Pengaruh Desain Ruang ICU dan Peralatan ICU terhadap Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010

(1)

PENGARUH DESAIN RUANG ICU DAN PERALATAN ICU TERHADAP KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT VITA INSANI

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2010

TESIS

Oleh

ANGELINE LASMAIDA SIBARANI 087013001/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF ICU ROOM DESIGN AND ICU INSTRUMENTS ON THE WORK SATISFACTION OF NURSES IN VITA INSANI

HOSPITAL IN PEMATANGSIANTAR IN 2010

ThESIS

By

ANGELINE LASMAIDA SIBARANI 087013001/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH DESAIN RUANG ICU DAN PERALATAN ICU TERHADAP KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT VITA INSANI

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2010

T E S I S

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANGELINE LASMAIDA SIBARANI 087013001 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH DESAIN RUANG ICU DAN PERALATAN ICU TERHADAP KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT VITA INSANI PEMATANGSIANTAR TAHUN 2010 Nama Mahasiswa : Angeline Lasmaida Sibarani

Nomor Induk Mahasiswa : 087013001

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H) (Achmad Delianur Nasution, S.T, M.T Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 30 Mei 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H

Anggota : 1. Achmad Delianur Nasution, S.T, M.T 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si 3. dr. Heldy B.Z., M.P.H


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH DESAIN RUANG ICU DAN PERALATAN ICU TERHADAP KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUMAH SAKIT VITA INSANI

PEMATANGSIANTAR TAHUN 2010

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2011


(7)

ABSTRAK

Ruang ICU merupakan salah satu unit penghasil pelayanan di dalam rumah sakit yang menangani pasien-pasien gawat yang membutuhkan perawatan intensif. Lingkungan pekerjaan merupakan salah satu faktor yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kepuasan dalam diri karyawan. Faktor desain ruang ICU yang terdiri dari tata atur ruang ICU dalam rumah sakit, tata atur ruang ICU, besaran ruang ICU, kenyamanan fisik (pencahayan-penghawaan-kebisingan), dan faktor peralatan ICU diduga memengaruhi kepuasan kerja perawat.

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe eksplanatori yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh desain ruang ICU dan peralatan ICU terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang berhubungan dengan ruang ICU di rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar sebanyak 33 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Pengumpulan data meliputi data primer dengan menggunakan kuesioner dan observasi dan data sekunder melalui pencatatan tentang desain dari dokumen Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. Analisis data menggunakan uji regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60% perawat menyatakan tidak puas dengan ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. Hasil regresi linear berganda menunjukkan variabel tata atur ruang ICU dalam rumah sakit (p=0,011), tata atur ruang ICU (p=0,010), besaran ruang ICU (p=0,000), kenyamanan fisik (pencahayaan-penghawaan-kebisingan) (p=0,006), peralatan ICU (p=0,049) berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. Variabel besaran ruang ICU merupakan variabel paling dominan memengaruhi kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar agar menjadi bahan pertimbangan untuk memperbesar dan memperluas ruangan ICU agar pembagian ruangan di ICU dapat diatur.


(8)

ABSTRACT

Intensive Care Unit (ICU) is one of the service-producing units in a hospital handling the patients who need intensive care. Work environment is one of the factors needed to maintain the employees’ level of satisfaction. ICU interior design comprising the lay out of ICU in a hospital, ICU interior plan, its size, physical comfort (lighting – temperature – noise), and the equipment available in the ICU Room are assumed to have influenced the nurses’ work satisfaction.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of ICU Room design and the equipment available in an ICU Room on work satisfaction of the nurses in Vita Insani Hospital Pematangsiantar. The population of this study were all of the 33 nurses who were working in the ICU Room of Vita Insani Hospital Pematangsiantar and all of the nurses were selected to be the samples for this study. The primary data of this study were obtained through questionnaires and observation while the secondary data were obtained from the documents about the design of ICU Room in Vita Insani Hospital Pematangsiantar. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests at level of confidence 95%.

The result of this study showed that 60% of the nurses said that they were not satisfied with the ICU Room in Vita Insani Hospital Pematangsiantar. The result of multiple linear regression tests showed that the variable of the lay out of ICU in a hospital (p = 0,011), ICU interior plan (p = 0,010), the size of ICU room (p = 0,000), physical comfort (lighting – temperature – noise) (p = 0,006), the equipment available in the ICU Room (p = 0,049) influenced the work satisfaction of the nurses in Vita Insani Hospital Pematangsiantar. The variable of the size of ICU Room was the most dominant variable which influenced the work satisfaction of the nurses in Vita Insani Hospital Pematangsiantar.

The management of Vita Insani Hospital Pematangsiantar is suggested to consider the extension of the ICU Room so that the allotment of space in the ICU Room can be arranged.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat rahmat dan karuniaNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini, yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul ”Pengaruh Desain Ruang ICU dan Peralatan ICU terhadap Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tahun 2010”, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. dr. Aman Nasution, M.P.H, dan Achmad Delianur Nasution, S.T, M.T yang telah membimbing dari awal sampai selesainya penulisan tesis ini. Selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), SpA (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(10)

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan selaku Dosen Penguji Tesis.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. dr. Heldy B.Z.,M.P.H selaku Dosen Penguji Tesis.

6. Seluruh Dosen dan Staf di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. dr. Ronal Saragih, Kepala Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar yang telah memberikan izin melanjutkan pendidikan ke Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 8. Renasti Bakkara, S.K.M selaku Kepala Puskesmas Karo, dan seluruh staf

Puskesmas Karo Pematangsiantar yang memberikan izin untuk menyelesaikan tesis ini.

9. dr. Alpin Hoza, selaku direktur Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. 10. Orangtua tercinta, Dr. Marasi Sibarani, M.Sc, dan Ibu Rosie br.Pohan, yang

selalu memberikan bimbingan dan motivasi dalam menyelesaikan tesis ini. 11. Suami tercinta dr. Lamhot Situmorang yang telah mengizinkan dan memberi

dukungan untuk melanjutkan pendidikan.

12.Adikku tercinta Alexander, Oliver, Ferdinand yang memberikan pencerahan dalam menyelesaikan tesis ini.


(11)

13.Seluruh staf Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar atas perhatian dan pengertiannya.

14.Teman-teman di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan semua pihak yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun penulisan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini dan pengembangan penulisan di masa yang akan datang. Akhirnya penulis mengharapkan tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2011 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Angeline Lasmaida Sibarani yang dilahirkan di Medan pada tanggal 22 Januari 1979. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dan penulis menikah dengan Lamhot Situmorang.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar Tahun 1991 di SD Methodist Pematangsiantar, Tahun 1994 menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Pematangsiantar, Tahun 1997 menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Pematangsiantar, dan Tahun 2004 penulis menamatkan Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia.

Penulis mengawali karir sebagai Dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) tahun 2005 sampai sekarang, dan sebagai dokter umum di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2005 sampai sekarang.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis ... 8

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Kepuasan Kerja ... 10

2.2. ICU (Intensive Care Unit) ... 13

2.3. Desain Ruang ICU... 16

2.4 Standar Pelayanan ICU... 22

2.5. Peralatan ICU... 30

2.6. Monitoring Pasien di ICU ... 32

2.7. Landasan Teori ... 34

2.8. Kerangka Konsep Penelitian ... 36

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 38

3.1. Jenis Penelitian ... 38

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

3.3. Populasi dan Sampel ... 38

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 39

3.4.1. Jenis Data ... 39

3.4.2. Pengumpulan Data ... 39

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 42

3.6. Metode Pengukuran ... 43

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen ... 43


(14)

3.7. Metode Analisis Data ... 45

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 47

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47

4.1.1. Tata Atur Ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani... 49

4.1.2. Sarana Ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani... 51

4.1.3. Asuhan Keperawatan di Ruang ICU... 54

4.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 57

4.2.1. Jenis Kelamin ... 57

4.2.2. Umur ... 57

4.2.3. Masa Kerja ... 58

4.2.4. Unit Kerja ... 58

4.3. Desain Ruang ICU ... 59

4.3.1. Tata Atur Rruang ICU Dalam Rumah Sakit... 59

4.3.2. Tata Atur Ruang ICU ... 61

4.3.3. Besaran Ruang ICU ... 62

4.3.4. Kenyamanan Fisik ... 63

4.3.5. Peralatan ICU ... 64

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Dependen ... 66

4.5. Hubungan Variabel Independen dengan Variabel Dependen ... 67

4.6. Pengaruh Desain Ruang dan Peralatan terhadap Kepuasan Kerja 68 BAB 5. PEMBAHASAN ... 70

5.1. Pengaruh Desain Ruang dan Peralatan terhadap Kepuasan Kerja 70 5.2. Pengaruh Tata Atur Ruang ICU Dalam Rumah Sakit terhadap Kepuasan Kerja Perawat... 70

5.3. Pengaruh Tata Atur Ruang ICU terhadap Kepuasan Kerja... 71

5.4. Pengaruh Besaran Ruang ICU terhadap Kepuasan Kerja... 72

5.5. Pengaruh Kenyamanan Fisik terhadap Kepuasan Kerja... 73

5.6. Pengaruh Peralatan ICU terhadap Kepuasan Kerja... 74

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

6.1. Kesimpulan ... 75

6.2. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 4.1. Jarak ruang dan waktu tempuh antara ruang ICU dengan ruang lain

yang berhubungan dengan ICU di Rumah Sakit Vita Insani

Pematangsiantar ... 51

4.2. Peralatan ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani ... 52

4.3. Pembagian ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani ... 53

4.4. Kenyamanan Fisik Ruang ICU ... 54

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar ... 57

4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar ... 57

4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar ... 58

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Unit Kerja di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar ... 58

4.9. Distribusi Frekuensi Indikator Variabel Tata Atur Ruang ICU dengan Ruang Lain di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar ... 59

4.10. Distribusi Frekuensi Variabel Tata Atur Ruang ICU dengan Ruang Lain di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar ... 61

4.11. Distribusi Frekuensi Indikator Variabel Tata Atur Ruang ICU di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar ... 61

4.12. Distribusi Frekuensi Variabel Tata Atur Ruang ICU di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar ... 62

4.13. Distribusi Frekuensi Indikator Besaran Ruang ICU di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar ... 62


(16)

4.14. Distribusi Frekuensi Variabel Besaran Ruang ICU di Rumah

Sakit Vita Insani Pematangsiantar ... 63 4.15. Distribusi Frekuensi Indikator Kenyamanan Fisik (Pencahayaan-

Penghawaan-Kebisingan) di Rumah SakitVita Insani ... 63 4.16. Distribusi Frekuensi Variabel Kenyamanan Fisik (Pencahayaan-

Penghawaan-Kebisingan) di Rumah Sakit Vita Insani ... 64 4.17. Distribusi Frekuensi Indikator Peralatan ICU di Rumah Sakit

Vita Insani Pematangsiantar ... 65 4.18. Distribusi Frekuensi Variabel Peralatan ICU di Rumah SakitVita

Insani Pematangsiantar ... 66 4.19. Distribusi Frekuensi Indikator Kepuasan Kerja Perawat di Rumah

Sakit Vita Insani Pematansiantar ... 66 4.20. Distribusi Frekuensi Variabel Kepuasan Kerja Perawat di Rumah

Sakit Vita Insani Pematangsiantar ... 67 4.21. Pengaruh Variabel Dependen dengan Variabel Independen ... 67 4.22. Analisis Regresi Linear Berganda Pengaruh Desain Ruang dan


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Gambar Denah Ruangan ICU 1 ... 19

2.2. Gambar Denah Ruangan ICU2 ... 20

2.3. Gambar Denah Ruangan ICU 3 ... 21

2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 36


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman 1. Kuesioner Penelitian ... 80 2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 85 3. Uji Regresi Pengaruh Desain Ruang ICU dan Peralatan ICU

terhadap Kepuasan Kerja Perawat di Rumah Sakit Vita Insani

Pematangsiantar ... 94 4. Denah Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar ... 120


(19)

ABSTRAK

Ruang ICU merupakan salah satu unit penghasil pelayanan di dalam rumah sakit yang menangani pasien-pasien gawat yang membutuhkan perawatan intensif. Lingkungan pekerjaan merupakan salah satu faktor yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kepuasan dalam diri karyawan. Faktor desain ruang ICU yang terdiri dari tata atur ruang ICU dalam rumah sakit, tata atur ruang ICU, besaran ruang ICU, kenyamanan fisik (pencahayan-penghawaan-kebisingan), dan faktor peralatan ICU diduga memengaruhi kepuasan kerja perawat.

Penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe eksplanatori yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh desain ruang ICU dan peralatan ICU terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. Populasi dalam penelitian ini adalah perawat yang berhubungan dengan ruang ICU di rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar sebanyak 33 orang dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Pengumpulan data meliputi data primer dengan menggunakan kuesioner dan observasi dan data sekunder melalui pencatatan tentang desain dari dokumen Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. Analisis data menggunakan uji regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 60% perawat menyatakan tidak puas dengan ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. Hasil regresi linear berganda menunjukkan variabel tata atur ruang ICU dalam rumah sakit (p=0,011), tata atur ruang ICU (p=0,010), besaran ruang ICU (p=0,000), kenyamanan fisik (pencahayaan-penghawaan-kebisingan) (p=0,006), peralatan ICU (p=0,049) berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar. Variabel besaran ruang ICU merupakan variabel paling dominan memengaruhi kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar.

Disarankan kepada manajemen Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar agar menjadi bahan pertimbangan untuk memperbesar dan memperluas ruangan ICU agar pembagian ruangan di ICU dapat diatur.


(20)

ABSTRACT

Intensive Care Unit (ICU) is one of the service-producing units in a hospital handling the patients who need intensive care. Work environment is one of the factors needed to maintain the employees’ level of satisfaction. ICU interior design comprising the lay out of ICU in a hospital, ICU interior plan, its size, physical comfort (lighting – temperature – noise), and the equipment available in the ICU Room are assumed to have influenced the nurses’ work satisfaction.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of ICU Room design and the equipment available in an ICU Room on work satisfaction of the nurses in Vita Insani Hospital Pematangsiantar. The population of this study were all of the 33 nurses who were working in the ICU Room of Vita Insani Hospital Pematangsiantar and all of the nurses were selected to be the samples for this study. The primary data of this study were obtained through questionnaires and observation while the secondary data were obtained from the documents about the design of ICU Room in Vita Insani Hospital Pematangsiantar. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests at level of confidence 95%.

The result of this study showed that 60% of the nurses said that they were not satisfied with the ICU Room in Vita Insani Hospital Pematangsiantar. The result of multiple linear regression tests showed that the variable of the lay out of ICU in a hospital (p = 0,011), ICU interior plan (p = 0,010), the size of ICU room (p = 0,000), physical comfort (lighting – temperature – noise) (p = 0,006), the equipment available in the ICU Room (p = 0,049) influenced the work satisfaction of the nurses in Vita Insani Hospital Pematangsiantar. The variable of the size of ICU Room was the most dominant variable which influenced the work satisfaction of the nurses in Vita Insani Hospital Pematangsiantar.

The management of Vita Insani Hospital Pematangsiantar is suggested to consider the extension of the ICU Room so that the allotment of space in the ICU Room can be arranged.


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ilmu Kesehatan Masyarakat adalah ilmu yang mempelajari kombinasi teori dan praktek yang bertujuan untuk mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan masyarakat Menurut Hendrik L. Blum, ada empat faktor yang memengaruhi status kesehatan yaitu pelayanan kesehatan, perilaku, keturunan, dan lingkungan. Rumah sakit adalah salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan, yang merupakan tempat dan tumpuan harapan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Status kesehatan akan terganggu jika pelayanan kesehatan tidak dilaksanakan dengan baik. Rumah sakit harus mampu memberikan pertolongan dan perawatan yang memadai, berupa pelayanan yang nyaman, tepat, bermanfaat, dan profesional. Untuk itu rumah sakit dituntut memberikan pelayanan dengan mutu yang baik dan menyediakan fasilitas yang dilengkapi sarana peralatan yang memadai dan modern dengan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional yang mampu menghasilkan produktifitas kerja yang tinggi (Depkes,1996).

Rumah sakit sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal dan internal, faktor eksternal diantaranya adalah stabilitas politik dan pemerintahan, stabilitas ekonomi, budaya masyarakat pelanggan, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor internal diantaranya adalah tenaga, lokasi, peralatan yang


(22)

tersedia, gedung, sumber daya manusia, jenis pelayanan, dan lain sebagainya (Aditama,2005).

Pembangunan suatu rumah sakit membutuhkan perencanaan dan perancangan yang baik. Rumah sakit harus didesain untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan menyiapkan sumber daya dalam mengoperasikan rumah sakit tersebut. Berfungsinya sebuah rumah sakit sangat terkait dengan berfungsinya prasarana dan sarananya, terlebih pada rumah sakit modern yang menggunakan teknologi maju. Konstruksi ruangan harusnya dirancang khusus letaknya, bentuknya, dan luasnya. Tata letak ruang yang baik berguna untuk kenyamanan kerja bagi para petugas yang bekerja di dalamnya.

Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Benny Poliman, di Rumah Sakit Honoris Jakarta, ternyata desain bangunan yang berhubungan dengan kebutuhan pelanggan akan menghasilkan physical comfort meliputi kenyamanan temperatur, cahaya yang sesuai, tidak bising, peralatan yang nyaman, social comfort meliputi cukup privasi (percakapan dengan dokter tidak mudah didengar orang yang tidak berkepentingan), symbolic meaning seperti ruang tunggu yang sempit dan kursi yang tidak nyaman akan mengesankan kurang menghargai pasien (Miller & Swensson,1995).

Menurut Haryadi dan Slamet (1996) perencanaan pengembangan dalam rangka peningkatan fungsi dan pelayanan rumah sakit selalu berdasarkan keadaan yang sebenarnya saat ini, untuk mencapai kondisi yang lebih baik di saat mendatang. Untuk mengetahui keadaan sebenarnya dari prasarana dan sarana fisik


(23)

ICU perlu dilakukan evaluasi paska huni. Evaluasi Paska Huni merupakan pengkajian atau penilaian tingkat keberhasilan suatu bangunan dalam memberikan kepuasan dan dukungan kepada pemakai, terutama nilai-nilai dan kebutuhannya (Haryadi dan Sudibyo, 1996).

Dalam rumah sakit, yang menghasilkan pelayanan adalah unit. Sebagai unit penghasil pelayanan, maka unit di rumah sakit merupakan ujung tombak produksi dan operasional di rumah sakit (Soejitno, 2002). Salah satu pelayanan yang sentral di rumah sakit adalah pelayanan Intensive Care Unit (Hanafie,2007). ICU merupakan salah satu unit di dalam rumah sakit yang menangani pasien-pasien gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain, dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan, dan terapi. Fungsi utama ICU adalah merawat pasien yang dalam keadaan kritis, memantau keadaan pasien secara terus menerus dan memberikan tindakan segera jika dibutuhkan pasien tersebut (Hanafie, 2007).

Syarat khusus ruang ICU adalah letak ruangan ICU harus dekat dengan gedung gawat darurat, laboratorium, radiologi, dan bedah supaya dapat diakses dengan cepat. Pasien-pasien darurat yang memerlukan penanganan dan perawatan intensif dapat segera dipindahkan ke ruang ICU dengan cepat, dan sistem pelayanannya adalah sentral dibuka 24 jam (Depkes RI, 1991). Standar ruang ICU yang memadai ditentukan desain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Letak area ICU dibagi dalam pintu-pintu rintangan. Pintu-pintu rintangan mempunyai fungsi untuk melindungi pasien yang kritis dari kuman-kuman.


(24)

Ruangan sebaiknya diatur sedemikian rupa, sehingga perawat dapat mengontrol pasien secara ergonomis, dapat mengontrol penerimaan pasien, jalan masuk petugas, transportasi barang, dan bahan yang termasuk proses kerja (WHO, 1992).

Alat dalam perawatan intensif adalah alat-alat monitor, dan alat pembantu seperti ventilator, hemodialisa, dan berbagai alat lainnya termasuk defibrilator. Salah satu tindakan yang dilakukan di ruangan ICU adalah memonitor keadaan pasien oleh perawat. Monitor pasien menurut publikasi Nihon Kohden dibagi atas ECG, respirasi, tekanan darah, tekanan darah noninvasif, saturasi oksigen, tekanan nadi, dan suhu tubuh. Tiap pasien kritis yang dirawat di unit perawatan intensif dapat dimonitor dan dipantau perubahan fisiologis yang terjadi akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya.

Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik secara kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi (Ilyas, 1999). Kinerja suatu rumah sakit menurut Soejadi (1996) terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut: (1) kualitas pelayanan medis, (2) efisiensi tempat tidur, (3) kepuasan pasien, (4) kepuasan pegawai rumah sakit terhadap pekerjaan, dan (5) efisiensi keuangan.

Menurut Djojodibroto (1997) BOR (Bed Occupancy Rate) merupakan salah satu indikator pelayanan kesehatan rumah sakit yang menunjukkan seberapa jauh masyarakat memanfaatkan jasa rawat inap dalam suatu masa di suatu rumah sakit. Nilai parameter dari BOR ini idealnya antara 60% – 85% (Depkes,1993). Sedangkan menurut Djojodibroto (1997) BOR yang ideal adalah mendekati 100%. Menurut Donabedian (1980) BOR adalah salah satu hasil akhir


(25)

yang penting (output) dari suatu pelayanan (process) berupa kecepatan pelayanan, dimana komponen yang memengaruhi output adalah input meliputi sarana prasarana, tenaga. Menurut Austin yang dikutip Sumarno (1996), salah satu faktor yang memengaruhi BOR rumah sakit adalah faktor internal rumah sakit yaitu sarana prasarana, dan sumber daya manusia.

Menurut Soedarmono dalam Rijadi (1997) bahwa fasilitas, peralatan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan kelancaran proses pelayanan yang pada akhirnya akan memengaruhi kualitas hasil pelayanan. Menurut Rijadi (1997), pasien atau keluarganya cenderung untuk menilai rumah sakit berdasarkan lingkungan fisik yang mereka lihat yaitu ruang tunggu yang nyaman, kamar mandi yang bersih, pengaturan tata ruang, perlengkapan fisik misalnya kursi dan tempat tidur.

Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar merupakan salah satu rumah sakit swasta yang ikut berperan dalam upaya pembangunan kesehatan di kota Pematangsiantar. Berdasarkan data kunjungan Rumah Sakit Vita Insani (2009), diketahui bahwa angka BOR rumah sakit sudah menunjukkan hasil yang baik yaitu 82,8% dari 127 bed yang tersedia, artinya bahwa secara umum minat masyarakat untuk berobat ke Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tergolong tinggi. Melihat potensi Rumah Sakit Vita Insani yang berada di tengah kota dan minat masyarakat untuk berobat ke rumah sakit itu tinggi maka Rumah sakit Vita Insani masih dapat meningkatkan nilai BOR hingga mencapai ideal 100%. Salah satu usaha yang harus dilakukan rumah sakit untuk meningkatkan kinerja rumah


(26)

sakit adalah pelayanan. Menurut Soejadi (1996) pelayanan berhubungan dengan kinerja rumah sakit.

Pelaksanaan pelayanan di Rumah Sakit Vita Insani yang belum optimal adalah sarana ruang ICU. Tata atur ruang ICU yaitu pembagian ruang ruang ICU belum lengkap dan peralatan di ruang ICU masih kurang lengkap. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa pelayanan di ruang ICU masih perlu ditingkatkan. Tata atur ruang ICU dan peralatan di ICU perlu ditinjau apakah sesuai dengan standar kesehatan atau tidak. Sirkulasi udara yang tidak baik bisa menyebabkan kejadian infeksi nosokomial pada pasien di ruangan tersebut. Tata atur ruang yang tidak sesuai dengan standar kesehatan akan menyulitkan perawat mencapai pasien untuk melakukan pelayanan keperawatan dengan cepat.

Dari hasil pengamatan penulis, ruang ICU di Rumah Sakit Vita Insani tidak mempunyai pembagian ruang-ruang yang lengkap. Ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani hanya mempunyai 3 ruang saja yaitu ruang pasien yang cukup dengan empat tempat tidur, ruang isolasi dengan dua tempat tidur, dan ruang perawat. Tidak ada tempat lagi untuk ruang linen, ruang dokter, ruang peralatan, dan ruang

spoelhock dan WC. Kondisi ini menjadi salah satu faktor penyebab ketidakpuasan perawat di ruang ICU Rumah sakit Vita Insani Pematangsiantar. Ditambah lagi dengan banyaknya pasien yang datang ke rumah sakit dimana kasusnya harus ke ruang ICU untuk mendapatkan perawatan intensif, sehingga harus segera di rujuk kembali ke rumah sakit lain karena kondisi ruang ICU penuh.


(27)

Menurut Kotler, et al, (1996) dalam Tjiptono (2008), kepuasan merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Harapan yang diyakini mempunyai peran besar dalam menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan. Kinerja yang optimal dapat diperoleh jika terdapat kepuasan dalam melaksanakan pekerjaannya.

Faktor yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kepuasan dalam diri karyawan adalah lingkungan pekerjaan. Sumber ketidakpuasan pada seseorang berkaitan erat dengan suasana lingkungan pekerjaan. Bila lingkungan pekerjaan seperti kondisi tempat kerja dipenuhi atau diperbaiki maka akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan kerja, sebaliknya apabila tidak dipenuhi atau tidak ada perbaikan kondisi kerja maka akan mengakibatkan terjadinya ketidakpuasan kerja (Gatot, 2005).

Menurut Strauss dan Sayles seperti dikutip oleh Handoko (1992) bahwa kepuasan kerja untuk aktualisasi diri. Karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja akan menjadi frustasi, dan mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah, dan bosan. Hal ini akan memengaruhi pelayanannya ke pasien.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis ingin menganalisis bagaimana kondisi desain ruang ICU dan peralatan ICU Rumah Sakit Vita Insani saat ini dan menganalisis tingkat kepuasan kerja perawat di ruang ICU, sehingga dapat dihasilkan desain ruang dan peralatan ICU yang ideal


(28)

yang sesuai dengan jumlah pasien yang dilayani dan standar pelayanan yang harus dipenuhi.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh desain ruang ICU (tata atur ruang ICU dalam Rumah Sakit, tata atur ruang ICU, besaran ruang ICU, kenyamanan fisik yaitu pencahayaan-penghawaan-kebisingan) dan peralatan ICU terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar 2010.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh desain ruang ICU (tata atur ruang ICU dalam Rumah Sakit, tata atur ruang ICU, besaran ruang ICU, kenyamanan fisik yaitu pencahayaan-penghawaan-kebisingan) dan peralatan ICU terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani tahun 2010.

1.4. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada pengaruh desain ruang ICU (tata atur ruang ICU dalam Rumah Sakit, tata atur ruang ICU, besaran ruang ICU, kenyamanan fisik yaitu pencahayaan-penghawaan-kebisingan) terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar.


(29)

2. Ada pengaruh peralatan ICU terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memberikan manfaat bagi manajemen Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar untuk mengembangkan dan memperbaiki desain ruang ICU dan peralatan ICU.

2. Memberikan manfaat bagi penulis untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

3. Sebagai bahan studi kepustakaan dan memperkaya penelitian ilmiah di program studi ilmu kesehatan masyarakat.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepuasan Kerja

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan serta kenyamanan dalam melakukan tindakan.

Kepuasan kerja berhubungan dengan perasaan orang terhadap berbagai aspek dari tugasnya, kondisi atau perancangan lingkungan kerjanya, juga hubungannya dengan rekan kerjanya. Dengan demikian kepuasan kerja dapat dipisahkan menjadi kepuasan terhadap (1) pekerjaan itu sendiri, (2) atasan, (3) kondisi kerja, (4) upah atau gaji, dan (5) rekan sekerja (Luthans, 1989). Menurut Davis dan Newstrom (1993) kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka.

Banyak ahli yang mengemukakan teori yng berhubungan dengan kepuasan kerja antara lain teori Maslow dan teori Herzberg. Maslow dalam Sigit (2003) mengatakan bahwa semua kebutuhan manusia yang banyak sekali itu dikelompokkan ke dalam lima kategori yang tersusun secara hirarki dari bawah ke atas yaitu kebutuhan fisiologis (physiological needs), kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security needs), kebutuhan social (social needs), kebutuhan penghargaan (esteem needs) dan kebutuhan aktualisasi diri (pengisian diri atau realisasi diri). Maslow dalam Gibson (1984) mengajukan hipotesis tentang lima


(31)

level kebutuhan manusia yaitu (1) fisiologi, (2) keamanan, (3) sosial, (4) penghargaan, dan (5) aktualisasi diri. Maslow menempatkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dalam suatu kerangka yang disebut hirarki kebutuhan. Apabila kebutuhan-kebutuhan tersebut didapat maka orang-orang akan merasa bahwa pekerjaan mereka menantang dan memperoleh kepuasan batin dari pekerjaan itu (Maslow dalam Davis et.al,1989).

Herzberg menyatakan suatu teori yang berhubungan langsung dengan kepuasan kerja, yang didasarkan pada penelitian bersama di Pitsburg dan sekitarnya. Dari hasil penelitian ini Herzberg dalam Stoner et.al (1987) menyatakan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja berasal dari dua faktor yang terpisah yang disebut faktor pemberi kepuasan (faktor motivator) dan faktor pemberi ketidakpuasan.

Herzberg dalam Sigit (2003) menyatakan karyawan memiliki rasa kepuasan kerja dan rasa ketidakpuasan kerja dalam pekerjaannya, tetapi faktor-faktor yang menyebabkan kepuasan kerja berbeda jika dibandingkan dengan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan kerja. Selanjutnya Herzberg menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kepuasan kerja adalah pengakuan, tanggung jawab, prestasi, pertumbuhan dan pengembangan pekerjaan itu sendiri, yang disebut sebagai faktor intrinsik. Sedangkan faktor-faktor yang membuat ketidakpuasan kerja adalah gaji, kedudukan, kondisi tempat kerja, keselamatan kerja, serta kebijakan dan administrasi perusahaan, dan faktor-faktor ini disebut faktor-faktor ekstrinsik.


(32)

Menurut Milton dalam Sigit (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi kepuasan kerja adalah :

a. Kerja (work) : kesempatan untuk belajar, banyaknya kegiatan, kesempatan untuk sukses, penguasaan langkah dan metode.

b. Bayaran (pay) : banyaknya bayaran, kelayakan atau adil, dan cara pembayaran. c. Promosi (promotion) : kesempatan untuk promosi, kejujuran, dan dasar untuk

promosi.

d. Pengakuan (recognition) : pujian atas pelaksanaan, penghargaan atas selesainya pekerjaan, dan kritik.

e. Kondisi kerja (work condition) : jam kerja, istirahat, peralatan, temperature, ventilasi, kelembaban, lokasi dan layout fisik.

f. Penyeliaan (supervision) : gaya penyeliaan dan pengaruh, perhubungan kemanusiaan dan keahlian administrasi.

g. Teman pekerja (co-worker) : kemampuan, kesukaan menolong, dan keramahan.

h. Perusahaan dan manajemen (company and management) : perhatiannya terhadap karyawan, bayaran, dan kebijakan.

Pada penelitian ini, analisa kepuasan kerja difokuskan hanya pada kepuasan atas kondisi tempat kerja. Dalam hal ini adalah kepuasan perawat pada kondisi ruang ICU dalam memonitoring pasien.


(33)

2.2. ICU (Intensive Care Unit)

Unit Perawatan Intensif adalah ruang perawatan terpisah yang berada dalam rumah sakit, dikelola khusus untuk perawatan pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa akibat penyakit, pembedahan atau trauma dan diharapkan dapat disembuhkan (reversible), dan menjalani kehidupan sosial dengan terapi intensif yang menunjang fungsi vital tubuh pasien tersebut selama masa kegawatan. Tujuan perawatan intensif agar ancaman kematian dapat dikurangi dan harapan sembuh kembali normal dapat ditingkatkan (Depkes RI, 1996).

ICU menyediakan kemampuan dan sarana, prasarana, serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan ketrampilan staf medik, perawat, dan staf lain yang berpengalaman dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.

Perawatan intensif biasanya hanya disediakan untuk pasien-pasien dengan kondisi kritis yang memiliki peluang baik untuk bertahan hidup. Ruang lingkup pelayanan ICU meliputi pemberian dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernafasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, renal baik pada pasien dewasa, anak, dan pasien paska bedah (Depkes RI, 2003).

Fungsi utama ICU adalah untuk pasien kritis yang membutuhkan perhatian medis dan alat-alat khusus, sehingga memudahkan pengamatan dan perawatan oleh perawat yang sudah terlatih (WHO, 1992).


(34)

Harus ada keahlian khusus dan teknologi tinggi dalam bidang kedokteran untuk merawat pasien di ruang ICU. Ada beberapa prioritas indikasi masuk dan keluar ICU (Hanafie, 2007).

Indikasi masuk ICU :

- Prioritas pertama adalah pasien sakit kritis, pasien paska kardiotoraksik, pasien shock septik, yang memerlukan terapi intensif seperti bantuan ventilasi, infus obat-abatan.

- Prioritas kedua adalah pasien yang berisiko yang memerlukan pemantauan canggih dari ICU, seperti pasien-pasien yang menderita penyakit dasar jantung, paru, atau ginjal akut dan berat atau yang telah mengalami pembedahan besar.

- Prioritas ketiga adalah pasien sakit kritis dan tidak stabil dimana penyakitnya untuk sembuh tidak memungkinkan dan terapi di ICU tidak besar manfaatnya. Contoh pasien ini antara lain pasien dengan keganasan metastase disertai penyulit infeksi, pasien menderita penyakit jantung atau paru terminal disertai komplikasi penyakit akut berat.

Kriteria pasien keluar dari ICU :

- Pasien prioritas pertama adalah bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi, atau bila terapi telah gagal dan prognosis jangka pendek jelek dengan kemungkinan sembuh kecil. Misalnya pasien dengan tiga atau lebih gagal sistem organ.


(35)

- Pasien prioritas kedua dikeluarkan bila kemungkinan mendadak memerlukan terapi intensif telah berkurang.

- Pasien prioritas ketiga bila kebutuhan untuk terapi intensif telah tidak ada lagi. Misalnya pasien dengan penyakit lanjut (penyakit paru kronis, penyakit jantung atau liver terminal, karsinoma yang telah menyebar luas yamg tidak respons terhadap terapi ICU.

Klasifikasi Pelayanan ICU :

1. Pelayanan ICU Primer adalah pelayanan yang harus mampu memberikan pengelolaan resusitatif segera untuk pasien gawat, dukungan kardiorespirasi jangka pendek dan mempunyai peran penting dalam pemantauan dan pencegahan penyulit pada pasien medik dan bedah yang beresiko. ICU Primer harus mampu memberikan ventilasi mekanik dan pemantauan kardiovaskuler sederhana selama beberapa jam.

2. Pelayanan ICU Sekunder adalah pelayanan yang harus mampu memberikan standar ICU umum yang tinggi, mampu memberikan tunjangan ventilasi mekanis lebih lama, mampu melakukan tunjangan hidup yang lain tetapi tidak terlalu kompleks sifatnya.

3. Pelayanan ICU Tersier adalah pelayanan intensif tertinggi dan harus mampu memberikan pelayanan tertinggi termasuk bantuan hidup multi-sistem yang kompleks dalam jangka waktu yang tak terbatas. ICU Tersier harus mampu melakukan ventilasi mekanis, pelayanan dukungan/bantuan renal


(36)

ekstrakorporal dan pemantauan kardiovaskular invasif dalam jangka waktu yang terbatas dan mempunyai dukungan pelayanan penunjang medik. Semua pasien yang masuk ke dalam unit harus dirujuk untuk dikelola oleh spesialis

intensive care (Hanafie,2007).

2.3. Desain Ruang ICU

Standar ruang ICU yang memadai ditentukan desain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Letak area ICU dibagi dalam pintu-pintu rintangan. Pintu-pintu rintangan mempunyai fungsi untuk melindungi pasien yang kritis dari kuman-kuman. Ruangan sebaiknya diatur sedemikian rupa, sehingga perawat dapat mengontrol pasien secara ergonomis, dapat mengontrol penerimaan pasien, jalan masuk petugas, transportasi barang, dan bahan yang termasuk proses kerja (WHO, 1992).

Letak ruangan ICU harus dekat dengan gedung gawat darurat, laboratorium, radiologi, dan bedah supaya dapat diakses dengan cepat. Pasien-pasien darurat yang memerlukan penanganan dan perawatan intensif dapat segera dipindahkan ke ruang ICU dengan cepat. Ruang laboratorium dan radiologi harus dekat dengan ruang ICU agar penanganan pasien di ruang ICU cepat ditangani apabila diperlukan segera. Dan gedung harus terletak pada daerah yang tenang (Depkes RI, 1991).

Pemerintah melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 Tentang Persyaratan


(37)

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Keputusan ini mewajibkan bagi setiap Rumah Sakit bertanggung jawab terhadap pengelolaan kesehatan lingkungan rumah sakit. Konstruksi ruang ICU yang termasuk zona dengan resiko tinggi mempunyai ketentuan sebagai berikut :

1. Dinding permukaan harus rata dan berwarna terang.

2. Lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan, kedap air, berwarna terang, dan pertemuan antara lantai dengan dinding harus berbentuk konus. 3. Langit-langit terbuat dari bahan multipleks atau bahan yang kuat, warna

terang, mudah dibersihkan, kerangka harus kuat, dan tinggi minimal 2,70 meter dari lantai.

4. Lebar pintu minimal 1,20 meter dan tinggi minimal 2,10 meter, dan ambang bawah jendela minimal 1,00 meter dari lantai.

5. Semua stop kontak dan saklar dipasang pada ketinggian minimal 1,40 meter dari lantai.

6. Atap harus kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya. Atap yang lebih tinggi dari 10 meter harus dilengkapi penangkal petir.

7. Kualitas udara ruang

a. Tidak berbau (terutama bebas dari H2S dan Amoniak)

b. Kadar debu (particulate matter) berdiameter kurang dari 10 micron dengan rata-rata pengukuran 8 jam atau 24 jam tidak melebihi 150 g/m dan tidak mengandung debu asbes.


(38)

c. Indeks angka kuman untuk unit ICU : konsentrasi maksimum 200 mikroorganisme per m3 udara (CFU/m3)

8. Penghawaan : sistem suhu dan kelembaban hendaknya didesain sedemikian rupa sehingga dapat menyediakan suhu dan kelembaban sesuai standar. Standar suhu ruang ICU 22-23ºC, kelembaban 35-36%, bertekanan positif. Penghawaan mekanis dengan menggunakan exhaust fan atau air conditioner dipasang pada ketinggian minimum 2,00 meter diatas lantai atau minimum 0,20 meter dari langit-langit.

9. Untuk mengurangi kadar kuman dalam udara ruang, satu kali sebulan harus disinfeksi dengan menggunakan aerosol (resorcinol, trietylin glikol), atau disaring dengan electron presipitator atau menggunakan penyinaran ultra violet. Pemantauan kualitas udara ruang minimum dua kali setahun dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan parameter kualitas udara (kuman, debu, dan gas).

Program ruang terdiri dari ruang pasien, ruang perawat, ruang isolasi, ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih, ruang tempat pembuangan bahan kotor, ruang staf dokter, ruang tunggu, laboratorium. Area kerja meliputi ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual perawat dengan pasien; ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi, penyimpanan obat dan alat; ruang isolasi yang dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri; mempunyai pendingin ruangan yang dapat mengontrol suhu


(39)

dan kelembaban; mempunyai ruang tunggu keluarga pasien, mempunyai cadangan pengganti listrik jika arus listrik terputus (Depkes RI, 1991).

Beberapa contoh denah ruangan ICU (Kunders, 2004):


(40)

(41)

Gambar 2.3. Gambar denah ruangan ICU 3

Dari beberapa contoh denah diatas menggambarkan ruang kerja perawat diatur agar dapat menjaga kontak visual perawat ke pasien sehingga perawat puas bekerja dalam memonitor pasien.


(42)

2.4. Standar Pelayanan di ICU

Standar pelayanan ICU memiliki tujuh standar dan masing-masing standar mempunyai kriteria. Pada standar yang ke empat berisi tentang fasilitas dan peralatan di ruang ICU. Standar pelayanan ICU ini diterbitkan oleh Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan Medis kode 362. 18. Ind.S. tahun 2003. Uraian setiap standar pelayanan ICU adalah sebagai berikut :

Standar 1. Falsafah dan Tujuan

Pelayanan Intensif disediakan dan diberikan kepada pasien yang dalam keadaan sakit berat dan perlu dirawat khusus, memerlukan pantauan ketat dan terus menerus serta tindakan segera. Pelayanan intensif ini bertujuan menurunkan angka kematian dan kesakitan.

Kriteria :

Pelayanan intensif adalah tingkat pelayanan medis dan keperawatan yang tidak terdapat di ruang rawat biasa.

a. Cakupan Pelayanan Intensif sesuai dengan kebutuhan terdiri atas Pelayanan Intensif Serba Guna.

Untuk perawatan penderita sakit berat dengan beraneka ragam penyebab. Pelayanan intensif serba guna ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

- Pelayanan Intensif Akut : untuk rumah sakit kecil yang mempunyai fasilitas dan tenaga terbatas


(43)

- ICU (Intensive Care Unit) : melakukan perawatan yang lebih lengkap dan dilakukan oleh tenaga ahli yang bekerja penuh

- ICCU (Intensive Cardiac Care Unit) - ICU Anak

- Pelayanan Intensif paska bedah jantung - Unit Dialisa Ginjal

- Unit Luka Bakar

- Pelayanan Intensif Steril untuk transplantasi - Pelayanan Perinatal Risiko Tinggi

b. Pelayanan Intensif diselenggarakan berdasarkan kebutuhan Pengertian :

Perencanaan dan pembiayaan pelayanan intensif di rumah sakit ditentukan oleh jumlah pasien, utilisasi, dan fungsi rujukan di satu wilayah. Standar minimal harus ditetapkan.

Standar 2. Administrasi dan Pengelolaan

Pengorganisasian pelayanan intensif disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan diintegrasikan dengan pelayanan medis lainnya.

Kriteria :

a. Kedudukan unit pelayanan intensif harus ditetapkan dengan jelas dalam struktur organisasi rumah sakit disertai ditetapkannya hubungan kerja dengan unit lain atau dengan rumah sakit lainnya.


(44)

b. Setiap unit pelayanan intensif harus membuat bagan organisasi dan uraian kerja secara tertulis bagi semua tenaga yang bekerja.

c. Unit pelayanan intensif harus dikepalai oleh tenaga medis spesialis di bidang pelayanan medis.

d. Kepala Unit Pelayanan Intensif bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan yang memuat sekurang-kurangnya :

- Indikasi perawatan

- Penggunaan peralatan dan pelatihan penggunaannya

- Penyimpanan rekam medis yang memungkinkan penggunaan setempat dan dirumah sakit secara keseluruhan

- Sistem evaluasi hasil perawatan

- Persyaratan untuk tenaga, laboratorium, dan radiologi

- Protokol mengatasi kebakaran, bencana dan keadaan gawat darurat di unit atau di rumah sakit.

Standar 3. Staf dan Pimpinan

Unit Pelayanan Intensif dipimpin oleh dokter spesialis yang berwenang dan dibantu tenaga staf yang terlatih.

Kriteria :

a. Adanya uraian tugas secara tertulis untuk setiap jabatan dengan rincian: - Kualifikasi untuk jabatan tersebut


(45)

- Fungsi dan tanggung jawab

b. Perlu adanya daftar penilaian kemampuan staf yang juga dapat merupakan umpan balik bagi staf.

c. Semua tenaga paramedis perawatan yang ditugaskan bekerja di pelayanan intensif harus telah lulus pendidikan / pelatihan yang disyaratkan.

Pengertian :

Pendidikan / pelatihan harus memuat :

- Mencatat tanda dan gejala penderita sakit gawat

- Melakukan perawatan gawat darurat pendahuluan termasuk resusitasi jantung paru dan defibrilasi

- Memasang infus dan suntikan intravena

- Melakukan pelayanan intensif sesuai kebutuhan pasien - Mencegah kontaminasi kuman dan infeksi silang

- Pelatihan pencegahan kecelakaan akibat pemakaian alat-alat listrik - Menggunakan peralatan secara efektif dan aman

- Bersikap tanggap dan penuh perhatian terhadap keluhan dan kebutuhan pasien serta keluarga, termasuk segi psikologis dan sosial

- Jumlah tenaga perawat di pelayanan intensif harus sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Tenaga paramedis perawatan yang berkualitas bukan perawat khusus dapat membantu di pelayanan intensif dengan pengawasan


(46)

dicukupi.

Standar 4. Fasilitas dan Peralatan

Rancang bangun dan peralatan di pelayanan intensif harus dapat mendukung pelayanan secara efektif dan aman.

Kriteria :

a. Pemilihan peralatan mengutamakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan pasien. Peralatan di Unit Pelayanan Intensif meliputi :

- Tempat tidur khusus

- Alat pengukur tekanan darah - Pulse oximetri

- EKG

- Alat pengukur tekanan vena sentral - Alat pengukur suhu

- Alat penghisap (suction) sentral

- Alat ventilasi manual dan alat penunjangnya - Peralatan akses vaskuler

- Ventilator - Oksigen sentral

- Lampu untuk melakukan tindakan - Defibrilator dan alat pacu jantung - Peralatan drain thorax


(47)

- Emergensi troli yang berisi alat dan obat untuk keadaan emergensi seperti airway, laringoskop, ambubag, Oksigen, adrenalin dan lain-lain.

- Pompa infus dan pompa syringe - Monitor tekanan darah invasif - Monitor tekanan darah sentral

- Monitor tekanan arteri pulmonalis kapnograf - Bronkoskopi

- Echokardiografi - EEG

- Hemodialisa

b. Semua peralatan harus berfungsi baik, siap pakai dan tersedia terus menerus. Unit Pelayanan Intensif harus mempunyai program :

- Program pemeliharaan peralatan

- Program dan prosedur perbaikan peralatan jika tidak berfungsi

- Program pencegahan kontaminasi yang mengacu pada program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit

- Program kaliberasi peralatan tertentu

c. Disekitar tempat tidur ruang di unit pelayanan intensif harus cukup ruang untuk melakukan kegiatan pelayanan keperawatan, tindakan rutin, tindakan gawat darurat, dan juga memungkinkan menempatkan alat-alat yang diperlukan seperti :


(48)

- Tersedia oksigen dan pengisap

- Alat- alat untuk pertolongan segera harus mudah dicapai, siap pakai, dan berfungsi baik

- Perlu ada sistem alarm - Ruangan ber-AC

- Ruang perawat (nurse station) diletakkan sedemikian rupa agar perawat mudah mengawasi dan menolong pasien

- Perlu ada ruangan untuk konsultasi bagi pasien atau keluarganya

- Perlu lemari pendingin untuk penyimpanan darah, cairan spesimen, dan obat

- Cukup tersedia cairan dan obat-obatan

- Perlu cadangan tenaga listrik dan sistem penggantinya untuk menjalankan alat-alat.

- Unit pelayanan intensif berdekatan dengan kamar operasi, ruang pulih, gawat darurat dan laboratorium

- Cukup tersedia ruangan untuk peralatan dan sterilisasi.

Standar 5. Kebijakan dan Prosedur

Perlu dibuat kebijakan dan prosedur tertulis sebagai bagian dari kebijakan dan prosedur rumah sakit.

Kriteria :


(49)

dalam menjalankan pelayanan intensif, dan memuat : - Fungsi dan kewenangan kepala unit

- Indikasi rawat dan pemulangan pasien

- Uraian tugas tertulis berisi penjelasan siapa yang berhak melaksanakan prosedur, resusitasi kardiopulmonal, trakeostomo, pemberian cairan infus, dan pemberian obat lainnya, cara memperoleh darah, pemeriksaan laboratorium, dan prosedur invasive lainnya

- Penggunaan dan penempatan peralatan - Prosedur standar pelayanan intensif - Prosedur pencegahan infeksi nosokomial - Indikasi pemeriksaan laboratorium - Pengaturan waktu berkunjung

- Prosedur penanggulangan kebakaran dan bencana

b. Prosedur-prosedur ini perlu diketahui dan dipahami oleh staf yang bekerja di unit pelayanan intensif dan dikomunikasikan dengan unit lain

c. Secara berkala prosedur ini perlu ditinjau kembali.

Standar 6. Pengembangan Staf dan Program Pendidikan

Partisipasi staf di Unit Pelayanan Intensif dalam program pengembangan dan pendidikan merupakan kegiatan esensial.


(50)

Program pelatihan harus diselenggarakan bagi semua staf agar dapat meningkatkan dan menambah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan dalam menerapkan kemampuan prosedur dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang baru.

a. Harus ada program orientasi bagi staf baru

b. Pertemuan berkala mingguan harus mendukung tujuan pendidikan

c. Unit Pelayanan Intensif harus mendukung program penelitian medis dan perawatan.

Standar 7. Evaluasi dan Pengendalian Mutu

Harus ada prosedur evaluasi yang mampu mengukur peningkatan mutu pelayanan.

Kriteria :

a. Rekam medis harus diisi lengkap dengan data-data klinik serta laboratorium yang dapat menggambarkan proses pelayanan, pola pengobatan, morbilitas, mortalitas, dan lama dirawat

b. Metode evaluasi perlu disempurnakan secara berkala agar sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

c. Penilaian klinik dan audit medis perlu didorong dan dilakukan di lingkungan staf medis untuk menilai pelayanan intensif.


(51)

2.5. Peralatan ICU

Alat dalam perawatan intensif adalah alat-alat monitor, dan alat pembantu seperti ventilator, hemodialisa, dan berbagai alat lainnya termasuk defibrilator. Alat-alat yang digunakan dalam ICU adalah sebagai berikut :

a. Alat radiologi

- Mesin X-Ray portabel - USG

- CT Scan - MRI b. Alat respirasi

Alat pertolongan respirasi : - Masker Oksigen

- Alat intubasi - Ventilator - Bronkoskopi - Alat-alat WSD Alat pemantau respirasi :

- Pengukuran lembab udara (humidifiers) - Gas analisa dan analisa asam basa - Alat pertolongan kardiovaskular - DC kardioversi


(52)

- Cardiac pacing

- Alat ginjal

- Mesin hemodialisa - Perlengkapan lainnya - Kasur bertekanan

- Selimut untuk panas dan dingin - Standar infus

- Troli

- Tirai berpindah

2.6. Monitoring pasien di ICU

Monitoring adalah salah satu tindakan yang dilakukan di ruang ICU. Monitoring yang dilakukan bertujuan untuk memantau semua keadaan vital dan menilai suatu tindakan termasuk pemberian obat yang dilakukan. (Tabrani, 2007) Beberapa pemantauan yang dapat dilakukan di ICU :

1. Monitoring suhu tubuh 2. Monitoring tekanan darah

3. Monitoring Tekanan Vena Sentral 4. Monitoring Cardiac Output

5. Monitoring Respirasi

6. Monitoring Oksigen dan Karbondioksida 7. Monitoring urine


(53)

8. Monitoring Elektrokardiografi 9. Monitoring Asam Basa

10. Monitoring Elektrolit 11. Monitoring pH intragastrik 12. Monitoring Serebral

Tugas seorang perawat yang bertugas di ICU yakni life support, memonitor keadaan pasien, dan perubahan keadaan akibat pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu diperlukan perawat yang profesional dan terlatih dalam tim kerja (Tabrani, 2007).

Monitoring peralatan yang dilakukan di ruang ICU adalah sebagai berikut: a. Tanda bahaya kegagalan pasokan gas

b. Tanda bahaya kegagalan pasokan oksigen

Alat yang secara otomatis teraktifasi untuk memonitor penurunan tekanan pasokan oksigen, yang selalu terpasang di ventilator.

c. Pemantauan konsentrasi oksigen

Diperlukan untuk mengukur konsentrasi oksigen yang dikeluarkan oleh ventilator atau sistem pernafasan.

d. Tanda bahaya kegagalan ventilator atau diskonsentrasi sistem pernafasan. Pada penggunaan ventilator otomatis, harus ada alat yang dapat segera mendeteksi kegagalan sistem pernafasan atau ventilator secara terus menerus. e. Volume dan tekanan ventilator


(54)

Volume yang keluar dari ventilator harus dipantau. Tekanan jalan nafas dan tekanan sirkuit pernafasan harus terpantau terus menerus dan dapat mendeteksi tekanan yang berlebihan.

f. Suhu alat pelembab (humidifier)

Ada tanda bahaya bila terjadi peningkatan suhu udara inspirasi. g. Elektrokardiograf

Terpasang pada setiap pasien dan dipantau terus menerus. h. Pulse oximetry

Harus tersedia untuk setiap pasien di ICU. i. Emboli udara

Apabila pasien sedang menjalani hemodialisis, plasmapheresis, atau alat perfusi, harus ada pemantauan untuk emboli udara.

j. Bila ada indikasi klinis harus tersedia peralatan untuk mengukur variabel fisiologis lain seperti tekanan intra-arterial dan tekanan arteri pulmonalis, curah jantung, tekanan inspirasi dan aliran jalan nafas, tekanan intrakranial, suhu, transmisi neuromuskular,kadar CO2

2.7. Landasan Teori

ekspirasi (Hanafi,2007).

Unit Perawatan Intensif adalah ruang perawatan terpisah yang berada dalam rumah sakit, dikelola khusus untuk perawatan pasien dengan kegawatan yang mengancam nyawa akibat penyakit, pembedahan atau trauma dan diharapkan dapat disembuhkan (reversible), dan menjalani kehidupan sosial


(55)

dengan terapi intensif yang menunjang fungsi vital tubuh pasien tersebut selama masa kegawatan. Yang bertujuan agar ancaman kematian dapat dikurangi dan harapan sembuh kembali normal dapat ditingkatkan (Depkes RI, 2003).

Fungsi utama ICU adalah untuk pasien kritis yang membutuhkan perhatian medis dan alat-alat khusus, sehingga memudahkan pengamatan dan perawatan oleh perawat yang sudah terlatih (WHO, 1992).

Standar ruang ICU yang memadai ditentukan desain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Letak area ICU dibagi dalam pintu-pintu rintangan. Pintu-pintu rintangan mempunyai fungsi untuk melindungi pasien yang sekarat dari kuman-kuman. Ruangan sebaiknya diatur sedemikian rupa, sehingga perawat dapat mengontrol pasien secara ergonomis, dapat mengontrol penerimaan pasien, jalan masuk petugas, transportasi barang, dan bahan yang termasuk proses kerja (WHO, 1992).

Letak ruangan ICU harus dekat dengan gedung gawat darurat, laboratorium, radiologi, dan bedah supaya dapat diakses dengan cepat. Pasien-pasien darurat yang memerlukan penanganan dan perawatan intensif dapat segera dipindahkan ke ruang ICU dengan cepat. Ruang laboratorium dan radiologi harus dekat dengan ruang ICU agar penanganan pasien di ruang ICU cepat ditangani apabila diperlukan segera. Dan gedung harus terletak pada daerah yang tenang (Depkes RI, 1991).

Monitoring adalah salah satu tindakan yang dilakukan perawat di ruang ICU. Monitoring yang dilakukan bertujuan untuk memantau semua keadaan vital


(56)

dan menilai suatu tindakan termasuk pemberian obat yang dilakukan pasien (Tabrani, 2007).

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai perasaan puas, rasa senang dan kelegaan serta kenyamanan dalam melakukan tindakan. Menurut Davis dan Newstrom (1993) kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan karyawan tentang menyenangkan atau tidaknya pekerjaan mereka. Kepuasan kerja berhubungan dengan perasaan orang terhadap berbagai aspek dari tugasnya, kondisi atau perancangan lingkungan kerjanya, juga hubungannya dengan rekan kerjanya. Dengan demikian kepuasan kerja dalam penelitian ini difokuskan pada kepuasan atas kondisi tempat kerja.

2.8. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen Desain Ruang ICU

1.Tata atur ruang ICU

dalam Rumah Sakit Kepuasan Kerja 2.Tata atur ruang ICU Perawat

3.Besaran ruang ICU 4. Kenyamanan fisik :

pencahayaan-penghawaan-kebisingan

Peralatan ICU


(57)

Berdasarkan Gambar 2.4. di atas, diketahui variabel independen dalam penelitian ini yaitu variabel desain ruang ICU meliputi tata atur ruang ICU dalam Rumah Sakit, tata atur ruang ICU, besaran ruang ICU, kenyamanan fisik: pencahayaan-penghawaan-kebisingan serta variabel peralatan ICU. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja perawat.


(58)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei dengan tipe eksplanatori yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh desain ruang ICU dan peralatan ICU terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar tahun 2010.

3.2. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar dengan waktu penelitian selama 4 bulan sejak Oktober 2010 sampai dengan Januari 2011. Pada bulan Oktober 2010 penulis mengadakan survei ICU dan hal-hal yang berkaitan dengan ICU. Penulis menyiapkan data-data kuesioner untuk ditanyakan pada perawat. Pada bulan November 2010 penulis mengumpulkan perawat sebagai responden untuk mengisi kuesioner setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu. Kemudian penulis menganalisis data-data yang telah dikumpulkan dan mengambil keputusan.

3.3. Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah 33 orang, yang terdiri dari seluruh perawat di ruang ICU sebanyak 20 orang dan 3 orang perawat dari ruang gawat


(59)

darurat, 2 orang perawat dari laboratorium, 2 orang perawat dari radiologi, 3 orang perawat dari kamar bedah, 3 orang perawat dari ruang hemodialisa yang bertugas di Rumah Sakit Vita Insani dan sekaligus menjadi sampel penelitian (total sampling).

3.4. Metode Pengumpulan data 3.4.1. Jenis Data

Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh dari responden langsung melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data. 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui pencatatan tentang desain

dari dokumen rumah sakit.

3.4.2. Pengumpulan Data

Data primer dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang telah disusun mencakup variabel desain ruang ICU, peralatan ICU, dan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar.

Pengumpulan data sekunder didasarkan pada pencatatan oleh peneliti tentang profil rumah sakit Vita Insani Pematangsiantar.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner desain ruang ICU dan peralatan ICU serta kepuasan kerja perawat yang telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji coba sebelum dijadikan


(60)

sebagai alat ukur penelitian yang bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur. Uji coba kuesioner dilakukan terhadap 30 perawat di Rumah Sakit Umum Djasamen Pematangsiantar.

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunujukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi pearson product moment (r), dengan ketentuan jika nilai r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid dan sebaliknya (Arinkunto,2004).

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan jika nilai r-alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel (Ridwan,2004).

Nilai r-tabel untuk 30 perawat yang bukan responden yang diuji coba adalah sebesar 0,361 dan nilai r-tabel untuk reliabilitas adalah 0,601. Hasil pengujian validitas dan reliabilitas menunjukkan keseluruhan variabel penelitian dinyatakan valid dan reliabel, meliputi: (Lampiran 2)

1. Pertanyaan tata atur ruang ICU dalam rumah sakit meliputi 10 pertanyaan diperoleh nilai r hitung antara 0,688 – 0,953, berarti nilai r hitung lebih besar dari r tabel, sehingga dinyatakan valid. Nilai r hitung sebesar 0,971 berarti nilai r hitung > r tabel maka dinyatakan reliabel.


(61)

2. Pertanyaan tata atur ruang ICU meliputi 5 pertanyaan diperoleh nilai r hitung antara 0,476 – 0,950, berarti nilai r hitung lebih besar dari r tabel, sehingga dinyatakan valid. Nilai r hitung sebesar 0,910 berarti nilai r hitung > r tabel maka dinyatakan reliabel.

3. Pertanyaan besaran ruang ICU meliputi 9 pertanyaan diperoleh nilai r hitung antara 0,621 – 0,947, berarti nilai r hitung lebih besar dari r tabel, sehingga dinyatakan valid. Nilai r hitung sebesar 0,950 berarti nilai r hitung > r tabel maka dinyatakan reliabel.

4. Pertanyaan kenyamanan fisik (pencahayaan-penghawaan-kebisingan) meliputi 7 pertanyaan diperoleh nilai r hitung antara 0,816 – 0,995, berarti nilai r hitung lebih besar dari r tabel, sehingga dinyatakan valid. Nilai r hitung sebesar 0,992 berarti nilai r hitung > r tabel maka dinyatakan reliabel.

5. Pertanyaan peralatan ICU meliputi 10 pertanyaan diperoleh nilai r hitung antara 0,703 – 0,924, berarti nilai r hitung lebih besar dari r tabel, sehingga dinyatakan valid. Nilai r hitung sebesar 0,963 berarti nilai r hitung > r tabel maka dinyatakan reliabel.

6. Pertanyaan kepuasan kerja meliputi 10 pertanyaan diperoleh nilai r hitung antara 0,710 – 0,922, berarti nilai r hitung lebih besar dari r tabel, sehingga dinyatakan valid. Nilai r hitung sebesar 0,955 berarti nilai r hitung > r tabel maka dinyatakan reliabel.


(62)

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

1. Desain ruang ICU adalah rancangan suatu ruang ICU, dengan indikator :

a. Tata atur ruang ICU dalam Rumah Sakit adalah penilaian posisi ruang ICU di dalam rumah sakit, dimana posisi ruang ICU harus berdekatan letaknya dengan bagian gawat darurat, laboratorium, radiologi, kamar bedah.

b. Tata atur ruang ICU adalah penilaian dalam pembagian ruang-ruang yang ada di dalam ruang ICU.

c. Besaran ruang ICU adalah penilaian ukuran ruang ICU yang disesuaikan dengan fungsinya.

d. Kenyamanan fisik (pencahayaan - penghawaan - kebisingan) adalah kenyamanan ruang dalam hal pencahayaan, penghawaan, kebisingan di ruang ICU. Pencahayaan adalah penerangan di dalam ruangan yang dapat memengaruhi pandangan. Penghawaan adalah suhu yang dirasakan perubahannya oleh tubuh yang terdiri dari rasa panas dan dingin. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang mengganggu pendengaran.

2. Peralatan ICU adalah penilaian terhadap peralatan yang digunakan di dalam ruang ICU.

3. Kepuasan kerja perawat adalah perasaan puas dan nyaman yang dirasakan perawat dalam bekerja.


(63)

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen Pengukuran variabel independen terdiri dari :

1. Pengukuran variabel tata atur ruang ICU dalam rumah sakit dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dari 10 (sepuluh) pertanyaan, dengan alternatif jawaban :

a. Ya, diberi skor 2 b. Tidak, diberi skor 1

Kemudian variabel tata atur ruang ICU dalam rumah sakit dikategorikan menjadi :

(1). Sesuai, jika responden memperoleh nilai ≥ median (≥14) (2). Tidak sesuai, jika responden memperoleh nilai < median (<14)

2. Pengukuran variabel tata atur ruang ICU dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dari 5 (lima) pertanyaan, dengan alternatif jawaban :

a. Ya, diberi skor 2 b. Tidak, diberi skor 1

Kemudian variabel tata atur ruang ICU dikategorikan menjadi : (1). Sesuai, jika responden memperoleh nilai ≥ median (≥9) (2). Tidak sesuai, jika responden memperoleh nilai < median (<9)

3. Pengukuran variabel besaran ruang dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dari 9 (sembilan) pertanyaan, dengan alternatif jawaban :


(64)

b. Tidak, diberi skor 1

Kemudian variabel besaran ruang dikategorikan menjadi : (1). Sesuai, jika responden memperoleh nilai ≥ median (≥12) (2). Tidak sesuai, jika responden memperoleh nilai < median (<12)

4. Pengukuran variabel kenyamanan fisik (pencahayaan-penghawaan-kebisingan) dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dari 7 (tujuh) pertanyaan, dengan alternatif jawaban :

a. Ya, diberi skor 2 b. Tidak, diberi skor 1

Kemudian variabel kenyamanan fisik (pencahayaan-penghawaan-kebisingan) dikategorikan menjadi :

(1). Sesuai, jika responden memperoleh nilai ≥ median (≥10) (2). Tidak sesuai, jika responden memperoleh nilai < median (<10)

5. Pengukuran variabel peralatan ICU dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dari 10 (sepuluh) pertanyaan, dengan alternatif jawaban :

a. Ya, diberi skor 2 b. Tidak, diberi skor 1

Kemudian variabel peralatan ICU dikategorikan menjadi : (1). Sesuai, jika responden memperoleh nilai ≥ median (≥17) (2). Tidak sesuai, jika responden memperoleh nilai < median (<17)


(65)

3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen

1. Pengukuran variabel kepuasan kerja perawat dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dari 10 (sepuluh) pertanyaan, dengan alternatif jawaban :

a. Ya, diberi skor 2 b. Tidak, diberi skor 1

Kemudian variabel kepuasan kerja perawat dikategorikan menjadi : (1). Sesuai, jika responden memperoleh nilai ≥ median (≥16) (2). Tidak sesuai, jika responden memperoleh nilai < median (<16)

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji regresi linier berganda untuk mengetahui pengaruh desain ruang ICU dan peralatan ICU terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani pada tingkat kemaknaan 95% (nilai p=0,05).

Adapun pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ha

H

: Ada pengaruh desain ruang ICU (tata atur ruang ICU dalam rumah sakit, tata atur ruang ICU, besaran ruang ICU, kenyamanan fisik : pencahayaan-penghawaan-kebisingan) dan peralatan ICU terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar

0 : Tidak ada pengaruh desain ruang ICU (tata atur ruang ICU dalam rumah


(66)

pencahayaan-penghawaan-kebisingan) dan peralatan ICU terhadap kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar

Model persamaan regresi linier berganda adalah sebagai berikut : Y = a + X1β1 + X2β2 + X3β3 + X4β4 + X5β5

Keterangan :

Y = Kepuasan kerja perawat

β1 s/d β5 = Nilai Beta

X1 = Tata atur ruang ICU di rumah sakit X2 = Tata atur ruang ICU

X3 = Besaran ruang ICU

X4 = Kenyamanan Fisik (Pencahayaan-Penghawaan-Kebisingan) X5 = Peralatan ICU


(67)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah sakit Vita Insani Pematangsiantar berada di jalan Merdeka nomor 329, adalah merupakan salah satu rumah sakit swasta yang berada di kota Pematangsiantar. Rumah sakit Vita Insani berdiri sejak tanggal 4 Juli 1983, dimana bangunan awal terdiri dari delapan rumah toko yang menjadi satu. Rumah Sakit Vita Insani termasuk Rumah Sakit Tipe C.

Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar memiliki visi : ”Menjadi Rumah Sakit Rujukan yang terbaik di Sumatera Utara”. Untuk mencapai visi tersebut maka dibuat Misi Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar yaitu ”Menyediakan Pelayanan Medik yang sesuai dengan perkembangan zaman, namun terjangkau oleh masyarakat”. Tugas Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar adalah melaksanakan upaya kesehatan dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.

Rumah Sakit Vita Insani memberikan pelayanan mencakup pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Keseluruhan pelayanan tersebut mencakup pelayanan spesialis yaitu pelayanan gigi dan mulut, kesehatan anak, bedah, kebidanan dan penyakit kandungan, fisioterapi, penyakit dalam, penyakit paru, dan saluran


(68)

pernafasan, pelayanan mata, kulit dan kelamin, THT, pelayanan penyakit saraf, patologi klinik, radiologi, patologi klinik.

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No 983/Menkes/SK/XI/1992 tentang struktur organisasi rumah sakit, maka Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar membuat susunan organisasi rumah sakit No. 017/PTVISM/SK/III/2010 dengan susunan organisasi sebagai berikut :

a. Direktur b. Wakil Direktur c. Komite Medik

d. Bagian Sekretariat dan Rekam Medis e. Bagian Keuangan dan Program f. Bidang Pelayanan

g. Bidang Keperawatan h. Instalasi

Pada tahun 2004 Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar memperluas bangunan kearah belakang gedung dan menambah kamar rawatan. Rumah Sakit Vita Insani sekarang memiliki luas bangunan 7.476 m2. Sarana dan prasarana Rumah Sakit Vita Insani sekarang terdiri dari 8 unit instalasi rawat jalan, 6 ruang rawat inap dengan 127 tempat tidur, ruang ICU dengan 6 tempat tidur, ruang bayi dengan 10 tempat tidur bayi dan 6 jenis instalasi penunjang diantaranya UGD, Kamar Bedah, Apotik, Laboratorium, Radiologi, dan Fisioterapi. Operasional rumah sakit didukung oleh 32 orang tenaga dokter spesialis, 15 orang dokter


(69)

umum, 1 orang dokter gigi, 155 orang tenaga paramedis perawatan, 64 orang tenaga medis non perawat, 31 orang tenaga non medis.

4.1.1. Tata Atur Ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar Tata atur ruang ICU dalam rumah sakit adalah posisi ruang ICU di dalam rumah sakit. Menurut peraturan Depkes (2004), posisi ruang ICU harus berdekatan letaknya dengan bagian gawat darurat, laboratorium, radiologi, dan kamar bedah.

Letak ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani berada di lantai 2 dengan total luas ruangan 126,4 m2

Letak ruang gawat darurat, laboratorium, dan radiologi rumah sakit Vita Insani berada di lantai satu. Letak kamar bedah berada di lantai lima, dan letak ruang hemodialisa berada di lantai dua. Jarak antara ruang gawat darurat ke lift sepanjang 7 meter dengan waktu tempuh 30 detik, jarak dari lift lantai 2 ke ruang ICU sepanjang 22 meter dengan waktu tempuh 1,5 menit. Waktu tunggu lift 1 menit dan waktu di dalam lift 30 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan dari ruang gawat darurat ke ICU 3,5 menit lamanya dengan membawa tempat tidur pasien. Lift digunakan khusus untuk pasien dan tidak dipergunakan untuk umum. Lift di rumah sakit Vita Insani Pematangsiantar memakai kartu untuk bisa

dengan panjang 16,21 m dan lebar 7,53 m. Tinggi ruangan ICU 3,50 m.Pembagian ruangan terdiri dari area kerja perawat, area pasien, ruang tunggu keluarga pasien, dan kamar mandi. Jumlah tempat tidur di ruang ICU ada 6 tempat tidur.


(70)

menjalankannya, sehingga waktu untuk mengantar pasien ke ruangan lebih cepat. Setiap petugas di ruangan mempunyai kartu lift tersebut.

Jarak antara ruang laboratorium ke lift sepanjang 40 meter dengan waktu tempuh 1 menit, jarak dari lift lantai 2 ke ruang ICU sepanjang 22 meter dengan waktu tempuh 30 detik. Waktu tunggu lift 1 menit dan waktu di dalam lift 30 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan perawat dari ruang laboratorium ke ruang ICU 3 menit lamanya dengan berjalan kaki. Petugas yang datang ke ruang ICU untuk mengambil bahan pemeriksaan pasien dan membawa hasil laboratorium.

Jarak antara ruang radiologi ke lift sepanjang 30 meter dengan waktu tempuh 2 menit, jarak dari lift lantai 2 ke ruang ICU sepanjang 22 meter dengan waktu tempuh 1,5 menit. Waktu tunggu lift 1 menit dan waktu di dalam lift 30 detik, sehingga total waktu yang dibutuhkan dari ruang radiologi ke ruang ICU 5 menit lamanya dengan membawa tempat tidur pasien.

Jarak antara ruang ICU ke ruang hemodialisa sepanjang 10 meter dengan waktu tempuh 45 detik dengan tempat tidur pasien.

Jarak dari kamar bedah ke lift sepanjang 7 meter dengan waktu tempuh 30 detik, jarak dari lift lantai 2 ke ruang ICU sepanjang 22 meter dengan waktu tempuh 1,5 menit. Waktu tunggu lift 1 menit dan waktu di dalam lift 1 menit, sehingga total waktu yang dibutuhkan dari kamar bedah ke ruang ICU 4 menit lamanya dengan membawa tempat tidur pasien.


(71)

Tabel 4.1. Jarak Ruang dan Waktu Tempuh antara Ruang ICU dengan Ruang Lain yang Berhubungan dengan ICU di Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar

Ruang Jarak (meter)

Waktu Tempuh Waktu Tunggu Lift Waktu dalam Lift Total

Waktu Keterangan

IGD ke ICU

IGD (Lt1) ke lift =

7 m 30 detik 1 menit 30 detik

3,5 menit

Dengan tempat tidur pasien Lift (Lt2) ke ICU =

22 m 1,5 menit

ICU ke Laboratorium

Lab (Lt1) ke lift =

40 m 1 menit 1 menit 30 detik 3 menit

Petugas laboratorium Lift (Lt2) ke ICU =

22 m 30 detik

ICU ke Radiologi

ICU (Lt2) ke lift =

22 m 1,5 menit 1 menit 30 detik 5 menit

Dengan tempat tidur pasien Lift (Lt1) ke Rad =

30 m 2 menit

ICU ke Hemodialisa

ICU (Lt2) ke Hemodialisa (Lt2)

= 10 m 45 detik - - 45 detik

Dengan tempat tidur pasien Kamar Bedah ke ICU

Kamar Bedah (Lt5)

ke lift = 7 m 30 detik 1 menit 1 menit 4 menit

Dengan tempat tidur pasien Lift (Lt2) ke ICU =

22 m 1,5 menit

4.1.2. Sarana Ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar

Peralatan yang ada di ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar adalah 6 buah bed side monitor, 6 buah pulse oksimetri, 2 buah termometer, 1 buah tensimeter air raksa, 1 buah ventilator, 1 buah defibrilator, 1 buah alat penghisap (suction), 1 buah sterilisator, 1 buah emergensi troli, 1 buah laringoskopi, 3 buah ambubag, 1 buah nebulizer, 3 buah syringe pump, 1 buah


(72)

stetoskop, 3 buah senter, 6 buah standar infus, 1 set trakeostomi kit, 1 set minor surgery dengan peralatannya seperti pinset, korentang, nerbeken, bak instrumen, gunting. Ruang ICU juga memiliki lemari es 1 buah, meja 2 buah, 6 buah kursi, 6 buah tempat tidur khusus pasien ICU, 3 buah lemari. Ruang ICU juga memiliki UPS untuk memberikan energi listrik sementara ketika terjadi kegagalan daya pada listrik utama.

Tabel 4.2. Peralatan Ruang ICU Rumah Sakit Vita Insani Pematangsiantar

Peralatan ICU sesuai standar Depkes (1994)

Peralatan di ruang ICU RS Vita Insani

Jumlah Kondisi

Pulse oksimetri 2 buah Pulse oksimetri 6 buah Baik

Tensimeter 2 buah Tensimeter air raksa 1 buah Baik

Ventilator 2 buah Ventilator 1 buah Baik

Defibrilator 2 buah Defibrilator 1 buah Baik

Suction pump 1 buah Penghisap (suction) 1 buah Baik

Minor surgery 1 set Minor surgery 1 set Baik

Tempat tidur 2 buah Tempat tidur pasien 6 buah Baik

Lemari es 1 buah Lemari es 1 buah Baik

EKG 2 buah Bed side monitor 6 buah Baik

Intubasi dan emergensi kit 2 buah Emergensi troli 1 buah Baik

Laringoskopi 1 buah Baik

Ambubag 3 buah Baik

Trakeostomi kit 1 set Trakeostomi 1 set Baik

Papan resusitasi 2 buah - - -

Bronchoskopi 1 buah - - -

Matras dekubitus 2 buah - - -

Dari data diatas masih terdapat peralatan yang kurang yaitu kurangnya peralatan ventilator, defibrilator, tensimeter, penghisap (suction), papan resusitasi, bronchoskopi, matras dekubitus.


(1)

K.BESARTOTAL * K.PUASTOTAL

Crosstab

K.PUASTOTAL

Puas Tidakpuas Total

K.BESARTOTAL Sesuai Count 24 3 27

% within K.BESARTOTAL 88.9% 11.1% 100.0%

% of Total 72.7% 9.1% 81.8%

Tidak Sesuai Count 1 5 6

% within K.BESARTOTAL 16.7% 83.3% 100.0%

% of Total 3.0% 15.2% 18.2%

Total Count 25 8 33

% within K.BESARTOTAL 75.8% 24.2% 100.0%

% of Total 75.8% 24.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 13.942a 1 .000

Continuity Correctionb 10.287 1 .001

Likelihood Ratio 12.311 1 .000

Fisher's Exact Test .001 .001

Linear-by-Linear Association 13.520 1 .000

N of Valid Cases 33

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.45. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

K.PHBTOTAL * K.PUASTOTAL

Crosstab

K.PUASTOTAL

Puas Tidakpuas Total

K.PHBTOTAL Sesuai Count 24 5 29

% within K.PHBTOTAL 82.8% 17.2% 100.0%

% of Total 72.7% 15.2% 87.9%

Tidak Sesuai Count 1 3 4

% within K.PHBTOTAL 25.0% 75.0% 100.0%

% of Total 3.0% 9.1% 12.1%

Total Count 25 8 33

% within K.PHBTOTAL 75.8% 24.2% 100.0%

% of Total 75.8% 24.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 6.385a 1 .012

Continuity Correctionb 3.628 1 .057

Likelihood Ratio 5.394 1 .020

Fisher's Exact Test .036 .036

Linear-by-Linear Association 6.192 1 .013

N of Valid Cases 33

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .97. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

K.ALATOTAL * K.PUASTOTAL

Crosstab

K.PUASTOTAL

Puas Tidakpuas Total

K.ALATOTAL Sesuai Count 23 7 30

% within K.ALATOTAL 76.7% 23.3% 100.0%

% of Total 69.7% 21.2% 90.9%

Tidak sesuai Count 2 1 3

% within K.ALATOTAL 66.7% 33.3% 100.0%

% of Total 6.1% 3.0% 9.1%

Total Count 25 8 33

% within K.ALATOTAL 75.8% 24.2% 100.0%

% of Total 75.8% 24.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .148a 1 .700

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .139 1 .709

Fisher's Exact Test

1.000 .578 Linear-by-Linear

Association .144 1 .704

N of Valid Cases

33

a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .73. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

Regression

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered

Variables

Removed Method 1 K.ALATOTAL,

K.T.A.ICUDLMRS, K.BESARTOTAL, K.T.A.ICU, K.PHBTOTALa

. Enter

a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: K.PUASTOTAL

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

1 .875a .766 .723 .229

a. Predictors: (Constant), K.ALATOTAL, K.T.A.ICUDLMRS, K.BESARTOTAL, K.T.A.ICU, K.PHBTOTAL

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 4.645 5 .929 17.715 .000a

Residual 1.416 27 .052

Total 6.061 32

a. Predictors: (Constant), K.ALATOTAL, K.T.A.ICUDLMRS, K.BESARTOTAL, K.T.A.ICU, K.PHBTOTAL


(5)

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardiz ed Coefficient s

t Sig.

95% Confidence Interval for B

Collinearity Statistics B Std. Error Beta

Lower Bound

Upper Bound

Toleran ce VIF 1 (Constant) .324 .181 1.787 .085 -.048 .695

K.T.A.ICUDLM

RS .373 .138 .388 2.713 .011 .091 .655 .424 2.360 K.T.A.ICU .381 .137 .363 2.783 .010 .100 .662 .507 1.971 K.BESARTOT

AL 1.002 .169 .901 5.915 .000 .654 1.349 .372 2.685 K.PHBTOTAL -.737 .246 -.561 -3.000 .006 -1.240 -.233 .248 4.040 K.ALATOTAL -.344 .167 -.231 -2.064 .049 -.687 -.002 .691 1.448 a. Dependent Variable: K.PUASTOTAL

Coefficient Correlationsa

Model K.ALATOTA L K.T.A.ICUDL MRS K.BESARTOT

AL K.T.A.ICU

K.PHBTOTA L 1 Correlations K.ALATOTAL 1.000 .160 .038 -.191 -.350

K.T.A.ICUDLMR

S .160 1.000 .089 -.563 -.379

K.BESARTOTAL .038 .089 1.000 .028 -.705

K.T.A.ICU -.191 -.563 .028 1.000 -.038

K.PHBTOTAL -.350 -.379 -.705 -.038 1.000 Covariances K.ALATOTAL .028 .004 .001 -.004 -.014

K.T.A.ICUDLMR

S .004 .019 .002 -.011 -.013

K.BESARTOTAL .001 .002 .029 .001 -.029

K.T.A.ICU -.004 -.011 .001 .019 -.001

K.PHBTOTAL -.014 -.013 -.029 -.001 .060


(6)

Collinearity Diagnosticsa

Mode l

Dime nsion

Eigenvalu e

Condition Index

Variance Proportions (Constant

)

K.T.A.ICUD LMRS

K.T.A.IC U

K.BESART OTAL

K.PHBTOT AL

K.ALATOT AL

1 1 5.768 1.000 .00 .00 .00 .00 .00 .00

2 .089 8.068 .02 .16 .19 .07 .01 .05

3 .065 9.440 .19 .04 .02 .18 .04 .16

4 .035 12.874 .66 .14 .24 .00 .01 .32

5 .030 13.773 .10 .45 .54 .13 .01 .29

6 .013 20.792 .04 .20 .01 .62 .94 .18

a. Dependent Variable: K.PUASTOTAL