Jual Beli Tanah Milik Adat Menurut UUPA

Soepomo menyatakan ikut sertanya pengurus desa dalam pembelian tanah adalah untuk mendapatkan lebih banyak jaminan hukum kepastian hukum bagi pembeli dan karena itu pembeli memperoleh hak untuk mendapatkan perlindunhan hukum sepenuhnya. 45

D. Jual Beli Tanah Milik Adat Menurut UUPA

Berlakunya UUPA pada prinsipnya telah berlaku pula sebuah unifikasi hukum Agraria yang bertujuan mengakhiri suasana dualism hukum antara hukum barat di satu sisi dan hukum adat adat di sisi lain di bidang hukum agraria. Berkenaan dengan jual beli tanah milik adat yang berlaku adalah hukum adat untuk hukum agraria dengan ketetntuan bahwa hukum adat tersebut tidak boleh bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara yang berdasarkan atas persatuan bangsa, sosialisme Indonesia, ketentuan UUPA dan peraturan lain di bidang Agraria dan unsur agama. 46 Hal tersebut secara eksplisit terdapat dalam konsideran UUPA maupun pasal 5 UUPA yang menyatakan bahwa Hukum Agraria yangb berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa adalah hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara. Dalam ketentuan UUPA, jual beli tanah milik adat merupakan bagian dari peralihan hak atas tanah. Boedi Harsono menyebutkan bahwa pada dasarnya peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena 2 dua sebab yaitu : 45 Soepomo , Ibid , halaman 88 46 Iman Soetikyo, Politik Agraria Nasional, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1985 hal 61 Universitas Sumatera Utara 1. Pewarisan tanpa wasiat yakni peralihan hak atas tanah karena pemegang suatu hak atas tanah meninggal dunia, dengan kata lain hak tersebut beralih kepada ahli warisnya, sementara siapa ahli warisnya dan berapa bagian masing – masing ditentukan berdasarkan hukum waris pemegang hak yang bersangkutan. 2. Pemindahan hak yakni hak atas tanah tersebut sengaja dialuhkan kepada pihak lain. Bentuk pemindahan hak bisa berupa jual beli, sewa menyewa, hibah, pemberian menurut adat, pemasukan dalam perusahaan atau inbreng dan juga termasuk hibah wasiat. 47 Jadi dapat dijelaskan bahwa pengertian beralih dan dapat dialihkan dalam hal ini mempunyai arti sebagai berikut: 1. Beralih adalah suatu peralihan hak yang dikarenakan seseorang yang mempunyai suatu hak meninggal dunia, sehingga dengan sendirinya hak itu beralih menjadi milik ahli warisnya. Ketentuan mengenai peralihan karena warisan terdapat dalam Pasal 42 PP Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi peralihan hak karena warisan terjadi hukum adat pada saat pemegang hak yang bersangkutan meninggal dunia. Sejak saat itu ahli waris menjadi pemegang hak yang baru. 48 2. Dialihkan adalah suatu peralihan hak yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebuut terlepas dari pemilik semula. Dengan kata lain peralihan ini terjadi karena adanya perbuatan hukum tertentu seperti : Jual beli, Sewa menyewa, hibah wasiat, hibah, wasiat dan sebagainya. 47 Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang – Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta,1982 halaman 318 48 A.P Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Madju, Bandung 1999 hal 140 Universitas Sumatera Utara Peralihan hak atas tanah merupakan suatu peristiwa danatau perbuatan hukum yang mengakibatkan terjadinya pemindahan hak atas tanah dari pemilik kepada pihak lain. Peralihan tersebut meliputi jual beli, hibah, sewa menyewa, pemberian dengan wasiat dan perbuatan hukum lain yang bertujuan atau bermaksud memindahkan hak kepemilikan tanah. tetapi peralihan yang banyak terjadi dalam masyarakat adalah peralihan dalam bentuk transaksi jual – beli. Peralihan hak atas tanah sebelum berlakunya UUPA yang terdapat dualisme hukum, yakni status tanah adat tunduk pada hukum adat dan status tanah barat tunduk pada hukum barat. Di dalam ketentuan hukum tanah barat prinsip nasionalitas tidak dianut, dalam artian bahwa setiap orang boleh saja memiliki hak eigendom asal saja mau tunduk pada ketentuan – ketentuan penundukan diri pada KUHPerdata Barat 49 Bagi pemerintah langkah ini dilakukan bertujuam untuk mengurangi jatuhnya kemungkinan tanah – tanah tersebut berikut rumah dan bangunan – bangunan di atasnya ke tangan orang –orang dan badan hukum asing sehingga karena hal tersebut di atas pemerintah mengeluarkan ketentuan untuk mengawasi pemindahan hak atas tanah bagi yang tunduk pada hukum Barat yakni Undang – Undang Nomor 24 Tahun 1954 yang memuat tentang ketentuan bahwa setiap peralihan hak terhadap tanah dan barang - barang tetap lainnya hanya dapat dilakukan bila telah mendapat izin dari Mentri Kehakiman dan bila tetap dilakukan maka peralihan tersebut batal demi hukum. 50 49 Ibid, halaman 129 . Karena sebelum ketentuan 50 Boedi harsono, Opcit halaman 105-106 Universitas Sumatera Utara tersebut dikeluarkan banyak non pribumi selain bisa memiliki tanah hak adat walaupun diperoleh dengan cara – cara tertentu, karena pada kenyataannya tanah hak adat tidak dipasarkan dengan bebas dan tidak diperjual belikan. Sehubungan hal tersebut di atas, Boedi Harsono dalam hal ini mengartikan bahwa hukum tanah adat berkonsepsi komunalistik, yang mewujudkan semangat gotong royong, kekeluargaan dan diliputi suasana religious. Tanah merupakan tanah bersama kelompok territorial dan genealogic, sehingga hak – hak perseorangan terhadap tanah secara langsung atau tidak langsung bersumber pada tanah bersama. Hukum tanah adat yang mengandung unsure kebersamaan tersebut dikenal dengan hak ulayat. Ketentuan ini masih berlangsung di sebagian wilayah di Indonesia terutama di pedesaan. 51 Ketentuan yang sangat dominan dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah tersebut adalah PP Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang di dukung dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agraria RI Nomor 3 tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan PP Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai pelaksanaan dari Undang – Undang Pokok Agraria. Peraturan tersebut di atas secara singkat menerangkan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan 51 Ibid Universitas Sumatera Utara PPAT, dimana akta tersebut dapat berfgungsi sebagai alat pembuktian untuk melakukan pendaftaran hak atas kepemilikan tanah pada Kantor Pertanahan. Seperti yang telah disebutkan penulis dalam bab sebelumnya bahwa Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyebuitkan “peralihan hak atas tanah melalui jual – beli, sewa menyewa, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, hanya dapat didaftarkan jika dapat dibuktikan dengan akta yang dibuat PPAT yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku”. Dari pasal – pasal tersebut diatas dapat dikatakan bahwa pad aprinsipnya segala bentuk mutasi hak dan sebagainya harus melalui seorang PPAT. Dalam hal ini J Kartini Soedjendro menyatakan bahwa sistem pertanggung jawaban petugas PPAT lebih terarah pada pejabat umum dan bersifat administrasi saja artinya dalam hal imi dia hanya merupakan pejabat Agraria yang membantu Menteri Agraria membuat akta dalam hal pemindahan hak atas tanah, pemberian suatu hak baru atas tanah, penggadaian tanah dan pemberian hak tanggungan atas tanah 52 52 J.Kartini Soejindro, Perjanjian Hak atas Tanah yang berpotensi konflik, Kanisius, Yogyakarta 2001 halaman 16 PPAT juga sebagai pelaksana tugas diantaranya membantu mengisi formulir permohonan izin pemindahan hak atas tanah dan mengirimkannya kepada instansi Agraria yang berwenang kemudian membantu membuat surat permohonan penegasan konversi hak – hak adat di Indonesia atas tanah dan pendaftaran hak – hak berkas konversi. Universitas Sumatera Utara Mengingat faktor keterbatasan masyarakat pada umumnya dan masyarakat adat Pakpak perbuatan hukum jual beli tanah adat seringkali dilakukan tanpa menggunakan akta otentik di hadapan PPAT hal ini dikarenakan menurut masyarakat adat bahwa yang paling berperan dan yang paling diperlukan keterangannya adalah dari pihak Sulang Silima yang dianggap sebagai penentu dalam segala jenis transaksi tanah dan pelindung tanah marga yang ada di Pakpak Bharat

E. Syarat – Syarat Proses Terjadinya Jual Lepas Tanah Adat di Pak – Pak Bharat