Deiksis Dari Sejumlah Ahli

kemudian mencoba menjelaskannya kepada mitra tutur tanpa melibatkan penggunaan deiksis. Apabila dalam upaya menjelaskan tersebut ternyata mengalami kendala, hal itu memberi bukti bahwa pendapat di atas benar. Artinya, penggunaan bahasa untuk menjelaskan sesuatu dunia dapat terkendala, contoh pada 1.4, apabila tidak disertai pelibatan penggunaan deiksis di dalamnya. Urgensi pelibatan penggunaan deiksis demikian dalam komunikasi lingual terkait dengan fungsi deiksis itu sendiri. Setidaknya, menurut Bohnemeyer, deiksis memiliki tiga fungsi dalam penggunaan bahasa. Ketiganya adalah, 1 menghadirkan acuan yang dimaksud dengan versi yang berbeda ke dalam tuturan, 2 membuat spesifikasi di antara sejumlah kemungkinan acuan dalam konteks tutur, dan 3 menggiring perhatian mitra tutur kepada acuan yang dimaksudkan oleh penutur. Fungsi 1 adalah fungsi yang juga dapat ditemukan pada unsur lingual pada umumnya termasuk yang non-deiktis. Namun, dua fungsi yang terakhir 2, 3 hanya terdapat pada unsur lingual yang bersifat deiktis saja.

2.6 Deiksis Dari Sejumlah Ahli

Pengertian deiksis telah banyak diberikan oleh para ahli bahasa yang akrab dengan kajian pragmatik. Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan deiksis itu, sejumlah pengertian yang relevan dimuat pada bagian berikut ini. Dari penjelasan Levinson 1983:54 diperoleh pengertian bahwa sejatinya deiksis memperhatikan cara bahasa mengkodekan esensi konteks dan peristiwa tutur Universitas Sumatera Utara ke dalam gramatika. Selain itu, deiksis juga memperhatikan bagaimana memaknai tuturan melalui pengkajian konteks tuturan tersebut. Selengkapnya, penjelasan Levinson itu dikutip sebagai berikut. Essentially deixis concerns the ways in which languages encode or gram- maticalize features of the context of utterance or speech event, and thus also concerns ways in which the interpretation of utterances depends on the analysis of that context of utterance Levinson, 1983:54. Penjelasan Levinson di atas menunjukkan terdapatnya tiga tahapan proses dalam deiksis. Prosesnya, pada tahapan pertama, adalah mengkodekan lebih dahulu esensi konteks ataupun peristiwa tutur ke dalam bentuk gramatika. Esensi konteks itu adalah makna atau apa yang dipersepsi oleh penutur dari konteks. Pada tahapan kedua, bentuk gramatikal dengan muatan makna direalisasikan dalam wujud ekspresi lingual, yang selanjutnya, sebagai tahapan ketiga, dimaknai oleh mitra tutur menurut pemahamannya terhadap konteks yang melatari dihasilkannya ekspresi lingual tersebut. Pemaknaan berdasarkan pemahaman konteks tutur tidak berlangsung acak, melainkan dengan keharusan melakukannya secara bersistem systematically. Penegasan akan hal itu dikemukakan kemudian oleh Levinson dalam definisi deiksisnya, yang di dalamnya ditegaskan sekaligus bahwa deiksis adalah fenomena lingual, whereby some linguistic expressions are systematically dependent on the context for their interpretation Levinson, 2006a:2. Ketergantungan pemahaman konteks tutur secara sistematis untuk memaknai ekspresi lingual dicontohkannya Universitas Sumatera Utara dengan mengemukakan bentuk tuturan tulis Meet me here a week from now with a stick about this big. Dengan menemukan dan membaca tuturan tertulis itu saja, tanpa memahami konteks relevan dihasilkannya tuturan tersebut, kita tidak mengetahui siapa yang harus ditemui, di mana, kapan, serta sebesar apa tongkat yang harus dibawakan menurut orang yang menghasilkan tuturan itu. Demikian juga halnya dengan I ‘ll be back in an hour. Tanpa mengetahui kapan tuturan tulis itu dihasilkan dituliskan, kita tidak dapat mengetahui kapan akan kembalinya orang yang membuat tuturan tulis tersebut. Saeed, yang juga melihat peranan urgensif dari pemahaman konteks tutur dalam memaknai ekspresi lingual, menjelaskan adanya keterikatan ekspresi dengan konteks. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa unsur lingual yang terikat konteks seperti itu sifatnya deiktis. Elements of language that are so contextually bound are called deictic Saeed, 2000:173. Dari pejelasan Saeed di atas dapat dikatakan bahwa unsur lingual, seperti meI, here, now, this, in an hour, pada dua contoh tuturan tulis terakhir adalah ekspresi deiksis karena untuk memaknai unsur-unsur lingual tersebut diperlukan bantuan informasi kontekstual seperti, siapa yang menghasilkan tuturan, di mana dan kapan unsur-unsur lingual tersebut dihasilkan. Berkenaan dengan konteks tutur, faktor terkait dan menentukan di dalamnya, menurut Gasser 2003, pada pokoknya adalah penutur, pendengar, tempat, dan waktu. Untuk mengilustrasikan maksud konteks tuturan, Gasser mengambil kalimat bahasa Inggris I like it sebagai contoh, yang dalam hubungan ini, dia sebut sebagai tuturan Universitas Sumatera Utara yang berlainan apabila disampaikan pada saat yang berbeda. Hal ini memberi pengertian bahwa setiap penuturan memiliki konteks sendiri, dan pada setiap konteks yang berbeda – unsur lingual yang sama hadir dengan makna yang berbeda pula. Singkatnya, makna akan selalu berubah dari konteks tuturan yang satu ke konteks tuturan yang lain. Pemahaman konteks tuturan, Gasser permudah dengan membagankan faktor-faktor yang berperan dalam terbentuknya konteks tutur, sebagai berikut. Bagan 01: Konteks tutur Utterance F o r m Speaker Hearer Location T i m e Sumber: Gasser 2003 Setiap bagian pada bagan 01, berupa kotak, pada bagan di atas adalah gatra peran role dalam konteks lihat juga Jaszczolt, 2006 yang dapat ditempati oleh siapa atau apa saja dalam situasi yang berbeda-beda. Misalnya, gatra penutur ditempati oleh orang tertentu, dan gatra tempat oleh tempat tertentu. Universitas Sumatera Utara Terkait dengan ihwal deiksis pada kalimat di atas I like it , unsur I acuannya dapat ditentukan dari konteks tuturan, yang dalam hubungan ini, siapa yang mengisi kotak gatra peran penutur speaker. Jika yang mengisi gatra tersebut, misalnya, Mara pria, maka dapat ditentukan bahwa acuan unsur I adalah Mara. Acuan unsur I selanjutnya dapat juga berpindah, misalnya, pada Mawa wanita, apabila yang mengisi kotak gatra peran pada bagian di atas adalah wanita dengan nama tersebut. Bergantinya acuan ekspresi lingual yang sama disebabkan perubahan konteks terdapat juga pada it. Acuan it dapat berupa benda atau hal yang tidak sama apabila pengisi gatra peran tempat location terdiri dari tempat yang berbeda secara bergantian. Dukungan peranan konteks dalam penentuan makna ekspresi lingual tidak terbatas hanya dari satu faktor konteks tuturan tertentu saja, melainkan dapat juga dari kombinasi dua faktor atau lebih. Untuk penentuan acuan ekspresi lingual it di atas, misalnya, dapat dilakukan dengan mengetahui faktor konteks berupa penutur dan tempat sekaligus, yang dalam hubungan ini, siapa yang menjadi penutur serta di mana penutur mengekspresikan it tersebut. Dari contoh pemaknaan I dan it, dalam kaitannya dengan konteks tutur, Gasser memadai penjelasannya dengan memberi pengertian tentang ekspresi deiksis. Ekspresi deiksis, menurutnya, adalah ekspresi yang maknanya diperoleh langsung dari konteks tuturan. Artinya, makna ekspresi dapat ditentukan setelah mengetahui faktor relevan yang diacu dalam konteks tutur, yang terdiri dari: penutur, mitra tutur, lokasi, dan waktu. Adapun istilah deiksis, adalah merupakan bentuk nomina dari deiktis. Universitas Sumatera Utara Tentang ekspresi deiksis dan istilah deiksis tersebut, Gasser menjelaskan sebagai berikut. [ ....... ] deictic expression, an expression that gets its meaning directly from the utterance context, that make reference to one or more of the roles in the utterance context: the speaker, the hearer, the location, or the time. The noun form of the word is deixis Gasser, 2003. Ahli lain yang memberi pengertian tentang deiksis adalah Huang 2007:132. Dalam bukunya Pragmatics, dinyatakan bahwa deiksis, secara langsung, memperhatikan hubungan antara struktur bahasa dengan konteks penggunaannya. Dari pernyataan singkatnya Huang selanjutnya merumuskan deiksis sebagai fenomena yang menunjukkan bahwa esensi konteks atau peristiwa tutur dikodekan melalui bentuk leksikal ataupun satuan gramatikal lain dari suatu bahasa. Penjelasan singkat dan rumusan Huang itu selengkapnya dikutip sebagai berikut. Deixis is directly concerned with the relationship between the structure of language and the context in which the language is used. It can be de- fined as the phenomenon whereby features of context of utterance or speech event are encoded by lexical andor grammatical means in a la- nguage Huang, 2007:132. Universitas Sumatera Utara Terdapat hal implisit dan eksplisit dalam penjelasan dan rumusan deiksis Huang di atas. Dari keimplisitannya, tidak terlihat adanya tahapan proses deiksis setelah pengkodean makna ke dalam bentuk gramatika. Setelah penggramatikalan makna, seyogianya terdapat proses perealisasian bentuk-bentuk gramatikal ke dalam wujud ekspresi lingual, yang selanjutnya diikuti oleh upaya pemaknaan berdasarkan pemahaman konteks tuturan bandingkan dengan Levinson, 1983:54. Keeksplisitannya terdapat pada pembedaan kemungkinan pengkodean makna ke dalam bentuk leksikal di samping bentuk-bentuk gramatikal lain dari satuan bahasa. Hal terakhir memberi pengertian bahwa kedeiktisan ekspresi lingual dapat terjadi pada tataran kata atau frasa Kridalaksana, 1982:98, dan mungkin juga pada tataran satuan lingual lainnya yang lebih tinggi, seperti kalimat. Pengertian mendasar yang dapat diambil dari penjelasan dan rumusan keempat ahli di atas, antara lain, adalah: 1 deiksis merupakan fenomena lingual, 2 dalam deiksis terdapat pelibatan konteks dalam pemilihan bentuk ekspresi lingual yang akan dituturkan, 3 dalam deiksis terdapat pelibatan pemahaman konteks dalam penentuan makna bentuk ekspresi lingual yang telah dituturkan, 4 pemilihan bentuk ekspresi lingual dan pemaknaannya berlangsung secara sistematis, 5 pemahaman konteks adalah dalam arti luas untuk menentukan makna ekspresi lingual yang dituturkan. Dari kelima pengertian yang menjadi ciri deiksis di atas masih terlihat belum adanya pembedaan yang jelas antara deiksis dengan referensi reference sebab kelima Universitas Sumatera Utara ciri yang terdapat dalam deiksis para ahli tersebut juga merupakan ciri yang dimiliki referensi. Oleh karena itu, untuk memperoleh rumusan deiksis atau ciri lain yang dapat dioperasikan sebagai penjaring ekspresi deiksis dari tuturan, perlu pembedaan lebih dahulu antara referensi dan deiksis.

2.7 Antara Referensi dan Deiksis