Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Globalisasi yang diikuti dengan kemajuan teknologi telah menyentuh hampir semua bidang kehidupan manusia. Arus informasi dari suatu tempat ke tempat lain dapat diterima dengan cepat dan lengkap. Bersamaan dengan itu media komunikasi mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dalam segi konten berita maupun dalam segi variasi segmen, dan semakin dominan dalam menentukan corak dan warna manusia baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Kehadiran teknologi pada dasarnya didorong oleh obsesi manusia untuk mengatasi jarak dan ruang, serta sebagai pemuas kebutuhan manusia akan informasi. Revolusi teknologi informasi ini telah meledakkan serpihan budaya Barat sampai tak terbendung mengalir dan merubah budaya sebagian besar masyarakat dunia, terutama yang tinggal di perkotaan. Masyarakat perkotaan yang memiliki kemudahan akses terhadap informasi merupakan kelompok masyarakat yang langsung terkena pengaruh budaya global. Dalam konteks Indonesia, masyarakat konsumen Indonesia mutakhir tumbuh beriringan dengan sejarah globalisasi ekonomi dan transformasi kapitalisme konsumsi yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan bergaya seperti shopping mall, industri mode atau fashion, industri kecantikan, industri kuliner, kawasan huni mewah, apartemen, iklan barang-barang mewah dan merek asing, makanan instan fast food, serta reproduksi dan transfer gaya hidup melalui iklan dan media televisi maupun cetak yang sudah sampai ke ruang-ruang kita yang paling pribadi. Universitas Sumatera Utara Terpaan budaya global ini lambat laun mengakibatkan perubahan sosial budaya, yaitu sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan ini merupakan hal yang umum terjadi, seiring berkembangnya zaman dan sesuai dengan sifat dasar manusia yang selalu ingin berubah. Perubahan ini mencakup banyak aspek dari hidup manusia, termasuk perubahan peradaban dan gaya hidup. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang merupakan ciri sebuah dunia modern, atau yang biasa juga disebut modernitas. Individu yang hidup dalam masyarakat modern menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Hal ini adalah suatu pola tindakan yang membedakan antara satu individu dengan invidu lain. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Konsep gaya hidup seringkali dikacaukan dengan konsep subkultur. Pandangan gaya hidup yang sinonim dengan subkultur membuat deskripsi gaya hidup menjadi statis, selain memberi arti yang sempit bagi konsep tersebut. Menurut Nas dan v.d. Sande gaya hidup lebih luas dari konsep subkultur karena pendeskripsiannya juga mencakup pemilik kultur dominan, dan lebih dinamis dari konsep subkultur karena dideskripsikan dari sudut pandang individu Sobur,2003:168. Gaya hidup adalah frame of reference yang dipakai seseorang dalam bertingkah laku dan konsekuensinya akan membentuk pola perilaku tertentu. Terutama bagaimana seseorang ingin dipersepsikan oleh orang lain, sehingga gaya hidup sangat berkaitan dengan bagaimana ia membentuk image di mata orang lain, berkaitan dengan status sosial yang diproyeksikannya. Status pada dasarnya mengarah pada posisi yang dimiliki seseorang di dalam sejumlah kelompok atau organisasi dan prestise melekat pada posisi tersebut. Status merupakan kekuatan yang besar di dalam masyarakat yang digunakan untuk mengendalikan Universitas Sumatera Utara orang dengan cara yang halus. Status juga kerap dianggap sebagai simbol dari kesuksesan hidup. Menurut Susanne K. Langer Mulyana,2000:83 salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Simbol-simbol ini digunakan untuk merefleksikan status dan gaya hidup yang dianut, yang sangat berpengaruh dalam perilaku konsumsi pemakainya. Kebutuhan akan status dan terpaan budaya asing ini mengakibatkan merebaknya gaya hidup metropolis yang cenderung permisif dan mengedepankan kemewahan daripada kecerdasan dan nilai budaya lokal. Gaya hidup metropolis ini terutama berkembang pada kalangan muda yang tergolong labil, dan sangat mudah terpengaruh. Gaya hidup ini semakin lama berkembang menjurus ke arah hedonisme dimana kesenangan pribadi menjadi hal yang utama. Sikap tidak peduli terhadap lingkungan, budaya asli, materialisme, dan rendahnya kepekaan sosial semakin lumrah terlihat. Perubahan gaya hidup ini juga terlihat pada kaum wanita. Khususnya, para wanita yang hidup di kota besar dan mengikuti perkembangan zaman. Tuntutan penampilan, pergaulan, dan pola adaptasi menggeser jati diri kebanyakan para wanita. Awalnya, para wanita modern memandang bahwa aktualisasi diri merupakan pencarian yang tidak bisa dihindari. Mereka ingin berbeda dengan wanita biasa, tetapi kenyataannya, pilihan beraktivitas lebih banyak porsinya pada sesuatu yang bersifat materil duniawi. Gaya hidup seperti ini pun sudah lazim tergambar di media. Dapat kita lihat dengan jelas gaya hidup metropolis digambarkan secara gamblang dalam film-film dan sinetron Indonesia yang setiap hari kita saksikan di layar televisi, dan menjadi topik yang seringkali kita baca di media cetak. Begitu pula yang tercermin pada karya sastra Indonesia. Karya sastra merupakan tanggapan penciptanya pengarang terhadap dunia dan merupakan ekspresi kehidupan manusia. Karya sastra lahir di tengah-tengah mayarakat sebagai hasil dari imajinasi Universitas Sumatera Utara pengarang serta refleksi terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh karena itu karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Karya sastra yang baik tidak hanya merekam kenyataan yang ada dalam masyarakat, tetapi juga merekam dan melukiskan kenyataan dalam keseluruhannya. Karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya. Bagaimanapun sebuah karya sastra mencerminkan masyarakat dan secara tidak terhindarkan dipersiapkan oleh keadaan masyarakat dan kekuatan pada zamannya. Sebuah karya sastra tidak hanya mencerminkan fenomena individual secara tertutup melainkan lebih merupakan suatu proses yang hidup. Sastra tidak mencerminkan realitas seperti fotografi, melainkan lebih sebagai suatu bentuk khusus yang mencerminkan realitas. Hal ini pula yang tergambar dalam novel sebagai hasil karya sastra modern. Novel di Indonesia berkembang dengan sangat cepat pada beberapa tahun terakhir. Semakin banyak novelis muda bermunculan dengan gaya dan genrenya tersendiri, yang menggambarkan dunia dari sudut pandang mereka. Salah satu novelis Indonesia yang karya-karyanya banyak mencerminkan realitas sosial adalah Clara Ng, di dalam karya-karyanya ia banyak mengambarkan kehidupan wanita secara gamblang dan jelas. Novel-novel Clara Ng mencerminkan realitas yang terjadi di zaman ini, terutama bagi kaum wanita. Ketika gaya hidup wanita semakin berkembang dan memasuki berbagai aspek kehidupan. Hal inilah yang tergambar dengan jelas dalam novelnya, Indiana Chronicle, yang merupakan novel berseri yang terdiri dari tiga buku, yaitu Blues, Lipstick, dan Bridesmaid. Ketiga novel ini menceritakan tentang kehidupan pribadi tokoh Indiana, seorang wanita metropolitan yang mengalami banyak intrik dalam kehidupannya. Novel ini bukan hanya sebagai novel yang menghibur, namun juga menggambarkan gaya hidup wanita metropolis Universitas Sumatera Utara dengan baik. Melalui novel ini kita dapat mengetahui gaya hidup wanita metropolis yang semakin berkembang dan melihat gambaran sisi-sisi kehidupan yang mungkin belum kita pahami secara jelas. Diantara sekian banyak novel yang menceritakan mengenai kehidupan wanita-wanita metropolis, peneliti memilih menggunakan novel Indiana Chronicle karena novel ini menggambarkan sisi kehidupan metropolis yang realistis dan sesuai dengan perkembangan zaman, karakter tokohnya adalah tipikal gadis lajang metropolitan yang hidupnya diwarnai dengan berbagai masalah. Tidak seperti novel-novel lainnya yang terlalu banyak dibumbui dengan imajinasi pengarang sehingga menghasilkan novel yang tidak dapat menggambarkan kehidupan wanita metropolis yang sebenarnya. Dari trilogi Indiana Chronicle ini, peneliti memilih novel yang pertama yaitu Blues karena peneliti merasa novel ini lebih menunjukkan citra wanita metropolis dibandingkan dengan dua novel setelahnya. Dalam novel ini tokoh Indiana digambarkan sebagai wanita yang masih labil dan sedang mencari jati diri di tengah kerasnya kehidupan metropolitan. Dibandingkan dengan dua novel setelahnya, pada novel pertama ini, Indiana lebih digambarkan sebagai wanita metropolis sejati yang mempunyai pola pikir dan berperilaku selayaknya seorang metropolis. Berdasarkan uraian- uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti mengenai representasi gaya hidup wanita metropolis dalam novel Indiana Chronicle Blues karya Clara Ng.

I.2 Perumusan Masalah