- Dusun Pelnas - Dusun Permangu
- Dusun Lae cilum - Dusun Gunung Meriah
b. Desa Salak 2 dua - Dusun 1 Pasar Salak
- Dusun 2 Barisan - Dusun 3 Napa Sengkut
- Dusun 4 Persabahen - Dusun 5 Kuta Kettang
Walaupun di Pak – Pak Bharat pada saat ini sedang melaksanakan pembangunan tetapi pembangunannya belum begitu merata dapat dilihat pembangunan hanya
terpusat di Kota Salak, sehingga banyak tanah yang belum dimanfaatkan secara maksimal, masih banyak tanah yang ditumbuhi belukar dan bergunung terjal yang
merupakan tanah hak ulayat masyarakat hukum adat Pak – Pak.
2. Keadaan Masyarakat Hukum Adat Pakpak
Suku Pakpak terdiri atas 5 lima suak yaitu simsim, keppas,pegagan, boang dan kelasen. Dibawah suak terdapat kuta kampung yang dipimpin oleh Pertaki atau
kappung kepala kampung. Pada umumnya Pertaki atau kappung kepala kampung juga merupakan raja adat sekaligus sebagai panutan di kampungnya, disamping itu
Pertaki atau kappung kepala kampung mempunyai tugas dan wewenang yang
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan pengolaha kuta kampung, penegakan hukum, ketertiban dan disiplin. Disetiap kuta ada Sulang Silima sebagai pembantu Pertaki yang terdiri dari
perisang – isang, perekur –ekur, pertulang tengah, perpunya ndiadep dan perbetekken anak paling besar,anak tengah, anak paling kecil, anak perempuan dan
teman satu marga Meski struktur pemerintahan yang seperti ini sudah tidak dipakai lagi karena
dianggap tidak relevan karena pengaturan daerah termasuk desa – desa di seluruh Indonesia diatur secara nasional melalui perundang – undangan, Undang - Undang
Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintaha Daerah yang sudah mengatur secara tegas mengenai desa, keluruhan, dusun dan lingkungan dan semuanya tidak berdasarkan
hukum adat Pakpak, tetapi masih tetap dipertahankan sebagai sumber hukum adat budaya Pakpak.
Secara tradisional wilayah komunitasnya disebut tanah Pakpak, hampir 90 Sembilan puluh persen penduduk di wilayah Pak-Pak Bharat beretnis Pakpak maka
penduduknya bisa dikategorikan homogen Walaupun tanah Pakpak itu terpisah secara administratif, tetapi secara geografi tidak terpisah satu sama lain karena berbatasan
langsung walaupun hanya bagian – bagian kecil dari wilayah kabupaten tertentu, kecuali Kabupaten Pak-Pak Bharat menjadi sentra utama masyarakat suku Pak-Pak.
Kesatuan komunitas terkecil yang umum dikenal hingga saat ini disebut Lebbuh dan Kuta. Lebuh merupakan bagian dari Kuta yang dihuni oleh klan kecil
sementara kuta adalah gabungan dari lebbuh – lebbuh yang dihuni oleh suatu klen besar marga tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Jadi setiap Lebbuh dan Kuta dimiliki oleh klen atau marga tertentu dan dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga tentu dikategorikan sebagai
pendatang. Selain itu orang Pakpak menganut prinsip Patrilineal dalam memperthitungkan garis keturunan dan pembentukan klen kelompok
kekerabatannya yang disebut marga. Marga – marga yang ada dalam suku Pakpak diklasifikasikan menjadi 5
lima bagian besar yakni Pakpak Simsim, Pakpak Boang, Pakpak Keppas, Pakpak Pegagan, dan Pakpak Kelasen., masing – masing sub ini dibedakan berdasarkan hak
ulayat marga. Marga – marga Pakpak yang termasuk Pakpak Simsim misalnya : marga
Berutu, Tinadang, Padang, Bancin, Manik, Sitakar, Kebeaken, Lembeng, dan Cibro, Boangmanalu, Padang Batanghari, Solin, Tendang dan Banurea. Marga Pak-Pak
Keppas misalnya : marga Ujung, Angkat Bintang, Capah, Kudadiri, Brampu, dan Maha, Sinamo, Pardosi. Marga Pakpak Kelasen misalnya : marga Tumangger,
Tinambunen, Kesogihen, Meka, Maharaja, Gajah Brasa, Sikettang dan Mungkur . Marga Pak-Pak yang termasuk Pakpak Boang misalnya : Saraan dan Sambo Marga
Pakpak yang termasuk Pakpak Pegagan misalnya : marga Lingga, Mataniari dan Manik.
35
Kota Salak yang dulunya pada saat masih menjadi bagian dari Kabupaten Dairi hanyalah sebuah desa kecil yang mana tanahnya merupakan hak ulayat dari
Masing – masing sub marga ini dibedakan berdasarkan hak ulayat marganya dan identitasnya adalah marga yang dimilikinya.
35
Wawancara, Kepala Adat marga Banurea M. Banurea Salak 24 Juli 2011
Universitas Sumatera Utara
marga Banurea, setelah Pak – Pak Bharat memisahkan diri dan menjadi Kabupaten Desa Salak ini lah yang sangat mempunyai potensi sebagai Ibukota. Kota Salak
sekarang bukan lagi seperti pada saat menjadi sebuah desa luas wilahnya pun bertambah yang dulunya hanya dimiliki oleh tanah ulayat marga Banurea tetapi juga
ada tanah ulayat marga Boangmanalu dan Bancin walaupun begitu 80 delapan puluh dari luas Kota Salak sekarang adalah tanah marga Banurea dan berada di
Desa Salak 1 satu dan Desa Salak 2 dua, oleh karena itu praktek Jual Lepas atau Penyerahan Hak sangat banyak dilakukan di Desa Salak 1 dan Salak 2 yang tanahnya
dimiliki oleh marga Banurea dikarenakan di tanah ulayat marga Banurea inilah terjadi banyak pembangunan.
Marga Banurea sendiri terdiri dari 8 delapan bagian yaitu : 1. Banurea Mabar
2. Banurea Kutagugung 3. Banurea Perira
4. Banurea Kutakettang 5. Banurea Kutarimbaru
6. Banurea Boangjati 7. Banurea Telangke
8. Banurea Lebuh tendang
36
36
Wawancara, Kepala Adat marga Banurea M. Banurea Salak 24 Juli 2011
Universitas Sumatera Utara
Masing masing marga ini memiliki Lebbuh perkampungan nya sendiri dan bebas untuk menggunakan dan mengusahakan setiap tanah yang ada di seluruh
wilayah kekuasaan marga Banurea yang mana setiap Lebbuh perkampungan dipimpin oleh Pertaki atau kappung kepala kampung. Walaupun ada sub bagiannya
tetapi diatasnya itu juga ada satu Pertaki atau Kappung yang dipilih dari sub marganya untuk menjadi pemimpin marga itu secara kesatuan.
Jadi dapat dilihat bahwa seluruh suku Pakpak di Kabupaten Pak – Pak Bharat adalah anggota masyarakat hukum adat yang mempunyai kekayaan, wilayah sendiri
yang dipimpin oleh Pertaki atau Kappung Kepala Kampung dan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam Persekutuan Hukum Adat.
Bushar Muhammad menjelaskan bahwa masyarakat hukum adat yang bersifat territorial adalah : Masyarakat yang disusun berdasarkan lingkungan daerah, adalah
masyarakat hukum adat yang para anggotanya merasa bersatu dan oleh sebab itu merasa bersama – sama merupakan kesatuan dalam hubungan kekerabatan karena
adanya ikatan para mereka masing – masing dengan tanah tempat tinggal mereka. Landasan – landasan yang akan mempersatukan para anggota masyarakat hukum adat
yang strukturnya bersifat territorial adalah ikatan orang dengan anggota masyarakat masing – masing dengan tanah yang didiaminya, sejak kelahirannya.
37
Masyarakat hukum adat Pakpak mempunyai hubungan kekerabatan dengan adanya keterikatan dengan tanah tempat tinggal sejak kelahirannya bersama – sama
membentuk suatu kesatuan atas lingkungan daerah tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat hukum adat Pakpak sebagai masyarakat hukum adat bersifat
37
Bushar Muhammad, Asas – Asas Hukum Adat suatu Pengantar, Bandung : Bina Cipta 1988, halamana 33
Universitas Sumatera Utara
territorial, yang masih memperdulikan hak – hak atas pemerintahan adat dalam kehidupan sehari –hari yang masih mempertahankan nilai – nilai leluhur.
3. Peranan Lembaga Adat Sulang Silima Suku Pakpak