mau sangat berhubungan dengan pemakaian bahasa dalam menuliskan realitas untuk dibaca oleh khalayak.
Proses pemilihan fakta juga mau sangat berhubungan dengan pemakaian bahasa dalam menuliskan realitas untuk dibaca oleh khalayak. Pilihan kata-kata yang dipakai tidak
hanya sekedar tekhnik jurnalistik, tetapi bagian penting dari representasi. Bagaimana kata- kata yang dipilih dapat menciptakan realitas tertentu kepada khalayak. Kata-kata tertentu
tidak hanya memfokuskan perhatian khalayak pada masakah tertentu tapi juga membatasi persepsi kita dan mengarahkannya pada cara berpikir dan keyakinan tertentu.
Dalam representasi, sangat mungkin terjadi misrepresentasi, yaitu ketidakbenaran penggambaran, kesalahan penggambaran. Seorang, suatu kelompok, suatu pendapat, sebuah
gagasan tidak ditampilkan sebagaimana mestinya atau apa adanya, tetapi digambarkan secara buruk. Setiap hari kita mendengar, membaca, atau melihat bagaimana kesalahan representasi
itu terjadi.
1. Ekskomunikasi Excommunication
Ekskomunikasi berhubungan dengan bagaimana seseorang atau suatu kelompok dikeluarkan dari pembicaraan publik. Disini misrepresentasi terjadi karena
seseorang atau suatu kelompok tidak diperkenankan untuk berbicara. Ia dianggap bukan bagian dari diri kita. Karena tidak dianggap sebagai bagian dari partisipan
publik, maka penggambaran hanya terjadi pada pihak kita, tidak ada kebutuhan untuk mendengar suara dari pihak lain.
Oleh karena itu, ada dua konsekuensi penting dari ekskomunikasi ini. Pertama, partisipan wacana hanya dibatasi pada pihak sendiri. Pihak lain bukan tidak
ditampilkan, tetapi ditampilkan melalui perspektif mereka sendiri. Salah satu strategi
Universitas Sumatera Utara
utama dalam pemberitaan dan bagaimana ekskomunikasi dilakukan adalah dengan penghadiran dan penghilangan presence and absence suatu kelompok dan berbagai
identitasnya. Kedua, umumnya terjadi penggambaran yang simplisifik dan menggambarkan pihak lain selalu dalam kerangka kepentingan pihak kita.
2. Eksklusi Exclusion
Eksklusi berhubungan dengan bagaimana seseorang dikucilkan dalam pembicaraan. Mereka dibicarakan dan diajak bicara, tetapi mereka dipandang lain,
mereka dipandang buruk dan bukan bagian dari kita. Disini ada suatu sikap yang diwakili oleh wacana yang menyatakan bahwa kita baik, sementara mereka buruk.
Menurut Foucault, pengucilan suatu kelompok atau gagasan dapat dilakukan melaui berbagai prosedur. Pertama, melakukan pembatasan apa yang bisa dan tidak
boleh dibicarakan. Kedua, eksklusi suatu wacana publik juga dilakukan dengan membuat klasifikasi mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang bisa diterima
dan mana yang tidak isa diterima.
3. Marjinalisasi
Praktik marjinalisasi adalah misrepresentasi yang berbeda dengan eksklusi dan pengucilan. Dalam marjinalisasi, terjadi penggambaran yang buruk kepada
pihakkelompok lain. Akan tetapi, berbeda dengan eksklusiekskomunikasi, disini tidak terjadi pemilahan antara pihak kita dengan pihak mereka.
Ada beberapa praktik pemakaian bahasa sebagai strategi wacana dari marjinalisasi ini. Pertama, penghalusan makna eufemisme. Kata eufemisme
barangkali yang paling banyak dipakai oleh media. Kata ini pertama kali dipakai dalam bidang budaya, terutama untuk menjaga kesopanan dan norma-norma. Kedua,
pemakaian bahasa pengasaran disfemisme. Kalau eufemisme dapat mengakibatkan realitas menjadi halus, disfemisme sebaliknya dapat mengakibatkan realitas menjadi
Universitas Sumatera Utara
kasar. Ketiga, labelisasi. Labeling merupakan perangkat bahasa yang digunakan oleh mereka yang berada di kelas atas untuk menundukkan lawan-lawan. Keempat,
stereotipe. Stereotipe adalah penyamaan sebuah kata yang menunjukkan sifat-sifat negatif atau positif namun umumnya negatif dengan orang, kelas, atau perangkat
tindakan. Disini, stereotipe adalah praktik representasi yang menggambarkan sesuatu dengan penuh prasangka, konotasi yang negatif dan bersifat subjektif.
4. Delegitimasi