C. Tanggung Jawab Organ-Organ Perseroan yang Dipailitkan dalam Putusan Peradilan
Pada prinsipnya organ-organ Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi dalam hal Perseroan mengalami kebangkrutan dan dinyatakan pailit oleh
pengadilan. Organ-organ Perseroan tersebut tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap perbuatan yang dilakukan untuk dan atas nama Perseroan berdasarkan
wewenang yang dimilikinya. Hal ini karena perbuatan organ-organ Perseroan tersebut dipandang sebagai perbuatan Perseroan yang merupakan subjek hukum mandiri
sehingga Perseroanlah yang bertanggung jawab terhadap perbuatan Perseroan itu sendiri. Prinsip ini dikecualikan, jika organ Perseroan tersebut menyalahgunakan
institusi Perseroan.
1. Kasus PT Bank Mandiri Melawan PT Bakrie Finance Corporation cs
165
PT Bank Mandiri PT BM mengajukan permohonan pailit terhadap PT Bakrie Finance Corporation, Tbk. PT BFC berikut organ-organ perusahaannya
Direksi dan Dewan Komisaris, yakni Aburizal Bakri, Nirwan Dermawan Bakrie, Nalinkant Rathod, Aftab Ahmed Qureshi, Hiskak Secakusuma, Tanri Abeng, Anh-
Dung Do Dewan Komisaris, Mustafa Ishaq Jatim, dan Kosasih Wikanta Direksi atas utang dari kupon obligasi yang telah jatuh tempo dan belum dibayar senilai Rp
165
Putusan Pengadilan Niaga nomor 09Pailit2002PN.NiagaJkt.Pst. tanggal 23 Mei 2002, memutuskan menolak permohonan pailit tersebut, baik terhadap Perseroan Terbatas maupun terhadap
Direksi dan Dewan Komisarisnya. Atas putusan pengadilan niaga tersebut kemudian diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Mahkamah Agung dalam putusannya nomor 20 KN2002 tanggal 9 Juli 2002
memutuskan menyatakan menolak kasasi tersebut sekaligus membenarkan pendapat hakim pengadilan niaga.
Bustanul Arifin : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan Yang Dinyatakan Pailit, 2009
40 miliar. Pemohon adalah wali amanat yang diberi kepercayaan untuk mewakili kepentingan para pemegang obligasi dalam rangka Penawaran Umum Emisi
Obligasi PT Bakrie Finance Corporation, Tbk., I Tahun 1997, berdasarkan Perjanjian Perwaliamanatan, Akta No. 72, tanggal 19 Mei 1997 yang diubah dengan
Akta No. 72, tanggal 19 Juni 1997. Yang kedua akta tersebut dibuat di hadapan Djedjem Widjaja, SH, Notaris di Jakarta. Sedangkan alasan PT BM yang juga
mengajukan permohonan pailit terhadap Direksi dan komisaris Perseroan adalah bahwa karena PT BFC tidak melaksanakan kewajibannya terhadap para pemegang
obligasi, baik atas kupon bunga maupun atas pokok obligasi. maka Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan harus ikut bertanggung jawab karena penjualan obligasi
di dalam prospektus yang diterbitkan oleh Perseroan, yang mana sebagai Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan yang mempunyai reputasi sebagai pengusaha yang
sukses dan diakui baik secara nasional maupun internasional sehingga para pembeli obligasi tertarik membeli obligasi tersebut dan berkeyakinan akan pembayaran
terhadap kupon bunga obligasi maupun utang pokoknya terbayar dengan lancar. PT Bakri Finance Corporation Tbk juga memiliki kreditur lain, yakni Bank Syariah
Mandiri, Asian Development Bank, dan Bank Artha Graha. Atas permohonan pailit tersebut, majelis hakim Pengadilan Niaga dalam
putusannya Nomor 09Pailit2002PN.NiagaJkt.Pst tanggal 23 Mei 2002 memutuskan menolak permohonan pailit baik terhadap Perseroan maupun terhadap
Direksi dan Dewan Komisarisnya. Adapun pertimbangan hukum majelis hakim niaga adalah karena PT Bakrie Finance Corporation Tbk PT BFC masih berada
Bustanul Arifin : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan Yang Dinyatakan Pailit, 2009
dalam keadaan PKPU tetap, maka majelis berpendapat terhadap PT BFC tidak dapat dimohonkan kepailitan. Adapun dasar hukum yang dijadikan pedoman hakim
niaga adalah Pasal 260 Undang-Undang nomor 37 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa selama ada pengunduran, maka tak bolehlah dimintakan pernyataan pailit
dengan begitu saja dan bahwa apabila berlangsung PKPU, maka PKPU hanya dapat diakhiri sesuai dengan ketentuan Pasal 255 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sementara itu, penolakan permohonan pailit terhadap Direksi dan Dewan
Komisaris, majelis hakim niaga berpendapat bahwa sesuai dengan Pasal 97 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 bahwa Direksi wajib dengan itikad baik
dan penuh tanggung jawab untuk menjalankan tugas dan usaha Perseroan. Dan setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang
bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya Pasal 97 ayat 3 UUPT. Namun demikian, berdasarkan ketentuan tersebut diatas majelis berpendapat bahwa
kesalahan atau kelalaian dari Direksi untuk dapatnya dipertanggungjawabkan secara pribadi haruslah dibuktikan terlebih dahulu adanya kesalahan tersebut. Sedangkan
terhadap Dewan Komisaris mendasarkan diri bahwa berdasarkan pasal 110 Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa untuk menjadi
Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu dan tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah
menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 lima tahun
Bustanul Arifin : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan Yang Dinyatakan Pailit, 2009
sebelum pengangkatan. Dari pasal yang tersebut di atas dan dari bukti-bukti yang diajukan oleh pemohon ternyata tidak terbukti para Dewan Komisaris tersebut karena
kesalahan atau kelalaiannya telah menimbulkan kerugian pada Perseroan dan tidak terbukti pula bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena Komisaris
tersebut adalah termasuk organ perusahaan sesuai dengan Pasal 1 Angka 2 Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan tidak terbukti ada
kesalahan atau kelalaian para Komisaris tersebut, maka para Komisaris tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya terhadap transaksi yang dilakukan antara
Perseroan dengan pemohon. Atas putusan Pengadilan Niaga yang menolak permohonan pailit baik kepada
Perseroan maupun kepada organ Direksi dan Komisaris tersebut, lalu diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Majelis hakim kasasi dalam putusannya Nomor 20 KN2002
tanggal 9 Juli 2002 memutuskan menyatakan menolak kasasi tersebut sekaligus
membenarkan pendapat hakim niaga. Pertimbangan hukum majelis hakim kasasi
adalah bahwa berdasarkan Pasal 245 Ayat 2 Undang-Undang Kepailitan, pernyataan pailit belum dapat dijatuhkan selama tenggang waktu yang ditentukan
dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PKPU yang telah disetujui dalam putusan Pengadilan Niaga tersebut belum dilewati atau apabila terpenuhi syarat-syarat
tertentu sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 240 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan kewajiban Pembayaran Utang.
Bustanul Arifin : Tanggung Jawab Direksi Perseroan Terhadap Perseroan Yang Dinyatakan Pailit, 2009
2. Kasus PT Indosurya Mega Finance melawan PT Graetstar Perdana