Latar Belakang Masalah Nilai sosial dalam novel bukan pasar malam karya prammedya ananta toer; implikasinya terhadap pembelajaran satra

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra menggambarkan kehidupan pada saat sastra itu ditulis. Sastra mengandung nilai-nilai sosial, falsafati, dan religi. Sebuah karya sastra memiliki nilai yang luar biasa dalam penceritaannya jika pengarang dalam proses pembuatan karyanya mampu melibatkan semua aspek kehidupan di dalamnya. Sebuah karya sastra bernilai tinggi dan terasa ketika membaca isinya yang mampu melibatkan batin pembaca dengan nuansa imajinatif yang pengarang berikan. Pada hakikatnya seorang sastrawan adalah bagian dari masyarakat. Sastra adalah lembaga sosial yang mempergunakan bahasa sebagai mediumnya. Bahasa adalah salah satu ciptaan sosial. Oleh sebab itu, sastrawan tidak dapat lepas dari status sosial tertentu. Karya sastra merupakan cerminan hubungan sosial individu dengan individu lain, atau antara individu dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Ketika membaca sebuah karya sastra, mungkin kita akan merasakan kenikmatan seperti kita sedang melakukan permainan, atau bahkan kita akan merasakan ketenangan, atau karena begitu dalamnya kita dalam membaca sebuah karya sastra, kita akan lebih mudah dalam menjalani pekerjaan sehari-hari. Sastra bisa mengandung gagasan yang mungkin dimanfaatkan untuk menumbuhkan sifat sosial tertentu, atau bahkan untuk mencetuskan peristiwa sosial tertentu. Horace mengemukakan fungsi karya sastra sebagai dulce et utile, yaitu sebagai penghibur sekaligus berguna. 1 Pengertian ini menunjukkan fungsi karya sastra yang bukan sekedar menghibur, namun mengajarkan sesuatu yang berguna. Pendapat lain diungkapkan tentang fungsi karya sastra fiksi merupakan sebuah cerita, dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada pembaca di samping adanya tujuan estetik. Membaca sebuah karya fiksi 1 Achadiati Ikram, dkk., Sejarah Kebudayaan Indonesia Bahasa, Sastra dan Aksara, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, hlm. 33 2 berarti menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin. Daya tarik cerita inilah yang pertama-tama akan memotivasi orang untuk membacanya. Hal itu dikarenakan karena pada dasarnya setiap orang senang cerita, apalagi yang sensasional, baik yang diperoleh dengan cara melihat maupun mendengarkan. Melalui cerita itulah pembaca secara tak langsung dapat belajar, merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang sengaja ditawarkan pengarang. Hal itu disebabkan cerita fiksi tersebut akan mendorong pembaca untuk ikut merenungkan masalah hidup dan kehidupan. Oleh karena itu, cerita, fiksi, atau kesastraan pada umumnya sering dianggap dapat membuat manusia lebih arif, atau dapat dikatakan sebagai ”memanusiakan manusia.” 2 Sastra adalah jenis kesenian yang merupakan hasil kristalisasi nilai-nilai yang disepakati untuk terus-menerus dibongkar dan dikembangkan dalam suatu masyarakat. Karena sastra adalah seni bahasa, di dalamnya terbayang dengan lebih tegas nilai-nilai yang mengatur kehidupan kita dan selalu ditinjau kembali. Dengan menggunakan bahasa sebagai alat seorang sastrawan berusaha untuk tidak sekedar merekam kehidupan di sekitarnya, tetapi memberikan tanggapan evaluatif terhadapnya. 3 Fungsi novel ini adalah bagaimana nilai sastra yang terkandung berkaitan dengan nilai sosial, bagaimana kisah ini memuat nilai sastra yang sangat berkaitan dengan nilai sosial yang ada pada masa itu. Nilai sosial dimana sosok Ayah masih menghormati pemerintahan masa itu dengan penuh kesabaran. Ia merupakan guru yang sangat berbakti. Akan tetapi, dipenjarakan di tiga tempat dalam waktu dua minggu. Kemudian tokoh Aku adalah mantan tentara muda yang dipenjarakan oleh Belanda karena idealismenya. Dikisahkan dalam novel ini adalah masa pascakemerdekaan yang masih banyak terdapat rakyat yang mengalami kemiskinan sedangkan para jenderal atau pembesar-pembesar hanya sibuk 2 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.2000, hlm. 4 3 Sapardi Djoko Damono, “Sastra di Sekolah” dalam Susastra volume 3No.52007, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007, hlm. 4 3 mengurus dan memperkaya diri sendiri. hak itu pun yang masih terjadi sampai saat reformasi ini. Beberapa pengarang telah mengangkat kehidupan masyarakat menjadi tema utama dalam karyanya. Kesenjangan sosial, seperti masalah kemiskinan, masih kuatnya nilai feodalisme, bobroknya nilai dan norma, menjadi masalah yang menarik untuk dibahas. Pramoedya Ananta Toer adalah sastrawan yang sering kali melatarbelakangi ceritanya dengan sejarah maupun pengalaman hidupnya. Tulisan-tulisan awalnya banyak mengambil latar belakang masa sebelum Perang Dunia Kedua, terutama kehidupan di sekitar Blora tempat ia tinggal di masa kecil, serta masa-masa seputar revolusi kemerdekaan. Bukan Pasar Malam diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka pada tahun 1951. Di dalam novel ini, Pramoedya menggambarkan kesedihan, penderitaan dan kesulitan rakyat Indonesia pascakemerdekaan. Seluruh cerita dikisahkan menjadi citraan sosial pada masa itu. Oleh karena itu, hampir setiap bagian dinarasikan mengungkapkan nilai-nilai sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Nilai interaksi sosial dalam keluarga, hingga interaksi dengan kehidupan di masa lalu serta lingkungan yang serba sulit dideskripsikan dengan sangat detail oleh Pramoedya. Sehubungan dengan hal di atas, peneliti tertarik mengkaji nilai sosial dalam novel Bukan Pasar Malam karya Pramoedya Ananta Toer. Dari isi cerita novel tersebut akan dicari nilai sosial yang terkandung di dalamnya. Novel dinilai memiliki banyak nilai sosial, nantinya bisa dijadikan sebagai materi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah. 4 Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan secara rinci dasar penelitian ini sebagai berikut: 1 Dari segi penceritaan, novel Bukan Pasar Malam karya Pramoedya Ananta Toer sangat menarik untuk dikaji menggunakan tinjauan sosiologi sastra. 2 Novel Bukan Pasar Malam menggambarkan kehidupan masyarakat Indonesia pascakemerdekaan. Seluruh cerita dikisahkan menjadi citraan sosial pada masa itu. Oleh karena itu, hampir setiap bagian dinarasikan untuk mengungkapkan nilai-nilai sosial dalam kehidupan bermasyarakat. 3 Novel Bukan Pasar Malam relevan dengan dunia pendidikan sehingga dapat diimplikasikan ke dalam pembelajaran sastra di sekolah.

B. Rumusan Masalah