1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bank Syariah adalah Lembaga Keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Dengan kata lain, dalam menjalankan usahanya bank syariah menggunakan pola
bagi hasil profit loss sharing yang merupakan landasan utama dalam segala operasinya, baik dalam produk pendanaan, pembiayaan maupun dalam produk
lainnya dan menghindari unsur bunga di dalamnya.
1
Di Indonesia sendiri berdirinya Bank Syariah di dasari atas undang-undang No. 10 tahun 1998 amandemen atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan syariah, serta dikeluarkannya fatwa bunga bank haram oleh Majelis Ulama Indonesia MUI tahun 2003. Kemudian dipertegas kembali pada tahun
2007 bahwa perbankan syariah dalam pelaksanaannya harus menetapkan nilai- nilai Islam dan dalam kegiatan usahanya harus berdasarkan prinsip syariah.
Di samping karena kinerja bank syariah yang mengesankan, perkembangan perbankan syariah juga di dukung oleh sistem bagi hasil yang ditawarkan lebih
stabil terhadap gejolak ekonomi makro. Di tengah terus menurunnya suku bunga bank konvensional, return bagi hasil memberikan keuntungan yang relatif lebih
1
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007, h.11
2 tinggi dibandingkan bunga yang ditawarkan bank konvensional. Hal ini terjadi
karena sistem bagi hasil diberikan berdasarkan nisbah perbandingan bagi hasil keuntungan yang disepakati saat nasabah membuka rekening.
Penghimbunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional yang diterapkan dalam penghimpunan dana
masyarakat adalah prinsip Wadi’ah titipan dan Mudharabah investasi.
2
Produk yang ditawarkan dengan menggunakan prinsip mudharabah adalah tabungan dan
deposito. Untuk produk ini nasabah akan mendapatkan return bagi hasil yang diperoleh dari pendapatan bank atas penyaluran dana nasabah yang bersangkutan.
Produk dana yang merupakan pilihan terbesar dari seluruh dana masyarakat yang disimpan pada perbankan syariah adalah berupa deposito mudharabah. Dari
tahun ke tahun kedua produk deposito mudharabah ini pada perbankan syariah terus meningkat. Salah satu hal yang mempengaruhinya adalah tingkat bagi hasil
yang diberikan kepada nasabah deposan yang lebih kompetitif terhadap bunga yang ditawarkan oleh bank konvensional.
Meskipun demikian, pada perkembangannya ada indikasi bahwa dalam penetapan return bagi hasil yang diterima nasabah deposan tersebut mengacu
pada tingkat suku bunga konvensional. Padahal tingginya tingkat bagi hasil yang ditawarkan perbankan syariah tidak terlepas dari besarnya tingkat permodalan,
pembiayaannya dan kualitas asset bank yang dapat dilihat dari tingkat Capital
2
Adiwarman A Karim, Bank Islam: Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2004, h.107
3 Adequacy Ratio CAR Financing to deposit ratio FDR dan Non Performing
Financing NPF. Sebagai produk tabungan berjangka, pada umumnya nisbah bagi hasil deposito akan lebih besar dari produk tabungan biasa. Bagi hasil dapat
dilakukan secara tunai, atau secara otomatis dikreditkan ke rekening tabungan atau giro, atau ditambahkan ke pokok deposito.
3
Modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung resiko kerugian, semakin tinggi CAR maka semakin
kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap kreditaktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi sesuai ketentuan BI 8 maka
bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi profitabilitas
dan tentunya akan meningkatkan return bagi hasil yang akan diterima oleh nasabah deposan.
4
Non Performing Financing NPF pada perbankan syariah yaitu jumlah pembiayaan yang tergolong non lancar dengan kualitas kurang lancar, diragukan
dan macet.
5
Porsi terbesar yang menyumbang kredit dan pembiayaan bermasalah ini baik di perbankan syariah NPF maupun konvensional NPLNon Performing
Loan berasal dari pinjaman jenis penggunaan modal kerja dan konsumer. Hal ini disebabkan terutama karena kualitas debitor yang dibiayai kurang andal. Debitor
3
M. Nadratuzzaman Hosen Sunarwin Kartika Setiati, Tuntunan Praktis Menggunakan Jasa Perbankan Syariah, Jakarta : Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, 2007, h.26
4
Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi Yogyakarta : BPFF, 2002, h. 573
5
Muhammad, Manajemen Bank Syariah, Yogyakarta : UPP AMP YKPN, 2005. h.87
4 yang dibiayai bank syariah umumnya merupakan debitor yang tidak mendapat
pembiayaan dari bank konvensional. Financing to deposit ratio FDR atau rasio pembiayaan terhadap dana
pihak ketiga yang menggambarkan sejauh mana simpanan digunakan untuk pemberian pembiayaan bisa digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas
perbankan syariah dengan membandingkan jumlah kredit yang disalurkan dengan jumlah deposit yang dimiliki. Semakin tinggi rasio ini, maka tingkat likuiditas
bank semakin rendah, karena jumlah dana yang digunakan untuk membiayai kredit semakin kecil, demikian pula sebaliknya.
6
Apabila FDR perbankan syariah terus meningkat dan melebihi ketentuan BI, maksimal 110 maka bank akan meningkatkan target perolehan dananya.
Dalam jangka pendek bank akan menaikkan return bagi hasil untuk menarik nasabah baru yang akan menginvestasikan dananya di bank syariah. Namun bank
syariah juga harus memperhatikan tingkat NPFnya sekecil mungkin. Semakin besar NPF membuat bank syariah harus mencatatkan provisi dan pencadangan
yang semakin besar dan dikhawatirkan akan mempengaruhi nisbah dan porsi bagi hasil bagi masyarakat penyimpan dana
7
6
Kasmir, “Manajemen Perbankan”, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, 2007, h.267
7
Umaira Arifa, Pengaruh Non Performing Financing dan Financing to Deposit Ratio Terhadap Persentase Return Bagi Hasil Deposito Mudharabah Mutlaqah Pada Bank Muamalat
Indonesia, Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008, h.5.
5
Tabel 1.2 Rasio CAR, FDR, NPF dan RBH Bank Umum Syariah tahun 2006-2010
Rasio 2006
2007 2008
2009 2010
CAR
13.73 10.67
12.81 10.77
14.58
FDR
98.90 99.76
103.65 89.70
95.40
NPF
4.75 4.05
1.42 4.01
3.95
Ekuivalen RBH
9.99 8.34
8.34 9.06
7.26 Sumber : BI, Statistik Perbankan Syariah, 2010.
Pada Bank Muamalat mencatat kenaikan Aset sebesar 33.5 dari Rp 16.02 triliun posisi 31 desember 2009 menjadi Rp 21,40 triliun. Sementara itu,
penghimpunan Dana Pihak Ketiga DPK juga meningkat signifikan sebanyak 39.16 dari Rp 13.3 triliun menjadi Rp 17.4 triliun. Bank Muamalat cukup aktif
melakukan ekspansi pembiayaan hingga menyentuh angka Rp 15.9 triliun, atau meningkat 39.3 dari posisi tahun sebelumnya. Laba operasional Bank Muamalat
meningkat sangat signifikan atau lebih dari 200 dari Rp 78.7 miliar menjadi Rp 238.2 miliar. CAR pada tahun 2009 sebesar 10.99 tahun 2010 naik menjadi
13,32. Tahun 2009 rasio pembiayaan FDR mencapai 85,82 dan tahun 2010 naik menjadi 99,68. Sedangkan rasio pembiayaan bermasalah NPF pada tahun
2009 sebesar 4,10 dan pada tahun 2010 turun menjadi 3,36. Terbukti dengan FDR sebesar 99,68, artinya dana masyarakat sepenuhnya menjadi investasi
melalui pembiayaan kepada para pengusaha untuk menggerakkan sektor riil dan dunia usaha. Selain itu perbaikan Non Performing Financing NPF juga
mendukung peningkatan laba.
8
8
http:www.muamalatbank.comindex.phphomenewssiaran_pers1457, diakses pada 25 Februari 2011, pukul 15.44 WIB.
6 Pada Bank Syariah Mandiri Aset hingga Desember 2010 mencapai Rp
32,48 triliun. Jumlah itu naik 47,4 persen dibandingkan posisi Desember 2009, yakni sebesar Rp 22,04 triliun. Pada akhir tahun 2009, dana pihak ketiga DPK
sebesar Rp 19,34 triliun. Pada akhir tahun 2010, DPK yang dihimpun naik menjadi Rp 29 triliun atau tumbuh 49,96 persen. pembiayaan yang disalurkan
sebesar Rp16,25 triliun terutama di sektor UMKM. FDR rasio pembiayaan pada tahun 2009 mencapai 83.07 dan pada tahun 2010 turun menjadi 82.54, NPF
pembiayaan bermasalah pada tahun 2009 mencapai 1.34 dan pada tahun 2010 turun menjadi 1.29. Sedangkan CAR pada tahun 2009 mencapai 12.44 dan
pada tahun 2010 turun menjadi 10.64.
9
Pada Bank Mega Syariah pada akhir desember 2010 aset BMS tercatat 4,4 triliun. Sedangkan pada pembiayaan mencapai 2,5 triliun atau 75 persen dari total
pembiayaan sebesar 3,3 triliun. Pada akhir 2010 dana pihak ketiga yang dihimpun sebesar sebesar 3,8 triliun. CAR pada tahun 2009 sebesar 10.96 pada tahun
2010 meningkat menjadi 13.14. FDR tahun 2009 meningkat 90,23 pada tahun 2010 menjadi 92,43. Sedangkan NPF pada tahun 2009 sebesar 1,16 pada
tahun 2010 sebesar 1,80.
10
Dilihat dari segi kualitas pembiayaan, tingkat Non Performing Financing NPF juga relatif kecil. Salah satu aspek penting operasional perbankan yaitu
9
http:bisniskeuangan.kompas.comread201104191131023Aset.Bank.Syariah.Mandiri.Rp .32.48.Triliun, diakses pada 25 februari 2011, pukul 16.00 WIB.
10
http:www.korankaltim.co.idreadnews20114624bank-mega-incar-aset-rp1.000-triliun- .html, di akses pada 25 februari 2011, pukul 16.10 WIB.
7 kehati-hatian prudent, sehingga dapat menekan pembiayaan bermasalah atau
NPF menjadi sekecil mungkin berjalan dengan baik di Bank Syariah. Bank syariah memberikan return bagi hasil yang kompetitif dalam
menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Return bagi hasil yang diberikan kepada nasabah untuk deposito mudharabah berkisar antara 8 sampai
11. Imbal hasil untuk deposan ini dipengaruhi oleh meningkatnya nisbah bagi hasil yang diterima bank syariah dari penempatan dananya. Hal ini tidak terlepas
dari membaiknya kualitas aktiva produktif bank syariah yaitu earning assets yang tercermin dari tingkat CAR, FDR dan NPF-nya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam bentuk skripsi dengan judul “ Pengaruh CAR, NPF
dan FDR Terhadap Return Bagi Hasil Deposito Mudharabah Pada Perbankan Syariah.”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah