100 TNAP minum sebanyak 30-35 tegukan selama 10-13 menit. Sedangkan, Hernowo
1995 mengatakan bahwa merak hijau jantan di TNB minum sebanyak 36-98 tegukan selama 7-16 menit, merak hijau betina minum sebanyak 25-84 tegukan
selama 5-12 menit, dan merak hijau remaja minum sebanyak 40-60 tegukan selama 7-12 menit.
Keterbatasan air di TNB juga merupakan salah satu faktor yang menyebabkan lebih banyaknya volume air yang diambil oleh merak hijau. Merak
hijau akan minum lebih banyak supaya dapat bertahan menghadapi kondisi lingkungan yang buruk seperti perjalanan jauh dalam mencari sumber air di
musim kemarau. Aktivitas minum di TNB lebih sering dijumpai di savana 15 kali dan hutan
pantai 14 kali. Sedangkan, tipe habitat hutan musim dan evergreen tidak dipakai untuk minum karena di habitat tersebut tidak ditemukan sumber air minum.
Aktivitas minum di areal tumpangsari TNAP lebih sedikit dijumpai dibandingkan di Sadengan yaitu 21 kali di padang penggembalaan dan 2 kali di
hutan tanaman jati. Hasil uji chi-square menunjukkan bahwa perilaku minum dipengaruhi oleh tipe habitat. Begitu pula, nilai ragam di padang penggembalaan
lebih beragam dibandingkan tipe habitat yang lain. Hal ini diduga disebabkan oleh persediaan air di Sadengan selalu ada yang berasal dari bak minum dan springkle
yang dialirkan dari Goa Basori. Sedangkan, areal tumpangsari yang yang dipelihara oleh pesanggem memungkinkan banyak gangguan yang berupa
pengusiran oleh pesanggem. Meskipun, terdapat sumber air, pengusiran yang dilakukan oleh pesanggem menyebabkan merak hijau mencari minum di luar areal
tumpangsari. Kondisi areal tumpangsari juga lebih tertutup daripada Sadengan sehingga diduga penguapan dari tubuh merak hijau lebih sedikit.
g. Perilaku Mandi Debu
Merak hijau TNAP melakukan aktivitas mandi debu saat menjelang siang hari. Sedangkan merak hijau TNB berperilaku mandi debu pada waktu makan
pagi berlangsung. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh suhu TNB jauh lebih cepat panas dari pada suhu TNAP karena penutupan lahan di TNB lebih terbuka.
Melihat kondisi tersebut mengakibatkan merak hijau di TNB memilih tidak
101 melakukan aktivitas mandi debu di siang hari. Apabila merak hijau tetap
melakukan mandi debu, merak hijau akan kepanasan dan banyak kehilangan air. Merak hijau TNAP mandi debu di pagi hari dan saat waktu berteduh
berlangsung. Hal ini diduga karena penutupan lahan di TNAP yang rapat menjadikan suhu tidak terlalu panas. Aktivitas mandi debu yang terjadi di waktu
siang hari itu pun dilakukan di lokasi yang penutupan tajuknya rapat yaitu di hutan alam dan areal tumpangsari. Sedangkan, aktivitas mandi debu yang
berlangsung di pagi hari terjadi di padang penggembalaan Sadengan yang terbuka dan mendapat intensitas cahaya matahari yang tinggi.
Uji chi-square perilaku mandi debu di TNAP ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan frekuensi baik di padang pengembalaan Sadengan, areal
tumpangsari hutan tanaman jati dan hutan Rowobendo-Ngagelan. Namun, selama penelitian aktivitas mandi debu ini lebih sering dijumpai di padang
penggembalaan Sadengan yaitu 8 kali perjumpaan. Hal tersebut diperkuat dengan hasil perhitungan ragam di padang penggembalaan yang lebih tinggi daripada tipe
habitat lain. Padang penggembalaan Sadengan yang sangat terbuka memungkinkan perilaku mandi debu termonitor dengan cukup baik. Hutan
tanaman jati yang relatif terbuka dan lebat dengan rumput dan tanaman budidaya membuat merak hijau melakukan aktivitas tanpa terlihat. Hutan Rowobendo-
Ngagelan yang rapat jarang dikunjungi oleh merak hijau sehingga hanya perilaku tertentu seperti mandi debu dapat dilakukan di tempat ini.
Di TNB, hasil uji chi-square menunjukkan hasil yang sama dengan yang ada di TNAP yaitu perilaku mandi debu di habitat savana, hutan pantai, hutan
musim dan evergreen memiliki frekuensi mandi debu yang sama. Akan tetapi, dalam kurun waktu pengambilan data, perilaku mandi debu ini hanya dijumpai di
savana. Di hutan musim hanya ditemukan bekas-bekas tempat yang dipakai untuk mandi debu. Sedangkan, di hutan pantai dan evergreen tidak ditemukan aktivitas
atau pun bekas tempat mandi debu meskipun jika dilihat dari kondisinya juga memenuhi syarat sebagai tempat mandi debu. Hal ini disebabkan karena savana
memiliki kondisi terbuka, tersedia tempat yang ideal untuk mandi debu dan dekat sumber air. Lokasi mandi debu ini terletak dekat dengan sumber air minum. Hal
tersebut pula yang menjadi penyebab nilai ragam di savana tinggi sedangkan di
102 tipe habitat lain tidak ada. Dari fakta di lapangan, dapat diketahui bahwa aktivitas
mandi debu lebih dipengaruhi oleh ketersediaan tempat berdebu serta temperatur.
h. Perilaku Berteduh dan Istirahat