Teknik Analisis Data Latar Belakang

Teknik pengumpulan data skunder adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang perlu untuk mendukung data primer. Pengumpulan data skunder dapat dilakukan dengan instrumen sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Library research. Yaitu, pengumpulan data yang dilakukan dari buku-buku, karya ilmia, mendapat ahli yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti. b. Studi Dokumentasi documentary yaitu, pengumpulan data yang diperoleh dengan catatan-catatan tertulis yang ada di likasi penelitian serta sumber- sumber lain yang menyangkut maslah diteliti dengan instansi terkait.

E. Teknik Analisis Data

Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini menggunakan analisa data kualitatif.Analisis data kualitatif adalah analisis terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar penelitian dalam menghubungkan fakta, data informasi. Jadi, teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan mengorganisir data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan menyusun kesimpulannya dapat diceritakan kepada orang lain Sugiyono,2008:246. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Makin berkembangnya situasi yang dinamis dalam kehidupan masyarakat adat di Indonesia juga akan mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh pemerintah, tanpa disadari keberadaan hukum adat lama-lama akan pudar dan justru lebih menimbulkan problematik serta akan mengancam disintegrasi bangsa. Pemerintah dalam menyikapi fenomena yang ada terkadang juga di benturkan oleh problem yuridis dan sosiologi jika akan memberikan kebijakan terkait pemberlakuan hukum adat di daerah. Pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia, adat telah menjadi bagian dari sistem politik pemerintahan Hindia Belanda dalam melancarkan imperialismenya melalui kebijakan hukum adat.Pada masa Kerajaan Aceh hingga awal kemerdekaan, dan juga akhir-akhir ini kecuali Era Orde Baru di gampong-gampong dan juga dikemukiman memiliki sistem musyawarah penyelesaian sengketa. Pada masa Sultan Iskandar Muda, perkara-perkara kecil biasanya diselesaikan oleh keuciek kepala desa dengan tengku meunasah kiai yang memimpin Masjid di desa yang dibantu oleh tuha peut.Tanpa vonis, maksudnya, tanpa kalah menang persengketaan itu diselesaikan secara damai yang disebut denganhukum peujroh hukum kebaikan sehingga dari aspek historis, sejak dahulu kala gampong telah memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perkara-perkara kecil, pencurian kecil, perkelahian, perkara-perkara sipil yang kecil-kecil yang nilai perkaranya tidaklebih dari 100 ringgit dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara Meskipun dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975 berusaha menghilangkan fungsi mukim dan gampongkute desa tersebut di Aceh masih tetap diakui dan berjalan. Hukum adat di Aceh masih tetap memegang peran dalam kehidupan masyarakat.Beberapa Undang-Undang yang lahir pasca reformasi, semakin membuka peluang bagi otonomi yang lebih besar bagi daerah, antara Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, khusus bagi aceh terdapat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang otonomi khusus Aceh dengan nama Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Setelah reformasi terjadi amandemen terhadap UUD 1945, salah satu pengaturan penting yang mendapat tempat dalam perubahan tersebut adalah mengenai pemerintahan di daerah. Dalam Undang-UndangNomor 18 Tahun 2001 Pasal 18 N disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi,kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah Pemda. Pemda mengatur sendiri urusan rumah tangga menurut azaz otonomi dan perbantuan.Pemda menjalankan otonomi seluas luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. DalamUndang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Pasal 18 Bdisebutkan negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya Universitas Sumatera Utara sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI yang diatur dalam Undang-Undang. Berbagai Undang-Undang tersebut telah memberikan kebebasan dan kewenangan yang besar kepada Aceh dalam melakukan pengelolaan kekayaan alam dan juga kebebasan menjalankan sistem pemerintahannya menurut karakteristiknya.Khusus mengenai sistem pemerintahan yang demikian sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari bagaimana pengelolaannya. Harus diingat bahwa aturan yang bagus jika tidak dilaksanakan tidak akan berarti apa-apa. Setelah bergulirnya reformasi di Indonesia, melahirkan pola pemerintahan yang tidak lagi tersentralisasi.Setiap daerah memiliki kebijakan tersendiri untuk mengatur daerahnya yang sering disebut desentralisasi. Dalam pemerintahan masyarakat di Aceh salah satu kebijakan yang diatur oleh daerahnya sendiri adalah tentang kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri dari beberapa kute yang mempunyai batas wilayah tertentu dipimpin oleh Imeum Mukim yang berkedudukan langsung di kecamatan atau lain sesuai daerahnya.Dalam Undang- Undang Nomor. 11 Tahun 2016 pasal 98 juga dituliskan bahwa ada beberapa lembaga adat dan Imeum Mukim menduduki urutan kedua setelah Majelis Adat Aceh dan diperkuat dengan dibuatnya Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008. Dalam masyarakat Aceh pada umumnya, mukim sudah mendarah daging, turun temurun dan mengakar dalam sosial budaya pada masyarakat sepanjang abad lamanya.Keberadaan mukim dalam sepanjang sejarahnya telah memberikan Universitas Sumatera Utara sumbangan yang berharga terhadap keberlangsungan masyarakat Aceh dalam berbagai perkembangan dan kemajuan. Masyarakat Aceh sebagian besar mencari dan mendapatkan keadilan melaluipemecahan masalah secara tradisional adat.Namun dari banyak penelitian yang telahdilakukan termasuk penelitian dari UNDP menunjukkan bahwa anggota masyarakatseringkali tidak menyadari bagaimana pertikaian itu diselesaikan menurut adat. Berdasarkan catatan sejarah, Mukim telah ada di dalam tata pemerintahan Kerajaan Aceh pada zaman kekuasaan Iskandar Muda tahun 1607-1636.Lombard 2006: 115-116 menguraikan bahwa terdapat pembagian wilayah di negeri Aceh yang dinamakan “Groot Atjeh” yang terdiri dari empat kaum, tiga sagi yang kemudian dibagi lagi atas mukim dan sebagainya.Pada prinsipnya, Sultan Iskandar Muda menggabungkan kampung-kampung yang diatur sebagai sebuah federasi hingga istilah penggabungan kampung tersebut dikenal sebagai mukim dan sagi.Namun, sistem pemerintahan yang ada belum diatur secara rigid dan tertib karena Sultan Iskandar Muda lebih mengandalkan para pengawas dan gubernurnya yang setia untuk mengawal dan mengelola pemanfaatan sumber daya alam oleh rakyat Aceh. Sifat-sifatdasar adat yaitu: mengalir, lisan dan tidak terstruktur dikaitkandengan perkembangan hukum di Aceh dan berlakuknya sistem hukum formalpengadilan negeri dab mahkamah syariah menyebabkan timbulnya berbagaipengertian baik mengenai lembaga adat maupun prosedur umum dari Universitas Sumatera Utara prosespenyelesaian perselisihan secara adat. Kondisi ini diperparah oleh terjadinya bergeseran,kevakuman dan hilangnya kepemimpinan adat yang disebabkan oleh konflik panjangyang terjadi di Aceh. Dalam setiap permasalahan yang ada di Aceh diselesaikan terlebih dahulu secara adat sebelum penyelesaian secara hukum, karena menurut kepercayaan masyarakat Aceh yang tidak tertulis bahwa adat merupakan landasan dasar dalam setiap hal dan dipercaya mampu menyelesaikan setiap permasalahan. Penyelesaian masalah dengan adat tidak menghentikan proses hukum apabila hal itu terkait tindak pidana namun dapat mengurangi beban hukum yang diterima oleh pelaku tindak pidana. Tidak jarang terjadi konflik masyarakat dikemukiman ladang lemisik Kecamatan Lawe Alas Aceh Tenggara dan merupakan tanggung jawab Imeum Mukim untuk menyelesaiaknnya.Oleh sebab itu seluruh desa membutuhkan seseorang yang adil dalam penyelesaian hukum.Di Aceh sendiri penyelesaian masalah antar desa diserahkan kepada Imeum Mukim.Imeum Mukim bertanggungjawab untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.Karena Imeum Mukim adalah masyarakat adat yang bertugas untuk mengawasi, menjaga dan menjalankan segala hal yang berhubungan dengan adat yang melalui tahapan pemilihan. Dalam hal penyelesaian masalah antar kute ini dihadiri oleh kedua belah pihak Kepala Kute kepala desa, Badan Permusyawaratan Kute BPK dan mukim itu sendiri sebagai pemimpin tertinggi dalam permusyawarah atau mufakat tersebut.Setelah didapati kesepakatan dari seluruh pihak maka dituangkan dalam Universitas Sumatera Utara kesepakatan yang ditanda tangani oleh kepala kute dari kedua belah pihak, BPK dan Mukim. Musyawarah dan mufakat dijadikan wadah dalam menyelesaiakan masalah didaerah Aceh karena dipercaya dapat memperbaiki hubungan yang renggang akibat permasalahan yang timbul serta dapat mengurangi perpecahan karena musyawarah ini merujuk pada kesepakatan kedua belah pihak dan dijembatani oleh mukim, kepala kutedari kedua belah pihak serta BPK tiap-tiap kutetersebut. Mukim tidak hanya berfungsi sebagai pemecah masalah dalam musyawarah,tetapijuga sebagai Lembaga adat yang bertugas langsung di bawah kecamatan untuk melindungi Kute. Keberadaan mukim sangatlah diperlukan didalam masyarakat dikarenakan Imeum Mukim telah dipercaya sejak kerajaan Sultan Iskandar Muda yang memangku adat dan mengelola beberapa kute serta berperan sebagai yang mengimplementasikan setiap kebijakan dan peraturan adat agar tetap berjalan dan terjaga demi keberlangsungan adat Aceh itu sendiri. Dengan dijadikannya Imeum Mukim sebagai seseorang yang dipercaya untuk menangani permasalahan antar kutemembuat penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut, karena hanya di Aceh yang terdapat Imeum Mukim yang membawahi beberapa kuteuntuk ditangani sebagai penyelenggara pemerintah yang juga berada di bawah kecamatan. Juga konflik yang terjadi pada antar kute menjadi tanggung jawab Imeum Mukim dan harus diselesaikan melalui adat terlebihdahulu, sehingga penulis meneliti dengan judul “Peran Imam Mukim Dalam Menyelesaikan Konflik Universitas Sumatera Utara Masyarakat di Kemukiman Ladang Lemisik Kecamatan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara”

B. Rumusan Masalah