Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur

(1)

EKOLOGI PERILAKU

MERAK HIJAU (Pavo muticus Linnaeus, 1766)

DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

DAN TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR

MARYANTI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(2)

Judul Skripsi : Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur

Nama : Maryanti NIM : E 34102029

Departemen : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Menyetujui,

Pembimbing

Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F

Ketua

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS. NIP. 131430799


(3)

EKOLOGI PERILAKU

MERAK HIJAU (Pavo muticus Linnaeus, 1766)

DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

DAN TAMAN NASIONAL BALURAN, JAWA TIMUR

MARYANTI E 34102029

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Di Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat 4JJ1 SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan, kesehatan, rejeki, dan kasih sayang yang tidak pernah berhenti. Atas karunia-Nya pula, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menuliskan hasilnya yang berjudul “Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur” dengan perasaan yang tenang, nyaman, dan damai.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan. Di dalam skripsi ini memuat aktivitas, pola, mekanisme, dan strategi merak hijau yang berhubungan dengan lingkungan. Adanya skripsi ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya pelestarian satwaliar pada umumnya dan merak hijau pada khususnya.

Proses penelitian dan penyusunan skripsi membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dalam masa itu, penulis banyak dibantu oleh pihak-pihak yang senantiasa mendukung baik dengan materiil maupun moril. Dalam penyampaian skripsi ini pula, penulis tidak lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritikan dan saran yang membangun sebagai pertimbangan untuk penelitian-penelitian berikutnya..

Bogor, Januari 2007


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada 4JJ1 SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia dan kepada berbagai pihak yang telah membantu selama proses pengambilan data dan penyusunan skripsi, diantaranya :

1. Bapak, Ibu, kakak beserta keluarga atas kasih sayang, dukungan, dan doa-doanya hingga penulis mampu mencapai tahap ini

2. Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F. selaku Pembimbing Utama yang telah bersedia membimbing, mengarahkan, memberikan dorongan semangat serta bantuan dana

3. Dr. Ir. Ulfah Juniarti, M.Agr. sebagai Penguji dari Departemen Silvikultur dan Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc. sebagai Penguji dari Departemen Hasil Hutan yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji penulis 4. Balai Taman Nasional Alas Purwo dan pegawai (Mas Gendut, Mas Joko,

Mas Ajir, Mas Nano, Mbak Dian, Mas Handoko, Pak Hudiyono, Pak Misijo, Pak Harto, Mas Cipto, Mbah Sampun) atas bantuannya selama di Alas Purwo

5. Balai Taman Nasional Baluran dan pegawai (Pak Syam, Mas Nanang, Mas Taufik, Mas Toha, Pak Siswanto, Pak Dikar, Mas Sis, Pak Arja, Mas Yusuf, Pak Agus, Mbak Nia, Pak Tono) atas bantuannya selama di Baluran

6. Bapak Mochdor dan keluarga di Banyuwangi atas segala bentuk bantuan, rasa kekeluargaan dan kebersamaan

7. Bapak Ponidi dan keluarga di Alas Purwo atas makanan dan rasa kekeluargaan

8. Teman seperjuangan (Adhe dan Mbak Kuncup) atas persahabatannya selama di lapangan

9. Mas Efri atas computer sewaannya dan Erry “Wedhoozz” atas komputer “Aurora” –nya

10.Keluarga Besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata beserta pegawai yang telah membantu penulis dalam mencapai


(6)

11.Sahabat : Gugum, Ghufron, Susie, Sari, Teti, Andrian, Ibeth dan Keluarga Besar Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata angkatan 39 atas persahabatan dan kenangan manis yang terlalu indah untuk dilupakan 12.Pondok Surya Poenya (Fau, Iin, Ella, Tri, Esti, Novia, Tia, Ika, Gendhis,

Risul) atas semangat, dukungan dan persahabatan

13.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dan memberikan persahabatannya kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung

Tak ada kata yang dapat mewakili apa yang ada di hati. Hanya sedikit goresan tinta yang dapat tercetak. Dan hanya itu yang dapat penulis berikan.

Bogor, Januari 2007


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1984 di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak Marto Mariyo dan Ibu Sutinem.

Pada tahun 1990, penulis masuk ke SD Negeri Nglegok I dan lulus pada tahun 1996. Kemudian, penulis melanjutkan ke SLTP Negeri I Karangpandan dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis masuk ke SMU Negeri I Karanganyar dan lulus pada tahun 2002. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif di beberapa kelembagaan yaitu BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Kehutanan sebagai staf Kemahasiswaan dan Kesejahteraan Mahasiswa pada tahun 2003-2004. Penulis juga tercatat sebagai anggota IFSA (International Forestry Student Association) pada 2 periode yaitu periode 2003-2004 dan dilanjutkan periode 2004-2005. Selain itu, penulis juga aktif di HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan) pada periode 2003-2004 sebagai anggota. Pada tahun 2004 hingga sekarang, penulis aktif di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) UKF (Uni Konservasi Fauna) dan pernah menjabat sebagai Ketua Departemen Infokom pada periode 2004-2005. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum pada MK Dendrologi pada semester 5 dan Asisten Praktikum MK Ekologi Satwaliar pada semester 7 dan 9 dan MK Pengelolaan Satwaliar pada semester 9.

Pada bulan Juni 2004 penulis mengikuti kegiatan Ekspedisi Global ke Taman Nasional Bukit Barisan Selatan selama 20 hari. Penulis juga mengikuti kegiatan magang di Taman Nasional Way Kambas pada bulan Juli 2004 yang dilaksanakan selama 2 minggu. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan lapang ke Pulau Rambut, Cagar Alam Yanlapa, TWA Telaga Warna, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Bodogol dan Cibodas) serta survey Ekspedisi Global di Taman Nasional Alas Purwo.


(8)

Observasi Kolaboratif pernah diikuti oleh penulis pada bulan April 2005 di Cagar Alam Leuweung Sancang.

Praktek lapangan yang juga diikuti oleh penulis diantaranya adalah Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H). Praktek Pengenalan Hutan dilaksanakan di BKPH Baturaden KPH Banyumas Timur dan BKPH Cilacap KPH Banyumas Barat pada bulan Juli 2005 selama 10 hari yang dilanjutkan dengan Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Banyumas Barat hingga bulan Agustus 2005. Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilakukan di Taman Nasional Baluran pada bulan Februari- Maret 2006.

Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur” pada bulan Juli-September 2006 di bawah bimbingan Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F.


(9)

MARYANTI. Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Dibimbing oleh Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F.

RINGKASAN

Merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) berstatus vulnerable (IUCN, 2004) dan terancam secara global oleh ICBP (1988) serta jenis dilindungi di Indonesia. Namun, keberadaan merak hijau tersebut mendapatkan tekanan di berbagai lokasi penyebarannya. Kamampuan untuk bertahan hidup merak hijau merupakan aspek kajian yang cukup menarik karena keberadaan dan kemungkinan punahnya belum diketahui. Perilaku merak hijau merupakan unsur penting untuk menjawab hal tersebut. Data perilaku merak hijau diambil di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran dengan metode purposive sampling yang contohnya diambil dengan metode ad-libitum sampling. Data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.

Merak hijau mengawali aktivitas hariannya dengan mengeluarkan suara yang teridentifikasi adalah 6 tipe suara. Tipe suara yang merupakan alat komunikasi utama dan paling sering terdengar adalah tipe suara I yaitu ” auwo...auwo...”. Tipe suara yang digunakan sebagai penanda terjadinya komunikasi utama sering dilakukan dengan saling bersahutan satu sama lain.

Perilaku menelisik bulu dilakukan untuk merapikan bulu dan membuang kotoran, kutu dan benda asing yang menempel di bulunya dan biasanya hanya mengambil porsi waktu yang sedikit yaitu 1-10 menit di TNAP dan 1-8 menit di TNB. Strategi menelisik bulu merak hijau dilakukan di areal terbuka dengan durasi cepat dan di tempat yang rapat dengan bertengger di pohon. Aktivitas ini dilakukan pada berbagai perilaku utama seperti bertengger, makan, berteduh dan istirahat, berjemur, dan sehabis display.

Perilaku makan merak hijau dilakukan sambil berjalan. Mekanisme ini merupakan strategi merak hijau untuk mendapatkan porsi pakan yang lebih banyak.. Perilaku makan ini dilakukan selama 4-5 jam di pagi hari dan 3-4 jam di sore hari di TNAP dan selama 2-6 jam di pagi hari dan 2-3 jam di sore hari di TNB. Strategi lain yang dilakukan dalam rangka untuk menjaga keamanan adalah sewaktu makan merak hijau terkadang menegakkan kepalanya untuk mengawasi keadaan.

Perilaku berjemur dilakukan oleh merak hijau untuk menghangatkan diri. Aktivitas berjemur di TNAP ini berlangsung antara 9-120 menit. Di TNB aktivitas berjemur berlangsung selama 1-60 menit. Strategi yang digunakan adalah dengan memilih tempat yang langsung terkena matahari dan lebih tinggi dari sekitarnya.

Perilaku display dilakukan oleh merak hijau jantan untuk menarik perhatian merak hijau betina yang dilakukan selama 0-18 menit di TNAP dan 0-28 menit di TNB. Perilaku display dapat dilakukan secara bergantian antara jantan satu dengan lainnya. Strategi yang digunakan untuk menarik perhatian merak hijau betina adalah ketika merak hijau betina mendekat, merak hijau jantan akan menggoyangkan jambulnya. Strategi lain adalah dengan memilih lokasi yang terbuka dan bila panas di bawah bayangan pohon.

Perilaku minum merak hijau di TNAP dilakukan sebelum atau sesudah makan baik pagi maupun sore hari dan di TNB setelah bangun tidur, sebelum atau sesudah makan, di antara waktu berteduh dan istirahat, dan sebelum tidur. Di TNAP frekuensi pengambilan air ini berkisar antara 7-42 tegukan selama 2-8 menit. Sedangkan di TNB berkisar antara 13-132 tegukan selama 1-18 menit. Strategi yang digunakan merak hijau untuk minum adalah dengan berhenti sesaat ketika menegakkan kepalanya untuk menelan air sambil mengawasi keadaan.

Perilaku mandi debu dilakukan untuk merawat tubuh merak hijau dari benda asing dan ektoparasit. Di TNAP, mandi debu dilakukan setelah aktivitas makan berakhir, sebelum dan saat aktivitas berteduh dan istirahat dimulai hingga aktivitas makan sore dimulai. Mandi debu ini dilakukan antara pukul 07.30 WIB - 15.00 WIB selama 8-28 menit. Di TNB, mandi debu dilakukan setelah merak minum dan sebelum minum yaitu antara pukul 06.30 WIB - 09.00 WIB selama 1-30 menit.. Merak hijau lebih memilih tempat yang terbuka untuk mandi debu dan juga melakukan mandi debu setelah aktivitas makan pagi dan ketika aktivitas berteduh dan istirahat berlangsung.

Perilaku berteduh dan istirahat merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh merak hijau dalam upaya untuk menghindari panas matahari. Aktivitas berteduh dan istirahat biasanya dilakukan setelah aktivitas makan berakhir hingga menjelang makan lagi. Perilaku ini


(10)

dilakukan selama 3-7 jam di TNB dan 3-8 jam di TNAP. Strategi yang dipakai adalah dengan melakukan pemilihan tempat teduh yaitu di pohon yang tajuknya cukup lebat, dekat tempat terbuka, atau di bawah semak-semak yang tertutup dalam rangka untuk keamanan.

Perilaku berlindung dilakukan oleh merak hijau ketika ada gangguan baik yang berasal dari predator maupun manusia. Strategi berlindung untuk menghindari gangguan adalah dengan cara menjauh, terbang ke arah pohon yang tajuknya lebat atau masuk ke dalam semak-semak.

Di TNAP merak hijau mulai tidur pada pukul 17.07 WIB dan bangun pukul 05.14 WIB. Di TNB, merak mulai naik ke pohon tidur pukul 17.05 WIB dan mulai turun dari pohon tidur pukul 05.08 WIB. Pemilihan pohon tidur yang dekat dengan tempat makan dan terdapat pohon yang lebih rendah untuk naik secara bertahap merupakan strategi yang digunakan oleh merak hijau untuk tidur. Selain itu, merak hijau tidur secara berkelompok supaya dapat saling menjaga satu sama lain.

Perilaku sosial merak hijau terlihat ketika merak hijau sedang makan, mandi debu, berteduh dan istirahat, tidur, dan minum. Hubungan antar dua merak hijau jantan tidak akur yang terlihat dengan terjadinya pengusiran dan pertarungan di antara mereka. Merak hijau memiliki interaksi netral dengan herbivora dan ayam hutan serta negatif dengan monyet ekor panjang, elang, ajag dan predator lainnya.

Perilaku bersuara, makan, display, minum, dan berlindung merak hijau dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelompok pagi yaitu antara pukul 05.00-09.30 WIB dan kelompok sore yaitu antara pukul 14.00-17.30 WIB. Sedangkan, perilaku berjemur hanya dilakukan pada pagi hari. Perilaku menelisik bulu terjadi di berbagai perilaku utama yaitu sebelum turun dari tenggeran, makan, display, berteduh dan istirahat. Merak hijau akan berteduh dan istirahat antara pukul 09.00-14.00 WIB. Perilaku mandi debu biasanya dilakukan pada siang hari ketika merak hijau berteduh. Akan tetapi, di TNB merak hijau mandi debu dijumpai antara pukul 08.00-10.00 WIB. Perilaku tidur dimulai pada pukul 17.00 WIB dan diakhiri pada pukul 05.00 WIB esok harinya.

Sebaran waktu perilaku menelisik bulu, display, berjemur, mandi debu, dan berteduh dan istirahat memiliki nilai durasi rata-rata dan ragam yang tinggi pada tipe habitat padang penggembalaan di TNAP serta savana di TNB. Nilai ragam perilaku tersebut secara berurutan yaitu 159.39, 227.64, 2508.95, 1045.52, dan 4032.72 di TNAP dan 184.26, 337.70, 112046.27, 753.70, dan 2536.28 di TNB dalan satuan detik. Sedangkan, perilaku makan di TNAP lebih beragam di padang penggembalaan dan di TNB lebih beragam di hutan pantai. Begitu pula dengan perilaku minum yang menunjukkan nilai ragam yang tinggi di padang penggembalaan TNAP dan hutan pantai TNB. Nilai ragam perilaku berlindung tinggi di areal tumpangsari TNAP dan di TNB tidak ada nilainya.

Berdasarkan hasil uji chi-square frekuensi perilaku merak hijau terhadap berbagai tipe habitat menunjukkan bahwa di TNAP perbedaan tipe habitat tidak memberikan pengaruh yang nyata pada tipe suara, makan, berjemur, display, mandi debu, berteduh dan istirahat, berlindung, dan hubungan antar merak hijau jantan. Tipe habitat mempengaruhi frekuensi perilaku menelisik bulu dan minum. Di TNB, perbedaan tipe habitat juga tidak memberikan pengaruh yang nyata pada frekuensi perilaku bersuara, menelisik bulu, makan, berjemur, display, mandi debu, berteduh dan istirahat dan hubungan antar merak hijau jantan. Namun, tipe habitat mempengaruhi pada frekuensi perilaku berlindung.

Proporsi atau presentase penggunaan waktu harian oleh merak hijau lebih banyak digunakan untuk berteduh dan istirahat yaitu 41.77 % di TNAP dan 41.14 % di TNB serta makan 22.80 % di TNAP dan 22.22 % di TNB. Sedangkan, aktivitas yang lain hanya mendapat proporsi yang sedikit yaitu lebih kecil dari 5 % saja.


(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

C. Manfaat Penelitian ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. Perilaku ... 3

B. Bioekologi Merak Hijau ... 5

1. Taksonomi ... 5

2. Penyebaran ... 6

3. Morfologi ... 6

4. Habitat dan Pakan ... 7

5. Perilaku Merak Hijau ... 8

III. KONDISI UMUM LAPANGAN ... 15

A. Taman Nasional Baluran ... 15

B. Taman Nasional Alas Purwo ... 18

IV. METODOLOGI ... 23

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

B. Alat dan Bahan ... 24

C. Jenis Data yang dikumpulkan ... 24

D. Metode Kerja ... 25

E. Bentuk Perilaku dan Parameternya ... 26

F. Analisis Data ... 30

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

A. Hasil Penelitian ... 33

1. Perilaku Individu Merak Hijau ... 33

a. Perilaku Bersuara ... 33

b. Perilaku Menelisik Bulu ... 39

c. Perilaku Makan ... 44

d. Perilaku Berjemur ... 49

e. Perilaku Display ... 52


(12)

g. Perilaku Mandi Debu ... 63

h. Perilaku Berteduh dan Istirahat ... 66

i. Perilaku Berlindung ... 71

j. Perilaku Tidur ... 75

k. Perilaku Membuang Kotoran ... 78

l. Perilaku Sosial ... 79

2. Perilaku Harian Merak Hijau ... 86

B. Pembahasan ... 89

1. Perilaku Individu Merak Hijau ... 89

a. Perilaku Bersuara ... 89

b. Perilaku Menelisik Bulu ... 91

c. Perilaku Makan ... 93

d. Perilaku Berjemur ... 97

e. Perilaku Display ... 98

f. Perilaku Minum ... 99

g. Perilaku Mandi Debu ... 100

h. Perilaku Berteduh dan Istirahat ... 102

i. Perilaku Berlindung ... 103

j. Perilaku Tidur ... 104

k. Perilaku Sosial ... 106

2. Perilaku Harian Merak Hijau ... 109

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

A. Kesimpulan ... 111

B. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113


(13)

DAFTAR TABEL

1. Tallysheet pengamatan perilaku merak hijau ... 26

2. Rekapitulasi perilaku (bersuara, menelisik bulu, makan, berjemur, display, minum, mandi debu, berteduh dan istirahat, berlindung, tidur, dan sosial ) merak hijau di TNB dan TNAP ... 31

3. Banyaknya tipe suara I yang terdengar di TNAP dan TNB ... 33

4. Banyaknya tipe suara II yang terdengar di TNAP dan TNB ... 34

5. Banyaknya tipe suara III yang terdengar di TNAP dan TNB ... 35

6. Banyaknya tipe suara IV yang terdengar di TNAP dan TNB ... 35

7. Banyaknya tipe suara V yang terdengar di TNAP dan TNB ... 36

8. Hasil uji chi-square berbagai tipe suara dalam berbagai habitat ... 39

9. Rekapitulasi perilaku menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama .. 40

10. Hasil uji chi-square perilaku menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama ... 41

11. Perbandingan frekuensi menelisik bulu antara merak hijau jantan dengan merak hijau betina dan merak hijau remaja ... 42

12. Perbandingan perilaku menelisik bulu merak hijau di berbagai tipe habitat ... 43

13. Hasil uji chi-square perilaku menelisik bulu dalam berbagai tipe habitat ... 44

14. Perbandingan perilaku makan merak hijau di berbagai tipe habitat ... 46

15. Hasil uji chi-square perilaku makan dalam berbagai tipe habitat ... 47

16. Jenis-jenis pakan yang dimakan merak hijau di padang penggembalaan Sadengan dan areal tumpangsari TNAP ... 48

17. Jenis-jenis pakan yang diduga dimakan merak hijau di TNB ... 49

18. Perbandingan perilaku berjemur merak hijau di berbagai tipe habitat .. 51

19. Hasil uji chi-square perilaku berjemur dalam berbagai tipe habitat ... 51

20. Rekapitulasi perilaku display di pagi dan sore hari di TNAP dan TNB ... 56

21. Perbandingan perilaku display merak hijau di berbagai tipe habitat ... 57 22. Hasil uji chi-square perilaku display merak hijau di berbagai tipe 58


(14)

habitat ... 23. Frekuensi pengambilan air di TNAP dan TNB ... 60 24. Perbandingan perilaku minum merak hijau di berbagai tipe habitat ... 61 25. Hasil uji chi-square perilaku minum di berbagai tipe habitat ... 62 26. Perbandingan perilaku mandi debu merak hijau di berbagai tipe

habitat ... 64 27. Hasil uji chi-square perilaku mandi debu di berbagai tipe habitat ... 65 28. Rekapitulasi frekuensi perilaku berteduh dan istirahat di TNAP dan

TNB ... 67 29. Jenis-jenis pohon yang digunakan untuk berteduh dan istirahat di

TNB dan tingkat kesukaannya ... 68 30. Jenis-jenis pohon yang digunakan untuk berteduh dan istirahat di

TNAP dan tingkat kesukaannya ... 68 31. Perbandingan perilaku berteduh dan istirahat merak hijau berbagai

tipe habitat ... 70 32. Hasil uji chi-square perilaku berteduh dan istirahat di berbagai tipe

habitat ... 71 33. Perbandingan perilaku berlindung merak hijau di berbagai tipe

habitat ... 74 34. Hasil uji chi-square perilaku berlindung di berbagai tipe habitat ... 75 35. Jenis pohon yang digunakan untuk tidur oleh merak hijau di TNAP

dan tingkat kesukaannya ... 77 36. Jenis pohon yang digunakan untuk tidur oleh merak hijau di TNB

dan tingkat kesukaannya ... 77 37. Perbandingan perilaku tidur merak hijau di TNAP dan TNB ... 78 38. Hasil uji chi-square perilaku tidur di berbagai tipe habitat ... 78 39. Hasil uji chi-square hubungan antar merak hijau jantan di berbagai

tipe habitat ... 84 40. Bentuk-bentuk hubungan merak hijau dengan satwaliar lain di

TNAP ... 84 41. Bentuk-bentuk hubungan merak hijau dengan satwaliar lain di TNB ... 85


(15)

DAFTAR GAMBAR

1. Peta Lokasi Taman Nasional Baluran ... 23

2. Peta Lokasi Taman Nasional Alas Purwo ... 24

3. Frekuensi dan penggunaan waktu bersuara merak hijau (a) TNAP, (b) TNB ... 37

4. Sebaran tipe suara merak hijau di berbagai tipe habitat ... 38

5. Perilaku menelisik bulu di Bekol TNB ... 41

6. Histogram penggunaan waktu untuk menelisik bulu merak hijau di TNAP dan TNB ... 42

7. Perilaku makan merak hijau (a) padang penggembalaan Sadengan, (b) hutan tanaman ... 45

8. Merak hijau berjemur di areal tumpangsari TNAP ... 50

9. Perilaku display (a) padang penggembalaan, (b) savana Bekol TNB, (c) areal tumpangsari ... 52

10. Merak hijau jantan remaja display di Bekol ... 53

11. Merak hijau jantan dewasa dan remaja display bersama di Bekol ... 54

12. Histogram penggunaan waktu display oleh merak hijau di TNAP dan TNB ... 56

13. Perilaku minum merak hijau (a) TNAP, (b) TNB, (c) minum dengan posisi mendekam ... 59

14. Histogram penggunaan waktu minum merak hijau di TNAP dan TNB ... 60

15. Histogram penggunaan waktu mandi debu merak hijau di TNAP dan TNB ... 63

16. Bekas tempat mandi debu merak hijau di Rowobendo TNAP ... 65

17. Merak hijau sedang berteduh di pohon di hutan tanaman TNAP ... 67

18. Merak hijau berteduh di bawah pohon widoro bukol di Bekol ... 69

19. Histogram penggunaan waktu berteduh dan istirahat oleh merak hijau di TNAP dan TNB ... 69

20. Grafik sebaran terjadinya gangguan terhadap merak hijau di TNAP dan TNB ... 72


(16)

22. Kelompok merak hijau (a) makan, (b) berjalan, (c) minum ... 80 23. Proses pengusiran merak hijau jantan oleh pejantan dominan di Bekol .. 83 24. Interaksi merak hijau dengan rusa di Bekol ... 85 25. Pola perilaku harian merak hijau (a) TNAP, (b) TNB ... 86 26. Presentase penggunaan waktu harian oleh merak hijau (a) TNAP, (b)


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Perilaku bersuara merak hijau ... 116

2. Perilaku menelisik bulu merak hijau ... 117

3. Perilaku makan merak hijau ... 118

4. Perilaku berjemur merak hijau ... 119

5. Perilaku display merak hijau ... 120

6. Perilaku minum merak hijau... 122

7. Perilaku mandi debu merak hijau ... 123

8. Perilaku berteduh dan istirahat merak hijau ... 124

9. Perilaku berlindung merak hijau... 125

10. Perilaku tidur merak tidur ... 126

11. Perilaku sosial merak hijau ... 127

12. Uji hipotesis perilaku merak hijau di TNAP ... 128

13. Uji hipotesis perilaku merak hijau di TNB ... 130

14. Uji perilaku bersuara ... 132

15. Uji perilaku menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama ... 133


(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Merak hijau (Pavo muticus) merupakan burung yang tergolong langka dan terancam punah. Merak hijau termasuk satwa yang berstatus vulnerable (IUCN, 2004) dan dilindungi di Indonesia. Keberadaan merak hijau di Jawa sebagai jenis satwaliar yang terancam secara global, sangat menarik untuk dikaji, terutama strategi adaptasi perilaku yang berkaitan dengan gangguan pada lokasi penyebarannya serta perilaku merak hijau dalam menghadapi berbagai tekanan baik terhadap tipe habitat maupun populasinya.

Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo merupakan taman nasional di ujung timur Jawa yang memiliki penyebaran merak hijau. Populasi Merak hijau di Seksi Konservasi Wilayah I Bekol Taman Nasional Baluran kurang lebih 120 ekor (Hernowo, 1995) dengan habitat utama savana, hutan musim, hutan pantai dan evergreen. Populasi merak hijau di Seksi Konservasi Wilayah I Rowobendo Taman Nasional Alas Purwo kurang lebih 50 ekor (Wasono, 2005) dengan habitat utama padang rumput dan hutan alam dataran rendah serta hutan tanaman jati dengan tumpangsari.

Penelitian mengenai aktivitas, mekanisme dan strategi perilaku merak hijau jawa yang berkaitan dengan habitat yang beraneka ragam pada kedua taman nasional yaitu Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo sangat diperlukan. Informasi maupun data perilaku merak hijau jawa (aktivitas, mekanisme, strategi) dalam mengadaptasi lingkungan atau habitat yang berbeda pada kedua taman nasional tersebut juga masih sangat sedikit.

Oleh karena itu, penelitian tentang ekologi perilaku merak hijau di tipe habitat yang berbeda dilakukan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pertimbangan yang mendasar bagi pengelolaan merak hijau sehingga keberadaan merak hijau tetap lestari.


(19)

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan dan mengidentifikasi aktivitas dan mekanisme perilaku (bersuara, menelisik bulu, makan, berjemur, display, minum, mandi debu, berteduh dan istirahat, berlindung, tidur, membuang kotoran, dan sosial) merak hijau di Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo baik secara kualitatif maupun kuantitatif berhubungan dengan perbedaan tipe habitat.

2. Mengidentifikasi strategi berperilaku merak hijau tersebut yang berhubungan dengan tipe habitat di kedua lokasi penelitian

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai :

1. Salah satu upaya untuk mengkonservasikan merak hijau dengan memperhitungkan strategi perilaku di dua tipe lingkungan.

2. Mendukung pengembangan pengelolaan Taman Nasional Baluran dan Taman Nasional Alas Purwo.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku

Menurut Hafes (1969) dalam staf Jurusan Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan IPB (1991) tingkah laku satwa didefinisikan sebagai segala tindak tanduk satwa yang terlihat akibat interaksi dengan lingkungan baik lingkungan luar maupun pengaruh dari dalam tubuh satwa itu sendiri. Menurut pendekatan ethologi, perilaku didefinisikan sebagai pergerakan yang dibuat oleh satwa termasuk perubahan dari motion menjadi nonmotion dalam merespon rangsangan eksternal dan internal (Craig, 1981).

Ethologi sendiri diartikan oleh Immelmann (1980) sebagai ilmu yang bertujuan untuk menginvestigasi perilaku pergerakan dengan menggunakan suatu metode tertentu. Ethologi terdiri atas dua bagian yaitu observasi dan interpretasi perilaku satwa. Interpretasi satwa mencakup fungsi, sebab akibat dan aspek philogenetik yang sesuai dengan perilaku adaptasi dan mekanisme utama serta memungkinkan adanya perkembangan perilaku selama evolusi.

McFarland (1993) juga menegaskan bahwa perilaku dihasilkan dari interaksi-interaksi kompleks antara rangsangan eksternal dan internal. Perilaku juga ditunjukkan oleh bagaimana cara informasi diproses oleh satwa. Sistem pengolahan informasi internal berlangsung selama perkembangan tubuh dari pembuahan telur hingga embrio atau satwa dewasa. Sedangkan, Carthy (1979) mempersepsikan bahwa perilaku merupakan suatu reaksi satwa pada lingkungan sekitar yang terpengaruh oleh variabel faktor internal. Reaksi tersebut biasanya berupa pergerakan.

Pada tahun 1969, Scott dalam Sativaningsih (2005) mendefinisikan pola perilaku satwa sebagai bagian dari tingkah laku yang mempunyai fungsi khusus. Satu pola perilaku terdiri dari rangkaian gerakan berperilaku, sedangkan satu gerakan berperilaku dapat ditemukan dalam beberapa pola perilaku yang berbeda, sebab satu gerakan perilaku tidak mempunyai fungsi khusus. Satu sistem perilaku didefinisikan sebagai kumpulan pola perilaku yang mempunyai fungsi umum yang sama. Selanjutnya dikemukakan pula bahwa terdapat sembilan sistem


(21)

mencari tempat bernaung dan berlindung (shelter seeking), perilaku bertentangan atau yang berhubungan dengan konflik antar satwa (agonistic behaviour), perilaku seksual (sexual behaviour), perilaku merawat tubuh (epimeletic behaviour), perilaku mendekati yang merawat (et epimeletic behaviour), perilaku meniru sesama (allelomimetic behaviour), perilaku membuang feses (eliminative behaviour), dan perilaku memeriksa lingkungannya (investigation behaviour).

Setiap tingkah laku yang diperlihatkan seekor hewan mempunyai tiga tahapan yaitu tahap apetitif, konsumatoris, dan refraktoris. Tahap apetitif merupakan tahap awal dimulainya suatu tingkah laku, dimana satwa bersiap-siap melakukan tahap utama dari tingkah laku tersebut atau yang dinamakan tahap konsumatoris. Tingkah atau gerakan yang ditunjukkan pada tahap konsumatoris bersifat konstan atau stereotip yang menunjukkan kekhasan masing-masing satwa. Gerakan yang ditunjukkan setelah tahap konsumatoris berakhir termasuk dalam tahap refraktoris (Hafes, 1969 dalam staf Jurusan Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, 1991; Immelman, 1980)

Ekologi perilaku merupakan ilmu yang mempelajari tentang atribut-atribut perilaku yang bernilai adaptif dalam memecahkan permasalahan lingkungan untuk keberlanjutan reproduksi suatu individu (Alcock, 1989). Hal ini dipertegas lagi oleh Krebs & Davies (1987) yang menyatakan bahwa ekologi perilaku tidak hanya berkonsentrasi pada perjuangan satwa untuk bertahan hidup dengan mengeksploitasi sumberdaya dan menghindari predator, tetapi juga bagaimana perilaku tersebut berperan pada keberlanjutan reproduksi. Selain itu, ekologi perilaku juga berkonsentrasi terhadap evolusi perilaku adaptasi dalam hubungannya dengan sistem ekologi.

Menurut Alcock (1989); Manning & Dawkins (1992) perilaku satwa secara tradisional dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu perilaku berdasar naluri (instinc behaviour) dan perilaku berdasar pembelajaran (learning behaviour). Kedua klasifikasi ini diasosiasikan dengan kepercayaan yang salah bahwa perilaku ditentukan oleh faktor genetik atau lingkungan dibandingkan faktor lain. Perbedaan instinc behaviour dengan learning behaviour bukan terletak pada tingkat dimana perilaku itu muncul ketika satwa menerima rangsangan dan bereaksi terhadap rangsangan tersebut. Learning behaviour muncul dari adanya


(22)

modifikasi pengalaman khusus dalam hidup satwa yang meliputi berbagai kategori klasik dan pengkondisian, pembelajaran spasial, imprinting dan belajar dari pengetahuan.

Tingkah laku bersifat genetis, tetapi dapat berubah oleh lingkungan dan proses belajar hewan (Hafes, 1969 dalam staf Jurusan Anatomi Fakultas Kedokteran Hewan IPB, 1991). Beberapa bentuk perilaku tidak muncul hingga beberapa tahap perkembangan, tetapi berkembang tanpa adanya latihan yang jelas. Lingkungan berpengaruh pada perkembangan perilaku yaitu pada saat setelah lahir atau saat melahirkan, tetapi mungkin juga terjadi pada berbagai tahap perkembangan (McFarland, 1993). Terkadang satwa juga muncul tanpa melakukan sesuatu bahkan ketika lingkungannya berubah. Hal ini disebabkan karena terjadinya kegagalan dalam menerima perubahan tersebut dan dimungkinkan satwa akan merespon perubahan yang masih diingatnya (Carthy, 1979).

Krebs & Davies (1987) juga menyebutkan bahwa setiap individu dalam satu spesies memiliki cara yang berbeda untuk mendapatkan sumberdaya, pasangan dan tempat bersarang yang sering dikenal dengan strategi. Strategi lebih jelasnya didefinisikan sebagai pola atau struktur perilaku yang digunakan oleh suatu individu dalam persaingan untuk mendapatkan sumberdaya. Strategi tersebut bisa dilakukan dalam lingkungan yang berbeda. Strategi terbaik yang dilakukan satwa tergantung pada habitatnya.

B. Bioekologi Merak hijau 1. Taksonomi

Merak hijau merupakan jenis burung yang berasal dari satu ordo yaitu ordo Galliformes. Ordo ini memiliki kaki yang kuat dan besar serta sayap yang relatif lebih kecil sehingga burung dari ordo ini akan lebih suka berjalan daripada terbang. Selain itu, jenis burung ini juga berasal dari famili Phasianidae. Famili ini identik dengan keindahan yang dimiliki oleh jenis ini terutama keindahan bulunya.


(23)

Kingdom : Animalia Phyllum : Chordata Sub phylum : Vertebrata

Klas : Aves

Sub Klas : Neornithes Ordo : Galliformes Sob Ordo : Galli

Famili : Phasianidae Sub famili : Pavoninae

Genus : Pavo

Spesies : Pavo muticus Linnaeus, 1766.

2. Penyebaran

Merak hijau banyak dijumpai di Pulau Jawa, yaitu Ujung Kulon, Sindang Barang (Cianjur), Cikelet (Sukabumi), Jepara, Pati, Mantingan, Randu Blatug (Blora), Meru Betiri, Baluran, Alas Purwo, Gunung Raung, Krepekan, Lijen, Lebak Harjo dan Pasir Putih (Situbondo) (Balen, 1999 dalam Wasono, 2005). Selain itu, merak juga tersebar di Semenanjung Malaysia meskipun saat ini sudah dinyatakan punah.

3. Morfologi

Menurut Mulyana (1988), Winarto (1993), Hernowo (1995), Supratman (1998), dan Hernawan (2003) morfologi Merak hijau adalah sebagai berikut : a. Merak jantan dewasa mempunyai jambul tegak di atas kepalanya dan dagu

berwarna hijau kebiruan. Bulu hiasnya panjang berwarna campuran antara hijau emas dan perunggu sehingga kelihatan berkilau. Merak hijau jantan berukuran sangat besar dapat mencapai 210 cm.

b. Merak hijau betina dewasa mempunyai komposisi warna tubuh sama dengan jantan, tetapi lebih lembut dan tidak cerah/ agak kusam serta tidak mempunyai bulu hias. Merak hijau betina berukuran 120 cm.

c. Merak hijau muda memiliki bulu kurang cerah dan bulu-blu penutup ekornya belum tumbuh menyerupai betina muda, tetapi selalu dapat dibedakan oleh


(24)

kakinya yang lebih panjang. Jambul mulai tumbuh setelah anak merak berumur 2 minggi. Pada umur 2 bulan anak merak sudah memiliki bentuk tubuh dan bulu yang sempurna menyerupai Merak hijau betina dewasa tetapi ukurannya lebih kecil.

d. Anak merak hijau memiliki dahi, mahkota dan tengkuk leher yang hampir seragam, berwarna coklat keemasan, halus dan bergaris-garis kuning tua. Garis coklat kehitaman melintasi tengkuk leher dari atas mata dan diterskan dengan garis coklat pucat pada bagian belakang dari mata. Lora dan bagian sisi dari mukanya berwarna kuning pucat dan tidak berbintk-bintik, sekitar leher berwarna kuning kecoklatan pucat. Punggung dan tungging berwarna coklat tua. Bulu-bulu bagian bawah berwarna kuning pucat dan bagian dada lebih gelap, dasar dari bulu-bulu tadi berwarna kelabu. Bulu-bulu penutup sayap berwarna putih sawo matang dengan bintik-bintik kecil kehitaman.

5. Habitat dan Pakan

Habitat merak hijau adalah di hutan terbuka, pinggir sungai, hutan sekunder dan tepi pantai (King, et al, 1980 dalam Winarto, 1993). Menurut Glenister (1971) dalam Winarto (1993), merak tinggal di hutan-hutan terbuka yang terdapat semak belukar, rumput-rumput yang tinggi dan pohon-pohon sebagai tempat tinggalnya. Merak menyukai daerah dekat air dan biasanya dapat ditemukan di sepanjang tepi sungai besar, tetapi kadang-kadang juga ditemukan di tepi pantai. Sedangkan, menurut Hernowo (1995) merak hijau di Taman Nasional Baluran dapat ditemukan di semua vegetasi.

Di Taman Nasional Baluran, merak hijau banyak dijumpai di daerah-daerah yang banyak terdapat vegetasi tingkat rumput, herba, semak, dan pohon yang dapat digunakan sebagai sumber makanan, cover, serta cukup tersedia air tawar untuk minum (Mulyana, 1988). Merak hijau banyak ditemukan di daerah savanna, hutan musim dan hutan pantai (Hernowo, 1995).

Di Taman Nasional Alas Purwo, merak hijau dijumpai pada 3 tipe vegetasi yaitu hutan alam dataran rendah, hutan tanaman, dan daerah ekoton yang merupakan perbatasan antara padang penggembalaan dengan hutan alam dataran


(25)

tempat makan, minum, tidur, berteduh, berlindung dan beristirahat (Supratman, 1998).

Merak hijau biasanya menyukai biji-bijian, daun-daunan, bunga-bungaan, buah-buahan, hewan-hewan kecil seperti cacing, serangga, amfibi, dan moluska (Mulyana, 1988; Winarto, 1993; Hernowo, 1995; Supratman, 1998; dan Hernawan, 2003). Berdasarkan penelitian terbaru Rini (2005), jenis pakan merak hijau di Taman Nasional Alas Purwo terdiri atas biji rumput, bunga rumput, daun rumput, jangkrik, belalang daun, ulat daun, semut dan rayap.

6. Perilaku Merak Hijau

a) Perilaku Makan dan Minum

Merak hijau mencari makan pada pagi dan sore hari yang sering disebut sebagai aktivitas makan primer. Sedangkan aktivitas makan sekunder terjadi pada waktu istirahat karena aktivitas makan ini bukan merupakan aktivitas utama (Mulyana, 1988; Winarto, 1993; Hernowo, 1995; Supratman, 1998; dan Hernawan, 2003). Aktivitas primer yaitu aktivitas utama yang dilakukan oleh satwa dalam selang waktu tertentu. Sedangkan aktivitas sekunder adalah aktivitas yang dilakukan pada saat aktivitas primer berlangsung. Aktivitas sekunder mengambil sedikit porsi waktu yang digunakan dalam aktivitas primer.

Merak hijau makan dengan cara berjalan sambil mematuk-matuk bagian daun atau bunga rumput dan daun anakan, atau mematuk-matuk buah sambil hinggap pada cabang pohon bagian atas yang masih mampu menahan berat badannya, serta menelan serangga yang berhasil ditangkap setelah dikejar-kejar (Supratman, 1998). Winarto (1993) menyatakan bahwa merak hijau makan dengan mematuk makanan dengan menggunakan paruhnya dan memilih makanan di permukaan tanah dengan mengaiskan kedua tungkai kakinya.

Perilaku makan antara merak jantan dan merak betina hanya berbeda pada jumlah pakan yang dimakan. Merak hijau jantan dewasa lebih banyak makan jika dibandingkan dengan merak hijau lainnya (Rini, 2005).

Mulyana (1988) menjelaskan bahwa di Seksi Konservasi Wilayah II Bekol Taman Nasional Baluran, merak hijau mulai mencari makan pukul 05.09 sampai dengan pukul 06.30 WIB. Setelah waktu tersebut, merak hijau mencari makan di


(26)

bawah lindungan pohon. Pada sore hari, merak hijau mencari makan pada pukul 15.30 WIB di savana hingga menjelang tidur pukul 17.53 WIB. Hasil penelitian ini, dipertegas oleh Winarto (1993) yang menjelaskan bahwa aktivitas makan merak hijau di Seksi Konservasi Wilayah II Bekol berlangsung antara pukul 05.20 – 10.00 dan antara 15.00-17.30 WIB. Sedangkan, Hernowo (1995) menyatakan bahwa aktivitas merak hijau di Taman Nasional Baluran antara pukul 05.00-17.00 WIB dan antara pukul 14.00-17.00 WIB. Hernowo (1995) juga menyatakan bahwa merak hijau makan di daerah ekoton antara hutan musim dan savana.

Di Taman Nasional Alas Purwo, aktivitas makan merak hijau di pagi hari dimulai pukul 05.30 WIB dan berakhir pada pukul 08.30 WIB dan sore hari dimulai pada pukul 14.10 WIB dan berakhir pada pukul 17.30 WIB. Terkadang, juga ditemukan merak hijau sedang melakukan aktivitas makan di siang hari yaitu pukul 10.00 WIB apabila matahari tidak terlalu panas dan tidak turun hujan (Rini, 2005). Aktivitas makan merak hijau dilakukan sambil melakukan pergerakan.

Aktivitas minum dilakukan setelah aktivitas makan selesai dengan cara berjalan ke tempat-tempat sumber air. Merak hijau minum dengan menjulurkan lehernya ke air secara berulang (Supratman, 1998). Sedangkan, menurut Mulyana (1988) merak minum dengan cara memasukkan paruhnya ke dalam air dan mengangkat kepalanya sebanyak 40 kali dalam 10 menit. Hernowo (1995) juga menyatakan bahwa merak hijau minum dengan cara memasukkan paruhnya ke dalam air untuk mengambil air yang dilanjutkan dengan mengangkat kepalanya ke atas hingga lehernya membentuk huruf S. Aktivitas ini dilakukan hingga merak hijau mendapat cukup air di dalam tubuhnya.

Menurut Sativaningsih (2005) perilaku merak hijau yang tampak sebelum minum adalah mengawasi keadaan di sekitarnya dengan cara menegokkan leher dan kepala sebagai tanda waspada. Merak hijau minum pada posisi berdiri dan menjulurkan lehernya untuk mendapatkan air dengan memasukkan paruhnya ke dalam air. Setelah mengambil air, merak hijau menengadahkan kepalanya dan menelan air. Dia juga berpendapat merak hijau cenderung menggunakan sumber air yang berupa cekungan bekas injakan satwa lain untuk minum.


(27)

b) Perilaku Istirahat dan Tidur

Merak hijau menyukai pohon-pohon yang tidak terlalu lebat yang mempunyai ketinggian 5-10 m di atas tanah untuk tempat tidur dan istirahatnya. Untuk mencapai tempat tersebut merak hijau terbang tegak lurus dari tanah dan kadang-kadang juga terbang dari satu pohon ke pohon lain (Hoogerwerf, 1970).

Menurut Supratman (1998), perilaku tidur merak hijau di Taman Nasional Alas Purwo dilakukan setelah aktivitas makan sore selesai. Biasanya, merak hijau tidak langsung terbang ke pohon tidur, tetapi hinggap dulu ke pohon lain yang lebih rendah, terus meloncat lagi hingga sampai di pohon tidurnya. Sebelum tidur, merak hijau melakukan berbagai aktivitas seperti menelisik bulu dan bersuara. Hal senada juga disampaikan oleh Sativaningsih pada tahun 2005.

Pada tahun 1995, Hernowo juga mengadakan penelitian merak hijau di Taman Nasional Baluran. Dia menyatakan bahwa merak hijau menuju pohon tidur dengan cara terbang langsung ke pohon tidur atau melompat dulu ke pohon yang lebih kecil di sekitarnya. sebelum tidur, merak hijau berdiri selama 5-12 menit di cabang pohon tidur yang dilanjutkan dengan meletakkan perutnya dengan muka tegak ke arah areal yang terbuka dan mengeluarkan suara terakhir tanda merak hijau akan tidur. Merak hijau tidur dalam kelompok yang terdiri 2-5 individu. Merak hijau juga menggunakan pohon yang berbeda sebagai pohon tidurnya untuk menghindari adanya gangguan atau bahaya yang dapat mengancam dirinya (Sativaningsih, 2005).

c) Perilaku Mandi Debu

Aktivitas mandi debu dilakukan untuk merawat tubuh merak hijau yaitu dalam merapikan bulu-bulu, mengeluarkan ektoparasit dan benda asing yang menempel pada tubuhnya. Mandi debu dilakukan dengan cakarnya untuk menggaruk-garuk tanah gembur kering sambil mendekam di atas tanah, kaki dijulurkan ke belakang sambil mengepakkan sayap hingga debu masuk ke dalam bulu. Biasanya, aktivitas ini dilakukan pada siang hari yaitu pukul 10.00-14.00 WIB (Supratman, 1998). Pendapat yang sama juga dilontarkan oleh Hernowo pada tahun 1995. Hernowo (1995) juga berpendapat bahwa selama aktivitas mandi debu dilakukan, merak hijau juga memulai aktivitas preening.


(28)

Sementara itu, pada tahun 2005, Sativaningsih berpendapat bahwa perilaku mandi debu merak hijau di Taman Nasional Alas Purwo berlangsung selama 3-46 menit di pagi hari yaitu antara pukul 05.59-07.22 WIB dan sore hari berlangsung selama 5-43 menit yaitu pukul 15.37-16.50 WIB. Aktivitas mandi debu dilakukan di tempat yang rata, bersih, tidak ditumbuhi rumput, dan kering.

d) Perilaku Bersuara

Berdasarkan penelitian Hernowo pada tahun 1995, merak hijau berkomunikasi dengan suara ”auwo”. Suara ini dapat dilakukan oleh merak hijau jantan atau betina, bahkan anakan. Suara paling besar yang ditemukan adalah pada pagi hari antara pukul 05.00-08.00 WIB dan pada sore hari antara pukul 16.00-18.00 WIB, meskipun frekuensinya lebih kecil dibandingkan dengan di pagi hari.

Menurut peneliti tersebut, terdapat 5 (lima) tipe suara merak hijau, yaitu: 1. Tipe 1 : ”tak-tak-tak-tak...”. Suara ini memberi tanda kepada

individu merak hijau lainnya apabila ada ancaman atau bahaya yang biasanya dihasilkan oleh merak hijau betina.

2. Tipe 2 : ”tak-tak-tak-kroooooow, tak-tak-tak-kroooooow-ko-ko-ko-,... atau kroooooow ko-ko-ko...”. Suara ini menandakan bahwa merak hijau melihat kelompok mereka atau suara induk untuk memanggil anaknya. 3. Tipe 3 : ”kroooooow-ko-ko-ko-ko... atau ko-ko-ko-ko-...”.

Suara ini dikeluarkan bila merak hijau akan terbang.

4. Tipe 4 : ”auwo-auwo-auwo-auwo……….”. Suara ini menandakan adanya komunikasi antara merak hijau dengan merak hijau lainnya.

5. Tipe 5 : ”ngeeeeeeeeyaow, ngeeeeeeeeyaow, atau eewaaaoow, eewaaaoow...”. Suara ini hanya dikeluarkan oleh merak hijau jantan pada musim kawin.

Namun, pada tahun 1998, Supratman hanya menyebutkan bahwa merak hijau memiliki 3 (tiga) tipe suara sebagai berikut :

1. Tipe 1 : ”kok-kok-kok...kok-kok-kok...”. Suara ini dikeluarkan saat terbang ketika menghindari bahaya sekaligus memberi tanda pada yang lainnya bahwa ada bahaya.


(29)

2. Tipe 2 : ”auwo-auwo...auwo-auwo...auwo-auwo”. Suara ini merupakan alat komunikasi sehari-hari dan merupakan tanda bahwa merak hijau akan tidur. 3. Tipe 3 : ”tak-tak....krr, tak-tak...krr...”. Suara ini dikeluarkan oleh induk

untuk memanggil anaknya.

e) Perilaku Display dan Kawin

Merak adalah termasuk satwa poligami dan tidak ada hubungan yang permanen antara merak hijau dewasa dan betina (Hoogerwerf, 1970). Berdasarkan penelitian Hernowo (1995), musim kawin merak hijau di TN Baluran berlangsung dari bulan Oktober-Januari. Sedangkan musim kawin merak hijau di Jawa Timur dan Jawa Barat berlangsung antara bulan Agustus – Oktober (MacKinnon, 1990 dalam Hernawan, 2003).

Perilaku display tidak hanya dilakukan untuk menarik perhatian betina tetapi juga merupakan tanda pada jantan lainnya pada saat dia sedang menunjukkan tariannya. Aktivitas ini berlangsung selama 2-5 menit, tapi display yang bertujuan untuk menarik perhatian betina bisa berlangsung lebih dari 7 (tujuh) menit bahkan sampai 30 menit (Hernowo, 1995).

Di Taman Nasional Baluran, Hernowo (1995) menyebutkan bahwa perilaku kawin diawali dengan adanya ”Tarian Merak” dan merak jantan memanggil merak betina dengan suara ngeeeeeeeyaow, ngeeeeeeeyaow...wee-waaoow, wee-waaoow... . merak hijau jantan menaikkan seluruh bulu hias yang ditopang oleh bulu ekornya yang kaku dan membentuk kipas. Sayapnya diturunkan dan melangkah mendekati merak betina. Selanjutnya merak jantan membalik secara tiba-tiba dengan memiringkan tubuhnya ke arah merak betina. Gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang. Betina mengelilingi merak jantan berulang-ulang, dan merak jantan sesekali mendekati betina sambil menggetarkan bulu hiasnya. Apabila merak betina menerima bujukan tersebut, merak betina mendekam dan merak jantan segera menaiki punggung merak betina dan perkawinan pun berlangsung.

Tempat yang digunakan merak hijau jantan dewasa untuk menarik pasangan tidak sama setiap harinya. Masing-masing individu jantan dewasa mengatur jarak (distance mechanisme) sehingga cukup memberi ruang gerak atau


(30)

ruang atraksi untuk menarik betina. Tempat yang digunakan untuk menarik pasangannya tersebut adalah tempat terbuka, bersih dan teduh (Sativaningsih, 2005).

f) Perilaku Bersarang

Menurut Winarto (1993) di TN Baluran merak betina yang telah dikawini segera memisahkan diri dari kelompoknya untuk mencari sarang dan bertelur. Tiap sarang ditemukan tiga sampai enam butir telur. Telur diletakkan pada tanah yang gundul, bentuk ellips dengan lebar 35 cm dan panjang 40 cm. Sarang merak berada di areal yang terbuka yang sangat sedikit ditumbuhi vegetasi pada tingkat pohon dan sapihan. Dengan kondisi areal yang terbuka cahaya matahari dapat secara langsung menyinari lokasi sarang.

Berdasarkan penelitian Hernowo (1995), merak hijau betina akan meletakkan telurnya di atas tanah. Sarang diletakkan antara semak dan rerumputan di areal terbuka dengan sedikit pohon. Jarak antar sarang berkisar antara 45-260 meter.

Seperti dikatakan Winarto (1993), Hernowo (1995) juga mengatakan bahwa sarang merak hijau berbentuk oval. Namun, berdasarkan pengukuran Hernowo, sarang merak hijau berukuran 30-45 meter dengan ukuran telur 70 mm x 51 mm. Warna telurnya putih, tetapi dalam beberapa hari akan berubah menjadi coklat bertotol.

g) Perilaku Sosial

Dalam hidupnya, merak hijau membentuk kelompok kecil yang terdiri betina, remaja dan anakan. Kelompok tersebut berkisar antara 2-12 individu (Hernowo, 1995). Bentuk hubungan di dalam kelompok maupun kelompok lain dapat dibagi sebagai berikut:

¾ Kelompok induk dan anak-anaknya. Hubungan mereka sangat dekat dan bersama-sama saat makan, minum, berteduh, tidur dan dimana saja.

¾ Kelompok betina dewasa. Kelompok ini bisa tinggal bersama kelompok betina dewasa lainnya, atau kelompok betina remaja, atau dengan


(31)

kelompok remaja atau anakan dan betina atau dengan kelompok jantan dewasa dan kelompok lainnya.

¾ Kelompok betina remaja. Kelompok ini dengan mudah menjalin hubungan dengan kelompok jantan dewasa, betina dengan anaknya, atau kelompok lainnya yang sama.

¾ Kelompok remaja campuran jantan dan betina. Kelompok ini dapat bersama-sama dengan kelompok lain tetapi lebih suka dengan kelompok jantan remaja.

Pemimpin di dalam kelompok tersebut adalah merak betina. Merak betina memimpin dalam pergerakan dalam mencari makanan, air minum, tempat tidur, dan melindungi kelompok dari gangguan. Merak betina yang dijadikan pemimpin adalah merak betina yang memiliki ukuran lebih besar dari merak betina yang lain (Hernowo, 1995).


(32)

III. KONDISI UMUM LAPANGAN

A. Taman Nasional Baluran Letak, Luas dan Status

Taman Nasional Baluran secara administratif terletak di Kecamatan Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur. Secara geografis, taman nasional terletak antara 7o29’10” – 7o55’55” LS dan 114o29’10” – 114o39’10” BT. Kawasan ini dibatasi oleh Selat Sunda di sebelah utara dan Selat Bali di sebelah timur. Dari bagian selatan sampai ke barat berturut-turut dibatasi oleh Dusun Pandean Desa Wonorejo, Sungai Bajulmati, Sungai Klokoran, Desa Karangtekok, dan desa Sumberanyar.

Luas Taman Nasional Baluran berdasarkan Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980 seluas 25.000 ha yang kemudian oleh Keputusan Direktur Janderal PHPA Nomor 51/Kpts/Dj-VI/87 tanggal 12 Desember 1987, luas Taman Nasional Baluran menjadi 28.750 ha, dan termasuk di dalamnya wilayah perairan seluas 3.750 ha. Luas tersebut terdiri dari ;

a. Zona inti seluas 17.063 ha b. Zona rimba seluas 5.200 ha c. Zona pemanfaatan seluas 687 ha d. zona penyangga seluas 5.800 ha

dalam kawasan seluas itu terdapat pula bekas Hak Guna Usaha (HGU) atas nama PT Gunung Gumitir yang mengusahakan lahan seluas 363 ha di daerah Labuhan Merak dan Gunung Masigit, transmigrasi lokal Angkatan Darat di Dusun Pandean seluas 57 ha dan tanah sengketa Blok Gentong seluas 22 ha.

Aksesibilitas

Aksesibilitas ke dan dari Taman Nasional Baluran dikatakan sangat lancar, ini disebabkan adanya jalan raya antara Pulau Bali dan Banyuwangi dengan Surabaya yang melintasi kawasan. Dengan demikian taman nasional dapat dijangkau dengan kendaraan darat dari berbagai kota-kota penting di sekitarnya.


(33)

Topografi

Taman Nasional Baluran mempunyai bentuk topografi yang bervariasi, dari datar sampai bergunung-gunung dan mempunyai ketinggian berkisar antara 0 – 1.274 meter dari permukaan laut.

Bentuk topografi datar sampai berombak relatif mendominasi kawasan ini. Dataran rendah di kawasan ini terletak di sepanjang pantai yang merupakan batas kawasan sebelah timur dan utara. Sedangkan, di sebelah selatan dan barat mempunyai bentuk lapangan relatif bergelombang.

Di taman nasional ini terdapat enam buah gunung, yaitu Gunung Klosot (940 mdpl), Gunung Baluran (1.247 mdpl). Glenseran (124 mdpl), Montor (64 mdpl), Kakapa (114 mdpl), dan Priuk (211 mdpl).

Geologi

Kawasan Taman Nasional Baluran didominasi oleh batuan vulkanik tua dan batuan alluvium. Batuan vulkanik tua hampir mendominasi seluruh kawasan, sedangkan batuan alluvium terletak di sepanjang pantai meliputi daerah Pandean, Tanjung Sendano, Tanjung Sumber Batok dan Tanjung Lumut.

Tanah

Jenis tanah yang ada di kawasan Taman Nasional Baluran antara lain andosol dan latosol yang menyebar di daerah perbukitan, mediteran merah kuning dan grumusol di daerah yang lebih rendah serta alluvium di daerah yang paling rendah. Tanah-tanah ini merupakan tanah yang kaya akan mineral, tetapi miskin akan bahan organik.

Iklim

Taman Nasional Baluran beriklim monsoon, menurut Scmidt dan Ferguson iklim ini digolongkan kepada iklim tipe F dengan temperatur antara 27.2o C – 30.9o C, kelembaban udara 77 %, kecepatan angin 7 knots arah angin sangat dipengaruhi oleh arus angin tenggara yang kuat. Pengaruhnya terlihat pada distribusi musim panas dan hujan yaitu bulan April – Oktober musim kemarau dan bulan November – April musim hujan.


(34)

Hidrologi

Di kawasan taman nasional ini terdapat dua buah sungai yang sangat besar, yaitu sungai Bajulmati dan sungai Klokoran. Curah Kacip mata airnya berasal dari kawah kering dan mengalir hanya beberapa meter kemudian meresap ke dalam tanah dan muncul lagi sebagai mata air di pantai Labuhan Merak dan sekitarnya.

Ekosistem

Berdasarkan habitatnya, Taman Nasional Baluran memiliki dua jenis ekosistem, yaitu ekosistem darat dan ekosistem laut. Bagian ekosistem darat merupakan bagian terbesar, sedangkan bagian laut terletak di bagian utara dan bagian timur taman nasional.

Tipe-tipe ekosistem yang terdapat di kawasan ini adalah ;

• Hutan pantai

• Mangrove dan rawa asin

• Hutan payau

• Savana (savana datar dan savana bergelombang)

• Hutan musim (dataran rendah dan dataran tinggi)

• Hutan datar kawah

• Curah (stoney streambeds)

Savana merupakan tipe vegetasi yang dijumpai hampir di seluruh bagian kawasan dan merupakan habitat utama satwa banteng dan berbagai jenis satwa lainnya.

Flora

Jenis-jenis flora yang ada di Taman Nasional Baluran tidak jauh berbeda dengan jenis-jenis yang ada di Jawa dan Sumatera dan masih mempunyai hubungan erat dengan flora di Semenanjung Malaya. Di kawasan ini terdapat 422 jenis flora dari 87 famili yang tersebar di kawasan.

Hutan mangrove ddidominasi oleh tancang (Rhizophora spp.), api-api (Avicennia spp.), dan bogem (Sonneratia spp.). Di hutan pantai terdapat dadap,


(35)

(Borassus flabellifer), nyamplung (Calophyllum inophyllum), gebang (Corypha utan), waru minyak (Hibiscus tiliaceus), manting (Syzygium polyanthum), ketapang (Terminalia catappa), dan waru laut (Thespesia populnea).

Savana didominasi oleh rumput lamuran (Dichantium caricosum), dengan merakan (Heteropogon contortus) dan padi-padian (Sorghum nitidus). Jenis-jenis pohonnya adalah pilang (Acacia leucophloea), klampis (A tomentosa), akasia (A nilotica), mimba (Azadirachta indica), kesambi (Schleichera oleosa) dan widoro bukol (Zizyphus rotundifolia).

Hutan musim didominasi oleh pilang, mimba, kamloko (Emblica officinalis), walikukun (Schoutenia ovata), asam (Tamarindus indica) dan widoro bukol.

Fauna

Taman Nasional Baluran memiliki tipe fauna yang beraneka ragam dan secara garis besar terdapat empat ordo, yaitu mamalia, aves, pisces dan reptilia. Mamalia yang penting antara lain banteng (Bos javanicus), Kerbau liar (Bubalus bubalis), rusa (Cervus timorensis), kijang (Muntiacus muntjak), babi hutan (Sus scrofa) dan Sus verracossus), macan tutul (Panthera pardus), ajag (Cuon alpinus), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), budeng (Presbytis cristata).

Aves yang ada di kawasan ini adalah tulung tumpuk (Megalaima javensis), ayam hutan (Gallus spp.) dan merak hijau (Pavo muticus). Golongan pisces yang ada antara lain bandeng (Chanos chanos), Dascylus melanupus, Bomocanthodes imperator, Centopyre bibicca, Chromis caerulos dan beberapa jenis hiu. Sedangkan, reptilian besar tidak banyak dijumpai. Jenis penting di sekitar pantai adalah biawak (Varanus salvator).

B. Taman Nasional Alas Purwo Letak, Luas dan Status

Sebelum menjadi taman nasional, Alas Purwo ditetapkan oleh Gubernur jenderal Hindia Belanda sebagai suaka margasatwa dengan ketetapan GB. Stbl. No. 456 tanggal 1 September 1939 dengan luas 62.000 ha. Pada tanggal 26


(36)

Februari 1992, status Suaka Margasatwa berubah menjadi Taman Nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 283/Kpts-II/92.

Taman Nasional Alas Purwo yang memiliki luas 43.420 ha, secara geografis terletak terletak di ujung Timur Pulau Jawa wilayah pantai Selatan antara 8°25’ - 8°47’ LS, 114°20’ - 114°36’ BT. Berdasarkan Administrasi Pemerintahan, TNAP terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi.

Di sebelah barat berbatasan dengan kawasan hutan produksi. Di sebelah timur dan utara berbatasan dengan selat Bali dan di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Aksesibilitas

Taman Nasional Alas Purwo dapat dicapai melalui dua kota besar, yaitu Surabaya (360 km, waktu tempuh 8 jam) dan Denpasar Bali (210 km, waktu tempuh 4-5 jam)

Topografi

Bentuk kawasan TNAP terdiri dari daerah pantai, daerah daratan hingga perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian tempat 0 - 322 meter dpl. Daerah pantai melingkar mulai dari Segara Anak (Grajagan) hingga daerah Muncar dengan garis pantai sekitar 105 km. Secara umum kawasan TNAP mempunyai topografi datar, bergelombang ringan sampai barat dengan puncak tertinggi Gunung Lingga Manis.

Geologi

Formasi geologi berumur Meosen atas, terdiri dari batuan berkapur dan batuan berasam. Pada batuan berkapur terjadi proses karsifikasi tidak sempurna, karena faktor iklim yang kurang mendukung, serta batuan kapur yang diperkirakan terintrusi oleh batuan lain. Di kawasan ini terdapat banyak gua, dan menurut hasil inventarisasi obyek wisata alam terdapat 44 buah gua. Diantara gua-gua tersebut adalah Gua Istana, Gua Padepokan dan Gua Basori.


(37)

Tanah

Di kawasan ini terdapat 4 kelompok tanah, yaitu tanah komplek mediteran merah-litosol seluas 2.106 ha, tanah regosol kelabu seluas 6.238 ha, tanah grumusol seluas 379 ha, dan tanah aluvial hidromorf seluas 34.697 ha.

Hidrologi

Pola jaringan sungai radial karena leher semenanjungnya menyempit. Arah aliran sungai langsung ke laut. Sungai-sungai yang ada berupa sungai-sungai kecil, namun berjumlah sangat banyak. Sungai Ombo dan Sungai Pancur serta beberapa sungai lainnya berhubungan dengan sungai bawah tanah yang mengalir di bawah kompleks perbukitan. Beberapa alirannya dimanfaatkan untuk pengelolaannya Taman Nasional Alas Purwo. Sungai-sungai yang relatif besar terdapat di Bedul-Rowobendo, dimana aliran airnya mengumpul ke bagian hilir Segara Anak. Sungai-sungai tersebut diantaranya adalah Sungai Kemiri, S. Pail, dan S. Palu Agung.

Iklim

Temperatur udara 22° - 31° C. Curah hujan 1.000 - 1.500 mm/tahun sehingga memiliki tipe curah hujan B. Dalam keadaan biasa, musim di Taman Nasional Alas Purwo pada bulan April sampai Oktober adalah musim kemarau dan bulan Oktober sampai April adalah musim hujan. Kelembaban udara berkisar antara 75%-81%. Arah angin terbanyak bertiup dari arah selatan dengan kecepatan antara 2.3-4.2 knot.

Ekosistem

TN Alas Purwo merupakan taman nasional yang memiliki formasi vegetasi yang lengkap. Formasi vegetasi ini mulai dari pantai sampai dengan hutan hujan tropika dataran rendah. Tipe-tipe ekosistem yang ada adalah:

• Hutan pantai

• Hutan mangrove

• Hutan alam dataran rendah

• Hutan hujan tropika dataran rendah

• Hutan bambu


(38)

Flora

Jenis-jenis dominan yang terdapat di hutan pantai adalah ketapang (Terminalia catappa), sawokecik (Manilkara kauki), waru laut (Hibiscus sp.), keben (Baringtonia asiatica) dan nyamplung (Calophyllum inophyllum). Formasi mangrove didominasi oleh Rhizophora apiculata, R. mucronata, Bruguiera sexangula, B. gymnorhyza, Avicennia marina, Avicennia sp., Xylocarpus granatum, Heritiera littoralis, Sonneratia alba, dan Sonneratia caseolaris.

Hutan alam dataran rendah didominasi oleh rau (Dracontomelon mangiferum), santen/jaran (Lannea gradis), kedondong alas (Spondias pinnata), pulai (Alstonia scholaris), legaran (Alstonia villosa), kemiri (Aleurites molucana), dan asam (Tamarindus indica). Sedangkan, hutan bambu didominasi oleh bambu ampel (Bambusa vulgaris), bambu wuluh (Schizostrachyum blumei), bambu apus (Gigantochloa apus), bambu gesing (Bambusa spinosa), bambu jajang (Gigantochloa nigrociliata), bambu jalar (Gigantochloa scadens), bambu jawa (Gigantochloa verticiliata), bambu kuning (Phyllostachys aurea), bambu petung (Dendrocalamus asper), bambu rampel (Schizostachyum branchyladum), bambu jabal, bambu wulung, dan bambu manggong (Gigantochloa manggong).

Fauna

Jenis fauna yang ada di TN Alas Purwo terdiri atas burung, reptil dan mamalia. Jenis burung ayang ada antara lain milwis (Dendrocygna javanica), bangau sandang lawe (Ciconia episcopus), bangau tongtong (Leptoptilos javanica), kuntul besar (Egretta alba), kuntul kecil (Egretta garzeta), merak (Pavo muticus), ayam hutan hijau (Gallus varius) dan ayam hutan merah (Gallus gallus).

Jenis reptil yang ada di kawasan ini terdir atas biawak (Varanus salvator), ular laut (Laticauda colubrina), penyu abu-abu (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriaceae), penyu hijau (Chelonia midas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan kadal (Mabuia multifasciata).

Jenis mamalia yang ada adalah kera ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), macan tutul (Panthera pardus), anjing hutan (Cuon


(39)

(Muntiacus muntjak), rusa (Cervus timorensis), babi hutan (Sus scrofa), kancil (Tragulus javanicus), berang-berang (Lutra lutra), landak (Hystrix brachyura), garangan (Herpestes javanicus), dan bajing terbang (Petaurista cristata).


(40)

IV. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dua lokasi, yaitu Taman Nasional Baluran (TNB) dan Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), Provinsi Jawa Timur. Pengambilan data di TNAP dilaksanakan pada bulan Juli sampai pertengahan Agustus 2006 yang difokuskan di padang penggembalaan Sadengan, hutan tanaman dan hutan arah Rowobendo-Ngagelan. Sedangkan, data di TNB diambil pada pertengahan Agustus hingga akhir September 2006 yang difokuskan di

savana Bekol, hutan pantai, hutan musim dan evergreen. Total waktu yang

digunakan untuk pengambilan data adalah 3 bulan.

Lokasi penelitian di TNB seperti terlihat pada peta dibawah ini :

Sumber : Dono & Mardana, 2003


(41)

Lokasi penelitian di TNAP seperti ditunjukkan pada gambar di bawah ini :

Sumber : Balai Taman Nasional Alas Purwo

Gambar 2. Peta Lokasi Taman Nasional Alas Purwo

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang akan digunakan adalah binokuler, alat pengukur waktu (stop watch), alat hitung, kamera, alat perekam suara, handycam, tallysheet, alat tulis, dan alat pengolah data (komputer).

Bahan yang digunakan adalah berupa bahan habis pakai, seperti baterai, film, dan kaset kosong.

C. Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan adalah:

1. Data sekunder yang didapatkan dengan studi literatur mengenai: bio-ekologi

Merak hijau dan keadaan umum lokasi penelitian.

2. Data primer yang didapatkan langsung dari lapangan, meliputi :

a. Aktivitas dan mekanisme perilaku individu yang meliputi perilaku makan,


(42)

b. Aktivitas dan mekanisme perilaku sosial yang meliputi hubungan antar merak hijau dalam satu kelompok, hubungan antar kelompok merak hijau, hubungan antar merak hijau jantan dewasa, hubungan merak hijau dengan satwaliar lain, dan perilaku kawin merak hijau.

c. Strategi perilaku yang berhubungan dengan habitatnya yang meliputi

waktu dan durasi terjadinya aktivitas, frekuensi perilaku dan kondisi lokasi yang dipilih merak hijau untuk melakukan aktivitas.

D. Metode Kerja 1. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mempersiapkan penelitian melalui pengumpulan keterangan-keterangan mengenai perilaku merak hijau, parameter-parameter perilaku merak hijau, bioekologi merak hijau, keadaan daerah penelitian, dan metode-metode penelitian perilaku merak hijau.

2. Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk menjajagi dan mengenali keadaan lapangan, perilaku merak hijau dan untuk menentukan lokasi-lokasi strategis ditemukannya merak hijau sedang melakukan suatu aktivitas. Studi pendahuluan ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan petugas.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada bulan Maret 2006 dapat diketahui penyebaran lokal merak hijau di Taman Nasional Baluran adalah pada areal savana dan hutan musim seksi Konservasi Wilayah II Bekol Taman Nasional Baluran. Sedangkan, tempat-tempat ditemukannya merak hijau di Taman Nasional Alas Purwo adalah di areal tumpang sari di dekat hutan tanaman dan padang penggembalaan Sadengan Seksi Konservasi Wilayah Rowobendo. Selanjutnya, lokasi tersebut dijadikan unit contoh pengamatan ekologi perilaku merak hijau.


(43)

3. Pengamatan Lapangan

Pengamatan lapangan dilakukan untuk pengambilan data utama tentang ekologi perilaku merak hijau. Data utama tentang ekologi perilaku merak hijau diperoleh dengan pengamatan langsung pada unit contoh yang berbentuk titik

pengamatan. Titik pengamatan di lapangan ditentukan dengan metode Purposive

sampling (pengambilan contoh yang diarahkan) berdasarkan studi pendahuluan dengan memilih tempat-tempat strategis ditemukannya merak hijau sedang

melakukan aktivitas (makan, minum, berteduh, istirahat, tidur, display, mandi

debu, menyelisik dan sosial) . Lokasi yang menjadi titik pengamatan yaitu padang savana dan hutan musim Seksi Konservasi Wilayah II Bekol Taman Nasional Baluran serta hutan tanaman dan padang penggembalaan Sadengan di wilayah Seksi Konservasi Rowobendo.

Informasi tentang aktivitas harian, mekanisme dan strategi perilaku merak hijau serta hubungannya dengan lingkungan dilakukan dengan cara mencatat segala aktivitas merak hijau yang dijumpai pada pengamatan di jalur transek.

Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah ad-libitum sampling yaitu

mencatat setiap perilaku yang teramati, waktu dan durasi yang digunakan serta kondisi habitat merak hijau melakukan perilaku tersebut.

Pengamatan dilakukan secara berulang pada unit-unit waktu pengukuran dalam selang waktu selama 3 (tiga) jam, yaitu pagi hari (05.00-10.00 WIB) di hari pertama, siang hari (10.00-14.00 WIB) di hari kedua, dan sore hari (14.00-18.00 WIB) di hari ketiga dan seterusnya. Aktivitas yang berhasil diamati dicatat dalam

tallysheet.

Tabel 1. Tallysheet pengamatan perilaku merak hijau

No. Waktu Aktivitas Lokasi Keterangan

E. Bentuk Perilaku dan Parameternya

1. Perilaku makan


(44)

Parameter yang dicatat berupa pola perilaku, waktu mulai dan berakhirnya aktivitas (durasi), frekuensi makan, dan kondisi lokasi yang digunakan untuk aktivitas makan. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku makan di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku makan di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

2. Perilaku minum

Semua aktivitas yang berkaitan dengan mengambil dan menelan air oleh merak hijau. Parameter yang dicatat berupa pola perilaku, waktu dan durasi aktivitas makan, frekuensi, dan kondisi lokasi. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku minum di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku minum di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

3. Perilaku berteduh dan istirahat

Perilaku berteduh dan istirahat merupakan perilaku untuk berlindung di siang hari. Pada saat istirahat, merak hijau terkadang melakukan berbagai aktivitas tanpa melakukan perjalanan. Parameter yang dicatat berupa jenis aktivitas, pola perilaku, frekuensi, waktu dan durasi aktivitas, kondisi lokasi tempat istirahat. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku berteduh dan istirahat di dua

tipe habitat/lingkungan yang berbeda

H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku berteduh dan istirahat di dua

tipe habitat/lingkungan yang berbeda

4. Perilaku tidur


(45)

turun dari pohon tidur. Perilaku tidur diamati pada pagi dan sore hari. Pengamatan pagi hari untuk mengetahu aktivitas yang dilakukan merak hijau setelah bangun tidur hingga turun dari pohon tidur. Pengamatan sore hari dilakukan untuk mengetahui aktivitas merak hijau naik ke pohon tidur dan aktivitasnya sebelum tidur. Parameter yang dicatat adalah waktu mulai menuju ke pohon tidur dan turun dari pohon tidur, aktivitas yang dilakukan merak hijau sebelum dan sesudah tidur serta selama tidur, durasi, frekuensi, kondisi pohon tidur, dan jenis pohon tidur. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku tidur di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku tidur di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

5. Perilaku berjemur

Semua aktivitas yang bertujuan untuk menghangatkan tubuh merak hijau. Parameter yang dicatat berupa pola perilaku, waktu dan durasi, frekuensi, dan kondisi tempat berteduh. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku berjemur di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku berjemur di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

6. Perilaku display

Semua aktivitas yang berkaitan dengan upaya merak hijau jantan dalam menarik pasangannya. Parameter yang dicatat berupa pola perilaku, waktu dan

durasi aktivitas, frekuensi, dan kondisi lokasi display. Hipotesis yang digunakan

adalah sebagai berikut:

Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku display di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku display di dua tipe


(46)

7. Perilaku mandi debu

Semua aktivitas yang berkaitan dengan mandi debu. Parameter yang diamati berupa aktivitas perilaku, waktu, durasi, frekuensi, dan kondisi lokasi yang digunakan untuk melakukan aktivitas. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku mandi debu di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku mandi debu di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

8. Perilaku menelisik bulu

Semua aktivitas yang berkaitan dengan menelisik bulu. Parameter yang diamati berupa aktivitas perilaku, waktu, durasi, frekuensi, lokasi yang digunakan untuk beraktivitas. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ho = tidak ada perbedaan frekuensi/durasi perilaku menyelisik di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku menelisik di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

Perilaku ini juga diuji dalam berbagai perilaku utamanya dengan hipotesa sebagai berikut :

Ho = tidak ada perbedaan perilaku menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama

di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda

H1 = terdapat perbedaan perilaku menelisik bulu dalam berbagai perilaku utama di

dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda

9. Perilaku berlindung

Semua aktivitas yang bertujuan untuk menghindari adanya gangguan atau ancaman. Parameter yang diamati berupa aktivitas perilaku, waktu, durasi, frekuensi, lokasi yang digunakan untuk beraktivitas. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:


(47)

H1 = terdapat perbedaan frekuensi/durasi perilaku berlindung di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

10.Perilaku sosial

Pengamatan perilaku sosial dilakukan pada kelompok merak hijau untuk mengetahui hubungan antar merak hijau dalam satu kelompok, antar kelompok, hubungan antara merak hijau jantan dewasa, dan hubungan merak hijau dengan satwaliar lain.

Parameter yang dicatat berupa aktivitas, waktu berinteraksi, frekuensi, lokasi, bentuk hubungan perilaku, mekanisme dan strategi perilaku yang berhubungan dengan lingkungan. Perilaku sosial yang diuji adalah hubungan antar merak hijau jantan dengan hipotesa :

Ho = tidak ada perbedaan hubungan antar merak hijau jantan di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

H1 = terdapat perbedaan hubungan antar merak hijau jantan di dua tipe

habitat/lingkungan yang berbeda

11.Perilaku membuang kotoran

Perilaku membuang kotoran merupakan perilaku tambahan yang teramati selama periode penelitian. Perilaku tersebut tidak dilakukan uji hipotesis namun disajikan secara deskriptif

12.Perilaku bersuara

Perilaku bersuara diamati untuk mengetahui variasi dari suara merak hijau. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Ho = tidak ada perbedaan tipe suara di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda

H1 = terdapat perbedaan tipe suara di dua tipe habitat/lingkungan yang berbeda

F. Analisis data

Data utama hasil pengamatan yang berupa perilaku makan, minum,

istirahat, tidur, berteduh, display, mandi debu, menelisik dan perilaku sosial

dianalisis secara kualitatif melalui teknik penyajian deskriptif, grafik, presentase, dan analisis kuantitatif.


(1)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada 4JJ1 SWT yang telah

memberikan nikmat dan karunia dan kepada berbagai pihak yang telah membantu

selama proses pengambilan data dan penyusunan skripsi, diantaranya :

1.

Bapak, Ibu, kakak beserta keluarga atas kasih sayang, dukungan, dan

doa-doanya hingga penulis mampu mencapai tahap ini

2.

Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F. selaku Pembimbing Utama yang telah

bersedia membimbing, mengarahkan, memberikan dorongan semangat

serta bantuan dana

3.

Dr. Ir. Ulfah Juniarti, M.Agr. sebagai Penguji dari Departemen Silvikultur

dan Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc. sebagai Penguji dari Departemen

Hasil Hutan yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji penulis

4.

Balai Taman Nasional Alas Purwo dan pegawai (Mas Gendut, Mas Joko,

Mas Ajir, Mas Nano, Mbak Dian, Mas Handoko, Pak Hudiyono, Pak

Misijo, Pak Harto, Mas Cipto,

Mbah

Sampun) atas bantuannya selama di

Alas Purwo

5.

Balai Taman Nasional Baluran dan pegawai (Pak Syam, Mas Nanang, Mas

Taufik, Mas Toha, Pak Siswanto, Pak Dikar, Mas Sis, Pak Arja, Mas

Yusuf, Pak Agus, Mbak Nia, Pak Tono) atas bantuannya selama di

Baluran

6.

Bapak Mochdor dan keluarga di Banyuwangi atas segala bentuk bantuan,

rasa kekeluargaan dan kebersamaan

7.

Bapak Ponidi dan keluarga di Alas Purwo atas makanan dan rasa

kekeluargaan

8.

Teman seperjuangan (Adhe dan Mbak Kuncup) atas persahabatannya

selama di lapangan

9.

Mas Efri atas computer sewaannya dan Erry “Wedhoozz” atas komputer

“Aurora” –nya

10.

Keluarga Besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata beserta pegawai yang telah membantu penulis dalam mencapai

kelulusan


(2)

11.

Sahabat : Gugum, Ghufron, Susie, Sari, Teti, Andrian, Ibeth dan Keluarga

Besar Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata angkatan 39 atas

persahabatan dan kenangan manis yang terlalu indah untuk dilupakan

12.

Pondok Surya Poenya (Fau, Iin, Ella, Tri, Esti, Novia, Tia, Ika, Gendhis,

Risul) atas semangat, dukungan dan persahabatan

13.

Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

membantu dan memberikan persahabatannya kepada penulis baik secara

langsung maupun tidak langsung

Tak ada kata yang dapat mewakili apa yang ada di hati. Hanya sedikit

goresan tinta yang dapat tercetak. Dan hanya itu yang dapat penulis berikan.

Bogor, Januari 2007


(3)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Januari 1984 di

Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah. Penulis

merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dari pasangan Bapak

Marto Mariyo dan Ibu Sutinem.

Pada tahun 1990, penulis masuk ke SD Negeri Nglegok I dan lulus pada

tahun 1996. Kemudian, penulis melanjutkan ke SLTP Negeri I Karangpandan dan

lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis masuk ke SMU Negeri I

Karanganyar dan lulus pada tahun 2002. Penulis diterima di Institut Pertanian

Bogor pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata melalui

jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif di beberapa

kelembagaan yaitu BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Fakultas Kehutanan

sebagai staf Kemahasiswaan dan Kesejahteraan Mahasiswa pada tahun

2003-2004. Penulis juga tercatat sebagai anggota IFSA (International Forestry Student

Association) pada 2 periode yaitu periode 2003-2004 dan dilanjutkan periode

2004-2005. Selain itu, penulis juga aktif di HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa

Konservasi Sumberdaya Hutan) pada periode 2003-2004 sebagai anggota. Pada

tahun 2004 hingga sekarang, penulis aktif di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa)

UKF (Uni Konservasi Fauna) dan pernah menjabat sebagai Ketua Departemen

Infokom pada periode 2004-2005. Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum

pada MK Dendrologi pada semester 5 dan Asisten Praktikum MK Ekologi

Satwaliar pada semester 7 dan 9 dan MK Pengelolaan Satwaliar pada semester 9.

Pada bulan Juni 2004 penulis mengikuti kegiatan Ekspedisi Global ke

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan selama 20 hari. Penulis juga mengikuti

kegiatan magang di Taman Nasional Way Kambas pada bulan Juli 2004 yang

dilaksanakan selama 2 minggu. Penulis juga pernah mengikuti kegiatan lapang ke

Pulau Rambut, Cagar Alam Yanlapa, TWA Telaga Warna, Taman Nasional

Gunung Halimun-Salak, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Bodogol dan

Cibodas) serta survey Ekspedisi Global di Taman Nasional Alas Purwo.


(4)

Observasi Kolaboratif pernah diikuti oleh penulis pada bulan April 2005 di Cagar

Alam Leuweung Sancang.

Praktek lapangan yang juga diikuti oleh penulis diantaranya adalah

Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H). Praktek Pengenalan Hutan

dilaksanakan di BKPH Baturaden KPH Banyumas Timur dan BKPH Cilacap

KPH Banyumas Barat pada bulan Juli 2005 selama 10 hari yang dilanjutkan

dengan Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Banyumas Barat hingga bulan

Agustus 2005. Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilakukan di Taman Nasional

Baluran pada bulan Februari- Maret 2006.

Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang

berjudul “Ekologi Perilaku Merak Hijau (

Pavo muticus

Linnaeus, 1766) di Taman

Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur” pada bulan

Juli-September 2006 di bawah bimbingan Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F.


(5)

MARYANTI. Ekologi Perilaku Merak Hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) di

Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran, Jawa Timur. Dibimbing

oleh Ir. Jarwadi Budi Hernowo, MSc.F.

RINGKASAN

Merak hijau (Pavo muticus Linnaeus, 1766) berstatus vulnerable (IUCN, 2004) dan terancam secara global oleh ICBP (1988) serta jenis dilindungi di Indonesia. Namun, keberadaan merak hijau tersebut mendapatkan tekanan di berbagai lokasi penyebarannya. Kamampuan untuk bertahan hidup merak hijau merupakan aspek kajian yang cukup menarik karena keberadaan dan kemungkinan punahnya belum diketahui. Perilaku merak hijau merupakan unsur penting untuk menjawab hal tersebut. Data perilaku merak hijau diambil di Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Nasional Baluran dengan metode purposive sampling yang contohnya diambil dengan metode ad-libitum sampling. Data tersebut kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.

Merak hijau mengawali aktivitas hariannya dengan mengeluarkan suara yang teridentifikasi adalah 6 tipe suara. Tipe suara yang merupakan alat komunikasi utama dan paling sering terdengar adalah tipe suara I yaitu ” auwo...auwo...”. Tipe suara yang digunakan sebagai penanda terjadinya komunikasi utama sering dilakukan dengan saling bersahutan satu sama lain.

Perilaku menelisik bulu dilakukan untuk merapikan bulu dan membuang kotoran, kutu dan benda asing yang menempel di bulunya dan biasanya hanya mengambil porsi waktu yang sedikit yaitu 1-10 menit di TNAP dan 1-8 menit di TNB. Strategi menelisik bulu merak hijau dilakukan di areal terbuka dengan durasi cepat dan di tempat yang rapat dengan bertengger di pohon. Aktivitas ini dilakukan pada berbagai perilaku utama seperti bertengger, makan, berteduh dan istirahat, berjemur, dan sehabis display.

Perilaku makan merak hijau dilakukan sambil berjalan. Mekanisme ini merupakan strategi merak hijau untuk mendapatkan porsi pakan yang lebih banyak.. Perilaku makan ini dilakukan selama 4-5 jam di pagi hari dan 3-4 jam di sore hari di TNAP dan selama 2-6 jam di pagi hari dan 2-3 jam di sore hari di TNB. Strategi lain yang dilakukan dalam rangka untuk menjaga keamanan adalah sewaktu makan merak hijau terkadang menegakkan kepalanya untuk mengawasi keadaan.

Perilaku berjemur dilakukan oleh merak hijau untuk menghangatkan diri. Aktivitas berjemur di TNAP ini berlangsung antara 9-120 menit. Di TNB aktivitas berjemur berlangsung selama 1-60 menit. Strategi yang digunakan adalah dengan memilih tempat yang langsung terkena matahari dan lebih tinggi dari sekitarnya.

Perilaku display dilakukan oleh merak hijau jantan untuk menarik perhatian merak hijau betina yang dilakukan selama 0-18 menit di TNAP dan 0-28 menit di TNB. Perilaku display dapat dilakukan secara bergantian antara jantan satu dengan lainnya. Strategi yang digunakan untuk menarik perhatian merak hijau betina adalah ketika merak hijau betina mendekat, merak hijau jantan akan menggoyangkan jambulnya. Strategi lain adalah dengan memilih lokasi yang terbuka dan bila panas di bawah bayangan pohon.

Perilaku minum merak hijau di TNAP dilakukan sebelum atau sesudah makan baik pagi maupun sore hari dan di TNB setelah bangun tidur, sebelum atau sesudah makan, di antara waktu berteduh dan istirahat, dan sebelum tidur. Di TNAP frekuensi pengambilan air ini berkisar antara 7-42 tegukan selama 2-8 menit. Sedangkan di TNB berkisar antara 13-132 tegukan selama 1-18 menit. Strategi yang digunakan merak hijau untuk minum adalah dengan berhenti sesaat ketika menegakkan kepalanya untuk menelan air sambil mengawasi keadaan.

Perilaku mandi debu dilakukan untuk merawat tubuh merak hijau dari benda asing dan ektoparasit. Di TNAP, mandi debu dilakukan setelah aktivitas makan berakhir, sebelum dan saat aktivitas berteduh dan istirahat dimulai hingga aktivitas makan sore dimulai. Mandi debu ini dilakukan antara pukul 07.30 WIB - 15.00 WIB selama 8-28 menit. Di TNB, mandi debu dilakukan setelah merak minum dan sebelum minum yaitu antara pukul 06.30 WIB - 09.00 WIB selama 1-30 menit.. Merak hijau lebih memilih tempat yang terbuka untuk mandi debu dan juga melakukan mandi debu setelah aktivitas makan pagi dan ketika aktivitas berteduh dan istirahat berlangsung.

Perilaku berteduh dan istirahat merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh merak hijau dalam upaya untuk menghindari panas matahari. Aktivitas berteduh dan istirahat biasanya dilakukan setelah aktivitas makan berakhir hingga menjelang makan lagi. Perilaku ini


(6)

dilakukan selama 3-7 jam di TNB dan 3-8 jam di TNAP. Strategi yang dipakai adalah dengan melakukan pemilihan tempat teduh yaitu di pohon yang tajuknya cukup lebat, dekat tempat terbuka, atau di bawah semak-semak yang tertutup dalam rangka untuk keamanan.

Perilaku berlindung dilakukan oleh merak hijau ketika ada gangguan baik yang berasal dari predator maupun manusia. Strategi berlindung untuk menghindari gangguan adalah dengan cara menjauh, terbang ke arah pohon yang tajuknya lebat atau masuk ke dalam semak-semak.

Di TNAP merak hijau mulai tidur pada pukul 17.07 WIB dan bangun pukul 05.14 WIB. Di TNB, merak mulai naik ke pohon tidur pukul 17.05 WIB dan mulai turun dari pohon tidur pukul 05.08 WIB. Pemilihan pohon tidur yang dekat dengan tempat makan dan terdapat pohon yang lebih rendah untuk naik secara bertahap merupakan strategi yang digunakan oleh merak hijau untuk tidur. Selain itu, merak hijau tidur secara berkelompok supaya dapat saling menjaga satu sama lain.

Perilaku sosial merak hijau terlihat ketika merak hijau sedang makan, mandi debu, berteduh dan istirahat, tidur, dan minum. Hubungan antar dua merak hijau jantan tidak akur yang terlihat dengan terjadinya pengusiran dan pertarungan di antara mereka. Merak hijau memiliki interaksi netral dengan herbivora dan ayam hutan serta negatif dengan monyet ekor panjang, elang, ajag dan predator lainnya.

Perilaku bersuara, makan, display, minum, dan berlindung merak hijau dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelompok pagi yaitu antara pukul 05.00-09.30 WIB dan kelompok sore yaitu antara pukul 14.00-17.30 WIB. Sedangkan, perilaku berjemur hanya dilakukan pada pagi hari. Perilaku menelisik bulu terjadi di berbagai perilaku utama yaitu sebelum turun dari tenggeran, makan, display, berteduh dan istirahat. Merak hijau akan berteduh dan istirahat antara pukul 09.00-14.00 WIB. Perilaku mandi debu biasanya dilakukan pada siang hari ketika merak hijau berteduh. Akan tetapi, di TNB merak hijau mandi debu dijumpai antara pukul 08.00-10.00 WIB. Perilaku tidur dimulai pada pukul 17.00 WIB dan diakhiri pada pukul 05.00 WIB esok harinya.

Sebaran waktu perilaku menelisik bulu, display, berjemur, mandi debu, dan berteduh dan istirahat memiliki nilai durasi rata-rata dan ragam yang tinggi pada tipe habitat padang penggembalaan di TNAP serta savana di TNB. Nilai ragam perilaku tersebut secara berurutan yaitu 159.39, 227.64, 2508.95, 1045.52, dan 4032.72 di TNAP dan 184.26, 337.70, 112046.27, 753.70, dan 2536.28 di TNB dalan satuan detik. Sedangkan, perilaku makan di TNAP lebih beragam di padang penggembalaan dan di TNB lebih beragam di hutan pantai. Begitu pula dengan perilaku minum yang menunjukkan nilai ragam yang tinggi di padang penggembalaan TNAP dan hutan pantai TNB. Nilai ragam perilaku berlindung tinggi di areal tumpangsari TNAP dan di TNB tidak ada nilainya.

Berdasarkan hasil uji chi-square frekuensi perilaku merak hijau terhadap berbagai tipe habitat menunjukkan bahwa di TNAP perbedaan tipe habitat tidak memberikan pengaruh yang nyata pada tipe suara, makan, berjemur, display, mandi debu, berteduh dan istirahat, berlindung, dan hubungan antar merak hijau jantan. Tipe habitat mempengaruhi frekuensi perilaku menelisik bulu dan minum. Di TNB, perbedaan tipe habitat juga tidak memberikan pengaruh yang nyata pada frekuensi perilaku bersuara, menelisik bulu, makan, berjemur, display, mandi debu, berteduh dan istirahat dan hubungan antar merak hijau jantan. Namun, tipe habitat mempengaruhi pada frekuensi perilaku berlindung.

Proporsi atau presentase penggunaan waktu harian oleh merak hijau lebih banyak digunakan untuk berteduh dan istirahat yaitu 41.77 % di TNAP dan 41.14 % di TNB serta makan 22.80 % di TNAP dan 22.22 % di TNB. Sedangkan, aktivitas yang lain hanya mendapat proporsi yang sedikit yaitu lebih kecil dari 5 % saja.