V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Industri Pengolahan Rotan di Kabupaten Cirebon
Industri pengolahan rotan yang dimaksud adalah industri kecilrumah tangga, industri menengah dan industri besar. Berdasarkan data yang diperoleh
dari Disperindag Kabupaten Cirebon tahun 2004, diketahui bahwa jumlah industri kecil sebanyak 934 unit usaha, industri menengah 82 unit usaha dan industri
besar 44 unit usaha. Industri kecil pada umumnya berbentuk perseorangan dengan jumlah
pekerja antara 7 sampai 8 orang. Sedangkan industri menengah dan besar pada umumnya berbentuk CV yang digerakan oleh orang-orang yang pada umumnya
masih berhubungan keluarga. Di Kabupaten Cirebon industri kecil banyak berkembang karena tidak perlu akte pendirian hanya perlu izin dari pemerintah
setempat, selain itu industri kecil juga tidak perlu khawatir akan adanya saingan dari industri yang lebih besar, sebab justru industri ini saling bekerja sama
dengan sistem sub-kontrak. Sistem sub-kontrak yang umum digunakan pada industri pengolahan
rotan di Kabuapten Cirebon ternyata cukup efektif menumbuhkan industri kecil dengan hubungan kerja yang saling menguntungkan. Dalam sistem sub-kontrak
terdapat pengalihan kerja dari satu unit usaha industri menengahbesar kepada unit usaha lain industri kecil. Industri kecil berperan sebagai industri pembuat
produk setengah jadi, sedangkan industri mengahbesar hanya melakukan finishing saja. Hal ini menguntungkan bagi industri menengahbesar karena
dapat menghemat biaya produksi seperti tenaga kerja, dimana terdapat perbedaan tingkat upah antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil.
Selain itu tanpa sub-kontraktor maka industri besar dapat kewalahan dalam menyelesaikan pesanan ekspor dalam jumlah besar. Sebaliknya tanpa industri
besar maka industri kecil akan kesulitan dalam mencari pasar bagi produk yang mereka hasilkan.
Pelaksanaan sistem
sub-kontrak dimulai dari pemberian order dari
perusahaan menengahbesar kepada perusahaan kecil. Perusahaan pemberi order bisa memiliki 30-35 sub-kontraktor dengan spesifikasi masing-masing
sehingga jika pemberi order mendapat pesanan dari importir maka dia dapat menentukan mana sub-kontraktor yang kira-kira mampu mengerjakan
pesanannya. Pihak industri menengahbesar rata-rata memberikan bahan baku
kepada sub-kontraktornya, dengan memberi keleluasaan pada subkontraktor untuk mengambil bahan baku dengan ukuran dan jenis yang dibutuhkan. Jika
industri menengahbesar tidak memiliki persediaan bahan baku yang dibutuhkan maka dapat memberikan memo kepada sub-kontraktor untuk mengambil bahan
baku di perusahaan bahan baku yang ditunjuknya. Biaya bahan baku ini akan dibayar oleh pemberi order setelah produk selesai. Walaupun demikian
sebenarnya pihak sub-kontraktorlah yang membeli bahan baku tersebut sebab pembayaran kepada sub-kontraktor dari industri menengahbesar dengan cara
mengurangi nilai order yang diterimanya dengan nilai pembelian bahan baku.
B. Keadaan Industri Rotan di Kabupaten Cirebon