kepada sub-kontraktornya, dengan memberi keleluasaan pada subkontraktor untuk mengambil bahan baku dengan ukuran dan jenis yang dibutuhkan. Jika
industri menengahbesar tidak memiliki persediaan bahan baku yang dibutuhkan maka dapat memberikan memo kepada sub-kontraktor untuk mengambil bahan
baku di perusahaan bahan baku yang ditunjuknya. Biaya bahan baku ini akan dibayar oleh pemberi order setelah produk selesai. Walaupun demikian
sebenarnya pihak sub-kontraktorlah yang membeli bahan baku tersebut sebab pembayaran kepada sub-kontraktor dari industri menengahbesar dengan cara
mengurangi nilai order yang diterimanya dengan nilai pembelian bahan baku.
B. Keadaan Industri Rotan di Kabupaten Cirebon
Sejak tahun 1988 dengan dikeluarkannya SK Menteri Perdagangan No.190KptsVI1988 tentang Pelarangan Ekspor Rotan Asalan, Indonesia tidak
lagi mengekspor rotan asalan kecuali untuk hal-hal tertentu yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Semenjak itu industri pengolahan rotan semakin berkembang di
dalam negeri, semakin tahun jumlah usahanya semakin meningkat dengan sentra industri yang terbesar terletak di daerah Cirebon.
Pada tahun 2004 pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan mengenai ekspor rotan dengan mengeluarkan SK Menperindag No. 355MPPKep52004,
dalam SK tersebut disebutkan bahwa rotan asalan dan setengah jadi dari tanaman budidaya boleh di ekspor. Keputusan tersebut mendapatkan tantangan
keras terutama dari kalangan pengusaha industri produk jadi rotan karena dengan dibukanya ekspor rotan asalan dan setengah jadi dikhawatirkan akan
mengurangi stok bahan baku untuk industri dalam negeri sehingga industri dalam negeri akan mengalami kemunduran.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini didapatkan bahwa dari tahun 1997 sampai dengan 2004 industri pengolahan rotan di dalam negeri
terutama di sentra industri Kabupaten Cirebon terus mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan 30 industri per tahun Gambar 2.. Bahkan
selama tahun 2004 di Kabupaten Cirebon dapat tumbuh 41 pabrik baru dengan jumlah total pada tahun tersebut sebanyak 1060 unit usaha.
200 400
600 800
1000 1200
Jumlah Unit Usaha
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Tahun
Gambar 2. Pertumbuhan Industri Pengolahan Rotan di Kabupaten Cirebon Sementara jika dilihat dari volume bahan baku yang dibutuhkan untuk
keseluruhan industri pengolahan rotan di Kabupaten Cirebon pada tahun 2004 jumlah total kebutuhan bahan baku sebesar 113.976 ton. Jumlah ini mengalami
kenaikan setiap tahun, jika dihitung sejak tahun 1997 maka jumlah kenaikan volume kebutuhan bahan baku rotan di Kabupaten Cirebon rata-rata sebesar
7.720 ton per tahun Gambar 3., sementara jumlah total kebutuhan bahan baku untuk industri rotan di seluruh Indonesia sebesar 233.986 ton per tahun
Depperindag, 2005. Jumlah tersebut ternyata melebihi potensi bahan baku rotan lestari dari seluruh daerah penghasil rotan di Indonesia, baik dari hutan
alam maupun hutan tanaman yang hanya memiliki kemampuan sebesar 140.150 ton per tahun. Walaupun demikian kebutuhan bahan baku untuk industri barang
jadi rotan di Indonesia tetap dapat tercukupi karena produksi riil untuk bahan baku rotan berkisar antara 250.000 sampai dengan 600.000 ton per tahun
Erwinsyah, 1999.
20000 40000
60000 80000
100000 120000
1997 1998
1999 2000
2001 2002
2003 2004
Tahun V
ol u
m e
ton
Gambar 3. Perkembangan Volume Produksi Industri Pengolahan Rotan di Kabupaten Cirebon
C. Penyerapan Tenaga Kerja dalam Industri Rotan Berdasarkan penyerapan tenaga kerjanya, maka industri pengolahan
rotan dapat digolongkan dalam industri padat karya, dimana industri pengolahan ini pada umumnya tidak membutuhkan peralatan yang mahal dan berteknologi
tinggi tetapi cukup dengan tenaga kerja yang banyak. Hasil yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta BPS Kabupaten Cirebon tahun
2004 menyebutkan bahwa pada tahun 2004 indutri rotan di Cirebon dapat menyerap sebanyak 61.140 orang. Jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari
tahun 1997 sampai dengan tahun 2004 rata-rata sebesar 2.228 orang per tahun dengan peningkatan terbanyak terjadi pada tahun 2003 sebesar 5.294 orang.
Sementara itu rata-rata penyerapan tenaga kerja per industri untuk rentang waktu tersebut adalah 56 orangindustri. Jika dihitung dari jumlah angkatan kerja
Kabupaten Cirebon pada tahun 2003 maka persentase penyerapan tenaga kerja dari sektor industri rotan di daerah tersebut adalah sebesar 3,62.
Tabel 6. Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Rotan Tahun 1997-2004.
Tahun Jumlah Tenaga
Kerja Jumlah Unit Usaha
Jumlah Tenaga Kerja per Industri
1997 45544 852
53.45 1998 47794
864 55.32
1999 49530 892
55.53 2000 50644
909 55.71
2001 51432 923
55.72 2002 54267
952 57.00
2003 59561 1019
58.45 2004 61140
1060 57.68
D. Analisis Nilai Tambah Industri Pengolahan Rotan