16
c. Ekuitas saham biasa common stock equity adalah bentuk
komponen modal jangka panjang yang ditanamkan oleh para investor yang pemegangnya memiliki klaim residual atas laba dan kekayaan perusahaan.
Menurut Warsono
2003:236, ada
beberapa faktor
yang mempengaruhi struktur modal antara lain sebagai berikut:
a. Laju pertumbuhan dan kemantapan penjualan dimasa yang
akan datang, semakin tinggi pertumbuhan dan semakin stabil penjualan di masa yang akan datang, cenderung me-leverage semakin besar.
b. Struktur kompetitif dalam industri. Semakin kompetitif
persaingan dalam industrinya, semakin kecil kecenderungan perusahaan untuk menggunakan hutang jangka panjang dalam struktur modal.
c. Susunan aset dari perusahaan sendiri.
d. Resiko bisnis yang dihadapi perusahaan
e. Status kendali dari para pemilik dan manajemen
f. Sikap para kreditur modal terhadap industri dan perusahaan
g. Posisi pajak perusahaan
h. Fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk menerbitkan
modal dalam kondisi yang tidak baik i.
Konservatisme atau agresivisme manajerial
17
Penentuan struktur modal bagi suatu perusahaan merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan yang penting, karena keputusan ini dapat
berpengaruh terhadap pencapaian tujuan manajemen keuangan perusahaan. Untuk mencapai tujuan manajemen struktur modal, mekanisme yang dapat
dilakukan adalah dengan menciptakan bauran pembelanjaan sedemikian rupa sehingga dapat meminimumkan biaya modal cost of capital dan
memaksimumkan nilai perusahaan Warsono, 2003:238. Brigham dan Houston dalam Andi Setiawan 2010:20, keputusan
struktur modal secara langsung juga berpengaruh terhadap besarnya resiko yang ditanggung pemegang saham serta besarnya tingkat pengembalian atau
tingkat keuntungan yang diharapkan. Yuke dan Hadri dalam Andi Setiawan 2010:20-21, mengatakan
bahwa keputusan struktur modal yang diambil oleh manajer tersebut tidak saja berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan, tetapi juga berpengaruh
terhadap resiko keuangan yang dihadapi perusahaan. Teori struktur modal menjelaskan apakah ada pengaruh perubahan
struktur modal terhadap nilai perusahaan yang tercermin dari harga saham perusahaan, kalau keputusan investasi dan kebijakan deviden dipegang
konstan. Dengan kata lain, seandainya perusahaan mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang atau sebaliknya apakah harga saham akan berubah,
apabila perusahaan tidak merubah keputusan-keputusan keuangan lainnya.
18
Dengan kata lain, kalau perubahan struktur modal tidak merubah nilai perusahaan, berarti tidak ada struktur modal yang terbaik. Semua struktur
modal adalah baik. Akan tetapi, kalau dengan merubah struktur modal ternyata nilai perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang
terbaik. Struktur modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan, atau harga saham adalah struktur modal yang terbaik. Yang dimaksud dengan nilai
perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual Suad Husnan, 2000:299.
19
2. Trade off Theory
Teori trade off merupakan hasil pengembangan dari teori struktur modal modern pertama yang diperkenalkan oleh Modigliani dan Miller pada
tahun 1958. Teori ini mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan adalah hasil trade off dari biaya keagenan dan biaya kesulitan keuangan
dimana sebagai imbangan dari manfaat penggunaan hutang. Dari model ini dapat dinyatakan bahwa perusahaan yang tidak menggunakan pinjaman sama
sekali dan perusahaan yang menggunakan pembiayaan investasinya dengan pinjaman seluruhnya adalah buruk. Keputusan terbaik adalah keputusan yang
moderat dengan mempertimbangkan kedua instrument pembiayaan. Trade off theory merupakan model yang didasarkan pada trade-off antara keuntungan
dengan kerugian penggunaan hutang. Berdasarkan realita yang berasal dari hutang dalam jumlah besar, penggunaan modal sendiri mempunyai manfaat
dan kerugian bagi perusahaan. Menurut Brigham : 2001 dalam Fadli 2010, hutang mempunyai keuntungan pada :
a. Biaya bunga yang mempengaruhi penghasilan kena pajak, sehingga hutang menjadi lebih rendah.
b. Kreditur hanya mendapatkan biaya bunga yang bersifat relatif tetap, kelebihan dan keuntungan akan menjadi klaim bagi pemilik perusahaan.
20
Trade off theory menjelaskan bahwa tingkat leverage perusahaan merupakan hasil trade off perusahaan antara manfaat pajak atas penggunaan
hutang dengan meningkatnya biaya keagenan dan financial distress yang muncul akibat peningkatan penggunaan hutang, teori ini memiliki dasar
pemikiran untuk menghindari keputusan ekstrim, penggunaan hutang 100, atau penggunaan modal sendiri 100. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa
dengan meminjam, perusahaan akan dapat melindungi pendapatannya dari pajak sedangkan apabila meminjam terlalu banyak, maka akan menyebabkan
timbulnya biaya kebangkrutan.
3. Pecking Order Theory
Teori ini dikenalkan pertama kali oleh Donaldson pada tahun 1961, penamaan pecking order theory dilakukan oleh Myers pada tahun 1984. Teori
ini disebut pecking order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan hierarki sumber dana yang paling disukai. Secara ringkas
teori ini menyatakan bahwa Brealey and Myers, 1991 dalam Suad Husnan, 2000:324:
1. Perusahaan menyukai internal financing pendanaan dari hasil
operasi perusahaan. 2.
Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian deviden yang ditargetkan dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran
deviden secara drastis.
21
3. Kebijakan deviden yang relatif segan untuk diubah, disertai
dengan fluktuasi profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi
kebutuhan dana untuk investasi, meskipun pada kesempatan yang lain, mungkin kurang. Apalagi dana hasil operasi kurang dari kebutuhan investasi,
maka perusahaan akan mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki.
4. Apabila pendanaan dari luar external financing diperlukan,
maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling “aman” terlebih
dahulu yaitu dimulai dengan penerbitan obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkarakteristik opsi seperti obligasi konversi, baru akhirnya
apabila masih belum mencukupi, saham baru diterbitkan. Suad Husnan dalam Irham Fahmi dan Yovi Lavianti 2010:57-59
Pecking order theories merupakan suatu kebijakan yang ditempuh oleh suatu perusahaan untuk mencari tambahan dana dengan cara menjual aset yang
dimilikinya. Pada kebijakan pecking order theories perusahaan melakukan kebijakan dengan cara mengurangi kepemilikan aset yang dimiliki karena
dilakukan kebijakan penjualan. Perusahaan akan mengalami kekurangan aset karena dipakai untuk
membiayai rencana aktivitas perusahaan baik yang sedang maupun yang akan datang. Yang sedang seperti untuk membayar utang yang jatuh tempo dan
yang akan datang seperti untuk pengembangan produk baru new product dan
22
ekspansi perusahaan dalam membuka kantor cabang brand office dan berbagai kantor cabang pembantu sub brand office.
Implikasi pecking order theory adalah perusahaan tidak menetapkan struktur modal optimal tertentu, tetapi perusahaan menetapkan kebijakan
prioritas sumber dana Laili Hidayat, et al, 2001 : 33. Pecking order theory menjelaskan
mengapa perusahaan-perusahaan
yang profitable
menguntungkan umumnya meminjam dalam jumlah yang sedikit. Hal tersebut bukan karena perusahaan mempunyai target debt ratio yang rendah,
tetapi karena memerlukan external financing yang sedikit. Sedangkan perusahaan yang kurang profitable cenderung mempunyai hutang yang lebih
besar karena dana internal tidak cukup dan hutang merupakan sumber eksternal yang lebih disukai. Penggunaan dana eksternal dalam bentuk hutang
lebih disukai daripada modal sendiri karena 2 alasan, yaitu, pertama pertimbangan biaya emisi dimana biaya emisi obligasi akan lebih murah
daripada biaya emisi saham baru. Hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama. Kedua, manajer khawatir
penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para pembeli, dan membuat harga saham akan turun, hal ini disebabkan antara lain
oleh kemungkinan adanya ketidaksamaan informasi antara pihak manajemen dengan pihak pemodal Suad Husnan, 2000 : 325.
23
Modigliani dan Miller dalam Irham Fahmi dan Yovi Lavianti 2010:59 bahwa penggunaan hutang akan selalu lebih menguntungkan
apabila dibandingkan dengan penggunaan modal sendiri, terutama dengan meminjam ke perbankan. Karena pihak perbankan dalam menetapkan tingkat
suku bunga adalah berdasarkan acuan dalam melihat perubahan dan berbagai persoalan dalam perekonomian suatu negara, yaitu dengan menghubungkan
antara tingkat inflasi dengan persentase pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan. Sehingga sangat tidak mungkin bagi suatu perbankan menerapkan
suatu angka suku bunga pinjaman yang memberatkan bagi pihak debitur, karena juga akan bermasalah bagi perbankan sendiri yaitu memungkinkan
untuk timbulnya bad debt.
4. Agency Theory
Teori ini dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976. Manajemen merupakan agen dari pemegang
saham, sebagai pemilik perusahaan. Para pemegang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang
kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen harus diberikan imbalan dan pengawasan yang memadai. Pengawasan dapat
dilakukan melalui cara seperti pengikatan agen, pemeriksa laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan
pengawasan membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. Biaya