4. Perdagangan Komoditi Rotan Nilai Tambah

keduanya. Perbedaan tersebut berdampak pada suatu persaingan yang sebagian besar dimenangkan oleh industri yang berskala menengahbesar. Untuk mengantisipasi keterbatasan yang dihadapi oleh industri produk rotan skala kecilrumah tangga dan usaha untuk tetap menumbuh kembangkannya maka dikembangkan pola sub-kontrak antara industri produk rotan menengahbesar dengan skala kecilrumah tangga. Dalam pola ini terdapat pengalihan kerja dari satu unit usaha perusahaan kepada unit lain. Perusahaan yang mengalihkan pekerjaannya dikenal sebagai pemberi pesanan atau kontraktor, sedang yang menerima pesanan dikenal dengan sub-kontraktor. Dari kenyataan di lapangan pemberi pesanan secara umum memberikan bantuan berupa bahan baku vertical subcontracting. Dengan demikian pemberi pesanan dalam hal ini industri produk jadi rotan skala menengahbesar tinggal melakukan kegiatan finishing saja, sementara itu kegiatan proses produksi dilakukan oleh sub-kontraktor.

A. 4. Perdagangan Komoditi Rotan

Perdagangan komoditi rotan terdiri atas beberapa pasar yang berkaitan Gambar 1.. Kegiatan produksi pertama yang dilakukan adalah pengolahan rotan pohon menjadi rotan mentah. Pengolahan pada tahap ini meliputi pencucian, pembelerangan dan pemolesan secara kasar. Bahan input yang diolah adalah rotan pohon yang berasal dari hutan dan diperoleh melalui ketentuan yang ditetapkan pemerintah, kegiatan ini melahirkan pasar rotan mentah. Tahap berikutnya adalah pengolahan rotan mentah menjadi rotan setengah jadi. Kegiatan pengolahan pada tahap ini meliputi pemolesan secara halus, pembelahan untuk mendapatkan kulit dan hati rotan, dan pembuatan barang setengah jadi seperti bagian dari kursi atau tempat duduk lain. Pengolahan ini menggunakan input rotan mentah dan tahap ini melahirkan pasar rotan setengah jadi. Tahap terakhir adalah pengolahan rotan setengah jadi menjadi barang jadi seperti kursi, lampit dan furniture. Kegiatan pengolahan rotan ini menghasilkan pasar barang jadi rotan. Pasar Permintaan input Penawaran Output Permintaan Input Penawaran Output Permintaan Input Penawaran Output Gambar 1. Keterkaitan Pasar dalam Perdagangan Rotan Indonesia Tahap Produksi Barang Jadi Rotan Pengolahan rotan pohon menjadi rotan mentah : pencucian, pembelerangan, pemolesan kasar. Rotan Pohon Rotan Mentah Ekspor Ekspor Domestik Domestik Pengolahan rotan mentah menjadi rotan setengah jadi : pemolesan halus, pembelahan, pembuatan bagian kursi. Pengolahan rotan setengah jadi menjadi barang jadi rotan: kursi, lampit, furniture, dll. Rotan Setengah Jadi Ekspor Domestik Keterkaitan ketiga tahap pengolahan dan pasar yang lahir daripadanya adalah satu tahap pengolahan menggunakan input dari tahap pengolahan sebelumnya dan menghasilkan output untuk tahap berikutnya. Dari sudut pasar hal ini berarti bahwa satu tahap pengolahan melahirkan permintaan input terhadap tahap pengolahan sebelumnya dan penawaran output bagi tahap berikutnya.

B. Nilai Tambah

Dalam industri nilai tambah berarti ukuran untuk menyatakan sumbangan proses produksi terhadap nilai jual suatu barang. Nilai tambah tersebut dapat dinyatakan untuk tiap meter kubik kayu bulat, setiap dolar modal, setiap orang kerja, dan sebagainya Widarmana, 1978 dalam Tarigan, 1998. Nilai tambah menurut Gittinger 1986 dalam Tarigan 1998 adalah nilai output dikurangi input yang dibeli dari luar. Dalam tiap satuan produksi, nilai tambah diukur dengan perbedaan antara nilai output perusahaan dan nilai seluruh input yang dibeli dari luar perusahaan. Nilai tambah = Nilai penjualan output – Nilai Pembeliaan Input Salah satu faktor yang mempengaruhi nilai tambah adalah penyusutan, yaitu biaya penggantian untuk keausan dan kelapukan modal dalam produksi, penyusutan dalam arti ini yaitu konsumsi modal dan pemakaian modal. Dengan memperhatikan penyusutan tersebut, ada 2 konsep nilai tambah yaitu nilai tambah netto dan nilai tambah brutto. Nilai tambah netto adalah nilai yang memperhitungkan penyusutan yang terjadi, sedangkan nilai tambah brutto adalah nilai yang tidak memperhatikan penyusutan Sicat dan Arndt, 1991.

C. Analisis SWOT