perbuatan melawan hukum yang merugikan Penggugat. Maka, Majelis Hakim berpendapat bahwa terhadap eksepsi yang menyatakan bahwa gugatan Penggugat
kurang pihak haruslah dinyatakan tidak beralasan dan haruslah dinyatakan ditolak. Terhadap eksepsi dari Tergugat yang menyatakan bahwa kualifikasi perbuatan
tidak jelas, maka berdasarkan fakta hukum yang diperoleh dipersidangan yaitu dengan memperhatikan surat gugatan Penggugat ternyata telah menguraikan dengan
jelas tentang perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II yaitu telah menggunakan uang tidak sesuai dengan tujuannya dan tidak dirincinya
unsur-unsur Pasal 1365 KUH Perdata dalam surat gugatan penggugat bukanlah menyebabkan surat gugatan Penggugat menjadi tidak jelas karena tentang unsur-
unsur Pasal 1365 KUH Perdata tidak harus diuraikan dalam surat gugatan melainkan akan diuaraikan dan dipertimbangkan oleh Hakim dalam putusannya. Tentang
hubungan hukum pemberian dana dari Terguga I dan Tergugat II kepada penerima dana tidak perlu diuraikan secara rinci dalam surat gugatan Penggugat yang penting
telah disebutkan bahwa pemberian dana tersebut telah menyimpang dari tujuannya dan tentang apa jenis pemberian dana tersebut akan dijelaskan dalam pembuktian
nanti. Maka, Majelis Hakim berpendapat bahwa terhadap eksepsi dari Tergugat yang menyatakan kualifikasi perbuatan tidak jelas haruslah dinyatakan tidak beralasan dan
haruslah dinyatakan ditolak.
2. Provisi
Penggugat di dalam surat gugatannya telah mengajukan tuntutan provisi yang isinya mohon agar diletakkan sita jaminan terhadap milik Tergugat I atau Tergugat II
Universitas Sumatera Utara
yaitu tanah dan bangunan di atasnya yang dikenal dengan nama Gedung Granadi, terletak di Jalan H.R. Rasuna Said Kav. 8-9, Kuningan, Jakarta Selatan. Terhadap
tuntutan provisi tersebut, Majelis Hakim mempertimbangkan dan menyatakan bahwa menurut doktrinilmu hukum yang dimaksud tuntutan provisi adalah tuntutan yang
berisikan agar hakim menjatuhkan yang sifatnya mendesak dilakukan terhadap salah satu pihak dan sementara di samping adanya tuntutan pokok dalam surat gugatan.
H.I.R. tidak mengatur secara jelas tentang tuntutan provisi ini, H.I.R. hanya mengatur secara sekilas dalam pasal 180H.I.R. Pengaturan tentang tuntutan provisi secara tegas
dan jelas diatur dalam pasal 53 RV dan SEMA No. 4 Tahun 1965 dan No. 16 Tahun 1969 tentang petunjuk pelaksanaan tuntutan provisi. Pasal 53 RV menyebutkan ”jika
ada tuntutan provisi dan perkara tersebut siap diputus dalam pokok perkara maupun dalam provisi maka terhadap hal itu hakim menjatuhkan satu putusan”. Tentang
tuntutan provisi diatur pula dalam beberapa putusan Mahkamah Agung R.I. yaitu: 1. Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 1070 KSip1972 tanggal 07 Mei 1973
yang menyebutkan bahwa “Tuntutan provisi yang tercantum dalam pasal 180 HIR hanyalah untuk memperoleh tindakan sementara selama proses berjalan,
tuntutan provisi yang mengenai pokok perkara tidak dapat diterima”. 2. Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 279 KSip1976 tanggal 05 Juli 1977
yang menyebutkan bahwa “Permohonan provisi seharusnya bertujuan agar ada tindakan Hakim yang tidak mengenai pokok perkara, permohonan provisi
yang berisikan pokok perkara harus ditolak”.
Universitas Sumatera Utara
Tentang masalah apakah tuntutan provisi harus diputus dalam suatu putusan sela ataukah dalam putusan akhir, hukum acara perdata baik H.I.R. RBG maupun RV
serta peraturan yang lain tidak mengatur secara jelas. Sementara dalam praktek peradilan di Indonesia yang selama ini terjadi adalah apabila Hakim melihat dari
esensi surat tuntutan provisi tersebut sifatnya mendesak maka Hakim sebelum memeriksa pokok perkara dapat menjatuhkan putusan sela terlebih dahulu dan
apabalia Hakim berpandangan bahwa tuntutan provisi tersebut pada hakekatnya adalah tidak bersifat mendesak atau segera maka tuntutan provisi tersebut akan
diputus bersama-sama dalam putusan akhir. Maka, Majelis Hakim berpendapat bahwa setelah memperhatikan esensi tuntutan provisi dari penggugat tersebut ternyata
tidak bersifat mendesak atau segera maka sudah tepat apabila tuntutan provisi tersebut tidak diputus dalam suatu putusan sela melainkan diputus bersama-sama
dalam putusan akhir ini. Demikian juga setelah diperhatikan maksud tuntutan provisi dari penggugat ternyata isinya telah memasuki materi pokok perkara dan tidak
terdapat tanda-tanda bahwa Tergugat akan mengalihkan barangnya maka berdasarkan ketentuan hukum acara perdata, doktrin dan putusan Mahkamah Agung RI yang telah
dipertimbangkan di atas, tuntutan provisi tersebut haruslah dinyatakan tidak beralasan dan haruslah dinyatakan ditolak.
C. Analisis Putusan
Analisis terhadap Putusan dengan Nomor Perkara 904Pdt. G2007PN. Jakarta Selatan, dianalisis terhadap para pihak berperkara, pertanggungjawaban H.M.
Universitas Sumatera Utara
Soeharto, dan terhadap pertimbangan Majelis Hakim dalam pokok perkara adalah sebagai berikut:
1. Kedudukan Atas Pihak-Pihak Yang Berperkara