penuh kehati-hatian, dengan itikad baik sesuai dengan maksud dan tujuan serta untuk kepentingan Perseroan.
Sebagai bagian dari upaya untuk tetap mempertahankan konsep bahwa pendiri atau pemegang saham tetap dapat melakukan monitoring atau pengawasan
atau bahkan penentuan kebijakan pengurusan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, kepada para pendiri atau pemegang saham ini kemudian
diberikanlah saham-saham yang merefleksikan sampai seberapa jauh pemegang saham tersebut dapat melakukan monitoring atau pengawasan atau bahkan penentuan
kebijakan pengurusan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan melalui Rapat Umum Pemegang Saham. Makin besar jumlah saham yang dimiliki, makin besar
kewenangan yang dimilikinya dalam Rapat Umum Pemegang Saham.
80
4. Tanggung Jawab Direksi Untuk Menjalankan CSR
Sebagai sebuah konsep yang baru dimasukkan kedalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, pemerintah diharapkan tidak salah dalam
menafsirkan konsep CSR ini. Kontroversi yang terjadi dikalangan pengusaha sejak diwajibkannya pelaksanaan CSR bagi sebuah Perseroan adalah karena
ketidakpahaman sejumlah kalangan pengusaha dalam mengartikan CSR dan adanya ketakutan bahwa pemerintah juga salah tafsir sehingga pada akhirnya perusahaan akan
dirugikan melalui kewajiban pelaksanaan CSR ini. Salah satu hal yang terutama dikhawatirkan adalah bahwa CSR ini menjadi philanthropy wajib
80
Ibid.
Bustanul Arifin : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan Yang Dinyatakan Pailit, 2009
dengan bagian persentase yang dikaitkan dengan pengeluaran spending dengan tanpa memperhatikan keuntungan profit dan atau kesanggupan
Perseroan, khususnya terkait dengan likuiditas dana yang tersedia. jika ini yang terjadi maka CSR akan menjadi bencana besar bagi dunia usaha dan masyarakat
konsumen. CSR yang demikian tidak hanya merugikan kepentingan pengusaha tetapi juga seluruh stakeholders perusahaan, khususnya masyarakat banyak sebagai
konsumen. Ini benar-benar bertolak belakang dengan kosep CSR yang sesungguhnya.
81
Bunyi Pasal 74 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang PT yang mewajibkan CSR bagi Perseroan Terbatas adalah:
1 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan y a n g dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran.
3 P e r s e r o a n y a n g t i d a k m e l a k s a n a k a n k e w a j i b a n sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4 Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Rumusan pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang PT tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pasal 74 ayat 1 UUPT: Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
81
Gunawan Widjaja Yeremia Adi Pratama, Risiko Hukum dan Bisnis Perusahaan Tanpa CSR, Jakarta : Forum Sahabat, 2008, hal. 93.
Bustanul Arifin : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan Yang Dinyatakan Pailit, 2009
Dalam Pasal 74 ayat 1 UUPT ini disebutkan bahwa Perseroan Terbatas yang menjalankan kegiatan usahanya di bi da ng da n a t a u
be r ka i t a n de nga n s u mbe r da ya a l a m diwajibkan untuk melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungannya. Ya ng di ma ks u d de nga n
P e r s e r o a n y a n g m e n j a l a n k a n k egiatan usahanya di bidang sumber daya alam adalah P e r s e r o a n y a n g k e g i a t a n u s a h a n y a m e n g e l o l a d a n
memanfaatkan sumber daya alam,
82
dan ya n g d i m a k s u d d e n g a n P e r s e r o a n y a n g m e n j a l a n k a n kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya
alam a d a l a h P e r s e r o a n y a n g t i d a k m e n g e l o l a d a n t i d a k memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada
fungsi kemampuan sumber daya alam.
83
Dalam penjelasan Pasal 74 tersebut jelas disebutkan bahwa kewajiban pelaksanaan CSR bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam ini tidak hanya melihat pada bisnis inti dari perusahaan tersebut. Walaupun p eru sa haa n
ter sebut ti dak secara l angsung mel akukan eksploitasi sumber daya alam, tetapi selama kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya
alam, maka perusahaan tersebut wajib melaksanakan tanggung jawab s o s i a l n y a . H a l i n i b e r a r t i b a h w a b a i k i t u p e r u s a h a a n pertambangan,
industri perkayuan, industri makanan, yang dalam kegiatan usahanya
82
Penjelasan Pasal 74 Udang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
83
Ibid.
Bustanul Arifin : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan Yang Dinyatakan Pailit, 2009
berhubungan langsung dengan sumber-sumber daya alam, maupun rumah sakit, perusahaan telekomunikasi, perbankan, percetakan dan perusahaan-
perusahaan lai n yang wal aupun tidak secar a langsung menggunakan sumber daya alam dalam kegiatan usahanya, wajib melaksanakan CSR.
D e n g a n d e mi k i a n j e l a s l a h b a h w a k o n s e p C S R y a n g s e m u l a h a n y a m e r u p a k a n k e w a j i b a n m o r a l , d e n g a n berlakunya Pasal 74 ayat
1 UUPT menjadi kewajiban yang dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum, tetapi khusus h a n y a b a g i P e r s e r o a n y a n g m e n j a l a n k a n k e g i a t a n
u s a h a n y a di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam. Bagi Perseroan lainnya, CSR hanya merupakan kewajiban moral saja.
Namun demikian perlu diingat dan diperhatikan bahwa meskipun dalam UUPT, kewajiban CSR bagi perusahaan yang tidak menjalankan
kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam, hanya sebatas kewajiban moral dalam pelaksanaannya, khususnya terkait
dengan peraturan perundang-undangan lainnya, kewajiban moral ini dapat juga berubah menjadi kewajiban dalam hukum.
2. Pasal 74 ayat 2 UUPT: Tanggung jawab Sosial dan L i n g k u n g a n s e b a g a i m a n a d i m a k s u d p a d a a y a t 1 merupakan kewajiban Perseroan
yang dianggarkan dan d i p e r h i t u n g k a n s e b a g a i b i a y a P e r s e r o a n y a n g pelaksa naa nnya dila kukan de ngan me mpe r hati kan kepatutan dan
kewajaran.
Dalam ayat ini disebutkan bahwa biaya pelaksanaan CSR d i p e r h i t u n g k a n s e b a g a i s a l a h s a t u k o m p o n e n b i a y a perusahaan. Biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan CSR ini seharusnya pada akhir tahun buku
Bustanul Arifin : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan Yang Dinyatakan Pailit, 2009
diperhitungkan sebagai salah satu pengeluaran perusahaan. Seperti telah disinggung sebelumnya, agar dapat dijadikan sebagai biaya pengurangan
penghasilan kena pajak, maka rencana kegiatan T a n g g u n g J a w a b S o s i a l d a n L i n g k u n g a n a k a n d i l a k s a n a k a n d a n a n g g a r a n - a n g g a r a n y a n g
d i b u t u h k a n w a j i b u n t u k dimuat atau dimasukkan ke dalam rencana kerja tahunan.
Selain itu dengan memperhatikan ketentuan pajak yang b e r l a k u b i a y a C S R h a r u s l a h m e r u p a k a n b i a y a y a n g dikeluarkan Perseroan
untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Jadi jelaslah biaya CSR bukanlah philanthropy. Hal ini tidak berarti keuntungan perusahaan
setelah pajak, dipotong lagi untuk kewajiban pelaksanaan CSR. Jadi, biaya CSR seharusnya tidak menjadi pajak tambahan bagi Perseroan.
Keuntungan bersih perusahaan setelah dipotong untuk dana cadangan perusahaan adalah hak sepenuhnya dari para pemegang saham. Jadi tidak dapat
digunakan untuk biaya pelaksanaan CSR. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pelaksanaan CSR bukan
hanya menjadi tanggungan dari pemegang saham. Mengenai nantinya keuntungan perusahaan tersebut dipakai oleh pemegang saham yang bersangkutan baik
atas nama pribadi maupun atas nama Perseroan untuk melakukan kegiatan sosial, itu adalah kegiatan philanthropy, dan itu bukan CSR.
Mengenai besarnya anggaran pelaksanaan CSR ini jelas d i s e b u t k a n b a h w a p e l a k s a n a a n n y a d i l a k u k a n d e n g a n memperhatikan kepatutan dan
Bustanul Arifin : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan Yang Dinyatakan Pailit, 2009
kewajaran, yaitu dengan pengertian bahwa biaya-biaya tersebut harus diatur besarnya sesuai dengan manfaat yang hendak dituju dari pelaksanaan CSR itu
sendiri berdasarkan kemampuan keuangan Perseroan dan potensi risiko dan besarnya tanggung jawab yang harus ditanggung oleh Perseroan sesuai dengan
kegiatan usahanya tersebut. Kondisi tersebut pada dasarnya hendak memperhatikan b a h w a
p e n e n t u a n b e s a r k e c i l n y a d a n a y a n g m e r e k a a n g g a r k a n u n t u k p e l a k s a n a a n C S R d e n g a n t e t a p memperhatikan tujuan pelaksanaan CSR
yaitu sustainability perusahaan, lingkungan dan sosial. 3 . P a s a l 7 4 a y a t 3 U U P T : P e r s e r o a n y a n g t i d a k melaksanakan
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Yang dimaksud dengan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan adalah, dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait.
84
Penjelasan Pasal 74 ayat 3 UU No. 40 Tahun 2007 tersebut secara jelas menyatakan bahwa sanksi yang dikenakan bagi Perseroan yang melanggar
ketentuan mengenai tanggung jawab sosial lingkungan ini adalah sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Ini artinya sanksi
yang dikenakan bukan sanksi karena perusahaan tidak melakukan CSR menurut Undang-Undang Perseroan T e r b a t a s , m e l a i n k a n s a n k s i y a n g
k a r e n a p e r u s a h a a n mengabaikan CSR sehingga perusahaan tersebut melanggar
84
Penjelasan ayat 3 Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Bustanul Arifin : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan Yang Dinyatakan Pailit, 2009
aturan-aturan terkait dibidang sosial dan lingkungan yang belaku. M i s a l n y a s u a t u p e r u s a h a a n i n d u s t r i y a n g m e n g h a s i l k a n l i m b a h
b e r u p a s e n y a w a k i m i a y a n g b e r b a h a y a , y a n g berdasarkan UU. No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup diwajibkan untuk melakukan
pengelolaan dan pengolahan limbah tersebut terlebih dahulu sebelum pembuangannya dilakukan, dengan memperhatikan dan memenuhi berbagai
persyaratan yang telah ditetapkan dalam p e m b e r i a n i z i n y a , t e r n y a t a l a l a i a t au t i d a k me m e n u h i k e w a j i b a n y a n g d i p e r s y a r a t k a n . P e l a n g g a r a n terhadap
hal tersebut, meskipun termasuk dalam pelanggaran CSR atau pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan, namun dikenakan sanksi pidana dan
administratif menurut UU. No. 23 Tahun 1997 tersebut. Berbagai macam peraturan perundang-undangan terkait dengan
pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dapat disebutkan di sini, misalnya UU No. 11 Tahun 1967 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan, UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, UU No. 7 Tahun 2004 Tentang
Sumber Daya Air, UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU No. 19 Tahun 2003
Tentang Badan Usaha Milik Negara.
Bustanul Arifin : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan Yang Dinyatakan Pailit, 2009
Berbagai aturan itulah yang menghidupkan pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Undang-Undang hanya sekedar mengingatkan kembali
akan kewajiban-kewajiban tersebut.
4. Pasal 74 ayat 4 UUPT: Ketentuan lebih lanjut mengenai T a n g g u n g