mematuhi aturan yang ditentukan dalam pengobatan adalah responden yang memiliki pengetahuan yang baik.
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan kajian teoritis tersebut di atas, penulis mengasumsikan bahwa tidak ada penyimpangan antara temuan penelitian dengan
teori terkait.
5.3 Hubungan Sikap dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru
Dilihat dari hasil tabulasi silang antara sikap dengan kesembuhan pengobatan, diketahui bahwa dari 65 responden dengan sikap yang baik tentang TB paru, 3 orang
4.6 tidak sembuh dan 62 orang 95.4 sembuh. Sedangkan dari 35 orang dengan sikap buruk tentang TB paru, 11 orang 31.4 tidak sembuh dan 24 orang
68.6 sembuh. Hasil uji chi-square menunjukkan nilai p = 0.000, PR : 6,81, 95 CI 2.0338-22.8055 artinya ada hubungan signifikan antara faktor sikap dengan
kesembuhan pengobatan. Hal ini juga dikonfirmasi oleh nilai PR = 6,81 artinya, responden dengan sikap baik tentang TB paru diperkirakan memiliki peluang untuk
sembuh 6,81 kali dibandingkan responden dengan sikap buruk Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Jojor 2004 yang
mengemukakan bahwa sikap positif penderita memiliki peranan yang penting terhadap kesembuhan penderita. Hal yang sama dikemukakan oleh Suryabrata 2005
bahwa sikap attitude berhubungan dengan sesuatu objek. Sikap biasanya memberikan penilaian menerima atau menolak terhadap objek yang dihadapi.
Universitas Sumatera Utara
Hal yang sama dikemukakan oleh Notoatmodjo 2010 bahwa indicator sikap kesehatan meliputi a.
Dari gambaran tersebut di atas dapat dikemukakan bahwa dengan adanya sikap yang sehat, tentunya akan memberikan peluang kesembuhan yang semakin
tinggi. Sikap terhadap sakit atau penyakit, yakni bagaimana penilaian
atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit dan sebagainya, b.
Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat, yakni penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara cara memelihara dan cara cara berperilaku hidup sehat.
Dengan kata lain, pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, relaksasi istirahat atau istirahat cukup dan sebagainya bagi kesehatannya.
5.4 Hubungan Pendidikan dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru
Dilihat dari hasil tabulasi silang antara pendidikan dengan kesembuhan pengobatan, diketahui bahwa dari 39 responden dengan pendidikan tinggi, 2 orang
5.1 tidak sembuh dan 37 orang 94.9 sembuh. Sedangkan dari 61 orang dengan pendidikan dasar sampai menengah, 12 orang 19.7 tidak sembuh dan 49
orang 80.3 sembuh. Hasil uji chi-square juga menunjukkan hal yang sama dimana nilai p = 0,07 lebih besar dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan signifikan antara faktor pendidikan dengan kesembuhan pengobatan Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Notoatmodjo 2010 bahwa
seseorang yang berpendidikan tinggi, akan berbeda dengan orang yang hanya
Universitas Sumatera Utara
berpendidikan rendah. Artinya, semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pula perilakunya untuk mengupayakan kesembuhan. Lebih lanjut dijelaskan
Notoatmodjo 2010 bahwa pendidikan tentang sakit dan penyakit yang meliputi penyebab penyakit, gejala atau tanda tanda penyakit, bagaimana cara pengobatan,
atau kemana mencari pengobatan, bagaimana cara penularan dan bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi dan sebagainya.
Dari hasil temuan penelitian dan kajian teori tersebut di atas, penulis mengasumsikan bahwa ada penyimpangan antara temuan penelitian dengan kajian
teori terkait. Artinya, temuan penelitian tidak sejalan dengan kajian teori yang ada. Dengan kata lain, semakin baik pendidikan seseorang, semakin besar pula
peluangnya untuk mendapatkan kesembuhan melalui pengobatan karena semakin baik pula perilakunya untuk mencari kesembuhan.
5.5 Hubungan Pendapatan dengan Tingkat Kesembuhan Pengobatan TB Paru