Antara Referensi dan Deiksis

ciri yang terdapat dalam deiksis para ahli tersebut juga merupakan ciri yang dimiliki referensi. Oleh karena itu, untuk memperoleh rumusan deiksis atau ciri lain yang dapat dioperasikan sebagai penjaring ekspresi deiksis dari tuturan, perlu pembedaan lebih dahulu antara referensi dan deiksis.

2.7 Antara Referensi dan Deiksis

Dalam kajian pragmatik, referensi dan deiksis dipandang sebagai fenomena pengacuan secara lingual terhadap sesuatu agar mitra tutur atau pembaca dapat mengidentifikasinya. Sebatas itu, antara referensi dengan deiksis, belum terlihat perbedaan. Letak perbedaan keduanya justru terdapat pada keluasan ranah pengacuan masing-masing. Referensi memiliki ranah pengacuan yang lebih luas, yang meliputi sesuatu yang tentu definite referent, yang tidak tentu indefinite referent, dan yang umum generic referent; sedangkan deiksis pengacuannya terbatas hanya terhadap yang tertentu saja Kreidler, 1998:130-144; Cruse, 2004:317-328. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa deiksis adalah bagian dari pengacuan reference. Benar demikian halnya, tetapi pengacuan dalam deiksis adalah pengacuan yang terikat kepada konteks penutur. Untuk memaknai atau mengetahui acuan ekspresi deiksis deictic expression yang digunakan sebagai pengacu sesuatu yang tertentu itu, perlu pemahaman konteks yang lebih luas, yakni konteks socio-personal maupun spatio-temporal-lingual penutur yang senantiasa dapat berubah lihat juga Levinson, 1983:65. Dalam hubungan ini, dapat dimengerti jika terdapat sebutan bahwa makna Universitas Sumatera Utara ekspresi deiksis adalah makna menurut perspektif penutur yang dapat berubah-ubah menurut keberadaan penutur dalam konteks yang baru disebutkan. Untuk mengetahui makna atau acuan kata sapaan paman, misalnya, kita harus memperhatikan terlebih dahulu terhadap siapa penutur mengacukan kata sapaan tersebut pada saat dituturkan dalam konteks sosial penutur berada. Jika penutur mengacukan kata sapaan tersebut terhadap C pada saat tuturan, maka makna atau acuan kata sapaan paman adalah C, dan jika penutur, pada kesempatan lain, menggunakannya terhadap X, maka acuannya adalah X. Kata engkau juga demikian, acuannya dapat berubah-ubah sesuai maksud penutur menggunakannya dalam konteks antar-personalnya yang berbeda. Jika mitra tutur atau orang kedua tunggal yang diacunya dengan engkau adalah A, maka pada saat tuturan tersebut, acuannya adalah A, dan apabila pada kesempatan lain penutur menggunakannya terhadap Y, maka pada saat tuturan tersebut acuannya adalah Y. Adverbia sekarang, juga dapat berubah-ubah acuannya sesuai maksud penutur dalam konteks temporalnya. Apabila penutur, misalnya, menuturkan adverbia tersebut pada tanggal 14 Mei 2010, acuannya pada saat tuturan adalah hari yang sama atau waktu tertentu pada hari yang sama, dan jika penutur menggunakannya pada dua hari sesudahnya, acuannya adalah hari yang berbeda, yakni hari Ahad, tanggal 16 Mei 2010. Demikian seterusnya terhadap pemaknaan ekspresi deiksis dari jenis lain. Pemaknaannya tetap dengan memperhatikan maksud penutur pada saat menuturkan ekspresi deiksis tersebut dalam konteks penggunaan masing-masing. Universitas Sumatera Utara Adanya keharusan pemahaman konteks tutur untuk dapat ditetapkannya acuan suatu ekspresi memberi pengertian pula bahwa setiap ekspresi lingual yang acuannya dapat diketahui tanpa keharusan pemahaman konteks tutur sifatnya tidak deiktis, walaupun ekspresi pengacu yang digunakan tersebut termasuk ke dalam kategori ekspresi deiksis. Hal demikian yang terdapat, misalnya, pada demonstrativa ini pada tuturan Ini boleh Anda ambil. Unsur ini pada tuturan tersebut adalah ekspresi lingual yang bersifat deiktis karena untuk mengetahui acuannya perlu pemahaman konteks tuturnya. Dalam hubungan ini, perlu diketahui siapa penutur serta apa yang dimaksudkannya dengan ini pada saat menuturkan tuturan tersebut. Ekspresi yang sama dapat juga tidak deiktis. Hal demikian terjadi apabila, seperti yang disebutkan di atas, acuannya dapat diketahui tanpa pelibatan pemahaman konteks tuturnya, seperti terdapat pada Anak berparut di kening ini saya temukan di simpang jalan tadi. Tanpa pelibatan pemahaman konteks tuturnya dapat ditetapkan bahwa acuan ekspresi lingual ini pada tuturan terakhir tidak lain adalah anak berparut di kening. Dari pemahaman penggunaan ekspresi lingual ini pada dua tuturan di atas diperoleh informasi bahwa kedeiktisan suatu ekspresi tidak dapat ditetapkan hanya dari kategori atau kepotensialannya sebagai ekspresi deiksis saja. Ekspresi lingual yang dikategorikan sebagai ekspresi deiksis pun sifatnya dapat berubah menjadi non-deiktis karena acuannya dapat diketahui tanpa ketergantungan kepada pelibatan pemahaman konteks tutur, seperti yang terjadi pada ini dalam tuturan terakhir di atas. Universitas Sumatera Utara Hal lain yang membuat ekspresi deiksis dapat berubah sifat menjadi non-deitis, dengan mengikut penjelasan Levinson 1983:65-67, adalah, apabila ekspresi tersebut 1 tidak mengacu secara khusus kepada acuan tertentu, 2 tidak digunakan sebagai pengacu sesuatu. Atas dasar itu kedua ekspresi yang dikategorikan sebagai ekspresi deiksis dalam bahasa Inggris, you dan that, misalnya, masing-masing sifatnya non- deiktis, menurut Levinson, pada tuturan You can never tell what sex they are nowadays dan Oh, I did this and that. Pada tuturan pertama, unsur you tidak mengacu secara khusus kepada acuan tertentu, berupa mitra tutur tunggal, melainkan kepada semua orang. Oleh karenanya, you pada tuturan pertama tersebut bersifat non-deiktis. Pada tuturan kedua, unsur that tidak digunakan sebagai pengacu sesuatu yang berjarak relatif jauh kepada penutur, melainkan sebagai bagian dari rangkaian idiom this and that, yang menyatakan volume kerja atau tugas yang telah dilakukan oleh penuturnya. Oleh karenanya, that pada tuturan kedua, juga, non-deiktis sifatnya. Berbeda halnya dengan ekspresi you dan that pada kedua tuturan di atas, pada kedua tuturan What did you say ? dan That’s a beautiful view, masing-masing dari kedua unsur tersebut bersifat deiktis karena digunakan untuk mengacu secara khusus kepada sesuatu yang tertentu. You pada tuturan tanya di atas, oleh penuturnya, diacukan kepada orang kedua tunggal, yang menjadi mitra tutur baginya; sedangkan that pada tuturan terakhir penuturnya gunakan untuk mengacu yang tentu, yakni, pemandangan yang lokasinya relatif jauh dari penuturnya berada pada saat tuturan. Sejauh ini, tentang siapa orang kedua tunggal tertentu yang menjadi acuan you dan Universitas Sumatera Utara pemandangan tertentu mana yang diacu dengan that belum diketahui secara jelas. Hal itu disebabkan oleh berbagai kemungkinan acuan berupa orang dan pemandangan yang dapat diacu dengan masing-masing ekspresi tersebut. You dan that, dalam hubungan ini, adalah ekspresi yang acuannya dapat berpindah-pindah. Untuk mengetahui dan dapat menetapkan acuannya diperlukan pemahaman konteks lagi, yakni terhadap konteks tutur masing-masing. Untuk you termasuklah, di antaranya, siapa orang kedua tunggal yang dimaksudkan oleh penutur pada saat menuturkan ekspresi pengacu tersebut; sedangkan untuk that, pemandangan mana yang dimaksudkan oleh penutur pada saat menuturkannya. Ketergantungan kepada pemahaman konteks tutur untuk dapat menetapkan acuan yang jelas kedua ekspresi you dan that menguatkan alasan untuk mengatakan bahwa keduanya adalah ekspresi lingual yang bersifat deiktis pada masing-masing tuturan terakhir di atas. Jika dielaborasi, hal yang menjadi ciri deiksis dari penjelasan di atas adalah: 1 deiksis adalah fenomena pengacuan bersifat lingual, 2 dalam deiksis terdapat ekspresi pengacu referring expression terhadap acuan yang dimaksud, yang disebut ekspresi deiksis, 3 acuan ekspresi deiksis dapat berpindah-pindah, 4 perpindahan acuan ekspresi deiksis disebabkan oleh perubahan konteks sosio-personal maupun spasio-temporal, dan lingual penuturnya. Dari keempat ciri deiksis di atas penulis dapat mengambil satu kesimpulan berupa rumusan deiksis yang dapat dijadikan sebagai kriteria dasar dalam melihat deiktis-tidaknya ekspresi lingual. Rumusannya, deiksis adalah fenomena pengacuan Universitas Sumatera Utara secara lingual yang acuan ekspresi pengacunya dapat berpindah-pindah sesuai konteks sosio-personal maupun spasio-temporal-lingual penutur atau penulisnya. Berkenaan dengan keperluan akan kriteria penentuan deiktis-tidaknya ekspresi lingual, ciri lain deiksis yang dinilai relevan dan bermanfaat dalam penelitian ini, turut dimuat pada bagian berikut ini. 1. Ekspresi deiksis pemaknaannya bergantung konteks Levinson, 1983:66. 2. Ekspresi deiksis bersifat speaker-oriented. Makna atau acuannya adalah yang dimaksudkan oleh penutur Huang, 2007:11. 3. Ekspresi deiksis tidak dapat diparafrasekan Levinson, 2006b:14 4. Ekspresi deiksis dapat digunakan untuk mengacu dengan zero comple- ment Cruse, 2004:338.

2.8 Kajian Sebelumnya