Kerangka Teori KAJIAN PUSTAKA

lain yang bernuansa sosial. Bagi masyarakat penutur bahasa Mandailing unsur bahasa yang demikian adalah termasuk sesuatu yang syarat ideologi, karena kata sapaan mengandung nilai atau pengetahuan tertentu yang dapat dipedomani dalam kehidupan sosial, baik di luar maupun dalam lingkup keluarga lihat juga Poynton, 1985:17; Kress, 1985:82-84. Dengan demikian, jenis deiksis liputan serta urutannya dalam penelitian ini dapat diperjelas melalui bagan 02. Penelitian ini berada pada tataran kata atau frasa dengan fokus perhatian, bagaimana masing-masing digunakan. Bagan 02: Jenis deiksis liputan penelitian

2.9 Kerangka Teori

Kerangka teori yang digunakan untuk masing-masing jenis deiksis pada sub- bagian 2.9.1 sd 2.9.5 dimaksudkan sebagai perangkat bantu dalam memandu penulis dalam proses mewujudkan hasil penelitian ini. Kerangka teorinya berciri eklektif, tidak D D E E I I K K S S I I S S DEIKSIS WAKTU 3 DEIKSIS SOSIAL 4 DEIKSIS WACANA 5 DEIKSIS PERSONA 1 DEIKSIS TEMPAT 2 Universitas Sumatera Utara berasal dari satu sumber yang sama. Hal demikian penulis lakukan mengingat bahwa kumulasi ilmu atau teori tentang deiksis, yang dapat diperoleh, bukan merupakan sumbangan kiprah ilmiah seorang ahli atau peneliti. Kerangka teori dari masing- masing jenis deiksis pada sub-bagian 2.9 dan definisi deiksis pada 2.7 beserta ciri-ciri deiksis dari para ahli yang dimuat di bawahnya saling terkait dan berinteraksi dalam penelitian ini. Tentang ekspresi lingual mana yang dapat digolongkan ke dalam kategori masing-masing jenis deiksis penentuannya dapat juga dilakukan, antara lain, melalui pemahaman penjelasan ahli relevan untuk itu. Sebelum sampai ke bagian teori masing-masing jenis deiksis ada baiknya penulis kemukakan lebih dahulu pendapat Kearns 2000:272-273 yang menyebutkan bahwa ekspresi deiksis adalah ekspresi-ekspresi yang penentuan acuannya dilakukan melalui pemahaman konteks tuturnya secara sistematis. Indexical expressions, also called deictic expressions are expessions which depend on the context of utterance in some systematic way for their inerpretation Kearns, 2000:272. Ihwal terkait menurutnya yang perlu diperhatikan dalam pemahaman konteks tutur adalah informasi tentang penutur, mitra tutur, waktu dan tempat penuturan, serta posisi sang penutur; karena masing-masing bagian konteks tutur tersebut merupakan titik taut terhadap acuan yang dimaksud dalam tuturan. Artinya, untuk mengetahui acuan ekspresi lingual dilakukan dengan cara menautkannya dengan titik taut tersebut. Universitas Sumatera Utara Demikianlah yang terjadi dalam penentuan acuan terhadap ekspresi lingual, seperti: I, here, this, yesterday. Untuk menentukan dengan tepat acuan masing-masing dari keempat ekspresi tersebut diperlukan penautan terhadap titik taut yang relevan. Ekspresi I, misalnya, titik tautnya adalah penutur. Dengan demikian, acuan I adalah siapa orang yang menuturkannya pada saat tuturan. Dengan here dan this, titik taut keduanya adalah tempat penutur berada pada saat tuturan; karena itu, acuan kedua ekspresi lingual tersebut masing-masing adalah tempat dan objek yang dekat kepada penutur pada saat menuturkannya. Yesterday, bertitik taut kepada hari penutur menuturkan ekspresi tersebut. Oleh karena itu, acuannya adalah hari terdekat sebelum hari terdapatnya saat tuturan. Terdapatnya kesesuaian antara maksud rumusan Kearns dengan cara yang ditempuh dalam menetapkan acuan masing-masing contoh ekspresi lingual di atas dapat menjadi dasar untuk mengatakan bahwa I, here, this, dan yesterday adalah ekspresi deiksis. Dalam hubungan ini, untuk memaknai atau menetapkan acuan keempat ekspresi lingual tersebut dengan benar terdapat ketergantungan terhadap pemahaman konteks tuturnya secara sistematis dengan berupaya mengetahui siapa penutur, tempat dan waktu ekspresi lingual relevan dituturkan. Ketergantungan pemahaman konteks tutur dalam memaknai unsur lingual, seperti yang dilakukan terhadap keempat contoh ekspresi lingual di atas, berlaku juga terhadap ekspresi lain yang tergolong ke dalam kelas masing-masing dari keempat ekspresi lingual tersebut, yang terdiri dari pronomina persona, adverbia tempat, Universitas Sumatera Utara demonstrativa, dan adverbia waktu. Oleh karena itu, ekspresi-ekspresi lingual yang tergolong ke dalam masing-masing kelas tersebut, menurut Kearns, potensial sebagai ekspresi deiksis. Selain itu, menurut Huang 2007:169, yang juga potensial sebagai ekspresi deiksis adalah bentuk sapaan berupa istilah kekerabatan, nama jabatan dan kepangkatan. Informasi dari Kearns dan Huang, pada 2.9, tentang unsur lingual yang potensial sebagai ekspresi deiksis memberi kejelasan kepada penulis dalam menetapkan unsur lingual mana sajakah yang menjadi objek pemerian pada setiap jenis deiksis dalam laporan penelitian ini. Objek pemerian pada deiksis persona adalah ekspresi lingual yang tergolong ke dalam pronomina persona, seperti: I, you, we, heshe dengan bentuk perubahannya dalam bahasa Inggris. Pada deiksis tempat, yang menjadi objek pemerian adalah adverbia tempat dan demonstrativa. Dalam demonstrativanya, baik yang bersifat pronominal, adjektival, dan yang adverbial. Pada deiksis waktu, objek yang diperikan adalah adverbia waktu. Pada deiksis sosial, objek pemeriannya berada pada seputar bentuk-bentuk sapaan; sedangkan pada deiksis wacana diperikan tentang adverbia tempat dan waktu, serta demonstrativa.

2.9.1 Deiksis Persona

Kehadiran kategori gramatikal berwujud deiksis persona menggambarkan sekaligus peran serta participant role yang berbeda-beda dari setiap orang yang terlibat dalam peristiwa tuturan, atau sebagai apa orang yang terlibat participant Universitas Sumatera Utara dalam peristiwa tuturan. Konsep pemikiran ini memberikan pengertian bahwa orang digramatikalkan secara berbeda menurut peranan yang dimilikinya pada saat bertutur. Boleh jadi yang satu terhadap yang lainnya berperan sebagai penutur speaker, mitra tutur addressee, atau sebagai yang lain other. Peranan setiap orang yang terlibat dalam pertuturan dapat berganti. Menurut Levinson 1983:68, 2000b, hal itu disebabkan oleh adanya pergantian giliran berbicara bagi yang lain. Pergantian semacam itu akan dengan sendirinya menjadi sebab terhadap berpindahnya origo ‘ground zero’ istilah Buhler 1934 dalam Levinson, 2006b untuk pusat konteks pengacuan berupa penutur pada tempat dan waktu bertutur, yang dalam menginterpretasi maksud tuturan selalu didasarkan pada apa yang dimaksudkannya. Dengan demikian memungkinkan bahwa saya si A adalah engkau atau kamu bagi si B, atau sini si A adalah situ si B, dan seterusnya. Pengkategorian gramatikal lazimnya membedakan deiksis persona atas persona pertama, kedua, dan persona ketiga. Persona pertama first person merupakan penggramatikalan pengacuan yang dilakukan oleh penutur terhadap dirinya, persona kedua second person sebagai penggramatikalan pengacuan yang dilakukan oleh penutur terhadap satu atau dua orang mitra tutur; sedangkan persona ketiga dimaksudkan sebagai penggramatikalan pengacuan penutur terhadap orang atau maujud lain selain penutur dan mitra tutur pada saat berlangsungnya tuturan. Dapat juga ditambahkan, menurut Levinson 1983:69, bahwa persona ketiga tidak dapat disamakan dengan persona pertama dan kedua dalam pertuturan. Persona pertama dan Universitas Sumatera Utara kedua adalah orang yang terlibat dalam peristiwa tutur masing-masing sebagai penutur dan mitra tutur, sedangkan persona ketiga tidak terlibat di dalamnya lihat juga Yule, 1996:10; LaPolla, 2006. Tentang dasar apa yang digunakan dalam pembedaan persona atas tiga dalam sistem pronomina persona seperti yang sudah terpola di atas terlihat tidak menjadi bagian dalam pembicaraan Levinson. Namun, dinyatakannya bahwa sistem pembagian pronomina persona dalam setiap bahasa tidak tertutup kemungkinan pengembangannya atas dasar dimensi tertentu, berupa jumlah, jender, dan sebagainya. Terkait masih dengan ihwal pronomina persona, Levinson menambahkan bahwa dalam sejumlah bahasa terdapat kemungkinan adanya dua jenis pronomina persona pertama jamak. Yang pertama bersifat inklusif, dan yang kedua eksklusif. Keinklusifan we-inclusive-of-addressee terjadi apabila penutur menyertakan orang kedua mitra tutur terliput dalam pronomina persona pertama jamak yang dituturkannya, sedangkan keeksklusifan we-exclusive-of-addressee terjadi apabila penutur tidak mengikut sertakan orang kedua dalam liputan pronomina persona pertama jamak yang dituturkannya. Yang lain dan tidak kurang pentingnya dalam pengkajian pronomina persona adalah kemungkinan terdapatnya perubahan bentuk dalam hal di luar hubungan peran peserta participant role, seperti untuk kasus akusatif, posesif, maupun klitisasi. Levinson 1983, sejahuh ini, terlihat tidak membicarakannya, tetapi untuk yang Universitas Sumatera Utara disebutkan terakhir klitisasi kita diingatkan akan kemungkinan itu dalam LaPolla 2006. Pengetahuan sebatas dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk lingual yang dapat diklasifikasikan ke dalam kelas pronomina persona personal pronouns dapat dikatakan belum memadai. Lazimnya setiap bahasa memiliki pronomina persona dalam jumlah tertentu, dan jumlah tersebut tidak tunggal sebab belum ada bahasa ditemukan dengan kepemilikan pronomina persona dengan jumlah hanya satu saja. Hal lanjut yang penting diketahui dari sejumlah pronomina persona dalam setiap bahasa adalah, bagaimana masing-masing pronomina persona dalam bahasa yang sama dapat berbeda atau dibedakan dari yang lainnya. Setidaknya, pertanyaan ini menyiratkan akan pentingnya kriteria tertentu yang dapat dijadikan dasar dalam membedakan setiap pronomina persona yang terdapat dalam bahasa yang sama. Alternatif yang dikemukakan oleh Gasser 2003 terkait dengan keharusan adanya kriteria dasar dalam membedakan masing-masing pronomina persona, walau tidak sepenuhnya, dapat dijadikan sebagai bagian dari kerangka teoretis dalam pengkajian terhadap pronomina persona bahasa Mandailing yang penulis lakukan. Dalam penerapan alternatif yang dikemukakannya ke dalam bahasa Inggris, Gasser bertolak dengan berpedoman kepada lima dimensi yang diperlukan dalam membedakan pronomina persona, yaitu: dimensi 1 persona person, 2 semantik semantics, 3 jumlah number, 4 formalitas formality dan 5 jender gender. Yang dimaksud dimensi di sini oleh Gaser adalah a kind of scale along which concepts Universitas Sumatera Utara can vary. Kelanjutan jabarannya, setiap konsep yang berbeda pada dimensi tertentu memiliki satu nilai value terhadap dimensi itu. Dari dimensi persona bahasa Inggris, misalnya, terdapat konsep yang berbeda antara yang disebut sebagai orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga. Dengan perbedaan konsep itu diperoleh dasar dalam membedakan antara I dan we sebagai pronomina persona orang pertama first person, you dan you guys sebagai pronomina persona orang kedua second person, dan she, he, it, serta they sebagai pronomina persona orang ketiga third person. Dalam bahasa Inggris, menurut Gasser, hanya ketiga nilai itu saja yang diperlukan sebagai dasar untuk membedakan setiap anggota kelas pronomina dari dimensi personanya. Selanjutnya dinyatakan bahwa persona bukan satu-satunya dimensi konseptual dalam mempersepsi perbedaan yang terdapat dalam pronomina persona karena dimensi semantik semantic dimension terdapat juga di dalamnya. Alasannya, karena unsur lingual dengan konsep yang berbeda pada dimensi persona diwujudkan dalam bentuk lingual yang berbeda pula. Sama halnya dengan kata, dari dimensi semantiknya, dia memiliki bentuk dan makna, atau dapat juga disebut sebagai perwujudan bentuk dan makna. Dari bentuk, misalnya, terdapat dan dapat dibedakan antara I dan you, sedangkan dari segi maknanya masing-masing sebagai ‘penutur’ dan ‘mitra tutur’. Dari dimensi semantik jugalah diperoleh jumlah number dalam membedakan I dan we, masing-masing sebagai pronomina persona tunggal singular yang mengacu kepada satu orang dan pronomina persona jamak plural yang acuannya terhadap lebih dari satu orang. Universitas Sumatera Utara Tentang jumlah dalam pronomina persona pada setiap bahasa, termasuk bahasa Inggris, Gasser selanjutnya menjelaskan bahwa ditemukan hanya ada empat kemungkinan, yaitu: tunggal singular, dua dual, tiga trial, dan kegandaan yang belum tentu jumlahnya plural. Dengan menjadikan persona dan jumlah sebagai dasar pembeda pronomina persona bahasa Inggris baru dapat hasil pengklasifikasian seperti terlihat pada bagan 03 berikut. Bagan 03: Gambaran Sementara Pronomina Persona Singular Plural 1 st Person I we 2 nd Person you you, you guys 3 rd Person she, he, it they Pronomina persona orang ketiga tunggal she, he, dan it masih terdapat dalam kelompok yang sama yang justru masih memerlukan pembedaan lanjut; sedangkan untuk pronomina persona orang ketiga jamak tidak lagi diperlukan pembedaan karena pronomina personanya dalam kelompok itu hanya satu, yaitu they. Yang rada kompleks dari gambaran yang terlihat dari gambaran sementara pronomina persona pada bagan 03 adalah perihal pronomina persona orang keduanya. Dalam situasi berbicara dan menulis yang relatif formal yang digunakan adalah you, baik untuk yang jumlah orangnya tunggal maupun dalam jumlah jamak. Namun, pada dialek tertentu bahasa Inggris dapat juga ditemukan you guys sebagai pronomina Universitas Sumatera Utara persona orang kedua jamak. Itu sebabnya Gasser menempatkan you dan you guys dalam satu kelompok yang sama. Apa yang masih dapat dibaca dari bagan 03 di atas adalah bahwa masih diperlukan dimensi lain selain persona dan jumlah sebagai dasar untuk membedakan sesama anggota kelas pronomina persona pada dua kelompok, yaitu, yang terdapat pada kelompok pronomina persona orang kedua jamak dan pada kelompok pronomina persona orang ketiga tunggal. Pada kelompok pronomina persona orang kedua jamak masih terdapat dua pronomina persona yang harus dibedakan, dan ditambah tiga lagi pada kelompok pronomina persona orang ketiga tunggal. Menyangkut ihwal pembedaan pronomina persona jamak you dan you guys terlihat bahwa formalitas, yang juga sebagai sub-dimensi semantik, dapat berperan sebagai dasar dalam membedakan kedua pronomina persona tersebut. Dalam hubungan ini formalitas sebagai dimensi hanya memiliki dua nilai. Yang pertama formal, dan yang kedua adalah informal. Pada situasi yang relatif formal, seperti berbicara di arena khalayak publik atau berbicara kepada atasan, yang muncul dalam penggunaan adalah you, sedangkan you guys pada situasi yang informal. Keperluan akan dimensi lain masih dirasa perlu dalam menyelesaikan ihwal pembedaan kelompok pronomina persona orang ketiga tunggal pada bagan 03. Pemilihan dimensi jender sebagai dasar pembeda sesama anggota kelas pronomina persona orang ketiga pada bagan 03 di atas, menurut Gasser, adalah tepat karena dimensi jender dengan muatan konsep wanita feminine, pria masculine, dan netral neuter telah memadai dalam membedakan ketiga pronomina persona tersebut. Universitas Sumatera Utara Dengan demikian, diperoleh sebuah perangkat konseptual yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam membedakan di antara sesama anggota kelas pronomina persona bahasa Inggris. Wujud gambaran pembedaan itu, jika dibagankan, akan terlihat seperti yang terdapat pada bagan 04 berikut ini. Bagan 04: Pronomina persona Singular Plural 1 st Person I we 2 nd Person you Formal Informal you you guys 3 rd Person Fem. Masc. Neut. she he it they Sumber: Gasser 2003 Universitas Sumatera Utara

2.9.2 Deiksis Tempat

Levinson 1983:62-79, 1992, 2006b pernah memberi gambaran fungsional deiksis tempat. Dari gambaran yang dibuatnya diperoleh pengertian bahwa deiksis tempat berkenaan dengan ihwal penentuan lokasi sesuatu atau objek dalam hubungannya dengan titik taut anchorage point pada saat tuturan. Titik taut itu dapat berupa objek atau titik pengacuan yang penentuannya dengan skala ukuran yang pasti. Disebutkan bahwa penentuan objek pada tempat deiktis sifatnya apabila ditautkan dengan lokasi partisipan berada pada saat tuturan. Partisipan yang dimaksud dengan memperhatikan contoh yang diberikannya Kabul is four hundred miles West of here adalah penutur – dengan alasan bahwa jarak 400 mil yang dimaksud pada contoh tersebut merupakan jarak antara, apabila Kabul ditautkan dengan here yang merupakan lokasi penutur berada pada saat tuturan lihat juga Huang, 2007:149. Oleh karenanya, terkait dengan ihwal tempat, yang menjadi pusat adalah lokasi tempat penutur berada pada saat tuturan. Lokasi penutur merupakan titik tumpuan dalam menginformasikan lokasi sesuatu atau objek yang dimaksudkan. Penentuan lokasi sesuatu berpedoman pada cara dengan menautkannya pada lokasi penutur berada pada saat tuturan. Namun, menurut Levinson 1983:64, di luar kelaziman itu penitiktautan dapat juga terjadi kepada partisipan selain penutur. Dalam kajian deiksis tempat, penutur sendiri adalah pusat deiksis deictic centre. Artinya, sesuatu yang menyangkut konsep tempat didasarkan pada perspektif dengan menjadikan penutur sebagai pusat orientasi egocentric way Levinson, Universitas Sumatera Utara 1983:63, egocentric system Huang, 2007:149. Pendasaran perspektif semacam itu, menurut Levinson 1983:82-4, 2006b, perlu dibedakan dengan perspektif yang menjadikan objek seperti televisi, mobil sebagai pusat orientasi tempat object- centred way. Berbeda dengan cara pertama, yang dijadikan sebagai pusat orientasi pada cara terakhir adalah objek yang memiliki konsep tempat bawaan intrinsic features, seperti behind, left – sebagaimana halnya terdapat pada penutur. Kesamaan konsep tempat yang diwujudkan dalam leksem yang sama dari kedua perspektif tersebut dapat menjadi sumber ketaksaan ambiguity dalam menentukan status kedeiktisannya. Hal semacam itu terlihat, misalnya, dalam penggunaan ekspresi tempat behind pada tuturan The cat is behind the television. Terdapat dua kemungkinan penafsiran tentang maksud behind pada tuturan tersebut. Yang pertama adalah bahwa ‘kucing’ yang dimaksud berada di belakang televisi pada posisi yang berlawanan dengan layarnya; dan yang kedua adalah, ‘kucing’ yang dimaksud berada di belakang televisi pada posisi yang berlawanan dengan bagian depan penutur di sebelah manapun penutur berada pada sekeliling televisi. Dari kedua kemungkinan tafsiran terhadap maksud leksem behind pada tuturan di atas, tafsiran pertama, menurut Levinson 1983:82-3, 2006b, tidak bersifat deiktis non-deictic, sedangkan tafsiran kedua bersifat deiktis deictic. Pandangan Levinson serta kemungkinan tafsiran seperti yang telah dikemukakannya dikuatkan oleh pendapat senada dari Cruse 2004:338-9 yang menyatakan bahwa ada kalanya certain locative expressions can be used either Universitas Sumatera Utara deictically or non-deictically. Leksem tempat yang memiliki kemungkinan mendapat penafsiran ganda seperti itu, secara garis besarnya, dapat ditemukan dalam Lyons 1977. Dengan penempatan manusia pada posisi titik nol pada dimensi vertikal- horizontal, Lyons 1977:690-6 membagi tempat atas enam konsep yang berbeda. Keenam konsep tersebut berupa leksem yang lazim digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan lokasi atau arah gerakan suatu objek. Dari dimensi vertikalnya, dengan mengikut dua arah berlawanan, diperoleh dua konsep tempat, masing-masing adalah konsep atas dan bawah. Dimensi horizontal, yang dibedakannya atas horizontal asimetris dan horizontal simetris, menghasilkan empat konsep tempat. Dari yang pertama horizontal yang asimetris diperoleh konsep tempat muka dan belakang; sedangkan dari yang kedua horizontal yang simetris diperoleh kanan dan kiri. Ekspresi tempat seperti yang dihasilkan dari pembagian Lyons pada dasarnya, oleh Levinson 1983:82, dikategorikan ke dalam ekspresi tempat yang non- deiktis. Ekspresi-ekspresi tempat seperti itu akan bersifat deiktis apabila digunakan menurut perspektif penutur, atau dengan menjadikan penuturnya sendiri sebagai pusat deiksis. Ihwal lanjut yang diperoleh dari pengamatan terhadap penjelasan Levinson adalah bahwa pengekspresian deiksis tempat terjadi dalam lingkup demonstrativa yang terdiri dari demonstrativa pronominal, demonstrativa adjektival, demonstrativa adverbial dan verba gerak motion verbs. Dengan demonstrativa, relevansinya yang jelas terkait dengan penginformasian jarak jauh-dekatnya sesuatu proximal-distal Universitas Sumatera Utara dimension kepada partisipan tutur, sedangkan verba gerak bertalian dengan penginformasian arah gerakan dalam hubungannya dengan partisipan tutur pada saat tuturan. Namun, tidak semua bahasa memiliki pembagian yang sama dalam sistem demonstrativanya untuk mengungkapkan perbedaan jarak sesuatu kepada partisipan. Di antaranya ada yang membaginya, misalnya, atas dua, tiga, sampai kepada empat perbedaan jarak yang masing-masing dengan istilah yang berbeda. Bahasa yang membedakannya atas dua kategori, di antaranya, ialah bahasa Inggris, Cina, Prancis. Pembedaan atas tiga, seperti bahasa Spanyol, Arab Klasik, Inggris Klasik, Soto Selatan, sedangkan yang sampai kepada empat kategori, seperti bahasa Hausa, Samal, Wray Saeed, 2000:174-6; Huang, 2007:152-5. Di samping pembedaan atas dimensi jarak jauh-dekat, ada juga bahasa yang membedakan demonstrativanya atas sejumlah kategori berdasarkan dimensi lain, seperti dimensi vertikal atas-bawah elevation, kelihatan-takkelihatan visibility Cruse, 2004:332-4; Levinson, 2006b:42-3; Huang, 2007:152-5. Fenomena lain sehubungan dengan ihwal tempat adalah kemungkinan adanya penggunaan ekspresi deiksis yang bersifat derivatif derivative usage. Pada kasus seperti ini penutur, secara psikologis psychologically, memposisikan dirinya pada posisi partisipan lain sehingga titik tumpuan yang menjadi dasar penentuan orientasi tempat menjadi berpindah shifted lihat juga Lyons, 1977:579; Yule,1996:12-13; Gasser 2003. Hal demikian, menurut Yule, membuat penutur yang sudah berada jauh, dalam berkomunikasi, masih menggunakan here dengan maksud lokasi tempat Universitas Sumatera Utara tinggalnya, seolah-olah sang penutur masih berada di tempat itu secara fisikis physically. Demikian juga halnya penutur dalam menuturkan I’ll come later, seolah- olah sang penutur telah hadir lebih dahulu di lokasi lain lokasi mitra tutur sebelum dia benar-benar berada di lokasi yang akan dia tuju. Kenyataan seperti terdapat pada kedua contoh tersebut menguatkan Yule untuk mengingatkan bahwa dalam kajian tentang deiksis tempat kemungkinan lokasi menurut perspektif penutur dapat juga terjadi secara psikologis di samping secara fisikis.

2.9.3 Deiksis Waktu

Ketentuan menjadikan penutur sebagai pusat deiksis, sebagaimana yang berlaku pada dua jenis deiksis sebelumnya deiksis personal dan deiksis tempat, berlaku juga pada deiksis waktu. Artinya, terkait dengan ihwal penginformasian lokasi waktu suatu peristiwa, yang menjadi pusat central time adalah lokasi waktu bagi penutur dalam menghasilkan tuturannya. Lokasi waktu semacam itu lazim juga disebut saat tuturan. Tentang saat tuturan sebagai pusat orientanasi waktu, pada bagian penjelasannya, Levinson 1983:63-64 menyebutkan: “ [ ..... ] That is, if for the purposes of semantic or pragmatic interpretation we think of deictic expression as anchored to specific points in the communicative event, then the unmarked anchorage point, constituiting the deictic centre, are typically assumed to be as follows: i the central person is the speaker, ii the central time is the time at which the speaker produces the utterance, iii the central place is the speaker’s location at utterance time or CT, ....].” Universitas Sumatera Utara Dari penjelasan Levinson di atas, menjadikan saat tuturan sebagai pusat deiksis waktu mengimplikasikan bahwa saat tuturan juga merupakan titik taut dalam menginformasikan waktu suatu peristiwa atau kejadian. Setiap ekspresi lingual yang mengungkapkan konsep waktu deiktis sifatnya apabila waktu peristiwa yang diacu oleh ekspresi tersebut ditautkan dengan lokasi waktu saat dituturkannya ekspresi tersebut. Ekspresi lingual, seperti: tadi, sekarang, nanti, kemarin, besok, hari ini, adalah ekspresi waktu yang tidak menginformasikan lokasinya dalam garis waktu sebelum ditautkan dengan lokasi waktu saat masing-masing ekspresi tersebut dituturkan. Hal demikian menguatkan pengertian bahwa ekspresi lingual yang digunakan untuk menyatakan waktu, baru memiliki makna temporal yang jelas apabila ditautkan kepada satu titik pengacuan. Titik pengacuan yang dimaksud adalah saat tuturan itu sendiri, yang posisi temporalnya setiap saat dapat berpindah. Apabila saat tuturan itu berpindah, muatan semantis ekspresi waktu akan ikut berubah. Ekspresi waktu yang lokasi acuannya dalam garis waktu dapat berubah disebabkan berpindahnya saat tuturan, oleh Lyons 1977:682-683, disebut ekspresi yang bersifat deiktis atau dinamis. Menjadikan saat tuturan sebagai pusat deiksis waktu mengimplikasikan bahwa lokasi waktu suatu peristiwa berada sesudah, bersamaan, atau sebelum saat tuturan. Kejelasan di mana lokasi saat tuturan akan memberi kejelasan lokasi waktu setiap peristiwa dalam garis waktu. Lokasi waktu dengan muatan peristiwa yang terjadi sesudah, bersamaan, dan yang menyusul setelah saat tuturan membuat kita mengenal adanya pembagian waktu yang digramatikalkan dalam sistem kala, yang pada Universitas Sumatera Utara pokoknya terdiri dari pengacuan waktu lampau past, waktu kini present, dan waktu mendatang future. Dengan demikian, bentuk-bentuk gramatikal yang mencirikan pembedaan lokasi waktu acuan dalam sistem kala juga bersifat deiktis lihat juga Hoed, 1992:38-39. Kebalikannya, oleh Lyons, disebut bersifat non-deiktis atau statis apabila saat tuturan tidak berperan dalam menentukan lokasi acuan ekspresi waktu tersebut dalam garis waktu. Hal seperti itu terjadi apabila pengungkapan waktu dilakukan berdasarkan penggunaan jam, siklus waktu karena planet bumi yang berotasi, seperti: pukul sembilan pagi, tahun 2005, 14 Desember 2009, Senin, November, 17 Ramadan 2009 cf. Levinson, 1983: 73. Waktu, sebagaimana Fillmore Huang, 2007:144 nyatakan, memiliki dimensi tunggal one-dimensional dan bersifat searah unidirectional. Antara peristiwa dengan waktu, jika dikaitkan dengan gerak, secara metaforis dapat dijelaskan sebagai berikut: i waktu dipandang sebagai sesuatu yang diam, dan “dunia” penutur Yule, 1996:14 bergerak melaluinya dari waktu yang lalu ke waktu yang akan datang, ii “dunia” dipandang sebagai sesuatu yang diam, dan waktu bergerak melalui “dunia”. Penggambaran “dunia” yang bergerak pada i menempatkan waktu berada di depan, sehingga memungkinkan terbentuknya frasa-frasa adverbia temporal yang menggunakan ‘depan’ sebagai komponennya, seperti: hari depan, minggu depan, bulan depan, tahun depan. Penggambaran pada ii menempatkan “dunia” sebagai yang didatangi oleh waktu yang bergerak ke arahnya. Dari gambaran itu dibentuk frasa-frasa adverbial yang menggunakan ‘mendatang’ atau ‘yang akan datang’, seperti tahun mendatang, abad mendatang, periode yang akan datang, masa mendatang. Universitas Sumatera Utara Pembedaan selanjutnya yang dapat dilakukan terhadap peristiwa dalam waktu, menurut Fillmore Huang, 2007:144, adalah antara ekspresi waktu yang mengacu kepada titik waktu time points, seperti pukul delapan; dan periode waktu time periods, seperti besok sore. Peristiwa dalam periode waktu adalah peristiwa temporal berdurasi yang memiliki titik awal dan titik akhir waktu. Durasi dalam setiap periode dapat berbeda, sehingga memungkinkan untuk membandingkan lama suatu periode dengan periode yang lain. Di antaranya ada yang berdurasi singkat, dan ada pula yang berdurasi lama. Waktu periodik seperti itu, dalam banyak bahasa, tampil dengan mendasarkannya pada periode siang dan malam, minggu, bulan, tahun – yang berulang. Ada yang menggunakannya dengan cara berpedoman pada sistem kalenderis calendrical, di samping yang non-kalenderis non-calendrical. Pada sistem kalenderis, lama periode setiap satuan waktu seperti Ramadan, Juli serta titik tautnya telah ditentukan dan tidak berubah absolut; sedangkan pada yang non-kalenderis, lama periode setiap satuan waktu digunakan hanya sebagai satuan ukuran waktu relatif seperti nanti malam terhadap titik taut tertentu yang setiap saat dapat berpindah. Dalam hal yang menyangkut adverbia temporal, menurut Levinson 1983:74- 75, terdapat di antaranya yang “murni” sebagai ekspresi deiksis waktu, seperti kata bahasa Inggris now, then, soon, dan recently. Disebut “murni” karena dalam penggunaannya tidak terlihat adanya keterkaitan masing-masing dengan komponen lingual pengungkap waktu yang non-deiktis, seperti Monday, year, afternoon dalam konstruksi last Monday, next year, this afternoon. Tiga frasa adverbial terakhir, Universitas Sumatera Utara menurut Levinson, adalah adverbia temporal kompleks karena masing-masing merupakan bentuk gabungan yang menunjukkan adanya interaksi interaction antara komponen deiktis last, next, this dengan komponen kalenderis yang tidak deiktis Monday, year, afternoon. Menurut Levinson, ada juga adverbia temporal deiktis, seperti today, tomorrow, yesterday, yang tidak bebas dari pengertian waktu absolut atau yang kalenderis. Pembuktiannya, bahwa ketiga kata bahasa Inggris tersebut masing-masing dapat dimaknai sebagai ‘periode 24 jam sejak pukul 12.00 tengah malam yang meliputi saat tuturan, ‘periode 24 jam setelah hari saat tuturan’, dan ‘periode 24 jam sebelum hari saat tuturan’. Kedeiktisan ketiga adverbia tersebut terlihat pada fungsi penunjukan masing- masing terhadap waktu kini, waktu mendatang, dan waktu lampau; sedangkan kenondeiktisan atau corak kekalenderisannya terlihat pada periode absolut masing- masing, yang terdiri dari 24 jam sejak pukul 12.00 malam. Adverbia today, tomorrow, dan yesterday, dinyatakan dalam Levinson 1983:75, Cruse 2004:335, Huang 2007:146, mendapat prioritas penggunaan pre-empt untuk tidak digunakannya nama-nama hari absolut atau kalenderis terhadap hari acuan yang relevan. Penjelasan Cruse tentang hal itu, terlihat sebagai berikut. “ If the proper name of a period of time is used, additional restrictions come into play. Take first the names of days. The lexical items today, yesterday, and tomorrow have priority, so that for instance this Wednesday can not be uttered on Tuesday, Wednesday, or Thursday. Last Wednesday can not be uttered on Thursday to refer to previous day, but may be used to refer to the Wednesday of the preceding week. “ Universitas Sumatera Utara Sebagai contoh dalam bahasa Indonesia, dari penjelasannya, adverbia Rabu ini this Wednesday tidak untuk digunakan pada hari dituturkannya adverbia tersebut karena hari yang sama masih dapat diacu dengan mendahulukan penggunaan hari ini today.

2.9.4 Deiksis Sosial

Deiksisi sosial dapat dipahami sebagai bidang linguistik yang membicarakan pengkodean perbedaan-perbedaan status sosial relatif di antara partisipan, terutama yang menyangkut aspek hubungan sosial yang terdapat antara penutur dengan mitra tutur ataupun antara penutur dengan acuan lainnya Levinson, 1983:63; Huang, 2007:163. Tentang pengkodean hubungan sosial yang dimaksud, oleh Levinson 2006b, dijelaskan lagi bahwa hal itu terealisasi dalam wujud ekspresi lingual, yang diacukan, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap status sosial atau peran partisipan pada saat tuturan. Selengkapnya, penjelasan Levinson tersebut dikutip sebagai berikut. Social deixis involves the marking of social relationships in linguistic ex- pression, with direct or obligue reference to the social status or role of participants in the speech event Levinson, 2006b:119. Selanjutnya, ekspresi-ekspresi lingual yang merepresentasikan deiksis sosial, menurut Huang 2007:166 dapat wujud dalam bentuk pronomina persona personal Universitas Sumatera Utara pronouns, bentuk sapaan forms of address, bentuk terikat bound forms, dan dalam bentuk pilihan kata the choice of vocabulary. Pronomina persona dapat dikategorikan ke dalam deiksis sosial Huang dasarkan pada kenyataan bahwa pronomina persona potensial untuk menunjukkan berbagai aspek deiksis sosial, seperti penanda rasa hormat, atau pun penanda hubungan kekerabatan. Ke dalam bentuk sapaan terliput, di antaranya, nama akhir seseorang, istilah kekerabatan, nama jabatan, dan kepangkatan. Bentuk-bentuk terikat yang dimaksudkannya meliputi, berupa afiks, klitika, dan partikel. Pada pilihan kata, yang dimaksudkannya adalah terdapatnya upaya penggantian unsur lingual tertentu dengan kata pilihan lain yang menginformasikan aspek deiksis sosial. Terkait dengan penanda hormat melalui penggunaan pronomina persona, Huang mengemukakan tipe pembedaan antara bentuk biasa dan bentuk hormat untuk persona kedua tunggal dari Brown Gilman, 1960. Dalam bahasa-bahasa di Eropah pembedaan dengan cara tersebut dikenal dengan sebutan tipe pembedaan TV. Masing- masing huruf merupakan perepresentasian dari pronomina persona bahasa Prancis tu dan vous. Bentuk tu adalah pronomina persona biasa untuk persona kedua tunggal, sedangkan vous merupakan pronomina persona tidak biasa yang digunakan untuk persona kedua tunggal yang dihormati. Pemilihan satu di antara kedua bentuk pronomina persona tersebut, secara tidak langsung, merupakan penggambaran tentang pandangan penutur terhadap hubungannya dengan orang yang menjadi mitra tutur. Dalam tiga bahasa asing lain, misalnya, pembedaan dengan tipe TV tersebut dapat Universitas Sumatera Utara ditemukan sebagaimana terlihat pada bagan 05 yang dimodifikasi dari Huang, 2007:166 berikut. T V -------------------------------------- Jerman du Sie Belanda je U Spanyol tu’ Usted -------------------------------------- Bagan 05: Tipe pembedaan TV Pronomina persona sebagai penanda hubungan kekerabatan dapat ditemukan, misalnya, dalam penggunaan tiga bentuk pronomina persona yang berbeda dalam bahasa Parnkalla Australia yang masing-masing digunakan untuk mengacu kepada persona pertama dual yang memiliki perbedaan hubungan sosial kekerabatan. Pada bahasa tersebut, untuk mengacu persona pertama dual pada umumnya digunakan pronomina persona nadli, untuk persona pertama dual, yang terdiri dari ibu dan anaknya atau paman dan kemanakannya digunakan pronomina persona nadlaga; dan narrine untuk mengacu kepada persona pertama dual yang terdiri dari seorang ayah bersama satu orang anaknya.

2.9.5 Deiksis Wacana

Dalam wacana, baik lisan maupun bentuk tulisan, dapat ditemukan adanya saat-saat tertentu bagi penutur atau penulis untuk melakukan pengacuan terhadap Universitas Sumatera Utara bagian-bagian wacana yang sama. Bagian yang diacu ada kalanya berada sebelum saat pengacuan dilakukan, seperti tergambar pada tuturan, a sebagaimana disebutkan sebelumnya, dan boleh jadi bagian yang diacu itu terdapat setelah saat pengacuan, sebagaimana yang diisyaratkan melalui tuturan b pada bab berikut, atau c Anda pasti belum pernah mendengar cerita ini. Penggunaan adverbia sebelumnya pada tuturan a mengisyaratkan adanya bagian wacana yang lebih dahulu dihasilkan sebelum saat pengacuan, sedangkan adverbia berikut pada b dan demonstrativa ini pada c mengisyaratkan adanya bagian wacana yang akan hadir setelah saat pengacuan Levinson, dalam Laurence R. Horn Gregory Ward ed., 2006:118. Levinson selanjutnya menambahkan, oleh karena wacana berada dalam rentang waktu, istilah-istilah deiksis waktu pun seperti sebelumnya, berikut lazim digunakan untuk menunjukkan hubungan antara bagian wacana yang diacu dengan lokasi temporal saat tuturan atau bagian kalimat yang lagi dituturkan. Tidak terkecuali dengan istilah-istilah deiksis tempat, seperti terdapat pada tuturan dalam artikel ini atau pada dua alinea di bawah, ada kalanya juga digunakan. Dinyatakannya, lebih lanjut, bahwa hal penting pada pengacuan terhadap bagian-bagian wacana yang membuatnya berciri deiktis adalah diperlukannya pemahaman konteks untuk mengetahui acuan berupa bagian wacana yang dimaksud. Dalam hubungan ini, presisi hasil interpretasi pengacuan terhadap bagian-bagian wacana dapat diperoleh hanya dengan mengetahui lokasi di mana pusat pengacuan berada. Pusat pengacuan itu lokasinya dinyatakan berada pada bagian yang lagi dituturkan atau dituliskan yang digunakan untuk mengacu bagian tertentu dari wacana yang sama. Diketahuinya di Universitas Sumatera Utara mana pusat pengacuan akan memberi penjelasan posisi bagian-bagian wacana yang dimaksudkan. Pemahaman lanjut tentang deiksis wacana diperoleh dari rumusan Huang 2007:172 yang menyebutkan bahwa pengacuan ada juga kemungkinannya terhadap bagian wacana yang sedang dituturkan. Dengan informasi tambahan dari Huang tersebut dikenal adanya tiga bagian wacana dalam kaitannya dengan pusat pengacuan. Yang pertama dan yang kedua, seperti yang diperoleh dari pendapat Levinson di atas, adalah adanya bagian wacana sebelum dan sesudah saat pengacuan, sedangkan yang ketiga adalah bagian wacana yang padanya terdapat saat pengacuan. Kejelasan tentang adanya ketiga bagian wacana tersebut dapat ditemukan pada rumusan Huang tentang deiksis wacana, sebagai berikut. Discourse deixis is concerned with the use of the linguistic expression within some utterance to point to the current, preceding or following utterances in the same spoken or written discourse Huang, 2007:172. Sehubungan dengan adanya bagian wacana pada posisi sebelum saat pengacuan, sejumlah ahli, seperti Levinson 1983:87, 2006b, Cruse 2004:337, Huang 2007:175, menunjukkan bahwa terdapat unsur lingual tertentu yang dapat menginformasikan adanya bagian wacana tersebut. Unsur lingual tertentu semacam itu Cruse spesifikasi sebagai adverbia dalam kalimat, sedangkan letaknya, menurut Huang, berada pada posisi awal suatu tuturan. Di antaranya, dalam bahasa Inggris, adalah therefore, furthermore, anyway, but. Adverbia pertama therefore dan kedua furhermore, misalnya, masing-masing dapat dimaknai dengan ‘karena itu’ dan Universitas Sumatera Utara ‘selanjutnya’, yang menunjukkan adanya hubungan antara tuturan terdapatnya masing- masing dari kedua adverbia tersebut dengan bagian wacana yang dihasilkan sebelum saat penuturannya. Tentang status daripada unsur lingual seperti itu tidak satupun di antara ketiga ahli di atas yang menyebutnya secara tegas sebagai ekspresi deiksis, melainkan sebagai penanda wacana Levinson, 2006b, atau unsur deiksis wacana Cruse, 2004:337. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN