KULTUR SEL TINJAUAN PUSTAKA A.

B membentuk sel plasma yang dapat mensekresi antibodi, selain itu sel B juga dapat berdiferensiasi membentuk sel memori Baratawidjaya, 1994. Sel B adalah sel yang dapat membentuk immunoglobulin Ig dan merupakan 5 – 15 dari limfosit dalam sirkulasi darah Kresno, 1996. Sel B bisa menjadi satu sel besar dengan metabolisme aktif, menjadi sel blast atau limfoblast dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi Bellanti, 1993. Sel B perawan yang terangsang oleh antigen, dengan bantuan sel T h sel T helper, akan mengalami proses perkembangan melalui 2 jalur, yaitu berdiferensiasi menjadi sel plasma yang membentuk immunoglobulin dan membelah lalu kembali istirahat sebagai sel B memori. Bila sel B memori terstimulasi dengan antigen yang sama, maka akan mengalami proliferasi lebih cepat membentuk sel plasma untuk membentuk antibodi spesifik Roitt, 1991. Satu sel plasma dapat mensekresi beribu-ribu molekul antibodi setiap detik. Sel B yang teraktivasi di dalam darah mengalami serangkaian proses pembelahan dan diferensiasi sel setiap 24 jam selama periode 5 hari Albert et al., 1994.

H. KULTUR SEL

Kultur sel merupakan teknik yang biasa dipergunakan untuk mengembangbiakan sel diluar tubuh in vitro. Keuntungan penggunaan kultur sel adalah lingkungan tempat hidup sel dapat dikontrol dan diatur, seperti pH, tekanan osmosis, tekanan CO 2 dan O 2 sehingga kondisi fisiologis dari kultur relatif konstan Freshney, 1994. Beberapa kelemahan dari teknik ini yaitu kultur sel harus dilakukan dalam kondisi yang steril karena sel hewan tumbuh lebih lambat daripada kontaminan, selain itu untuk pertumbuhan sel dalam kultur dibutuhkan lingkungan yang kompleks seperti di dalam tubuh, sel yang tumbuh pada kultur sel mengalami perubahan sifat karena beberapa sifat dari sel hilang yaitu hilangnya spesifisitas sel. Hal ini terjadi karena pada perkembangbiakan sel di dalam tubuh in vivo sel bekerja secara terintegritas dalam satu jaringan sedangkan dalam kultur sel terpisah-pisah, dengan demikian untuk mempertahankannya, kondisi kultur sel harus dibuat semirip mungkin dengan keadaan lingkungan awal di dalam tubuh Freshney, 1994. Menurut Freshney 1994, terdapat beberapa perbedaan karakteristik sel di dalam kultur dengan sel di dalam tubuh. Interaksi yang spesifik antar sel pada jaringan secara in vitro hilang karena sel tersebar dan mudah bergerak, laju pertumbuhan sel meningkat karena ada kemungkinan berproliferasi. Lingkungan kultur kekurangan beberapa komponen yang mempengaruhi pengaturan homeostatik tubuh seperti sistem syaraf dan sistem endokrin, tanpa pengaturan ini, metabolisme selular in vitro menjadi lebih konstan dari in vivo. Kondisi ini kurang mewakili jaringan tempat sel tersebut berasal sehingga dibutuhkan penambahan hormon dalam kultur. Energi yang dibutuhkan dalam metabolisme sel in vitro berasal dari glikolisis sedangkan metabolisme sel secara in vivo berasal dari glikolisis, daur krebs dan transpor elektron. Menurut Malole 1990, sel memerlukan media penumbuh yang dapat membuat sel tersebut bertahan hidup, berkembang, dan berdiferensiasi. Faktor yang mendukung pertumbuhan sel dalam kultur adalah media pertumbuhan, serum janin sapi, dan kondisi lingkungan. Menurut Freshney 1994, pertumbuhan sel memerlukan pH 7.4. pengaturan pH media dapat dilakukan dengan kondisi 5 CO 2 pada ruangan diatas media. Keseimbangan pH dijaga dengan menambahkan NaHCO 3 konsentrasi 24 mM sebagai buffer Cartwright dan Shah, 1994. Suhu kultur dipertahankan 37 o C dengan konsentrasi CO 2 5 dan O 2 95 . Temperatur juga mempengaruhi pH melalui peningkatan kelarutan CO 2 Freshney, 1994. Media pertumbuhan terdiri dari asam amino, vitamin, glukosa, garam, berbagai suplemen organik seperti protein, peptida, nukleosida, dan lipid serta hormon dan faktor pertumbuhan Freshney, 1994. Fungsi utama media kultur sel adalah untuk mempertahankan pH dan osmolalitas essensial untuk viabilitas sel serta untuk menyediakan nutrisi dan energi yang dibutuhkan untuk multiplikasi dan pertumbuhan sel Cartwright dan Shah, 1994. Media RPMI-1640 adalah media terbaik untuk menumbuhkan limfosit tikus atau mencit, dan limfosit manusia untuk jangka pendek Junge et al., 1970. FBS Fetal Bovine Serum ditambahkan sejumlah 5 – 20 yang berfungsi sebagai faktor hormonal untuk menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas sel, faktor yang membantu terjadinya pelekatan sel dan penyebaran sel pada susbstrat biomatrik, protein pembawa hormon, mineral, lemak, dam lainnya Malole, 1990. Menurut Junge et al.1970, terdapat lima faktor yang harus diperhitungkan untuk memilih serum sebagai suplemen media, yaitu : a. Makromolekul yang dapat melindungi atau mendorong pertumbuhan dalam kondisi yang kurang menguntungkan. b. Mikromolekul seperti nukleotida, vitamin, hormon, co-enzyme sebagai nutrisi essensial yang tidak terdapat dalam media. c. Faktor-faktor yang menetralisir atau berkombinasi dengan stimulan, termasuk antibodi. d. Kehadiran antibodi ke sisi antigen dengan reseptor permukaan antigen pada antibodi. Hal ini bisa bersifat sebagai stimulator atau sitotoksik. e. Antigen asing. Serum heterolog akan memberikan banyak tenaga untuk antigen potensial. Serum merupakan suplemen peningkat pertumbuhan yang efektif untuk semua jenis sel karena kompleksitas dan banyaknya faktor pertumbuhan, perlindungan sel dan faktor nutrisi yang dikandungnya. Kandungan tersebut dapat dibagi dalam beberapa polipeptida spesifik yang menstimulasi pertumbuhan sel growth factor, protein pengangkut, agen pelindung sel, faktor pelekatan, dan nutrisi. Beberapa growth factor bersifat essensial karena ketidakberadaannya dapat menginisiasi peristiwa apoptosis Cartwright dan Shah, 1994. Menurut Junge, et al.1970, limfosit tidak dapat bertahan hidup dan tumbuh pada konsentrasi sel yang rendah kurang dari 10 5 selml. Indikator paling nyata bila media telah habis adalah nilai pH yang rendah dimana hal tersebut menjadi indikasi laju glikolisis. Pada media kultur sel juga ditambahkan antibiotik untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Menurut Cartwright dan Shah 1994, faktor utama untuk memilih jenis antibiotik untuk kultur sel adalah tidak bersifat toksik, memiliki spektrum antimikroba luas, ekonomis, dan kecenderungan minimum untuk menginduksi pembentukan mikroba yang kebal. Agen antibakteri yang banyak digunakan adalah campuran penicillin 100 IUml dan streptomycin 50 μgml. Gentamycin 50 μgml sering digunakan untuk mencegah kontaminasi mikroba yang daya tahannya lebih besar. Agen antifungi yang banyak digunakan adalah amphotericin B 2,5 μgml dan nystatin 25 μgml Cartwright dan Shah, 1994.

I. UJI PENENTUAN JUMLAH SEL

Metode yang cukup sederhana untuk penghitungan jumlah sel yang berproliferasi adalah metode pewarnaan MTT 3-4,5-dimethyl-2-thyazolyl- 2,5-diphenyl-2H-tetrazolium bromide. Prinsip metode MTT adalah konversi MTT menjadi senyawa formazan yang berwarna ungu oleh aktivitas enzim suksinat dehidrogenase dari mitokondria sel hidup Kubota, 2003. Jumlah senyawa formazan yang terbentuk adalah proporsional dengan jumlah sel limfosit yang hidup. Selain dengan metode MTT, perhitungan sel dapat dilakukan dengan metode pewarnaan biru trifan, yang hanya dapat mewarnai jika membran sel telah rusak, sehingga dapat digunakan untuk membedakan sel hidup dan mati atau rusak. Sel yang hidup tidak akan berwarna bening dan berbentuk bulat, sedangkan sel mati akan berwarna biru dan mengkerut Bird dan Forester, 1981.

J. PROLIFERASI SEL LIMFOSIT

Proliferasi merupakan fungsi biologis mendasar pada sel limfosit, yaitu meliputi proses diferensiasi dan pembelahan sel. Aktivitas proliferasi limfosit merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengukur status imunitas karena proses proliferasi menunjukkan kemampuan dasar dari sistem imun Roitt dan Delves, 2001. Limfosit merupakan sel tunggal yang bertahan baik saat dikultur dalam media sintetik lengkap. Respon proliferatif kultur limfosit dalam media sintetik dapat digunakan untuk menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu Tejasari, 2000. Zakaria et al., 1992 menyatakan bahwa kemampuan limfosit untuk berproliferasi atau membentuk