Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana KUHAP, KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
1976 tanggal 23 April 1976 tentang Penetapan Penggunaan Sisa Laba Bersih Bank-Bank Milik Pemerintah yang kemudian diatur lanjut dengan Keputusan
Menteri Keuangan RI Nomor 333KMK.0111978 tentang Pengaturan Lebih Lanjut Penggunaan 5 Lima Persen Dari Laba Bersih Bank-Bank Milik
Negara, serta Anggaran Dasar YBS, dan HIRRbg; 2.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau
pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum yang relevan dengan objek telaahan penelitian ini;
95
3. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yang memberi petunjuk
dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, majalah, surat kabar, majalah, dan jurnal ilmiah.
96
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen-dokumen yang relevan di perpustakaan dan melakukan identifikasi data atau kasus-kasus yang ada. Data
95
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, hal. 24.
96
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. cit, hal. 14-15.
Universitas Sumatera Utara
yang diperoleh tersebut selanjutnya akan dipilah-pilah guna memperoleh pasal-pasal yang berisi kaedah-kaedah hukum yang kemudian dihubungkan dengan permasalahan
yang diteliti dan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan.
97
4. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif yakni pemilihan teori-teori, asas-asas, norma-norma, doktrin, dan yurisprudensi serta pasal-pasal di dalam undang-undang
terpenting yang relevan permasalahan. Kemudian membuat sistematika dari data-data tersebut sehingga akan menghasilkan klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan
yang dibahas dalam penelitian ini. Data tersebut dianalisis secara kualitatif dan dikemukakan dalam bentuk uraian secara sistematis pula dengan menjelaskan
hubungan antara berbagai jenis data, selain menggambarkan dan mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap permasalahan yang
dimaksud.
97
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 195-196.
Universitas Sumatera Utara
BAB II KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DAN PERBUATAN MELAWAN
HUKUM SEBAGAI UNSUR TINDAK PIDANA KORUPSI
A. Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Keuangan Negara
1.
Keuangan Negara
Pasal 23 ayat 1 UUD 1945 mencerminkan kedaulatan rakyat, yang tergambar dari adanya hak begrooting hak budget yang dimiliki oleh DPR, dimana
dinyatakan bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan DPR lebih kuat dari kedudukan pemerintah. Hal ini menunjukkan kedaulatan rakyat, dan
pemerintah baru dapat menjalankan APBN setelah mendapat persetujuan dari DPR dalam bentuk undang-undang. Istilah keuangan publik dimaksudkan selain meliputi
keuangan negara dan keuangan daerah juga meliputi keuangan badan hukum lain yang modalnyakekayaannya berasal dari kekayaan negaradaerah yang dipisahkan.
Arti keuangan negara yang tercantum dalam Pasal 23 UUD 1945.
98
Hukum tidak otomatis berperanan dalam pembangunan ekonomi. Untuk dapat mendorong pembangunan ekonomi, hukum harus dapat menciptakan tiga kualitas:
“predictability”, “stability”, dan “fairness”. Tidak adanya keseragaman, adanya kerancuan dan salah pemahaman mengenai keuangan negara dan kerugian negara
telah mendatangkan ketidakpastian hukum dan akhirnya menghambat pembangunan ekonomi. Sehubungan dengan itu, Erman Rajagukguk berpendapat bahwa, paling
98
Arifin P. Soeria Atmadja III., ”Keuangan Publik Dalam Perspektif Teori, Praktik, dan Kritik”, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, dalam Jurnal Hukum
Perbankan dan Kebangsentralan, 42 Vol. 3 No. 3, Desember 2005, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
sedikit ada enam masalah mengenai kerancuan “keuangan negara” dan “kerugian negara” dalam usaha pemberantasan tindak pidana korupsi dewasa ini, yaitu:
99
1. Apakah aset PT. BUMN Persero adalah termasuk keuangan negara?
2. Apakah kerugian dari satu transaksi dalam PT. BUMN Persero berarti
kerugian PT. BUMN persero dan otomatis menjadi kerugian negara? 3.
Apakah ada upaya hukum bagi Pemerintah sebagai pemegang saham menuntut Direksi atau Komisaris bila tindakan mereka dianggap merugikan
Pemerintah sebagai pemegang saham?
4. Apakah Pemerintah sebagai pemegang saham dalam PT. BUMN Persero
dapat mengajukan tuntutan pidana kepada Direksi dan Komisaris PT. BUMN Persero bila tindakan mereka dianggap merugikan Pemerintah sebagai
Pemegang Saham?
5. Apakah yang dimaksud dengan kerugian negara?
6. Langkah-langkah apakah yang perlu dilakukan untuk terciptanya sinkronisasi
peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya?
Kekayaan negara yang dipisahkan dalam menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara selanjutnya disebut UU BUMN,
secara fisik adalah berbentuk saham yang dipegang oleh negara, bukan harta kekayaan Badan Hukum Milik Negara BUMN itu. Erman Rajagukguk, berpendapat
bahwa, “Kekayaan yang dipisahkan tersebut dalam BUMN dalam lahirnya adalah berbentuk saham yang dimiliki oleh negara, bukan harta kekayaan BUMN tersebut.
Kerancuan mulai terjadi dalam penjelasan dalam undang-undang ini tentang pengertian dan ruang lingkup keuangan negara yang menyatakan:
100
“Pendekatan yang digunakan dalam merumuskan Keuangan Negara adalah dari sisi obyek, subyek, proses, dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud
dengan Keuangan Negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang
fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa barang yang dapat dijadikan
99
Erman Rajagukguk., Loc. cit, hal. 1.
100
Ibid., hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek yang dimaksud dengan Keuangan Negara meliputi seluruh obyek
sebagaimana tersebut di atas yang dimiliki negara, danatau dikuasai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah, Perusahaan NegaraDaerah, dan badan
lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, Keuangan Negara mencakup seluruh rangkain kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban.
Dari sisi tujuan, Keuangan Negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang berkaitan dengan pemilikan danatau penguasaan
obyek sebagaimana tersebut di atas dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Bidang pengelolaan Keuangan Negara yang demikian
luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang
dipisahkan.” Pengertian keuangan negara dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara selanjutnya disebut UU Keuangan Negara, yakni, “Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai
dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut”.
101
Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang tersebut, selanjutnya dipertegas di dalam Pasal 2 UU Keuangan Negara ditentukan sebagai
berikut:
102
“Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 meliputi: a.
Hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
101
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara UU Keuangan Negara.
102
Ibid., Pasal 2.
Universitas Sumatera Utara
c. Penerimaan Negara;
d. Pengeluaran Negara;
e. Penerimaan Daerah;
f. Pengeluaran Daerah;
g. Kekayaan negarakekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain
berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan
negara perusahaan daerah;
h. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan danatau kepentingan umum; i.
Kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.”
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan perumusan mengenai keuangan negara dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi selanjutnya disebut UUPTPK yang menyatakan yakni:
103
“Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala
bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena: a
Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
b Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan
Usaha Milik NegaraBadan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.”
Berdasarkan pengertian keuangan negara dalam Pasal 1 UU Keuangan Negara, maka dapat dipahami bahwa, pengertian keuangan negara dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi adalah sejalan. Keuangan negara tidak semata-mata yang berbentuk uang,
103
Eddy Mulyadi Soepardi., Op. cit, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
termasuk segala hak dan kewajiban dalam bentuk apapun yang dapat diukur dengan nilai uang. Pengertian keuangan negara juga mempunyai arti luas yang meliputi
keuangan negara yang berasal dari APBN, APBD, BUMN, BUMD, dan pada hakekatnya seluruh harta kekayaan negara sebagai suatu sistem keuangan negara. Jika
menggunakan pendekatan proses, keuangan negara dapat diartikan sebagai salah satu kegiatan atau aktivitas yang berkaitan erat dengan uang yang diterima atau dibentuk
berdasarkan hak istimewa negara untuk kepentingan publik. Dalam Pasal 1 ayat 2 UU BUMN menyatakan bahwa, “Perusahaan Persero
selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 lima puluh satu
persen sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.”
104
Dalam kasus tindak pidana pada umumnya dan tindak pidana korupsi pada khususnya, di samping yang menjadi subyek hukum orang-orang manusia telah
nampak pula sebagai subyek hukum berupa badan-badan atau perkumpulan- perkumpulan yang disebut dengan badan hukum yang dapat pula memiliki hak-hak
dan melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti seorang manusia sebagaimana yang dikatakan Subekti mengenai badan hukum sebagai berikut:
105
“Badan hukum adalah suatu perkumpulan orang-orang yang memiliki kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalulintas hukum dengan perantaraan pengurusnya, dapat
digugat dan dapat pula menggugat di muka hukum. Pendek kata diperlakukan
104
Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara UU BUMN.
105
Subekti., Pokok-Pokok Hukum Perdata, Op. cit., hal. 21.
Universitas Sumatera Utara
sepenuhnya sebagai seorang manusia. Badan atau perkumpulan yang demikian itu, dinamakan badan hukum atau recht persoon, artinya orang yang diciptakan
oleh hukum. Badan hukum misalnya suatu wakaf, suatu stichting, suatu perkumpulan dagang yang berbentuk perseroan terbatas, yayasan dan lain-lain.”
Karakteristik suatu badan hukum adalah pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya. Dengan demikian suatu Badan
Hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan Direksi sebagai pengurus, Komisaris sebagai pengawas, dan Pemegang
Saham sebagai pemilik. Begitu juga kekayaan yayasan sebagai Badan Hukum terpisah dengan kekayaan Pengurus Yayasan dan Anggota Yayasan, serta Pendiri
Yayasan. Selanjutnya kekayaan Koperasi sebagai Badan Hukum terpisah dari Kekayaan Pengurus dan Anggota Koperasi.
106
Terhadap pemisahan harta kekayaan negara atau suatu badan yang telah disalurkan kepada suatu badan hukum atau terhadap suatu yayasan, berdasarkan
pendapat Efi Laila Kholis menyatakan bahwa, terhadap harta kekayaan negara yang dipisahkan itu yang dijadikan sebagai modal usaha suatu lembaga atau suatu yayasan,
tidak diperkenankan melakukan tuntutan ganti rugi untuk jumlah yang lebih besar dari pada kerugian sesungguhnya. Jadi, yang diperkenankan hanya jumlah uang yang
dipisahkan itu. Terhadap hasil harta kekayaan negara yang digunakan sebagai modal tersebut, bukan merupakan kekayaan atau tidak termasuk hak negara. Alasannya
karena yayasan bukan untuk mencari laba.
107
106
Erman Rajagukguk., Op. cit., hal. 2.
107
Efi Laila Kholis., Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi, Jakarta: Solusi Publishing, 2010, hal. 69.
Universitas Sumatera Utara
Berbeda dengan sutau perseroan atau suatu BUMN. Terhadap keuangan negara yang dipisahkan dalam konteks perseroan atau kepada suatu BUMN, maka
negara berhak atas keuntungan yang diperoleh selama perusahaan tersebut memperoleh untuk dari hasil usahanya.
2. Kerugian Keuangan Negara
UUPTPK tidak memberikan rumusan yang jelas dan tegas apa yang disebut dengan kerugian keuangan negara sebagai salah satu unsur tindak pidana korupsi.
Menurut pendapat penulis, yang dimaksud kerugian keuangan negara adalah semua atau sebahagian dana uang negara yang diperuntukkan tidak sesuai pada maksud
dan tujuannya baik dalam jumlah kecil maupun dalam jumlah besar. Misalnya dalam pembangunan sekolah negeri. Jika ditentukan bahwa sejumlah uang diperuntukan
untuk dana pembangunan sebuah sekolah, maka terhadap pihak-pihak yang berkepentingan di dalamnya tidak diperkenankan untuk mengalihkan peruntukan
uang pembangunan sekolah tersebut. Jika ada pihak yang mengambil atau mengalihkan dana pembangunan itu baik dalam skala kecil maupun besar, maka hal
ini negara juga sudah dirugikan. Namun jika merujuk kepada pasal 32 UUPTPK hanya dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan kerugian keuangan negara adalah ”Kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan
publik yang ditunjuk.” Mengenai ”siapa instansi berwenang” yang dimaksud, juga tidak dijelaskan
lebih lanjut dalam UUPTPK. Namun demikian dapat mengacu kepada beberapa
Universitas Sumatera Utara
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka sekurang-kurangnya 3 tiga instansi mempunyai kewenangan yang dimaksud, yaitu, BPK, BPKP, dan Inspektorat
baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Dengan memperhatikan rumusan keuangan negara sebagaimana dimaksud
dalam UUPTPK, maka kerugian keuangan negara sebagai salah satu unsur tindak pidana korupsi, tersebut dapat berbentuk:
108
1 Pengeluaran atau sumber kekayaan negara pusat dan daerah dapat berupa
uang, barang yang seharusnya tidak dikeluarkan; 2
Pengeluaran sumber kekayaan negara pusat dan daerah labih besar dari yang seharusnya tidak dikelaurkan;
3 Hilangnya sumber kekayaan negara pusat dan daerah yang seharusnya
diterima termasuk di antaranya penerimaan dengan uang palsu atau barang fiktif;
4 Penerimaan sumber kekayaan negara pusat dan daerah lebih kecil atau lebih
rendah dari yang seharusnya diterima termasuk penerimaan barang rusak, dan kualitas tidak sesuai;
5 Timbulnya suatu kewajiban negara pusat dan daerah yang seharusnya tidak
ada; 6
Timbulnya suatu kewajiban negara pusat dan daerah yang lebih besar dari yang seharusnya;
7 Hilangnya suatu hak negara pusat dan daerah yang seharusnya dimiliki atau
diterima menurut aturan yang berlaku; dan 8
Hak negara pusat dan daerah yang diterima lebih kecil dari yang seharusnya diterima.
Dalam perpektif UUPTPK tersebut, maka yang dimaksud dengan kerugian keuangan negara adalah yang disebabkan karena perbuatan melawan hukum atau
tindakan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada pada seseorang atau badan hukum karena jabatan atau kedudukannya dan hal tersebut
108
Eddy Mulyadi Soepardi., Op. cit, hal. 3.
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dalam hubungannya dengan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
109
3. Beberapa Hal yang Dapat Merugikan Keuangan Negara