Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : Pembedaan Laki-laki dan Perempuan Dalam Masyarakat 1. Pembedaan kontrol kuasa dan akses peluang

adanya kendala pada rendahnya partisipasi dari masyarakat yang terlibat di dalamnya, kemudian pelaksanaan yang tidak sesuai dengan Petunjuk Teknis Operasional PTO. Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Studi Pada Simpan Pinjam PerempuanSPP di Desa Napagaluh, Kec. Danau Paris, Kab. Aceh Singkil, NAD.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : ”Bagaimanakah Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Pada Simpan Pinjam PerempuanSPP di Desa Napagaluh, Kec. Danau Paris, Kab. Aceh singkil?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini yakni: 1. Untuk mengetahui bagaimana Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Pada Simpan Pinjam Perempuan SPP di Desa Napagaluh, Kec. Danau Paris, Kab. Aceh Singkil. 2. Untuk mengetahui partisipasi perempuan dalam Kelompok Simpan Pinjam Perempuan di Desa Napagaluh. Universitas Sumatera Utara 3. Untuk mengetahui isu gender yang terjadi dalam pelaksanaan PNPM MP di Desa Napagaluh. 4. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam implementasi Kelompok Simpan Pinjam Perempuan Di Desa Napagaluh.

1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Secara subyektif, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir melalui penulisan karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah diperoleh oleh penulis selama perkuliahan di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Secara akademis, sebagai referensi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik dalam bidang ini. 1.5 Kerangka Teori 1.5.1 Program Dalam melakukan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang berkesinambungan, dapat dilakukan melalui penetapan sebuah program atau proyek pembangunan yang perumusannya dilakukan melalui perencanaan program. Program dapat dirumuskan sebagai perangkat kegiatan yang saling tergantung dan diarahkan pada satu atau beberapa tujuan khusus. Penyusunan Universitas Sumatera Utara program dalam proses perencanaan sosial mencakup keputusan tentang apa yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam proses perumusan program Suharto,2005:71, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu; 1. Idetiifikasi program alternatif adalah penyusunan program yang merupakan tahap yang membutuhkan kreatifitas, karenanya sebelum satu program dipilih ada baiknya jika diidentifikasikan beberapa program alternatif. 2. Penentuan hasil program merupakan bagian dari identifikasi program alternatif yang penentuan hasilnya apa yang akan diperoleh dari setiap program alternatif. Hasil tersebut menunjuk pada keluaran atau outputs yang terukur. Hasil ini dapat dinyatakan dalam tiga tingkatan, yaitu pelaksanaan tugas, unit pelayanan, dan jumlah konsumen. 3. Penentuan biaya adalah informasi tentang biaya mencakup keseluruhan biaya program maupun biaya perhasil. 4. Kriteria pemilihan program adalah setelah program-program alternatif diidentifikasikan, maka harus dilakukan pemilihan diantara mereka. Pemilihan dapat dilakukan atas dasar rasional, yakni barsandar pada kriteria tertentu. Kriteria yang tergolong rasional adalah menyangkut pentingnya efisiensi, efektivitas, keadilan dan hal-hal tertentu. Universitas Sumatera Utara

1.5.2 Kebijakan Publik a. Pengertian Kebijakan Publik

Kebijakan publik menurut Thomas Dye Tangkilisan, 2003:1 adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan ataupun tidak melakukan public policy is whatever governments choose to do or not to do. Konsep tersebut sangat luas karena kebijakan public mencakup suatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah disamping yang dilakukan oleh pemerintah ketika pemerintah menghadapi suatu masalah public. Easton 1969 memberikan pengertian kebijakan public sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat. Sedangkan menurut Anderson Tangkilisan, 2003:2, kebijakan public sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan itu adalah : 1. kebijakan public selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan yang berorientasi pada tujuan. 2. kebijakan public berisi tindakan-tindakan pemerintah. 3. kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan. Universitas Sumatera Utara 4. kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu. 5. kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa. Ada dua proses dalam studi kebijakan publik menurut Jones Tangkilisan, 2003:3, yaitu: 1. proses-proses dalam ilmu politik, seperti bagaimana masalah-masalah itu sampai pada pemerintah, bagaimana pemerintah mendefinisikan masalah itu, dan bagaimana tindakan pemerintah. 2. refleksi tentang bagaimana seseorang bereaksi terhadap masalah, terhadap kebijakan negara, dan memecahkannya. Sementara itu, menurut Charles O. Jones Tangkilisan, 2003:3 kebijakan terdiri dari komponen-komponen: 1. Goal atau tujuan yang diinginkan, 2. Plans atau proposal, yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan, 3. Program, yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan, 4. Decision atau keputusan, yaitu tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program, 5. Efek, yaitu akibat-akibat dari program. Dari pengertian-pengertian di atas, jadi pada dasarnya studi tentang kebijakan publik berorientasi pada pemecahan masalah riil yang terjadi di tengah masyarakat. Pada konteks ini kebijakan publik memiliki beragam perspektif, Universitas Sumatera Utara pendekatan maupun paradigma sesuai dengan fokus dan lokus dari obyek penelitian atau obyek kajian.

b. Kategori Kebijakan Publik

Dalam H Soenarko 2003:61, Joiynt mengatakan bahwa kebijaksanaan itu dapat berarti yang berbeda-beda untuk orang-orang yang berbeda. Usaha untuk mengadakan klasifikasi tingkatan-tingkatan kebijaksanaan itu adalah seperti halnya menbagi-bagi tingkatan suhu udara. Mananggapi hal tersebut, maka A. Simon kemudian dapat membagi klasifikasi kebijakan itu menjadi tiga macam policy, yaitu: 1. Legislative policy, yaitu kebijaksanaan yang dibuat landasan dan pegangan bagi pimpinan management dalam melaksanakan tugasnya, atau kebijaksanaan yang banyak mengandung norma-norma yang harus diselenggarakan oleh pimpinan tersebut. Oleh karene itu, kebijaksanaan ini lebih banyak memberikan ketentuan-ketentuan yang mengandung pemberian hak-hak, kewajiban, larangan-larangan dan keharusan- keharusan, dan lebih banyak dibuat oleh legislative. 2. Management policy, merupakan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pimpinan pusat top-management atau pejabat-pejabat teras. 3. Working policy, yaitu kebijaksanaan lainnya yang dibuat untuk pelaksanaan operation dilapangan untuk tercapainya tujuan akhir yang tersimpul dari kebijaksanaan itu. Kebijaksanaan pemerintah di Indonesia yang sesuai dengan azas hidup bangsa Indonesia, adalah merupakan kebijaksanaan pemerintah yang berlandaskan Pancasila. Kebijaksanaan ini tidaklah hanya memperhatikan Universitas Sumatera Utara keinginan dan kehendak dari rakyat socio-democratis, akan tetapi juga harus mengacu pada kepentingan nasional seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 socio-nasionalisme. Adapun bentuk-bentuk Peraturan Perundangan Republik Indonesia menurut UUD 1945 adalah: UU Peraturan Pemerintah pengganti UU, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Pelaksana lainnya, Peraturan Menteri, dan Inetruksi Menteri. Selain itu, masih terdapat Peraturan-peraturan Daerah Tingkat I dan Tingakt II serta Keputusan-keputusan Gubernur, dan Bupati Walikota kepala daerah.

1.5.3. Implementasi Kebijakan a. Pengertian Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijkan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting dalam kebijakan publik. Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood Tangkilisan, 2003: 17, hal-hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan kedalam keputusan- keputusan yang bersifat khusus. Sementara menurut Pressman dan Wildavsky 1984, implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Universitas Sumatera Utara Sementara Van Meter dan Van Horn Putra, Fadillah, 3003:81 membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu- individu atau kelompok-kelompok, pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya. Implementasi terjadi hanya setelah undang-undang ditetapkan dan dana disediakan untuk membiayai implementasi kebijakan tersebut. Dan merupakan salah satu tahap atau variabel penting yang berpengaruh terhadap keberhasilan suatu kebijakan di dalam memecahkan persoalan-persoalan publik. Dalam implementasi keputusan menurut Jones Tangkilisan, 2003:18, ada tiga kegiatan utama yang paling penting, yaitu; 1. Penafsiran, yaitu kegiatan yang menterjemahkan makna program kedalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan. 2. Organisasi, yaitu unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan. 3. Penerapan, yakni berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lain-lain. Sementara itu, Anderson Putra Fadillah, 2003:82 mengatakan bahwa implementasi kebijakan dapat dilihat dari empat aspek, yakni: 1. Siapa yang mengimplementasikan kebijakan, maksudnya yaitu bahwa pelaksanaan suatu kebijakan tidak hanya terbatas pada jajaran birokrasi, tetapi juga melibatkan aktor-aktor di luar birokrasi pemerintah, seperti Universitas Sumatera Utara ogranisasi kemasyarakatan, bahkan individu juga sebagai pelaksana kebijakan. 2. Hakekat dari proses administrasi. Untuk menghindari pertentangan atau perbedaan persepsi dalam pelaksanaan antar implementor unit birokrasi maupun non-birokrasi, proses administrasi harus selalu berpijak pada standard prosedur operasional sebagai acuan pelaksanaannya. 3. Kepatuhan kompliansi kepada kebijakan, atau sering disebut sebagai perilaku taat hukum. Karena kebijakan selalu berdasarkan hukum atau peraturan tertentu, maka pelaksana kebijakan tersebut juga harus taat kepada hukum yang mengaturnya. Untuk menumbuhkan sistem kepatuhan dalam implementasi kebijakan, memerlukan sistem kontrol dan komunikasi yang terbuka, serta penyediaan sumber daya untuk melakukan pekerjaan. Sedangkan untuk dapat mewujudkan implementasi yang efektif, Islamy 1997:107 menyebutnya dengan tindakan atau perbuatan manusia yang menjadi anggota masyarakat sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara. 4. Efek atau dampak dari implementasi kebijakan. Menurut Islamy 1997: 119 setiap kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak tertentu terhadap kelompok sasaran, baik yang positif intended maupun yang negatif unintended. Ini berarti bahwa konsep dampak menekankan pada apa yang terjadi secara aktual pada kelompok yang ditargetkan dalam kebijakan. Jadi, dengan melihat konsekuensi dari dampak, maka dapat dijadikan sebagai salah satu tolak-ukur keberhasilan Universitas Sumatera Utara implementasi kebijakan dan juga dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses perumusan kebijakan yang akan meningkatkan kualitas kebijakan tersebut.

b. Model Implementasi Kebijakan

Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan publik, dikenal beberapa model implementasi kebijakan Tangkilisan, 2003:20, antara lain:

1. Model Gogin

Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin ini dapat mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi, yakni: 1. Bentuk dan isi kebijakan, termasuk didalamnya kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi, 2. Kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan 3. Pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan antara warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.

2. Model Grindle

Grindle menciptakan menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan kebijakan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari: 1. Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi, 2. Tipe-tipe manfaat, 3. Derajat perubahan yang diharapkan, 4. Letak pengambilan keputusan, 5. Pelaksanaan program, 6. Sumber daya yang dilibatkan. Isi sebuah kebijakan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan oleh sejumlah besar pengambilan keputusan, sebaliknya ada kebijakan tertentu yang lainnya hanya ditentukan oleh Universitas Sumatera Utara sejumlah kecil 1 unit pengambil kebijakan. Pengaruh selanjutnya adalah lingkungan yang terdiri dari: 1. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat, 2. Karakteristik lembaga penguasa, dan 3. Kepatuhan dan daya tanggap. Karenanya setiap kebijakan perlu mempertimbangkan konteks atau lingkaran dimana tindakan administrasi dilakukan.

3. Model Meter dan Horn

Model implementasi kebijakan ini dipengaruhi oleh 6 faktor, yaitu: 1. Standard kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh, 2. Sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi, 3. Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai, 4. Karakteristik pelaksana, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang menentukan berhasil tidaknya suatu program, 5. Kondisi sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan, dan 6. Sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan.

4. Model deskriptif

William N. Dunn 1994 mengemukakan bahwa model kebijakan dapat diperbandingkan dan dipertimbangkan menurut sejumlah banyak asumsi, yang paling penting diantaranya adalah: 1. Perbedaan menurut tujuan, 2. Bentuk penyajian dan 3. Fungsi metodologis model. Dua bentuk pokok dari model kebijakan adalah: 1. Model deskriptif dan 2. Model normatif. Tujuan model deskriptif adalah menjelaskan dan atau meramalkan sebab dan akibat pilihan- pilihan kebijakan, model kebijakan digunakan untuk memonitor hasil tindakan Universitas Sumatera Utara kebijakan misalnya penyampaian laporan tahunan tentang keberhsilan dan kegagalan pelaksanaan dilapangan.

1.5.4. Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam mewujudkan pembangunan masyarakat dalam arti pendekatan partisipatif, yang menekankan pada unsur manusia sebagai subjek pembangunan. Pemberdayaan merupakan jawaban atas realitas ketidakberdayaan. Menurut Wrihatnolo dan Riant 2007:1, istilah pemberdayaan diambil dari bahasa asing, yaitu empowerment, yang juga dapat bermakna pemberian kekuasaan karena power bukan sekedar daya, tetapi juga kekuasaan sehingga kata daya tidak saja bermakna mampu, tetapi juga mempunyai kuasa. . Menurut Siahaan, Rambe, dan Mahidin 2006: 11, pemberdayaan dapat diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan seseorang atau kelompok, sehingga mampu melaksanakan tugas dan kewenangannya sebagaimana tuntutan kinerja tugas tersebut. Pemberdayaan merupakan proses yang dapat dilakukan melalui berbagai upaya, seperti pemberian wewenang, meningkatkan partisipasi, memberikan kepercayaan sehingga setiap orang atau kelompok dapat memahami apa yang akan dikerjakannya, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien Siahaan, Rambe, dan Mahidi, 2006: 13. Selanjutnya menurut Sumodiningrat 1999: 134, pemberdayaan berarti meningkatkan kemampuan atau kemandirian. Pemberdayaan merupakan usaha membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan terkait Universitas Sumatera Utara dengan diri mereka termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.

1.5.5. Pemberdayaan Masyarakat Menurut Subejo dan Suprianto, memaknai pemberdayaan masyarakat

sebagai upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan, memutuskan dan mengelola sumber daya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi dan sosial http:www.pemberdayaan.compembangunanpemberdayaan-masyarakat-dan- pembangunan-berkelanjutan.html20022010.. Pemberdayaan masyarakat community empowerment adalah perwujutan capita building yang bernuansa pada pemberdayaan sumber daya manusia melalui pengembangan kelembagaan pembangunan sistem sosial ekonomi rakyat, sarana dan prasarana, serta pengembangan 3P, yaitu: 1. Pendampingan, yang dapat menggerakkan partisipasi total masyarakat, 2. Penyuluhan, yang dapat merespon dan memantau ubahan-ubahan yang terjadi di masyarakat, dan 3. Pelayanan, yang berfungsi sebagai unsur pengendali ketetapan distribusi asset sumber daya fisik dan non fisik yang diperlukan masyarakat. Di dalam melakukan pemberdayaan, keterlibatan pihak yang diberdayakan sangatlah penting sehingga tujuan dari pemberdayaan dapat tercapai secara Universitas Sumatera Utara maksimal. Program yang mengikutsertakan masyarakat memiliki beberapa tujuan, yaitu agar bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka, serta meningkatkan keberdayaan empowering pihak yang diberdayakan dengan pengalaman merancang, melaksanakan, dan mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonomi Kartasasmita, 1996: 249. Dalam pemberdayaan, diperlukan suatu perencanaan yang didalamnya terkandung prinsip-prinsip pemberdayaan, yaitu adanya pihak-pihak yang memberdayakan community worker dan pihak yang diberdayakan masyarakat. Antara kedua pihak harus saling mendukung sehingga masyarakat sebagai pihak yang akan diberdayakan bukan hanya dijadikan objek, tetapi lebih diarahkan sebagai subjek pelaksana. Kartasasmita 1996:192-193 menyatakan bahwa proses pemberdayaan dapat dilakukan melalui 3 proses, yaitu: 1. menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang enabling. Titik tolaknya adalah bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya tidak ada sumber daya manusia atau masyarakat tanpa daya, 2. memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga diperlukan langkah yang lebih positif, selain dari iklim atau suasana, 3. memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdauaannya dalam menghadapi yang kuat. Universitas Sumatera Utara Menurut Shardlow Adi,2001:54-55, pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana kelompok atau individu komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan yang sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberdayaan masyarakat adalah; 1. Masyarakat dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. 2. Masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan. 3. Proses pelaksanaan pembangunan sudah berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku. 4. Proses pembangunan terlebih dahulu disosialisasikan kepada masyarakat. 5. Respon masyarakat terhadap kegiatan program pembangunan tersebut sudah baik. 6. Telah melibatkan masyarakat dalam musyawarah peran pembangunan. 7. Hasil pelaksanaan pembangunan dapat dinikmati masyarakat. 8. Pemerintah dapat mempertanggungjawabkan hasil pemberdayaan pelaksanaan pembangunan. 9. Terlaksananya demokrasi dalam musyawarah perencanaan pembangunan. 10. Sesuai dengan permintaan atau harapan masyarakat dengan program pemerintah yang terlaksana. Menurut Soegijoko 1997:179, terdapat tiga pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat. Pertama, pendekatan yang terarah, artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah yakni berpihak pada orang miskin. Kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersama-sama untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi. Ketiga, pendekatan pendampingan, artinya Universitas Sumatera Utara selama proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat miskin perlu di dampingi oleh pendamping yang profesional sebagai fasilisator, komentator dan dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya kemandirian.

1.5.6. Isu Gender a. Pengertian

Gender bukanlah kodrat ataupun ketentuan Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan atau bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di tempat mereka berada. Dengan demikian, gender dapat dikatakan pembedaan peran, fungsi, tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang dibentukdikonstruksikan oleh sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Kekuatan kategori gender dalam masyarakat telah membuat kita hidup dalam cara-cara yang telah tergenderkan. Selain itu, mustahil pula bagi kita untuk tidak memunculkan perilaku-perilaku yang tergenderkan saat berinteraksi dengan orang lain. Jadi, dapat disimpulkan bila pelestarian kategori gender sangat bergantung pada kuatnya penanaman diperilaku keseharian. Laki-laki atau perempuan keduanya tidak akan pernah bisa menjadi kategori sosial yang penting tanpa menampilkan perilaku gender mengenderkan atau digenderkan secara proporsional Itsna, 2007: 75-76. Hubungan perempuan dan laki-laki di Indonesia, masih didominasi oleh ideology gender yang membuahkan budaya patriarkhi. Budaya ini, tidak Universitas Sumatera Utara mengakomodasikan kesetaraan, keseimbangan, sehingga perempuan menjadi tidak penting untuk diperhitungkan. Murniati, 2004: 75. Selain itu didalam pelaksanaan Menurut Bernard Sugihastuti 2007: 313- 314, perempuan membatasi kebebasan semata-mata kepada urusan keluarga dan urusan rumah tangga lambat-laun akan menghambat pertumbuhan mentalnya dan akibatnya adalah kemampuan rasional yang berlahan-lahan akan mengalami kemunduran. Pada hal pekerjaan rumah tangga bertentangan dengan kemungkinan terwujudnya manusia secara utuh dalam kegiatan-kegiatan sosial.

b. Pembedaan Laki-laki dan Perempuan Dalam Masyarakat 1. Pembedaan kontrol kuasa dan akses peluang

Kontrol atau kuasa adalah kemampuan untuk menguasai dan menentukan berbagai hal. Apabila seseorang mengontrol sesuatu artinya orang tersebut berhak melakukan apa saja terhadap apa yang dikontroldikuasainya. Pada umumnya yang terjadi pada kini, laki-laki lebih memiliki kontrol maupun akses dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam keluarga laki-laki berkedudukan sebagai kepala rumah tangga dan berhak memberikan keputusan untuk seluruh permasalahan yang terjadi dalam keluarga tersebut. Demikian halnya dalam akses, misalnya dalam perolehan pendidikan akan lebih mendahulukan pendidikan anak laki-laki dari pada perempuan.

2. Pembedaan Peran

Pembedaan peran antara laki-laki dengan perempuan, kegiatan, atau kerja biasanya berdasarkan kegiatan yang menghasilkan uang, memelihara dan merawat keluarga, pergaulan masyarakat, keagamaan, ritual, pesta maupun kegiatan politik yang berhubungan dengan pengambilan keputusan. Universitas Sumatera Utara

3. Pembedaan Hak

Karena perbedaan kontrol, perbedaan peran, juga aturan-aturan dalam masyarakat, antara laki-laki dan perempuan memiliki hak yang berbeda. Beberapa aturan yang berada dalam masyarakat misalnya hak waris, hak atas tanah, hak untuk berbicara, hak untuk mengambil keputusan, hak untuk mendapatkan hasil kebun, hak atas keuntungan, hak untuk mendapat informasi dan pendidikan yang layak dan sebagainya.

4. Pembedaan Status atau Posisi

Sudah barang tentu karena perbedaan kuasa, peran dan hak, maka posisi atau status dalam masyarakat menjadi berbeda. Sebagai contoh, seorang bangsawan seburuk apapun pendapatnya lebih didengar dibandingkan pendapat seorang hamba. Demikian juga pada laki-laki dan perempuan, anggapan bahwa seorang laki-laki adalah pemimpin, menjadikan pendapatnya lebih dihargai dibandingkan perempuan.

c. Bentuk-bentuk Ketidaksetaraan dan Ketidakadilan Gender 1 Marginalisasi perempuan

Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan ( Studi Kasus Irigasi Pertanian Di Desa Aritonang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara)

3 57 116

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (Studi Pada Simpan Pinjam Perempuan/SPP di Desa Napagaluh, Kec. Danau Paris, Kabupaten Aceh Singkil)

4 34 146

Disfungsi Pelaksanaan Simpan Pinjam Bagi Perempuan (SPP) Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-Mpd) di Desa Batu Anam, Kecamatan Rahuning, Kabupaten Asahan

1 44 87

Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Di Desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi

2 64 128

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di Desa Dolok Hataran Kecamatan Siantar Kabupaten Simalungun

0 55 76

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

5 58 146

ANALISIS EFEKTIVITAS PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (Studi Kasus : Persepsi Masyarakat Miskin Terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan di Kecamatan Tegalampel Kabupaten Bondowoso

1 20 131

Efektifitas Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pariwisata Di Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember

0 9 6

Implementasi Kebijakan Pemerintah tentang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) di Desa Cibening Kabupaten Purwakarta (Studi Khusus tentang Program Simpan Pinjam Perempuan (SPP))

3 17 72

View of Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan di Desa Kota Bangun Ilir Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara

0 0 17