19
mentalnya berdasarkan ajaran agama. Membebaskan rasa bersalah berdasarkan ajaran agama Islam dapat dilakukan dengan bertaubat,
hukuman cambuk merupakan bagian dari penyataan taubat yang diharapkan dapat menghapus dosa di akhirat kelak.
2.4.2 Sanksi hukuman bagi pelanggar Qanun
Aceh sejak dulu dikenal dengan “Serambi Mekkah.” Karena disamping rakyatnya taat menjalankan ajaran agamanya hukum syari’ah,
juga sangat menjunjung nilai-nilai adat istiadat, sebagai warisan dari leluhurnya. Dalam masyarakat Aceh banyak ditemui kata-kata hikmah
Hadih maja, yang mendukung hal tersebut, seperti Adat ngoen Hukom Lagee Zat denugoen Sipheut Adat dengan sifat seumpama zat dengan
sifat. Ungkapan ini, memberi makna bahwa hukum syari’ah dan adat di Aceh tidak dapat dipisahkan, karena adat bersendi syara’, dan syara’
bersumber kitabullah. Keberadaan dan penerimaan syariat Islam, sejak dahulu begitu kuat di Aceh, belum menjamin bahwa masyarakat begitu
mudah menerima formalisasi syariat Islam Isa, 2013. Aceh yang berasal dari berbagai etnis arab, Cina, Eropa, dan
Hindustan, diikat oleh semangat agama Islam. Selama ini setiap orang Aceh dipastikan bahwa mereka adalah Islam. Justru itu setiap
pelanggarankejahatan yang dilakukan dipastikan mereka akan teringat pada hukum Islam
Sarong Melayu, 2015.
Pelaksanaan syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam secara resmi berdasarkan Undang-undang
negara Republik Indonesia sudah memakan waktu lebih enam tahun
Universitas Sumatera Utara
20
lamanya, terhitung 15 Maret 2002 1 Muharram 1423 H. Pelaksanaan Syariat Islam terkesan sangat lamban implementasinya mengikut ketentuan-
ketentuan yang sudah ada, baik dari Undang-undang negara maupun Qanun- qanun yang lahir di Aceh sendiri Adan, 2009.
Qanun Aceh yang ada sekarang hanya menentukan satu perbuatan pidana yang tergolong pidana hudud, yaitu perbuatan pidana khamar,
sedangkan perbuatan pidana di bidang maisir dan khalwat diancam dengan hukuman ta’zir. Aceh yang selalu di identikkan dengan syariat Islam
memiliki nilai peradaban sendiri yang kadangkala jarang ada kesamaannya dengan wilayah-wilayah lain di Negara Kesatuan Republik Indonesia
Adan, 2009. Di daerah Aceh norma dasar hukuman cambuk yang terdapat dalam Al-Quran dan hadist Nabi Muhammad Saw yang di kongkritkan
menjadi norma-norma hukum yang dituangkan melalui Qanun Aceh : a dengan berpegang pada penafsiranpemahaman atas Al-Qur’an dan hadist
Nabi Muhammad Saw dengan tetap memakai ketentuan-ketentuan lama atau pendapat mazhab-mazhab yang masih relevan serta berusaha untuk mencari
dan merumuskan ketentuan baru yang lebih baik; b dengan memperhatikan isu-isu hak asasi manusia dan Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia Ablisar, 2011.
Pelaksanaan ‘uqubat terkesan masih pilih kasih, artinya bila pelanggaran Qanun syariat dilakukan oleh oknum pejabat tertentu, hampir
tidak pernah di eksekusi sesuai Qanun yang berlaku. Selain itu, juga dalam
Universitas Sumatera Utara
21
penerapannya masih terjadi dualisme hukum. Di satu sisi menundukkan diri dengan Qanun syariat, di pihak lain juga harus mengikuti hukum positif
yang berlaku, sehingga memunculkan isu ke publik bahwa keberadaan hukum syariat Islam di Aceh bertentangan dengan sistem hukum dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia Isa, 2013. Ancaman hukuman terhadap pelanggaran Qanun Nomor 14 Tahun
2003 tentang khalwat adalah sebagai berikut : 1. Pasal 22 : 1Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 4, diancam dengan ‘uqubat ta’zir berupa dicambuk paling tinggi 9 sembilan kali, paling rendah 3 tiga kali danatau denda
paling banyak Rp. 10.000.000,- sepuluh juta rupiah, paling sedikit Rp 2.500.000,- dua juta lima ratus ribu rupiah; 2Setiap orang
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 diancam dengan ‘uqubat ta’zir berupa kurungan paling lama 6 enam
bulan, paling singkat 2 dua bulan danatau denda paling banyak Rp. 15.000.000,- lima belas juta rupiah, paling sedikit Rp 5.000.000,- lima
juta rupiah; 3 Pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan 6 adalah jarimah ta’zir.
2. Pasal24 pada Qanun ini menyebutkan bahwa Pengulangan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22,‘uqubatnya
dapat ditambah 13 sepertiga dari ‘uqubat maksimal. 3. Pasal 25 : Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 5 dan 6 :
Universitas Sumatera Utara
22
a. Apabila dilakukan oleh badan hukumbadan usaha, maka ‘uqubatnya dijatuhkan kepada penanggung jawab.
b. Apabila ada hubungan dengan kegiatan usahanya, maka selain sanksi ‘uqubat sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 1 dan 2 dapat
juga dikenakan ‘uqubat administratif.
2.5 Konsep Kehidupan Sosial