5 Mengembangkan strategi pemecahan masalah.
6 Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.
7 Menyelesaikan masalah yang tidak rutin.
Kemampuan pemecahan masalah matematik dapat terlihat dari langkah- langkah yang dilakukan siswa dalam memecahkan permasalahan matematika
yang ia terima. Penilaian kemampuan pemecahan masalah yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada indikator pemecahan masalah menurut Peraturan
Dirjen Dikdasmen sebagaimana yang dijelaskan oleh Fajar Shadiq di atas.
2.1.6 Kartu Masalah
Kartu masalah adalah media pembelajaran berupa kartu yang berisi soal pemecahan masalah matematika. Tujuan penggunaan kartu masalah ini adalah
untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dalam pembuatan kesimpulan yang tergesa-gesa. Kartu masalah
ini komunikatif dan memiliki tampilan yang bervariasi. Contoh desain kartu masalahnya dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini.
Fungsi dari kartu masalah adalah a membantu dan memudahkan guru dalam kegiatan diskusi, b menjadikan pembelajaran lebih menarik dan
bervariasi. Pembelajaran dengan media kartu masalah diharapkan siswa menjadi antusias untuk mengambil, membaca, dan menyelesaikannya.
Gambar 2.1 Contoh Kartu Masalah
Tujuan dari penggunaan kartu masalah adalah 1 untuk mengembangkan kemampuan pemecahan maslah matematik siswa dalam menghadapi berbagai
variasi permasalahan sehingga siswa dapat belajar bagaimana bertindak dan memecahkan permasalahan secara sistematis dalam situasi yang baru, 2 untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam mencari sebab akibat dari suatu permasalahan.
Menurut Hudojo 2005: 92, keunggulan penggunaan media kartu adalah sebagai berikut.
1 Siswa akan gemar menyelesaikan masalah-masalah yang didasarkan pada
pengalamannya sendiri karena di tuntut mengerjakan sesuai dengan kemampuannya.
2 Prinsip psikologis terpenuhi yaitu konsep atau generalisasi dari hal yang
konkret ke abstrak. 3
Siswa dapat menemukan konsep sehingga memungkinkan untuk mentransfer ke maslah lain yang relevan.
4 Meningkatkan aktivitas siswa, karena memungkinkan siswa untuk bekerja
sama dalam arti saling bertukar ide.
2.1.7 Ketuntasan belajar
Konsep ketuntasan belajar didasarkan pada konsep pembelajaran tuntas. Pembelajaran tuntas merupakan istilah yang diterjemahkan dari istilah
“mastery learning”. Nasution 2000: 36 menyebutkan bahwa mastery learning atau belajar
tuntas, artinya penguasaan penuh terhadap tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Penguasaan penuh ini dapat dicapai apabila siswa mampu menguasai
materi tertentu secara menyeluruh yang dibuktikan dengan hasil belajar yang baik pada materi tersebut. Nasution 2000: 38 juga menyebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi penguasaan penuh, yaitu bakat untuk mempelajari sesuatu, mutu pengajaran, kesanggupan untuk memahami pengajaran, ketekunan, waktu yang
tersedia untuk belajar. Kelima faktor tersebut perlu diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran tuntas sehingga siswa dapat mencapai ketuntasan
belajar sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Ketuntasan belajar merupakan salah satu muatan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan KTSP. Standar ketuntasan belajar siswa ditentukan dari hasil persentase penguasaan siswa pada kompetensi dasar dalam suatu materi tertentu.
Kriteria ketuntasan belajar setiap kompetensi dasar berkisar antara 0-100. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan 2006: 13, idealnya untuk masing-
masing indikator mencapai 75. Sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria ketuntasan belajar sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing.
Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini untuk mengetahui ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan akan dilihat dari ketuntasan secara
individual dan klasikal. Berdasarkan ketetapan yang berlaku di SMP Negeri 2 Wiradesa untuk mata pelajaran matematika, seorang siswa dikatakan tuntas
belajar ketuntasan individual apabila memperoleh skor minimal 70, sedangkan disebut tuntas belajar klasikal apabila paling sedikit 75 dari jumlah siswa di
kelas tersebut tuntas individual.
2.1.8 Tinjauan materi Prisma dan Limas