adams dan Decey dalam Basic Principles of Student Teaching, yang dikutip oleh Moh. Uzer Usman dalam bukunya “Menjadi Guru Profesional” antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan,

15 Syaiful Bahri Djamarah, Op. Cit., h. 43

16 Piet A. Sahertian, Profil Pendidik Profesional, ( Yogyakarta: Andi Offset, 1994 ), h. 14


(19)

partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator, dan konselor.17

Yang akan penulis kemukakan di sini adalah peranan yang dianggap paling dominan dan diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Guru Sebagai Demonstrator

Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang dicapai oleh siswa.18

2) Guru Sebagai Pengelola Kelas

Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan ini turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik ialah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan. Kualitas dan kuantitas belajar siswa di dalam kelas bergantung pada banyak faktor, antara lain ialah guru, hubungan pribadi antara siswa di dalam kelas, serta kondisi umum dan suasana di dalam kelas.19

17 Moh. Uzer Usman, Op. Cit., h. 9 18Ibid, h. 9


(20)

3) Guru Sebagai Mediator dan Fasilitator

Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Dengan demikian media pendidikan merupakan dasar yang sangat diperlukan yang bersifat melengkapi dan merupakan bagian integral demi berhasilnya proses pendidikan dan pengajaran di sekolah.20

Sedangkan sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan dan proses belajar mengajar, baik yang berupa nara sumber, buku teks, majalah , ataupun surat kabar.

4) Guru Sebagai Evaluator

Sebagai evaluator guru hendaknya mampu dan terampil melaksanakan penilaian karena, dengan penilaian, guru dapat mengetahui prestasi yang dicapai oleh siswa setelah ia melaksanakan proses belajar.21

Selain itu profesi guru juga memiliki banyak tugas, baik yang terikat oleh dinas maupun di luar dinas dalam bentuk pengabdian. Tugas pokok seorang guru adalah melaksanakan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Moh. Uzer Usman mengelompokkan tugas guru ke dalam tiga jenis, yaitu: tugas profesi, tugas kemanusiaan, dan tugas dalam bidang kemasyarakatan.22

Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan

20Ibid, h. 11 21Ibid, h. 12 22Ibid, h. 6-7


(21)

nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa.

Tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar.

Tugas guru dalam bidang masyarakat diharapkan dapat memberikan ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berdasarkan pancasila.

Sedangkan tugas guru menurut Piet A. Sahertian umumnya dibedakan: “tugas personal, tugas social dan tugas professional”.23

Bahkan bila dirinci lagi lebih jauh, tugas guru tidak hanya yang telah disebutkan. Menurut Roestiyah N. K bahwa guru dalam mendidik anak didik bertugas untuk:

1) Menyerahkan kebudayaan kepada anak didik berupa kepandaian, kecakapan, dan pengalaman-pengalaman

2) Membentuk kepribadian anak yang harmonis

3) Menyiapkan anak menjadi warga Negara yang baik sesuai Undang-undang pendidikan yang merupakan keputusan MPR No. II Tahun 1983

4) Sebagai perantara dalam belajar

5) Guru adalah sebagai pembimbing, untuk membawa anak didik ke arah kedewasaan

6) Guru sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat

7) Sebagai penegak disiplin

8) Guru sebagai administrator dan manajer

9) Pekerjaan guru sebagai profesi

10) Guru sebagai perencana kurikulum


(22)

11) Guru sebagai pemimpin

12) Guru sebagai sponsor dalam kegiatan anak-anak.24

Tugas dan peran guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan guru pada hakekatnya merupakan komponen strategis yang memilih peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan faktor condisio sine quanon yang tidak mungkin digantikan oleh komponen mana pun dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih-lebih pada era kontemporer ini.

3. Kompetensi Guru

Dalam dunia pendidikan dan pengajaran menuntut adanya perubahan dalam sistem maupun mutunya. Dengan demikian masyarakat menuntut kompetensi guru yang dapat menjamin berhasilnya pendidikan yang diharapkan.

Sebelum penulis menjelaskan mengenai pengertian kompetensi guru secara mendalam, maka penulis terlebih dahulu akan mengemukakan tentang landasan-landasan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia.

Sekarang ini, sudah saatnya kompetensi guru harus ditingkatkan. Oleh karena itu pemerintah pada saat ini dengan melalui Departemen Pendidikan Nasional telah berupaya untuk melaksanakan kualitas profesional guru diantaranya PGSD, D2, D3, Strata 1 serta dengan adanya program Akta IV yang hanya dikhususkan bagi seorang pengajar yang berada di lembaga sekolah.

Secara yuridis pemerintah menetapkan Undang-undang tentang pendidikan, dalam Undang-undang Dasar 45 pasal 31 ayat


(23)

1 dan pasal 3, yang berbunyi: “Ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, (3) Pemerintahan mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-undang”.25

Selanjutnya pasal tersebut diatur dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab XI tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam pasal-pasal berikut:

Pasal 39 ayat (1) bahwa tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan . Ayat (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.26

Pasal 40 ayat (1) Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh:

a) Penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai

b) Penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja

c) Pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas

d) Perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan

25 Undang-Undang Dasar 1945 Republik Indonesia, ( Bandung: Pustaka Setia, 2002 ), h. 45

26 Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ( SISDIKNAS ) UU RI No. 20 Tahun 2003, ( Jakarta: Asa Mandiri, 2006 ), Cet. Ke-3, h. 62


(24)

e) Kesempatan untuk menggunakan sarana , prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

Ayat (2) Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban:

a) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis

b) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan ; dan

c) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.27

Pasal 42 ayat (1) Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Ayat (2) Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi. Ayat (3) Ketentuan mengenai kualifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.28

Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bab VI pasal 28 ayat (1) dan (3) tentang Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Ayat (1) bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Ayat (3) menyatakan bahwa kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi kompetensi pedagogik,

27 Ibid, h. 63 28 Ibid, h. 63


(25)

kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi sosial.29

Hal senada juga dinyatakan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dalam bab IV pasal 8 bagian kesatu mengenai kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi yang berbunyi: “guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.30 Adapun kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 tersebut diperjelas lagi pada pasal 10 ayat 1 yaitu meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, kompetensi sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.31 Namun kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan mengelola pembelajaran belum memberikan harapan yang memuaskan. Keadaan yang demikian ini menimbulkan pertanyaan dalam diri kita di mana letak kesalahannya. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang tidak sesuai atau kurang adanya pemahaman terhadap peserta didik. kecenderungan jawabannya ada pada diri seorang guru itu sendiri.

29 Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, ( Jakarta: Asa Mandiri, 2006 ), Cet. Ke-3, h. 114

30Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, ( Jakarta: Asa Mandiri, 2006 ), h. 7

31Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Op. Cit., h. 160


(26)

Kompetensi kepribadian, merupakan kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.32 Akan tetapi realitas yang ada, banyak guru yang kurang memperhatikan kemampuan kepribadiannya sebagai tuntutan profesi seorang guru, yakni kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, berwibawa dan berakhlak mulia. Keadaan yang demikian sering membuat guru melakukan tindakan-tindakan yang tidak profesional, tidak terpuji, bahkan tindakan-tindakan tidak senonoh yang merusak citra dan martabat guru. Berbagai kasus yang disebabkan oleh kepribadian guru yang kurang memuaskan sering kita dengar di berita-berita atau kita baca di media-media cetak, misalnya; ada oknum guru yang menghamili peserta didik, terlibat kasus pencurian, penipuan, dan kasus-kasus yang tidak pantas dilakukan oleh guru. Dalam kaitan inilah pentingnya guru memiliki kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia guna keprofesionalan seorang guru dalam menjalankan kinerjanya sebagai tokoh idola peserta didik.33

Kompetensi profesional, merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.34 Namun dalam pelaksanaannya masih banyak guru yang jauh dari harapan. Dimana seorang guru hanya berperan sebagai pemindah

32 Ibid, h. 160

33 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, ( Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2007 ), Cet. Ke-1, h. 121

34Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Op. Cit., h. 160


(27)

ilmu pengetahuan saja. Dalam artian apa yang disampaikan kepada peserta didik hanya didapat dari membaca buku saja tanpa penelaahan atau pemahaman lebih lanjut dan mendalam sehingga guru benar-benar paham dengan materi yang akan disampaikan. Keadaan seperti ini belum mencerminkan adanya kinerja yang bertanggung jawab oleh seorang guru.

Kompetensi sosial, merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga pendidik, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.35 Kenyataan dalam prosesnya komunikasi antara sesama pendidik, pendidik dengan tenaga kependidikan, pendidik dengan wali murid, dan pendidik dengan masyarakat selama ini belum cukup memuaskan. Sehingga keadaan seperti ini memungkinkan kurang maksimalnya kinerja guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pembimbing.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 dan Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya guru difungsikan sebagai subjek yang membimbing dan memberikan pelajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar perlu memenuhi kriteria tertentu diantaranya kompetensi dan profesionalitas. Oleh karena itu, guru tidak saja mendidik fungsi sebagai orang dewasa yang bertugas secara profesional memindahkan ilmu pengetahuan ( transfer of knowledge ) atau penyalur ilmu pengetahuan ( transmitter of knowledge ) yang dikuasai kepada anak didik, melainkan lebih dari itu, ia menjadi pemimpin, pendidik, dan pembimbing di kalangan anak didiknya.


(28)

Demikian kompetensi dasar yang harus di miliki oleh seorang guru dan juga yang merupakan landasan dalam mengabdikan profesinya. Kompetensi dasar guru jelas sangat berguna bagi guru, sebab dengan adanya perumusan kompetensi dasar guru bisa dijadikan pedoman bagi guru untuk menilai dirinya apakah dia sebagai seorang guru dalam menjalankan profesinya telah dapat memenuhi kompetensi-kompetensi tersebut. Bila belum, guru harus berani mengakui kekurangannya itu, dan berusaha untuk mencapai perbaikan. Dengan demikian guru tersebut selalu berusaha untuk mengembangkan dirinya dan lebih memantapkan dirinya menjadi seorang guru.

Kemudian untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang guru yang dituntut oleh masyarakat dewasa ini, perlu diuraikan mengenai pengertian kompetensi guru agar tidak terjadi salah tafsir.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata kompetensi berarti kewenangan atau hak kekuasaan untuk menentukan dan memutuskan sesuatu hal, dan secara kebahasaan mengandung arti (1) cakap mengetahui pekerjaan atau persoalan, (2) berhak, berwenang menentukan sesuatu.36

Istilah kompetensi mempunyai banyak makna seperti yang dirumuskan beberapa para ahli, berikut ini:

Menurut Roestiyah N.K mengutip pendapat W. Robert Houston dalam memberikan pengertian kompetensi sebagai berikut: “competence ordinarily is defined as adequacy for a task or as possession of require knowledge, skill and abilities”. Yang dapat diartikan sebagai suatu tugas yang memadai atau pemilikan

36 J. S. Badudu, et. Al., Kamus Umum Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994 ), Cet. Ke-5, h. 518


(29)

pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut pada jabatan seseorang.37

Adapun menurut Broke and Stone (1975) sebagaimana yang telah diterjemahkan oleh Moh. Uzer Usman menyatakan bahwa “ Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti.38 Sedangkan menurut Zakiyah Darajat bahwa kompetensi adalah kewenangan atau kecakapan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal.39

Di dalam bukunya “Menjadi Guru Profesional” Moh. Uzer Usman mengungkapkan bahwa kompetensi guru merupakan “Kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya.”40 Artinya bahwa guru yang piawai dalam melaksanakan profesinya dapat disebut guru yang kompeten dan profesional.

Sesuai dengan yang diungkapkan oleh Saman. A, bahwa “Seseorang dikatakan berkompeten dalam bidang tertentu apabila orang tersebut menguasai kecakapan kerja atau keahlian sesuai dengan tuntutan bidang yang bersangkutan, dengan demikian ia mempunyai kewenangan dalam pelayanan sosial.”41

Menurut Barlow (1985) sebagaimana yang telah diterjemahkan oleh Muhibbin Syah menyatakan bahwa “Kompetensi

37 Roestiyah, N.K, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, ( Jakarta: PT Bina Aksara,1989 ), Cet. Ke-3, h. 4

38 Moh. Uzer Usman, Op. Cit., h. 14

39 Zakiyah Darajat, Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, ( Jakarta: Ruhama, 1995 ), Cet. Ke-2, h. 95

40 Moh. Uzer Usman, Op. Cit., h. 14

41 Saman. A, Profesionalisme Keguruan, ( Yogyakarta: Kanisius, 1994 ), Cet. Ke-1, h.94


(30)

guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak.”42

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru merupakan kemampuan dasar yang seharusnya dimiliki setiap guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya dan kewajibannya secara baik dan bertanggung jawab sehingga kegiatan belajar mengajar dapat terlaksana dengan efektif dan efisien.

Roestiyah N.K, mengemukakan suatu rumusan yang dikembangkan oleh team Dosen Pembina Ilmu Keguruan di IKIP mengenai kompetensi dasar guru, diantaranya adalah seorang guru harus memiliki kemampuan untuk dapat:

1) Merumuskan tujuan instruksional

2) Memanfaatkan sumber-sumber materi dan belajar

3) Mengorganisasi materi pelajaran

4) Membuat, memilih dan menggunakan media pendidikan dengan tepat

5) Menguasai, memilih dan menggunakan metode penyampaian yang tepat untuk pelajaran tertentu

6) Mengetahui dan menggunakan assesmen siswa

7) Memenej interaksi belajar mengajar, sehingga efektif dan tidak membosankan bagi siswa

8) Mengevaluasi dan mengadministrasikannya

9) Mengembangkan semua kemampuan yang telah dimilikinya ketingkat yang lebih berdaya guna dan berhasil guna.43

Pendidikan guru merupakan suatu sarana untuk menyiapkan siapa saja yang ingin melaksanakan tugas dalam profesi guru. Karena pada semua profesi persiapan itu mengikutsertakan seseorang dalam memperoleh pengetahuan dan kemampuan untuk dilaksanakan nanti, dan dilain segi mengembangkan peranan yang diperlukan untuk membahas tingkah laku dan ketrampilan. Oleh

42 Muhibbin Syah, Op. Cit., h. 229


(31)

karena itu, seorang guru yang progresif harus mengetahui dengan pasti, kompetensi apa yang dituntut oleh masyarakat dewasa ini bagi dirinya. Setelah mengetahui, dapat dijadikan pedoman untuk meneliti dirinya apakah dia sebagai guru dalam menjalankan tugasnya telah dapat memenuhi kompetensi-kompetensi itu. Bila belum guru yang baik harus berani mengakui kekurangannya dan berusaha untuk mencapai perbaikan. Dengan demikian guru tersebut selalu berusaha mengembangkan dirinya.

Moh. Uzer Usman mengemukakan bahwa kompetensi dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1) Kompetensi pribadi, yang meliputi:

a) Mengembangkan kepribadian

- Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

- Berperan dalam masyarakat sebagai warga negara yang berjiwa pancasila

- Mengembangkan sifat-sifat terpuji yang dipersyaratkan sebagai guru

b) Berinteraksi dan berkomunikasi

- Berinteraksi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional

- Berinteraksi dengan masyarakat dalam penunaian misi pendidikan

c) Melaksanakan bimbingan dan penyuluhan

- Membimbing siswa yang mengalami kesulitan belajar

- Membimbing murid yang berkelainan dan berbakat khusus

d) Melaksanakan administrasi sekolah

- Mengenal pengadministrasian kegiatan sekolah

- Melaksanakan kegiatan administrasi sekolah

e) Melaksanakan penelitian sederhana untuk keperluan pengajaran

- Mengkaji konsep dasar penelitian ilmiah

- Melaksanakan penelitian

2) Kompetensi profesional, yang meliputi:

a) Menguasai landasan kependidikan

- Mengenal tujuan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional


(32)

- Mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan yang dapat dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar

b) Menguasai bahan pengajaran

- Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan dasar dan menengah

- Menguasai bahan pengayaan

c) Menyusun program pengajaran

- Menetapkan tujuan pembelajaran

- Memilih dan mengembangkan bahan pembelajaran

- Memilih dan mengembangkan strategi belajar mengajar

- Memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai

- Memilih dan memanfaatkan sumber belajar

d) Melaksanakan program pengajaran

- Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat

- Mengatur ruangan belajar

- Mengelola interaksi belajar mengajar

e) Menilai hasil dan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan

- Menilai prestasi murid untuk kepentingan pengajaran

- Menilai proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan.44

Demikian tentang tugas, peranan dan kompetensi guru yang merupakan landasan dalam mengabdikan profesinya. Guru yang profesional tidak hanya mengetahui, tetapi betul-betul melaksanakan apa-apa yang menjadi tugas dan peranannya.

Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam bukunya “Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar” membagi kompetensi kedalam tiga bidang, yaitu:

1) Kompetensi bidang kognitif 2) Kompetensi bidang sikap (afektif)

3) Kompetensi bidang perilaku (psikomotorik).45

Penjelasan mengenai tiga bidang kompetensi yang telah disebutkan di atas adalah sebagai berikut:

44 Moh. Uzer Usman, Op. Cit., h. 16-19

45 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, ( Bandung: Algesindo, 2002 ), Cet. Ke-6, h. 18


(33)

1) Kompetensi bidang kognitif

Kompetensi bidang kognitif yaitu kemampuan intelektual yang dimiliki oleh guru. Seperti penguasaan mata pelajaran, pengetahuan metode mengajar, pengetahuan mengenai belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang menilai hasil belajar siswa, pengetahuan tentang masyarakat, serta pengetahuan umum lainnya.

2) Kompetensi bidang afektif

Kompetensi bidang sikap (afektif) adalah kesediaan dan kesiapan guru terhadap berbagai hal yang berkenaan dengan tugas profesinya. Misalnya sikap mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesama teman profesinya.

3) Kompetensi bidang psikomotorik

Kompetensi bidang perilaku (psikomotorik) yaitu segala kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau perilaku yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaannya berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar, seperti keterampilan mengajar, membimbing menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, keterampilan berkomunikasi dan lain-ain.

Berdasarkan penjelasan di atas, sudah tentu ketiga bidang kompetensi tersebut tidak dapat berdiri sendiri, saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu sama lain.

Guru merupakan pemeran utama pendidikan formal. Ia mempunyai tugas yang berat untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu meningkatkan dan mengembangkan khazanah pengetahuan (

kognitif ), sikap ( afektif ), dan keterampilan ( psikomotorik ) para siswa.

Untuk dapat melaksanakan tugas ini dengan sebaik-sebaiknya maka setiap guru dituntut mempunyai bekal yang cukup


(34)

dalam hal pengetahuan, sikap, dan keterampilan terhadap tugas-tugas keguruan. Kompetensi guru di Indonesia telah pula dikembangkan oleh Proyek Pembinaan Pendidikan Guru (P3G) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut P3G yang termasuk kompetensi profesional guru ada sepuluh yang meliputi:

1) Menguasai bahan

2) Mengelola program belajar mengajar

3) Mengelola kelas

4) Menggunakan media atau sumber belajar

5) Menguasai landasan-landasan kependidikan

6) Mengelola interaksi belajar mengajar

7) Menilai prestasi belajar untuk kepentingan pengajaran

8) Mengenal fungsi program bimbingan dan penyuluhan di sekolah

9) Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah

10) Memahami prinsip-prinsip dan penafsiran hasil pendidikan bagi keperluan pengajaran.46

Hal di atas merupakan tugas dan kewajiban guru dalam mengemban tugasnya selaku guru yang mempunyai keahlian khusus/ memiliki kompetensi yang handal dalam bidang mengajar yang akan diaplikasikan terhadap muridnya.

Oemar Hamalik pun berpendapat bahwa guru yang dinilai kompeten secara professional apabila:

1) Guru tersebut mampu mengembangkan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya

2) Guru tersebut mampu melaksanakan peranan-peranannya secara berhasil

3) Guru tersebut mampu bekerja dalam usaha mencapai tujuan pendidikan sekolah

4) Guru tersebut mampu melaksanakan peranannya dalam proses belajar dan mengajar dalam kelas.47

46 Ibid., h. 19

47 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, ( Jakarta: Bumi Aksara, 2003 ), h. 38


(35)

Dapat disimpulkan bahwa seorang guru yang progresif harus mengetahui dengan pasti, kompetensi apa yang dituntut oleh masyarakat dewasa ini bagi dirinya. Setelah mengetahui, dapat dijadikan pedoman untuk meneliti dirinya apakah dia sebagai guru dalam menjalankan tugasnya telah dapat memenuhi kompetensi-kompetensi itu. Bila belum guru yang baik harus berani mengakui kekurangannya dan berusaha untuk mencapai perbaikan. Dengan demikian guru tersebut selalu berusaha mengembangkan dirinya.

4. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Mutu Mengajar Guru Mutu guru dalam mengajar pada hakekatnya merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor yang datangnya dari dalam dan luar dirinya. Faktor yang datang dari dalam dirinya (faktor internal) antara lain adalah faktor kesehatan, potensial, bakat, sikap dan kepribadian. Sedangkan faktor yang berasal dari luar dirinya (faktor eksternal) antara lain faktor kepemimpinan kepala sekolah, anak didik, dan sarana.

Menurut Kartini Kartono terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi mutu guru antara lain adalah faktor dari dalam diri sendiri yang meliputi kecerdasan, keterampilan dan kecakapan, bakat, kemampuan dan minat, motif, kepribadian dan cita-cita. Dan faktor dari luar diri sendiri yang meliputi lingkungan dan sarana prasarana.48

Kedua faktor tersebut menunjukkan bahwa guru sebagai ahli pendidikan dan pengajaran harus mampu memiliki kesadaran, keinginan dan kemauan untuk selalu meningkatkan kompetensinya, sehingga diharapkan guru menjadi lebih kompeten dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik. Selain itu ditunjang juga

48 Kartini Kartono, Menyiapkan dan Memandu Karier, ( Jakarta: CV. Rajawali, 1985 ), h. 23


(36)

dengan upaya-upaya dari luar, seperti sarana dan prasarana serta kegiatan-kegiatan pengembangan kompetensi guru dalam upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam pengajaran ( pendidikan dan pelatihan, seminar, dan penataran-penataran ).

Untuk meningkatkan mutu guru perlu dipertimbangkan faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam maupun dari luar dirinya. Bagaimanapun baiknya situasi dan kondisi yang tersedia serta pembinaan yang telah diupayakan dengan baik oleh kepala sekolah, namun jika guru tersebut tidak memiliki kemauan maka semuanya tidak akan berjalan dengan lancar. Dengan adanya kemauan, kecakapan serta keahlian yang dimiliki oleh seorang guru maka segala kekurangan yang ada akan menjadi pendorong baginya untuk selalu berusaha meningkatkan kemampuannya.

Menurut Muhammad Numan Somantri dalam bukunya “menggagas pembaharuan pendidikan IPS” mengemukakan bahwa untuk meningkatkan mutu mengajar guru adalah sebagai berikut:

a) Sikap bersahabat, tidak agresif, kooperatif, demokratis, sopan dalam memperlakukan siswa, tetapi tetap dapat memelihara wibawa.

b) Menghargai pendapat dan menjaga perhatian siswa dengan jalan menunjukkan adanya relevansi antara pendapat tersebut dengan tujuan pelajaran.

c) Antusias terhadap bahan pelajaran yang sedang dibicarakan.

d) Dapat memperkaya bahan pelajaran yang terdapat dalam buku pelajaran dengan sumber-sumber majalah, surat kabar, cerita-ceriat film, maupun hubungannya dengan pelajaran.

e) Dapat memperagakan secara skematis bahan pelajaran di papan tulis, sehingga memungkinkan para siswa tertarik terhadap bahan-bahan pelajaran.

f) Dapat merumuskan teknik bertanya yang dapat menumbuhkan kemampuan mengingat, berpikir, menilai, dan berpikir kreatif pada para siswa.

g) Dapat memberi jalan kepada para siswa untuk mendorong kegiatan-kegiatan menyelidiki bahan pelajaran, hingga mereka dapat memiliki keterampilan berpikir ilmiah maupun dapat


(37)

menemukan sistem nilai yang positif bagi seorang warga negara.49

Dengan demikian, faktor internal pada guru merupakan faktor yang utama dan mendasar dalam meningkatkan mutu mengajar guru, juga dalam menentukan keberhasilan dan pencapaian tujuan pendidikan, karena guru merupakan ujung tombak dalam melaksanakan pendidikan dan pengajaran di sekolah. Namun faktor eksternal juga merupakan penunjang bagi guru dalam meningkatkan kualitas mengajarnya.

Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh kepala sekolah dalam menjalankan fungsinya sebagai supervisor untuk meningkatkan mutu mengajar guru diantaranya adalah membina dalam program pengajaran, membina dalam pengelolaan pengajaran, membina dalam menyusun evaluasi pengajaran, memberi kesempatan kepada guru untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Dengan meningkatnya mutu mengajar guru maka diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai.

B. Hasil Belajar Siswa

1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar terdiri dari dua kata yaitu “hasil” dan “belajar”. Hasil adalah sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan, dsb) oleh usaha, pikiran dan sebagainya.50

Adapun pengertian belajar menurut para ahli adalah sebagai berikut: belajar adalah proses dalam diri individu yang berinteraksi

49 Muhammad Numan Somantri, Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001 ), Cet. Ke-1, h. 290


(38)

dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman.51

Belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan itu disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar, tidak pada orang lain dan setiap individu menampilkan perilaku belajar yang berbeda. Perbedaan penampilan itu disebabkan karena setiap individu mempunyai karakteristik individualnya yang khas, seperti minat, intelegensi, perhatian, bakat dan sebagainya. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar.52

Menurut Lester D Crow dan Alice Crow yang dikutip oleh Roestiyah N.K berpendapat bahwa “belajar adalah perubahan individu dalam kebiasaan, pengetahuan dan sikap”.53

Nana sudjana mengemukakan pendapatnya tentang belajar, menurutnya belajar adalah proses yang ditandai dengan adanya perubahan di mana perubahan tersebut ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku kecakapan dan kemampuan, daya kreasi, daya penerimaan dan lain-lain yang ada pada individu.54

Sementara Ratna Wilis Dahar mengungkapkan bahwa belajar adalah suatu proses di mana suatu organisme berubah sebagai

51 Rini Susanti, Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar, ( Jakarta: Teknodik, 2003 ), h. 129

52 Rijadi Sarojo, Pembelajaran Integratif Dalam Bidang Kimia, ( Malang: Jurnal Teknologi Pembelajaran Teori dan Penelitian, 2003 ), h. 3

53 Roestiyah, N.K, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Op. Cit., h. 141 54 Nana Sudjana, Op. Cit., h. 28


(39)

akibat adanya pengalaman. Sedangkan menurut Muhibbin Syah bahwa belajar adalah suatu tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.55

Dalam definisi di atas dikatakan bahwa seseorang belajar melalui perubahan dari tidak tahu menjadi tahu dalam menguasai ilmu pengetahuan. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah rangkaian proses usaha seseorang untuk memperoleh pengetahuan dan kecakapan tertentu, yang pada akhirnya diharapkan adanya perubahan dalam kebiasaan serta sikapnya.

Sementara hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh murid setelah ia menerima pengalaman belajar.56 Dalam buku yang lain Nana Sudjana berpendapat yang dimaksud dengan hasil belajar ialah seperangkat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik setelah melalui evaluasi yang didapat yaitu hasil belajar tingkat kognitif.57

Sumadi Suryabrata membagi pengertian hasil belajar dalam dua pengertian: Pertama, hasil belajar murid adalah penguasaan kecakapan yang diusahakan secara sengaja dalam suatu waktu dan satuan bahan tertentu. Kedua, hasil belajar adalah perbedaan antara kecakapan pada awal dan akhir belajar mengajar.

Hasil belajar terjadi melalui usaha dengan mendengar, membaca, mengikuti petunjuk, mengamati, memikirkan, menghayati, meniru, melatih, dan mencoba sendiri atau berarti dengan pengalaman atau latihan. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar juga harus relatif menetap, bukan perubahan yang

55 Muhibbin Syah, Op. Cit., h. 9

56 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995 ), Cet. Ke-5, h. 22


(40)

bersifat sementara atau tiba-tiba terjadi kemudian cepat hilang kembali.

Hasil belajar murid dapat dikatakan sebagai hasil yang diperoleh melalui belajar dalam bentuk nilai rata-rata dalam setiap caturwulan atau semester. Nilai prestasi belajar dari seluruh mata pelajaran dituliskan dalam raport setelah diolah dari hasil tes subsumatif, formatif, kurikuler, tes sumatif dengan penggunaan rumus:

5 2

2p Q r

NA= + +

Keterangan:

NA : Nilai prestasi pelajaran untuk raport P : Nilai tes formatif/subsumatif

Q : Nilai kurikuler/PR r : Nilai tes sumatif

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu dan merupakan umpan balik yang diberikan oleh peserta didik setelah ia mengetahui suatu proses belajar. Hasil belajar tersebut tidak hanya pengetahuan saja, tetapi dapat berbentuk perilaku yang ditunjukan oleh murid.

2. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar murid tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi belajar murid itu sendiri. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subjek belajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar seseorang


(41)

tergantung pada apa yang telah diketahui si subjek belajar, tujuan, motivasi, proses interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Caroll berpendapat bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh lima faktor, yakni (a) bakat belajar, (b) waktu yang tersedia untuk belajar, (c) waktu yang diperlukan siswa untuk menjelaskan pelajaran, (d) kualitas pengajaran, dan (e) kemampuan individu. Empat faktor tersebut di atas (a,b,c,e) berkenaan dengan kemampuan individu dan (d) adalah faktor di luar individu (lingkungan).58

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar murid dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Faktor internal (faktor dari dalam diri murid), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani murid, meliputi dua aspek yakni:

a) Aspek fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya dapat mempengaruhi semangat dan intensitas murid dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak membekas.

b) Aspek psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran murid. Namun, diantara faktor-faktor rohaniah murid yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut:


(42)

1) Tingkat kecerdasan atau inteligensi murid

Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi, inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya. Akan tetapi, memang harus diakui bahwa peran otak dalam hubungannya dengan inteligensi manusia lebih menonjol dari pada peran organ-organ tubuh lainnya, lantaran otak merupakan “menara pengontrol” hamper seluruh aktifitas menusia.

Tingkat kecerdasan atau inteligensi (IQ) murid tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar murid. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang murid maka semakin besar peluangnya untuk memperoleh sukses.

2) Sikap murid

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon (response tendency) dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.59 Sikap merupakan faktor psikologis yang akan mempengaruhi belajar. Dalam hal ini sikap yang akan menunjang belajar seseorang ialah sikap positif (menerima) terhadap bahan atau pelajaran yang akan dipelajari, terhadap guru yang mengajar dan terhadap lingkungan tempat di mana ia belajar seperti:


(43)

kondisi kelas, teman-temannya, sarana pengajaran dan sebagainya.60

3) Bakat murid

Secara umum, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian, sebetulnya setiap orang mempunyai bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi, secara global bakat mirip dengan inteligensi. Itulah sebabnya seorang anak yang berinteligensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai gifted child yakni anak berbakat intelektual.

4) Minat murid

Secara sederhana minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi seseorang terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar murid dalam bidang-bidang studi tertentu.61

2. Faktor-faktor eksternal (faktor dari luar diri murid), yakni kondisi lingkungan di sekitar murid. Yang dibagi menjadi dua bagian yaitu:

a) Faktor lingkungan sosial baik berwujud manusia dan representasinya termasuk budayanya akan mempengaruhi proses dan hasil belajar murid.62 Dalam dunia pendidikan yang termasuk dalam lingkungan sosial adalah keluarga, masyarakat dan sekolah serta teman-teman sepermainan di

60 Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996 ), Cet. Ke-2, h. 84

61 Muhibbin Syah, Op. Cit., h. 136 62 Alisuf Sabri, Op. Cit., h. 59


(44)

sekitar lingkungan murid tersebut. Seorang siswa yang berada pada lingkungan yang kumuh serba kekurangan serta berteman dengan anak-anak yang tidak sekolah ia akan mengalami kesulitan-kesulitan ketika ia memerlukan teman belajar, sebaliknya seorang anak bertempat tinggal di tempat permanen dan berteman dengan anak-anak yang sekolah, kemudian ketika belajar ia tidak mengalami kesulitan karena ia punya teman belajar dan teman berdiskusi. Menurut Muhibbin Syah bahwa:

Lingkungan sosial seperti guru, para staff administrasi, dan teman-teman sekelas, dapat mempengaruhi semangat belajar seoarang siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik, dan memperlihatkan keteladanan serta rajin, khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, maka merupakan daya dorong bagi kegiatan belajar siswa.63

b) Faktor lingkungan non sosial atau alam ini ialah seperti keadaan suhu, kelembaban udara, waktu (pagi, siang, malam), tempat letak gedung sekolah, dan sebagainya.64 Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar murid.

Namun Muhibbin Syah dalam bukunya “Psikologi Pendidikan” mengemukakan, selain faktor-faktor tersebut di atas ada faktor lain yang mempengaruhi belajar siswa, yaitu faktor pendekatan belajar (approach to learning) yakni jenis upaya belajar murid yang meliputi strategi dan metode yang digunakan murid untuk

63 Muhibbin Syah, Op. Cit., h. 137 64 Alisuf Sabri, Op. Cit., h. 59


(45)

melakukan kegiatan pembelajaran, materi-materi pembelajaran.65 Faktor pendekatan belajar ini juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa.

Faktor-faktor di atas saling mempengaruhi satu sama lain. Misalnya; seorang murid yang bersikap conserving terhadap ilmu pengetahuan biasanya cenderung mengambil pendekatan yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya murid yang berinteligensi tinggi (faktor internal) akan lebih memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil belajar. Akibat pengaruh faktor-faktor tersebut di atas muncul murid-murid yang berprestasi tinggi, rendah atau gagal sama sekali.

Dalam hal ini guru yang profesional diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan munculnya murid yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan mengatasi faktor-faktor yang menghambat proses belajar murid.

3. Penilaian Hasil Belajar

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologi yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah murid, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tak dapat diraba). Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini adalah cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.


(46)

Dalam belajar tentunya ada tujuan-tujuan ataupun target-target yang ingin dicapai. Untuk melihat apakah tujuan ataupun target itu sudah tercapai atau tidak maka perlu adanya penilaian terhadap hasil belajar murid tersebut.

Menurut Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, indikator yang dapat dijadikan tolok ukur dalam menyatakan bahwa proses belajar mengajar dapat dikatakan berhasil adalah:

a) Daya serap terhadap bahan pengajaran atau materi yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok.

b) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran atau tujuan instruksional khusus (TIK) telah tercapai oleh murid, baik secara induvidu maupun kelompok.66

Penilaian terhadap hasil belajar murid memerlukan penilaian batas minimalnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah murid itu berhasil atau tidak. Ada beberapa alternative norma pengukuran tingkat keberhasilan murid yaitu:

a. Norma skala angka dari 0 – 10

b. Norma skala angka dari 0 – 100.67

Setelah mengetahui norma pengukuran tersebut, maka kita perlu menentukan kualifikasi prestasi. Kualifikasi prestasi diberikan setelah tes yang diberikan kepada murid memenuhi syarat sebagai tes yang baik, dalam artian sesuai dengan teori pendidikan. Kriteria yang diberikan adalah sebagai berikut:

66 Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1993), Cet. I, h. 8

67 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996 ), h. 35


(47)

a. Indeks Prestasi antara 0 – 45 = gagal

b. Indeks Prestasi antara 46 – 55 = kurang

c. Indeks Prestasi antara 56 – 65 = sedang

d. Indeks Prestasi antara 66 – 79 = tinggi

e. Indeks Prestasi antara 80 – 100 = sangat tinggi

C. Kerangka Berpikir

Setelah pembahasan mengenai kajian teoritis yang telah penulis uraikan di atas, maka penulis perlu mengemukakan kerangka berpikir untuk mendeskripsikan maksud dari penelitian ini. Adapun kerangka berpikir yang penulis ungkapkan adalah semakin mutu mengajar guru bernilai tinggi, akan semakin baik pula hasil belajar yang dicapai. Sebaliknya semakin mutu mengajar guru rendah, maka akan semakin rendah pula hasil belajar yang dicapainya.

D. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka pemikiran sebagaimana yang penulis uraikan di atas, maka dapat diajukan hipotesa sebagai berikut:

Hipotesa alternatif (Ha) : Ada pengaruh yang signifikan antara mutu mengajar guru PKn (variabel X) dengan hasil belajar siswa (variabel Y).

Hipotesa nihil (Ho) : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara mutu mengajar guru PKn (variabel X) dengan hasil belajar siswa (variabel Y).


(48)

BAB III

METODOLOGI PENELI TI AN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Lokasi yang di jadikan penelitian adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al – Hasra Sawangan Depok. Yang beralamat di Jl. Raya Ciputat-Parung Km.24 Kel. Bojongsari Baru Kec. Sawangan Kota Depok 16516.

2. Penelitian ini dilaksanakan antara tanggal 21 Mei 2007 sampai dengan 29 Juli 2007.

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.68

Dengan dasar definisi tersebut, dapat penulis jelaskan bahwa penelitian ini mempunyai dua variabel, yaitu:

1. Variabel pertama berupa mutu mengajar guru, variabel ini menduduki posisi sebagai variabel independent (bebas), yaitu masukan yang memberi pengaruh terhadap hasil, yang diberi simbol dengan huruf X.

2. Variabel kedua berupa hasil belajar siswa, variabel ini menduduki posisi sebagai variabel dependen (terikat), yaitu hasil sebagai pengaruh variabel independent (bebas), yang diberi simbol huruf Y.

C. Populasi dan Sampel

68 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2006), Cet. Ke-13, h. 118


(49)

Populasi adalah “keseluruhan subjek penelitian”.69 Populasi yang diambil dalam penelitian ini diambil dengan berpedoman pada pendapat Suharsimi Arikunto: “Apabila subjek kurang dari 100 orang, maka diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar maka dapat diambil 10-15 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan biaya”.70 Sedangkan sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang ditelti.

Dalam penelitian ini, penulis mengambil populasi murid SMP Al-Hasra Sawangan Depok kelas II yang terdiri dari 3 (tiga) kelas, tahun pelajaran 2006/2007 yang berjumlah 102. Adapun sampelnya diambil secara acak (random sample), mengingat populasinya lebih dari 100 orang, maka penulis mengambil sampel sebanyak 30 % dari populasi yaitu 30 orang. Adapun cara merandomnya, penulis mengambil 10 orang dari setiap kelasnya untuk dijadikan sampel.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah:

1. Wawancara (Interview)

Wawancara adalah “Tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung”.71 Penulis melakukan wawancara terhadap guru PKn dan Kepala SMP Al-Hasra Sawangan Depok. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk memperoleh data yang lebih mendalam dan untuk mengkomparasikan data yang diperoleh melalui angket.

69 Ibid, h. 130 70 Ibid, h. 134 71 Ibid, h. 57-58


(50)

2. Angket

Angket adalah “daftar pertanyaan yang diberikan kepada responden baik secara langsung maupun tidak langsung”.72 Angket ini disebarkan kepada murid SMP Al-Hasra Sawangan Depok untuk memperoleh informasi mengenai mutu mengajar yang dimiliki oleh guru dalam proses belajar mengajar.

Angket dibuat dengan model likert yang mempunyai empat opsi jawaban yang berjumlah genap ini dimaksudkan untuk menghindari kecenderungan responden bersikap ragu-ragu dan tidak mempunyai jawaban yang jelas.

Penyusunan angket mutu mengajar guru mengacu kepada aspek-aspek kemampuan profesional guru yang terdiri dari 25 item dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 1

Kisi- Kisi I nstrumen Penelitian

Variabel I ndikator Sub Variabel Nomor I tem

a. Menguasai Bahan 1, 20, 24

b. Mengelola PBM 2, 3, 5, 8, 13, 15

c. Mengelola Kelas 6, 12, 21, 23

d. Mengelola Media Belajar 4, 17, 25

e. Mengelola Interaksi Belajar Mengajar

7, 9, 10, 18 Mutu

Mengajar Guru

f. Menilai Prestasi Murid 11, 14, 16, 19, 22

3. Studi dokumentasi

Dokumentasi ini bertujuan untuk memperoleh data yang tidak bisa dikejar dengan angket, observasi, maupun interview,


(51)

melainkan diperoleh dengan data tertulis. Peneliti mencari data tentang hasil belajar murid, yaitu dari nilai raport mata pelajaran PKn, hasil studi semester I.

E. Teknik Analisis Data

Setelah data yang diperlukan terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisis data. Menganalisis data merupakan suatu cara yang digunakan untuk menguraikan data yang diperoleh agar dapat dipahami bukan hanya oleh orang yang meneliti, tetapi juga orang lain yang ingin mengetahui hasil penelitian.

Untuk menganalisis data dalam penelitian ini, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing

Dalam menganalisis data, yang pertama kali harus dilakukan adalah editing. Pada tahap ini dilakukan pengecekan terhadap pengisian angket. Setiap angket diteliti satu persatu mengenai kelengkapan, kejelasan dan kebenaran pengisian angket tersebut agar terhindar dari kesalahan/kekeliruan dalam mendapatkan informasi sehingga dapat diperoleh data yang akurat.

2. Skoring

Skoring merupakan tahap pemberian skor terhadap butir-butir pertanyaan yang terdapat dalam angket. Dalam setiap pertanyaan dalam angket terdapat (4) empat butir jawaban a, b, c, dan d yang harus dipilih oleh responden. Maka penulis memberikan skor untuk setiap jawaban adalah nilai 4 untuk jawaban a, nilai 3 untuk jawaban b, nilai 2 untuk jawaban c, dan nilai 1 untuk jawaban d.

Setelah hasil pengolahan data secara kuantitatif melalui koesioner sudah terhitung, barulah digunakan perhitungan statistik


(52)

dengan menggunakan sistem komputerisasi program SPSS versi 11,5. Data program ini menggunakan analisis koefisien korelasi dan analisis regresi linier sederhana, yaitu untuk mengetahui hubungan antara dua variabel dan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji parsial ( uji t).

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, maka sebelum dilakukan uji statistik terlebih dahulu data yang diperoleh harus dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

1. Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel.73 Suatu koesioner dikatakan valid jika pertanyaan atau pernyataan pada koesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh koesioner tersebut.

Tipe validitas yang digunakan adalah validitas konstruksi

(Construct validity). Validitas kontruksi menentukan validitas alat pengukur dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh dari masing-masing item yang berupa pertanyaan ataupun pernyataan dengan skor totalnya.

Skor total ini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan semua skor item. Korelasi antara skor item dengan skor totalnya harus signifikan berdasarkan dimensi konsep berkorelasi dengan skor totalnya, maka dapat disimpulkan bahwa alat pengukuran tersebut valid.

73 Bhuono Agung Nugroho, Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS, (Yogyakarta: Andi Offset, 2005), Ed. I, h. 67


(53)

Biasanya syarat minimum untuk dapat dianggap memenuhi syarat adalah apabila r = positif (+). Jadi, jika korelasi antar butir dengan skor negatif (-), maka butir dalam instrumen tersebut dinyatakan tidak valid.

b. Uji Reliabilitas

Apabila suatu alat pengukuran telah dinyatakan valid, maka tahap berikutnya adalah mengukur reliabilitas dari alat. Sebagai ukuran yang menunjukkan konsistensi dari alat ukur dalam mengukur gejala yang sama dilain kesempatan. Menurut Bhuono Agung Nugroho, realibilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk koesioner.74

Uji reliabilitas bertujuan untuk melihat konsistensi alat ukur yang akan digunakan yakni apakah alat ukur tersebut akurat, stabil dan konsisten. Teknik yang digunakan adalah koefisien alpha cronbach dengan rumus:

⎪⎩ ⎪ ⎨ ⎧ ⎪⎭ ⎪ ⎬ ⎫ − − =

2 2 11 ( 1) 1

t b

k k

r

σσ

Keterangan:

r

11 = Reliabilitas instrumen k = Jumlah soal

2

b

σ = Jumlah varians butir 2

t

σ = Jumlah varians total

Reliabilitas suatu instrumen dapat diterima jika memilki koefisien alpha cronbach minimal 0,60 yang berarti bahwa


(54)

instrumen tersebut dapat digunakan sebagai pengumpul data yang handal yaitu hasil pengukuran relatif konsisten jika dilakukan pengukuran ulang.

2. Regresi Linier Sederhana

a Uji Normalitas

Pengujian normalitas adalah pengujian tentang kenormalan distribusi data. Uji ini merupakan pengujian yang paling banyak dilakukan untuk analisis statistic parametric. Penggunaan uji normalitas karena pada analisis statistic parametic, asumsi yang harus dimiliki oleh data adalah bahwa data tesebut terdistribusi secara normal. Maksud data terdistribusi secara normal adalah bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal. Bahwa data memusat pada nilai rata-rata dan median. Untuk mengetahui bentuk distribusi data kita bisa menggunakan grafik distribusi.

b Pengujian Hipotesis

Selanjutnya adalah penghitungan terhadap hasil skor yang telah ada. Karena penelitian ini adalah untuk melihat apakah ada korelasi antara mutu mengajar guru PKn dengan hasil belajar siswa bidang studi PKn, maka yang dipakai adalah rumus “r” product moment dari karl pearson. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

[

2 2

][

2 2

]

) ( ) ( ) )( ( ΣΥ − ΝΣΥ ΣΧ − ΝΣΧ ΣΥ ΣΧ − ΝΣΧΥ = xy r Keterangan:

rxy = Angka Indeks Korelasi “r” product moment (variabel

x dan y) N = Jumlah Responden


(55)

XY = Jumlah hasil perkalian antara skor x dan skor y

X = Jumlah seluruh skor x

Y = Jumlah seluruh skor y

Rumusan korelasi tersebut untuk menguji hipotesis sebagai berikut:

Hipotesa alternatif (Ha) : Ada pengaruh yang signifikan antara mutu mengajar guru PKn (variabel X) dengan hasil belajar siswa (variabel Y).

Hipotesa nihil (Ho) : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara mutu mengajar guru PKn (variabel X) dengan hasil belajar siswa (variabel Y).

c Uji t hitung

Untuk mengetahui pengambilan keputusan uji hipotesa, maka dilakukan dengan cara membandingkan t hitung dengan t tabel pada taraf signifikansi 5 % atau 1 %. Adapun pedoman yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis adalah sebagai berikut:

1) Jika t hitung > t tabel atau nilai p-value pada kolom sig. <

level of significant (α), maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

2) Jika t hitung < t tabel atau nilai p-value pada kolom sig. >

level of significant (α), maka Ho diterima dan Ha ditolak, berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas dengan terikat.


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Objek Penelitian

Yayasan Al-Hasra didirikan oleh Bapak H. Hashuda pada tahun 1984, dengan Akta Notaris Ny. Mulyani Sjafei, SH. No. 9 Tgl. 11 September 1984. Sesuai dengan namanya “Al-Hasra” yang merupakan singkatan dari Himpunan Amal Sosial Redha Allah, terkandung filosofi yang menjelaskan latar belakang dan maksud pendirian lembaga ini.

Maksud dan Tujuan Pendirian Yayasan Al-Hasra :

1. Memajukan dan mengembangkan syiar Islam, baik ubudiah maupun amaliah

2. Mengembangkan pendidikan baik umum maupun kejuruan berdasarkan ajaran agama Islam, dan kegiatan sosial dalam arti luas.

3. Menanam dan mengembangkan kesadaran berkarya dan berwiraswasta, baik dalam pertanian, perkebunan, peternakan maupun kerajinan tangan lainnya (home indusri), agar mereka menjadi manusia yang berguna dan bertanggungjawab.75

Yayasan ini mengawali kegiatan atau aktivitas pendidikannya dengan mendirikan sebuah Sekolah Menengah Pertama (SMP). Setelah berjalan selama lima tahun dan dirasakan bertambahnya minat para siswa baik dari SMP Al-Hasra dan lembaga pendidikan lainnya di daerah ini, maka pada tahun 1989, dibukalah sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA), dan pada tahun 2000 dibuka Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Yayasan Pendidikan SMP Al-Hasra mulai tahun pelajaran 2002/2003 membuka Program Kelas Plus dan beberapa bidang studi sudah di ajarkan dengan pengantar bahasa inggris . Yayasan

75 http://www.alhasra.com/profile.php?option=profile&select=smp, diakses pada tanggal 23 Juli 2007.


(57)

Pendidikan SMP Al-Hasra yang berlokasi di Jalan Raya Ciputat-Parung Km.24 Kelurahan Bojongsari Baru Kecamatan Sawangan Kota Depok Provinsi Jawa Barat ini memiliki visi dan misi sebagai berikut :

Visi SMP Al – Hasra :

“Unggul Dalam Kualitas, Kokoh Dalam IMTAQ Menuju Sekolah Berprestasi”.

Misi SMP Al – Hasra yaitu :

1. Meningkatkan profesionalisme dan akuntabilitas kinerja, tanggap terhadap perubahan, dan simpatik dalam layanan.

2. Mewujudkan generasi yang handal dan kokoh dalam IMTAQ.

3. Menumbuhkembangkan budaya mutu yang berwawasan unggulan.76

STATUS : Terakreditasi B

Sejak SMP Al-Hasra mengawali kegiatan atau aktivitas pendidikannya, sampai saat ini telah beberapa kali mengalami pergantian kepemimpinan kepala sekolah. Adapun yang pernah menjabat sebagai kepala sekolah SMP Al-Hasra antara lain :

1. H. Mujahar Jalil dari tahun 1985 hingga tahun 1991

2. Drs. Jefferson, S. H. dari tahun 1991 hingga 1992

3. Drs. Khairul A. M. dari tahun 1992 hingga 1997

4. Drs. M. Bilqis T. H. dari tahun 1997 hingga 1998

5. Maryadi, S. Pd., MM. dari tahun 1998 hingga 2005

6. Andi Suhandi, S. Pd. dari tahun 2005 hingga sekarang

Pada tahun ajaran 2006/2007, jumlah guru yang bertugas di SMP Al – Hasra sebanyak 18 orang, yang terdiri dari 8 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.Guru-guru yang mengajar di SMP Al-Hasra


(1)

Keadaan Sisw a- sisw i SMP Al- Hasra Tahun Ajaran 2006/ 2007

Kelas L P Jumlah

I ( Satu ) 25 39 64

II ( Dua ) 45 57 102 III ( Tiga ) 54 32 86

Jumlah 124 128 252

Sarana dan Prasarana SMP Al-Hasra

No. Jenis Jumlah

1 Gedung 1

2 Ruang Kepala Sekolah 1 3 Ruang Wakil Kepala Sekolah 1

4 Ruang Guru 1

5 Ruang Tata Usaha 1

6 Ruang Administrasi 1

7 Ruang Kelas/Belajar 8

8 Ruang BP 1

9 Ruang Multimedia 1

10 Ruang Perpustakaan 1

11 Ruang Piket/KBD 1

12 Laboratorium IPA 1

13 Laboratorium Komputer 1 14 Laboratorium Seni/Musik 1 15 Lapangan Olahraga/Upacara 2

16 Masjid/Musholla 1

17 Koperasi Yayasan 1

18 Koperasi Siswa 1

19 Pos Satpam 1

20 Kantin 1

21 WC/Kamar Mandi 3


(2)

STRUKTUR ORGANISASISMP AL-HASRA

Keterangan: : Garis Komando : Garis Koordinasi

Wali Kelas

Kepala Sekolah Andi Suhandi, S.Pd.

Tata Usaha : Edwin Effendhy Kepegawaian : Dra. Efi Warni. S Kesiswaan : Dede Ismail

Kearsipan : Rojih

BK/BP Ahmad Sumardi

Siswa

Dewan Sekolah/Bp- 3

Wakil Kepala Sekolah

Bag. Sarana Prasarana dan

Sri Nurhayati A, S.Pd Kurikulum

Ir. Urip Anjar Winarni

Humas

Dewan Guru Laboratorium : Ir. Urip Anjar Winarni

Perpustakaan : Hanura weldhi, S.Ag Komputer : Rahmatullah, S.Pd

Lab. Seni : Izhar, S.Pd Sarana prasarana


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rhineka Cipta, Cet. Ke-13, 2006.

A, Saman., Profesionalisme Keguruan, Yogyakarta: Kanisius, Cet. Ke-1, 1994.

Badudu, J. S., et. Al., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Cet. Ke-5, 1994.

Darajat, Zakiyah., Pendidikan Islam Dalam Keluarga Dan Sekolah, Jakarta: Ruhama, Cet. Ke-2, 1995.

Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rhineka Cipta, Cet. Ke-1, 2000.

____________, dan Zain, Aswan, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Rhineka Cipta, 1996.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, Edisi III, Cet. Ke-2, 2002.

Firdaus, Yunus M., Pendidikan Berbasis Realitas Sosial, Yogyakarta: Logung Pustaka, Cet. Ke-1, 2004.

Hamalik, Oemar, Evaluasi Kurikulum, Bandung: Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-1, 1990.

____________, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Kartono, Kartini., Menyiapkan dan Memandu Karier, Jakarta: CV. Rajawali, 1985.

Mulyasa, E., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-1, 2007.

N.K, Roestiyah, Didaktik Metodik, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.

____________, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta: PT Bina Aksara, Cet. Ke-3, 1989.


(4)

Nugroho, Bhuono Agung, Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian Dengan SPSS, Yogyakarta: Andi Offset, Ed. I, 2005.

Nurdin, Syafruddin, H, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta: Quantum Teaching, Cet. Ke-1, 2005.

Nurhasan, Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia II: Kurikulum Untuk Abad Ke-21, Jakarta: PT. Grasindo, 1994.

Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Asa Mandiri, Cet. Ke-3, 2006.

Purwanto, M. Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, Bandung: Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-13, 2001.

Sabri, Alisuf, H, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, Cet. Ke-2, 1996.

Sahertian, Piet A, Profil Pendidik Profesional, Yogyakarta: Andi Offset, 1994.

Sarojo, Rijadi, Pembelajaran Integratif Dalam Bidang Kimia, Malang: Jurnal Teknologi Pembelajaran Teori dan Penelitian, 2003.

Somantri, Muhammad Numan, Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, Cet. Ke-1, 2001.

Sudjana, Nana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Algesindo, Cet. Ke-6, 2002.

____________, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, Cet. Ke-5, 1995.

Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.

____________, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Rajawali Persada, Cet. Ke-5, 1994.

Susanti, Rini, Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar, Jakarta: Teknodik, 2003.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-7, 2002.


(5)

Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia, Bandung: Pustaka Setia, 2002.

Undang-undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Jakarta: Asa Mandiri, 2006.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ( SISDIKNAS ) UU RI No. 20 Tahun 2003, Jakarta: Asa Mandiri, Cet. Ke-3, 2006.

Usman, Husaini, dan Akbar, Purnomo Setiady, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Ke-2, 1998.

Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, Cet. Ke-17, 2005.

____________, dan Setiawati, Lilis, Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo, Cet. Ke-1, 1993.


(6)

Dokumen yang terkait

Pengaruh Film Laskar Pelangi Terhadap Motivasi Belajar (Studi Korelasional Tentang berjudul Pengaruh Film Laskar Pelangi Terhadap Motivasi Belajar Siswa-siswi SMU HARAPAN 3 Medan Johor).

17 120 115

Upaya Guru dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Pada Bidang Studi Fiqih di Madrasah Aliyah Manaratul Islam

0 4 103

Pengaruh mutu mengajar guru terhadap prestasi belajar siswa bidang ekonomi di SMA Negeri 14 Tangerang

15 165 84

Pengaruh persepsi siswa mengenai keterampilan mengajar guru terhadap hasil belajar IPS siswa di SMP Muhammadiyah 1 Cileungsi

0 11 0

Pengaruh metode mengajar terhadap prestasi belajar siswa pada bidang studi fiqih kelas IV di MIN Pegadungan Kalideres Jakarta Barat

0 3 79

PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG KETERAMPILAN MENGAJAR GURU DAN MINAT BELAJAR SISWA TERHADAP HASIL BELAJAR Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru Dan Minat Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Ekonomi Kelas XI IPS Sekolah Menengah Ata

0 4 16

PENGARUH KEMANDIRIAN BELAJAR DAN PERSEPSI SISWA TENTANG MENGAJAR GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN PADA Pengaruh Kemandirian Belajar Dan Persepsi Siswa Tentang Mengajar Guru Terhadap Prestasi Belajar PKN Pada Siswa SMK Negeri 5 Sukoharjo Tahun 2014.

0 0 16

PENGARUH KEMANDIRIAN BELAJAR DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP PRESTASI BELAJAR PKN PADA SISWA SMK NEGERI 5 Pengaruh Kemandirian Belajar Dan Persepsi Siswa Tentang Mengajar Guru Terhadap Prestasi Belajar PKN Pada Siswa SMK Negeri 5 Sukoharjo Tahun 2014

0 3 17

PENGARUH KETERAMPILAN MENGAJAR GURU TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AKUNTANSI.

6 20 55

STUDI TENTANG KONTRIBUSI MUSYAWARAH GURU MATAPELAJARAN (MGMP) PKN PADA PENINGKATAN KUALITASKEGIATAN BELAJAR MENGAJAR BIDANG STUDI PKN DI SMANEGERI 2 SAMARINDA

0 0 15