tidak dilakukan, maka tubuh akan mengalami dehidrasi kekurangan cairan. Menurut Siagian 2003 dalam Hela 2008, walaupun beberapa jenis suplemen serat dapat
berperan dalam penanganan penyakit tertentu konstipasi dan diabetes, para ahli lebih menganjurkan untuk mengkonsumsi pangan sumber serat dan seimbang daripada
mengkonsumsi suplemen serat.
2.5. Peran Serat Makanan Bagi Tubuh
Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi serat dan insiden timbulnya berbagai macam penyakit. Serat berpengaruh terhadap kesehatan
karena sifat fisik dan fisiologinya. Sifat-sifat fisik yang terpenting adalah volume dan massa, kemampuan mengikat air dan ketahanan terhadap fermentasi oleh bakteri. Serat
dengan komposisi dan sifat fisik yang berbeda akan memberikan dampak yang berbeda Jahari Sumarno, 2002.
Serat tidak larut selain berperan dalam pembentukan feses juga berperan dalam mempercepat waktu pengeluaran feses colonic transit time. Adanya efek ini mencegah
terpaparnya dinding dalam usus besar oleh bahan-bahan racun dan bahan yang bersifat penyebab kanker karsinogenik yang harus segera dikeluarkan oleh tubuh Syam, 2002
dalam Badrialaily, 2004. Adapun fungsi serat pada saluran cerna dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Fungsi Serat pada Saluran Cerna
Usus Kecil Menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida darah
Menurunkan efek gula darah pada makanan yang mengandung karbohidrat
Menurunkan resorbsi kalsium, magnesium dan besi Usus Besar
Menurunkan waktu pengeluaran feses Meningkatkan frekuensi dan jumlah feses
Meningkatkan kandungan cairan pada feses Mengencerkan isi usus
Menurunkan racum dan asam-asam empedu Meningkatkan fermentasi usus besar
Meningkatkan asam lemak rantai pendek di usus besar Merangsang pertumbuhan prebiotik
Sumber : Meler dalam Syam 2002 Secara garis besar, kegunaan serat makanan adalah sebagai pelindung kolon dari
gangguan konstipasi, diare, divertikulum, wasir dan kanker kolon. Serat makanan juga mencegah terjadi gangguan metabolisme sehingga tubuh terhindar dari kegemukan dan
kemungkinan terserang penyakit diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi tekanan darah tinggi Sulistijani, 2002.
2.6. Perilaku Manusia
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua
makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud
dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak
luar Notoatmodjo, 2007. Skinner 1938 dalam Notoatmodjo 2007, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan
kemudian organisme tersebut merespons. Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang organisme terhadap
stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan
dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu perilaku pemeliharaan kesehatan, perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, dan
perilaku kesehatan lingkungan. Perilaku gizi makanan dan minuman termasuk dalam kelompok perilaku pemeliharaan kesehatan, yaitu perilaku atau usaha-usaha seseorang
untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit.
2.6.1. Faktor yang Berperan dalam Pembentukan Perilaku
Perilaku terbentuk melalui suatu proses tertentu dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang memegang peranan di dalam
pembentukan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yakni faktor intern dan ekstern. Faktor intern berupa kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk
mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Faktor ekstern meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk
perilakunya. Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras dengan lingkungannya apabila perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh
lingkungannya dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan Notoatmodjo, 2007.
2.7. Teori Perilaku
Dalam penelitian perilaku ada banyak model dan teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku. Teori dan model
tersebut digunakan untuk menjelaskan alasan seseorang berperilaku atau tidak berperilaku, yang berhubungan dengan kesehatan mereka. Teori dan model ini dapat
dikelompokkan menjadi tiga tingkat berdasarkan pengaruhnya, yaitu intrapersonal, interpersonal dan komunitas. Masing-masing dari teori tersebut menjelaskan perilaku
dengan melihat perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang bertindak Hayden, 2009.
Dalam tingkatan intrapersonal atau tingkat individu, teori intrapersonal fokus pada faktor-faktor yang ada dalam diri seseorang yang mempengaruhi perilaku, seperti
pengetahuan, sikap, belief, motivasi, konsep diri, pengalaman dan kemampuan. Beberapa teori yang termasuk dalam kategori teori intrapersonal adalah Health Belief
Model, Theory of Reasoned Action, Self Efficacy Theory, Attribution Theory dan Transtheoretical Model.
Sedangkan teori yang menuju pada faktor-faktor tingkat interpersonal berasumsi bahwa orang lain memiliki peran dalam mempengaruhi perilaku
seseorang. Orang lain mempengaruhi perilaku tersebut dengan cara berbagi pengalaman mereka, saran, dan perasaan serta dukungan emosional dan bantuan. Teori dan model
komunitas berfokus pada faktor-faktor yang ada pada sistem sosial komunitas, organisasi, institusi, dan kebijakan publik, seperti peraturan, regulasi, legislasi, norma
dan kebijakan Hayden, 2009.
2.8. Teori Perilaku Terencana Theory of Planned Behavior