Jual Beli dalam Hukum Adat

tersebut harus menggambil anak perempuan berru dari kula-kulanya tersebut dan juga tanah ladang dan persawahan. 41 Tetapi dalam hal perkembangan Pak – Pak Bharat yang berkembang dengan pesat serta kebutuhan akan tanah dan kepentingan akan uang pergeseranpengalihan tanah yang dikatakan tidak ada tersebut dapat dikesampingkan asal sesuai dengan tata cara adat dan telah mendapat izin dari Sulang Silima. Disinilah peran serta dan pentingnya Sulang Silima sebagai Kepala Adat

C. Jual Beli dalam Hukum Adat

Jual beli tanah sebagai suatu lembaga hukum tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA, bahkan sampai sekarang belum ada peraturan yang mengatur khusus mengenai pelaksanaan jual beli tanah. Menurut hukum adat, jual beli tanah adalah suatu pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut sehingga perbuatan tersebut diketahui oleh umum. Tunai maksudnya bahwa peraturan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara kontan 41 M.Banurea, Wawancara dengan kepala Adat Banurea, Salak, 25 Juli 2011 Universitas Sumatera Utara Dalam hukum adat, jual beli tanah dimasukkan ke dalam hukum benda, khususnya hukum benda tetap atau hukum tanah, tidak dalam hukum perikatan khususnya hukum perjanjian, hal ini karena: 1. Jual beli tanah menurut hukum adat bukan merupakan suatu perjanjian sehingga tidak mewajibkan para pihak untuk melaksanakan jual beli tersebut. 2. Jual beli tanah menurut hukum adat menimbulkan hak dan kewajiban yang ada hanya pemindahan hak dan kewajiban atas tanah. Jadi apabila pembeli baru membayar harga tanah sebagian dan tidak membayar sisanya maka penjual tidal dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tersebut. 42 Bentuk – bentuk pemindahan hak milik menurut sistem hukum adat yang memindahkan hak milik untuk selama – lamanya disebut dengan Jual Lepas. Jual lepas merupakan proses pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai, dimana semua ikatan antara bekas penjual dengan tanahnya menjadi lepas sama sekali. 43 Biasanya pada jual lepas calon pembeli memberikan suatu tanda jadi sebagai pengikat yang disebut panjer. Meskipun telah ada panjer, perjanjian pokok belum terlaksananya hanya dengan panjer semata – mata. Dengan demikian panjer disini hanya sebagai tanda jadi akan dilaksanakannnya jual beli. Apabila telah ada panjer, konsekuensinya manakala jual beli tidak jadi dilakukan akan ada dua kemungkinan, yaitu bila yang ingkar si calon pembeli, maka panjer tersebut menetap pada si calon 42 Soerjono Soekanto,Hukum Adat Indonesia Rajawali,1983 halaman 221 43 Ibid Universitas Sumatera Utara penjual, bila keingkaran itu ada pada pihak si calon penjual, maka ia harus mengemabalikan panjernya pada si calon pembeli, adakalanya bahkan dua kali lipat nilainya dari panjer semula. Jual lepas adalah perbuatan penyerahan dengan demikian tidak sama maksudnya dengan levering menurut hukum barat,karena pemindahan hak miliknya dilakukan secara tunai, oleh karena hukum adat tidak memisahkan pengertian jual dengan penyerahan sebagaimana hukum barat. Sehingga dikatakan jual lepas dikarenakan tanah itu diserahkan untuk selama – lamanya. Partisipasi manusia terhadap tanah demikian akrabnya, sehingga transaksi tanah tidak semudah transaksi barang lainnya, di mana dalam hukum adat melakukan transaksi tanah kepada orang lain merupakan suatu perbuatan yang paling pantang karena menurut mereka itu merupakan kehormatan dan kedudukan kerabatnya oleh karena itu tidak mudah dialihtangankan. Kemungkinan batalnya jual lepas tanah atas tanah dikarenakan masih kuatnya lembaga hak terdahulu yaitu, “hak kerabat” atau” hak tetangga”, adanya larangan menjual hak milik tanah kepada bukan anggota kerabat atau kepada orang asing yang bukan warga adat yang bersangkutan. Di lingkungan persekutuan hukum adat dimana hak terdahulu, hak kerabat atau hak tetangga masih kuat, perjanjian jual lepas yang dilakukan oleh anggota persekutuan dengan orang diluar persekutuan dapat dibatalkan oleh ketua adat. Begitu pula dengsn perjanjian yang terjadi antara anggota kerabat dengan bukan anggota Universitas Sumatera Utara kerabat dapat berakibat dibatalkannya perjanjian itu oleh para pemuka bersangkutan. 44 Oleh karena itu salah satu syarat yang paling mendasar dalam jual lepas adalah mengutamakan hak terdahulu yaitu, “hak kerabat” atau “hak tetangga” dan didasarkan pada kemufakatan musyawarah anggota persekutuan. Bagi masyarakat hukum adat yang penting dalam pelaksanaan perjanjian bukan unsur subjektif atau objektif tetapi terlaksana dan terjadinya perjanjian itu did hmasyarakat lingkungannya tidak ada yang mempersoalkan, tidak ada yang merasakan perjanjian itu tidak baik. Sebaliknya walaupun perjanjian itu dibuat dihadapan kepala kampung, jika masyarakat mempersoalkannya menggapa hal itu tidak baik maka sebenarnya perjanjian itu tidak sah. Ter Haar mengemukakan bahwa tanpa ikutnya sertanya kepala adat atau tanpa bantuannya, maka perjanjian itu tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Jadi jika kepala adat menolak untuk membantu perjanjian itu, maka perjanjian itu tidak sah. Dimasa sekarang yang harus diiperhatikan ialah siapa yang disebut kepala persekutuan. Di desa – desa yang masyarakatnya geneologis kekerabatan, maka persekutuan harus dibedakan antara kepala kampung dengan kepala adat. Perlunya mengetahui perbedaan kedudukan kepala persekutuan ialah bahwa kesaksian kepala adat diperlukan untuk pihak ketiga dan urusan pemerintah, sedangkan kesaksian kepala adat diperlukan untuk tetap memelihara kerukunan dan kedamaian dilingkungan masyarakat adat. 44 Imam Sudiyat, Op cit, halaman 127 Universitas Sumatera Utara Soepomo menyatakan ikut sertanya pengurus desa dalam pembelian tanah adalah untuk mendapatkan lebih banyak jaminan hukum kepastian hukum bagi pembeli dan karena itu pembeli memperoleh hak untuk mendapatkan perlindunhan hukum sepenuhnya. 45

D. Jual Beli Tanah Milik Adat Menurut UUPA