Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia

Perkembangan pemerintah daerah di Indonesia dilihat dari sisi hukum demikian dinamis. sebelumnya berlakunya Undang-undang nomor 42 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yang mengatur tentang pemerintahan di daerah tercatat beberapa peraturan perundang- undangan yang pernah berlaku di Indonesia, yaitu Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang kedudukan Komite Nasional di Indonesia daerah, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang pemerintahan daerah, Undang-undang Nomor 44 tahun 1950 tentang pemerintahan daerah-daerah di Indonesia Timur, Undang-undang Nomor 1 tahun 1957 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah,Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Desapraja, Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok pemerintahan daerah, Undang-undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan desa, Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah, Undang-undang Nomor 25 tahu 1999 tentang Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Perkembangan hukum otonomi daerah tidak terlepas dengan perkembangan politik di Indonesia, justru jika dikaji secara ilmiah menunjukkan bahwa perkembangan konfigurasi politik sangat mempengaruhi perkembangan hukum otonomi daerah. Secara lebih rinci perkembangan konfigurasi politik dan hukum pemerintahan daerah dari periode ke periode adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara

1. Periode 1945-1959

Pada periode 1945-1959 konfigurasi politik yang tampil adalah konfigurasi politik yang demokratis. Kehidupan politik pada periode ini dicirikan sebagai demokrasi liberal. 17 Dalam konfigurasi yang demikian tampak bahwa partai-partai memainkan peranan yang sangat dominan dalam proses perumusan kebijakan negara melalui wadah konstitusionalnya parlemen. 18 Seiring dengan itu lembaga ekekutif berada pada posisi yang kalah kuat dibandingkan dengan partai-partai sehingga pemerintah senantiasa tidak stabil. 19 Sejauh menyangkut hukum pemerintahan daerah dan otonomi daerah setelah proklamasi kemerdekaan tanggal 17 agustus 1945 pemerintah mengeluarakan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang kedudukan Komite Nasional Daerah yang merupakan Undang-undang pemeritah daerah yang pertama. Selanjutnya lahirlah Undang-undang Nomor 22 tahun 1948 entang tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah-daerah di Indonesia Timur, yang kemudian diperbahari dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Tampak bahwa Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah pada periode ini dibuat dalam proses eksperimental. Tetapi dari proses eksperimental ini pada akhirnya hukum tentang Pemerintahan daerah tampak sangat responsivepopulistik sejalan dengan konfigurasi politik yang sangat demokratis. Pada periode ini daerah diberi keleluasaan untuk mengurus dan mengatur rumahtangganya sendiri dibawah asas otonomi yang seluas-luasnya. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan Kebebasan pers,bila dibandingkan dengan periode-periode lainnya, dapat dikatakan hidup secara proporsional. 17 Moeljarto T,beberapa Pemikiran tentang Sistem Kepartaian di Indonesia,seksi Penerbitan Fakultas Sospol UGM,Yogyakarta,1968 hal 7 18 Muhaimin,Yahya,Beberapa Segi Birokrasi di Indonesia,dala Prisma 10 tahun,hal 42 19 Moeljarto T,op.cit,hal 7 Universitas Sumatera Utara penanggungjawab utama dalam menyelenggarakan desentralisasi, sedangkan tugas pembantu lebih banyak ditangani oleh DPD. Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh masyarakatnya, meskipun sebelum dibuat Undang-undang tentang pemilihan kepala daerah pemilihannya dilakukan oleh dewan perwakilan rakyat daerah. Pemerintah pusat tidak campur tangan didalam penentuan kepala daerah.

2. Periode 1959-1966

Konfigurasi Politik yang demokrtis berakhir pada tanggal 5 Juli 1959, ketika Presiden Soekarno mengeluarka dekrit yang kemudian dianggap sebagai jalan bagi tampilnya demokrasi terpimpin. Pada era demokrasi terpimpin yan berlangsung pada tahun 1959 sampai dengan 1966 konfigurasi yang ditampilkan adalah konfigurasi yang otoriter. 20 Pada era demokrasi terpimpin yang otoriter dilakukan perubahan atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah yang Soekarno pada saat ini menjadi faktor utama dalam agenda politik nasional, sehingga pemerintahannya pada era ini dicirikan sebagai rezim yang otoriter. Partai politik kecuali Partai Komunis Indonesia, tidak mempunyai peran politik yang berarti pada periode ini. Selain Soekarno, dua kekuatan politik yang masih berperan adalah Angkatan darat dan Partai Komunis Indonesia. Tiga kekuatan politik saling memanfaatkan sekaligus bersaing, tetapi kekuatan tetap terletak pada Soekarno. Presiden Soekarno mengatasi lembaga-lembaga konstitusional, menekan partai-partai, dan menutup kebebasan pers sambil membuat peraturan perundang- undangan yang secara konstitusional tidak dikenal seperti Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden. 20 Sutan Takdir Alisyabana,Indonesia:social and cultural Revolution.Terjemahan Benedict R.Anderson,Kuala Lumpur Oxford University Press. Hal 173 Universitas Sumatera Utara dipandang terlalu liberal itu. Undang-undang ini secara garis besar mengandung tiga prinsip dasar desentralisasi,yaitu: a Di daerah-daerah daerah besar dan kecil, hanya aka nada satu bentuk susunan pemerintahan, yaitu pemerintahan daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tanggana sendiri daerah otonom b Daerah-daerah dibentuk menurut susunan derajat dari atas kebawah sebanyak-banyaknya tiga tingkat. c Kepada daerah-daerah akan diberikan hak otonom yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya dengan menganut system otonomi rill. 21 Mula-mula Presiden Soekarno merombak seluruh dasar yang dipakai Undang- undang Nomor 1 Tahun 1957 melalui Penetapan Presiden Nomor 6 tahun 1959. Didalam Penetapan Presiden itu struktur pemerintahan digeser ke sisi yang sangat sentralistik atau mekanisme pusat terhadp daerah secara ketat. Istilah otonomi seluas-luasnya secara format tetap disebutkan, tetapi asas ini tidak dijabarkan didalam pasal-pasalnya. 22 21 E.Koswara,Otonomi Daerah untuk demokrasi dan kemandirian rakyat,Jakarta,Yayasan Pariba,2001hal 15 22 Bagir Manan,Hubungan antara Pusat dan daerah berdasarkan azas desentralisasi Menurut Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Disertasi Doktor dalam Hukum Tata Negaa,UNPAD Bandung,1990.hal 219-220 Kepala daerah diangkat dan ditentukan sepenuhnya oleh pusat yang sekaligus bertugas mengawasi jalannya pemerintahan di daerah serta diberi wewenang untuk menangguhkan keputusan-keputusan dewan perwakilan rakyat daerah. Secara praktis dewan perwakilan rakyat daerah, yang biasanya dianggap sebagai lambing otonomi daerah, tidak diberi peran apa-apa. Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 ini kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965, tetapi perubahan tersebut merupakan pengambilan atas hampir seluruh materi Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959. Dengan demikian, Universitas Sumatera Utara karakter produk hukum tentang pemerintahan daerah pada periode ini adalah konservatif.

3. Periode 1966-1999

Pada periode ini, atas dasar logika pembangunan yang menekankan pada bidang ekonomi dan paradigm pertumbukan, konfigurasi politik didesain dengan membentuk Negara kuat yang mampu menjamin kehidupan politik yang stabil sengaja diciptakan karena pembangunan ekonomi hanya akan berhasil jika didukung dengan stabilitas nasional yang mantap. Oleh sebab itu, meskipun pada awalnya orde baru memulai langkahnya secara demokratis, 23 23 Amir Efendi Siregar,Pers Mahasiswa Indonesia,Patah tumbuh Hilang Berganti,Karya Unipress,Jakarta,1993.hal 402 tetapi secara pasti lama- kelamaan membentuk konfigurasi yang cenderung otoriter. Eksekutif sangat dominan, kehidupan pers dikendalikan, legislative dicirikan sebagai lembaga yang lemah karena didalamnya telah ditanamkan tangan-tangan melalui Golkar dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Banyak identifikasi teoritis yang diberikan oleh para sarjana untuk menjelaskan realita kepoliikan orde baru bukanlah realita yang demokratis. Berkaitan dengan pemerintahan dan otonimi daerah pada periode ini pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965. Sejalan dengan konfigurasi politik yang otoriter itu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan Derah merupakan produk hukum yang cenderung berkarakter konservatif. Dalam undang-undang tersebut istilah otonomi nyata dan seluas-luasnya tidak lagi dipergunakan dan digantikan dengan otonomi nyata dan bertanggung jawab. Dominasi pusat atas daerah terlihat pada ketentuan yang memberikan kekuasaan pada pusat untuk menentukan kepala daerah tanpa Universitas Sumatera Utara terkait pada peringkat hasil pemilihan di dewan perwakilan rakat daerah 24

4. Periode Reformasi 1999-sekarang

. Disamping sebagai organ daerah otonomi, kepala daerah adalah pusat di daerah dengan sebutan Kepala wilayah . dalam kedudukannya sebagai alat pusat itu kepala wilayah merupakan penguasa tunggal di daerah,Kontrol pusat atas daerah masih dilakukan melalui mekanisme pengawasan preventif, pengawasan represif, dang pengawasan umum. Pada tahun 1999, telah ada perkembangan yang jauh lebih maju tentang hukum pemerintahan daerah. Setelah menyelesaikan tiga Undang-undang bidang politik yaitu Undan-undang Nomor 2 Tahun 2999, Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999, dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999. Pemerintah segera menyusulinya dengan Undang-undang bidang hubungan antar pusat dan daerah yakni Undang- undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Secara umum Undang-undang yang baru ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 seperti yang ditandai oleh ketentuan bahwa dewan perwakilan rakyat daerah mempunyai kewenangan untuk menentukan sepenuhnya kepala daerah karena pilihan yang terbanyak oleh dewan perwakilan rakyat daerah harus disahkan oleh pusat tanpa alternative lain. Sejalan dengan itu dewan perwakilan rakyat daerah bukan lagi menjadi bagian dari pemerintah daerah melainkan ditetapkan sebagai lembaga legislatif daerah yang berwenang meminta dan menilai pertanggungjawaban kepala daerah. System otonomi daerah yang dianut adalah otonomi luas sebab hanya lima u usan yang secara mutlak diurus oleh pusat 24 Ateng Syafruddin,Pasang Surut Otonomi Daerah,Binacipta,Jakarta,1985.Hal 36-37 Universitas Sumatera Utara yaitu moneter, hubungan luar negeri, pertahanan dan keamanan, agama dan peradilan. Selain Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, pemerintah juga mengundangkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah yang membatasi keweangan pemerintah untuk mengabil dan mengatur secara sepihak sumber-sumber pendapatan daerah. Kedua Undang-undang ini telah member jawaban atas ketidakadilan politik maupun ketidakadilan ekonomi yang terjadi baik pada era orde baru maupun pada era orde lama. Memang Undang-undang beru inipun masih mengandung sejumlah kelemahan misalnya terlalu banyaknya atribusi kewenangan yang memberikan kewenangan lagi kepada pemerintah untuk mengatur lagi hal-hal penting dengan peraturan lanjutan. Untuk menjamin mutu kineja pemerintah daerah maka Undang-undang ini harus disertai dengan perubahan Undang-undang pemilu yang menggunakan pemilu dengan system distrik, sebab hanya system distriklah yang dapat memberi jaminan yang lebih tinggi bagi tampilya wakil-wakil rakyat yang bermutu di dewan perwakilan rakyat daerah. Kepala daerah yang tidak diimbangi oleh dewan perwakilan rakyat daerah yang kuat akan cenderung melaksanakan pemerintahan yang sentralistis. Konfigurasi politik menjadi berubah ketika Undang-undang nomor 22 Tahun 1999 ini muli berjalan, hal ini disertai dengan berkembangnya eforia otonomi yang menciptakan raja-raja kecil di daerah sehingga pada Tahun 2004 pemeritah telah melakukan perubahan paradigma otonomi yang tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintaham Daerah yang dilengkapi dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan daerah. Universitas Sumatera Utara Lahirnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mendakan bahwa konfigurasi perkembangan politik menjadi berubah dimana para elit politik didaerah mulai menyadari bahwa disamping otonomi yang sedang bergulir, mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah prioritas utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

3.2 Desentralisasi dan Potensi Konflik Horisontal