untuk menginduksi pembentukan mikroba yang kebal. Agen antibakteri yang banyak digunakan adalah campuran penicillin 100 IUml dan streptomycin
50 μgml. Gentamycin 50 μgml sering digunakan untuk mencegah
kontaminasi mikroba yang daya tahannya lebih besar. Agen antifungi yang banyak digunakan adalah amphotericin B 2,5
μgml dan nystatin 25 μgml Cartwright dan Shah, 1994.
I. UJI PENENTUAN JUMLAH SEL
Metode yang cukup sederhana untuk penghitungan jumlah sel yang berproliferasi adalah metode pewarnaan MTT 3-4,5-dimethyl-2-thyazolyl-
2,5-diphenyl-2H-tetrazolium bromide. Prinsip metode MTT adalah konversi MTT menjadi senyawa formazan yang berwarna ungu oleh aktivitas enzim
suksinat dehidrogenase dari mitokondria sel hidup Kubota, 2003. Jumlah
senyawa formazan yang terbentuk adalah proporsional dengan jumlah sel limfosit yang hidup. Selain dengan metode MTT, perhitungan sel dapat
dilakukan dengan metode pewarnaan biru trifan, yang hanya dapat mewarnai jika membran sel telah rusak, sehingga dapat digunakan untuk membedakan
sel hidup dan mati atau rusak. Sel yang hidup tidak akan berwarna bening dan berbentuk bulat, sedangkan sel mati akan berwarna biru dan mengkerut
Bird dan Forester, 1981.
J. PROLIFERASI SEL LIMFOSIT
Proliferasi merupakan fungsi biologis mendasar pada sel limfosit, yaitu meliputi proses diferensiasi dan pembelahan sel. Aktivitas proliferasi limfosit
merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengukur status imunitas karena proses proliferasi menunjukkan kemampuan dasar dari sistem
imun Roitt dan Delves, 2001. Limfosit merupakan sel tunggal yang bertahan baik saat dikultur dalam media sintetik lengkap. Respon proliferatif kultur
limfosit dalam media sintetik dapat digunakan untuk menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu Tejasari, 2000. Zakaria et al., 1992
menyatakan bahwa kemampuan limfosit untuk berproliferasi atau membentuk
klon menunjukkan secara tidak langsung kemampuan respon imunologik atau tingkat kekebalan.
Uji proliferasi limfosit dapat dilakukan melalui pengukuran kemampuan sel limfosit yang ditumbuhkan dalam kultur sel jangka pendek
yang mengalami proliferasi klonal ketika dirangsang secara in vitro oleh antigen atau mitogen Valentine dan Lederman, 2000. Bila sel dikultur
dengan senyawa mitogen, maka limfosit akan berproliferasi secara tidak spesifik. Begitupula bila limfosit dikultur dengan antigen spesifik maka
limfosit akan berproliferasi secara spesifik. Beberapa senyawa yang telah diketahui mampu meningkatkan
proliferasi sel limfosit adalah vitamin C dan E Budiharto, 1997, ekstrak bawang putih Lastari, 1998, ekstrak jahe Zakaria et al., 1997, ekstrak
tanaman cincau hijau Pandoyo, 2000, ekstrak air kayu secang Caesalpinia sappan Linn
Puspaningrum, 2003, teh daun dan serbuk gel cincau hijau Setyawati, 2003, bunga kumis kucing Orthosimphon stmineus benth dan
bunga knop Gomphrena globosa L. Aquarini, 2005. Senyawa-senyawa tersebut bekerja melalui mekanisme menginduksi proliferasi sel limfosit.
K. MITOGEN
Mitogen adalah agen yang mampu menginduksi pembelahan sel limfosit baik sel T maupun sel B dalam persentase yang sangat tinggi.
Mitogen merupakan sumber ligan polipeptida yang dapat berikatan dengan reseptor yang terdapat pada permukaan sel. Beberapa mitogen merupakan
faktor pertumbuhan yang mengaktivasi tirosin kinase. Aktivitas tersebut diawali oleh mitogen yang mengakibatkan adanya urut-urutan sinyal yang
berpengaruh terhadap berbagai faktor transkripsi dan berpengaruh terhadap aktivitas gen di dalam sel Decker, 2001.
Beberapa molekul pada patogen mampu berikatan dengan molekul permukaan limfosit yang bukan merupakan reseptor antigen. Jika pengikatan
ini mampu menginduksi limfosit untuk membelah mitosis, maka molekul tersebut disebut mitogen. Mitogen menginduksi proliferasi limfosit pada
frekuensi tinggi tanpa memerlukan adanya spesifitas antigen, disebut dengan
aktivasi poliklonal. Beberapa mitogen hanya mampu menginduksi proliferasi sel B, beberapa hanya berpengaruh pada sel T, dan ada juga yang mampu
menginduksi keduanya. Beberapa mitogen disebut antigen T-independen, karena mampu menginduksi sel B untuk mensekresi antibodi tanpa ada
bantuan dari sel Th Decker, 2001. Lektin pada umumnya adalah mitogen yang merupakan protein yang
berikatan dengan senyawa karbohidrat. Concavalin A Con A adalah protein yang berasal dari bibit jack bean Canavalia ensiformis yang berikatan
dengan gula yang mengandung α-D-mannose atau α-D-glucose. Con A
mempunyai struktur tetramer dengan setiap monomernya memiliki satu situs pengikat karbohidrat, sehingga dapat mengikat glikoprotein pada permukaan
sel. Lektin con A adalah mitogen asal legum yang bersifat sebagai imunomodulator karena dapat merangsang proliferasi limfosit. Menurut
Kresno 1996 sebanyak 50 – 60 sel limfosit T mampu memberikan respon terhadap stimulasi dengan mitogen Con A. Con A dapat merangsang
transformasi blast sub populasi sel T Bellanti, 1993. Tidak semua mitogen adalah lektin. Lipopolisakarida LPS yang
merupakan komponen dari dinding sel bakteri gram negatif juga mampu berfungsi sebagai mitogen, tetapi pengaruhnya hanya pada sel B. Aktivitas
mitogenik LPS berasal dari bagian lipidnya yang berinteraksi dengan membran plasma, kemudian menghasilkan aktivasi selular Kuby, 1992.
Respon terhadap mitogen tersebut dianggap menyerupai respon limfosit terhadap antigen, sehingga uji transformasi dengan rangsangan
mitogen banyak dipakai untuk menguji fungsi limfosit. Stimulasi limfosit dengan antigen maupun mitogen mengakibatkan berbagai reaksi biokimia di
dalam sel, diantaranya fosforilasi nukleoprotein, pembentukan DNA dan RNA, peningkatan metabolisme lemak dan lain-lain. Perubahan yang terjadi
adalah transformasi blast yang ditunjukkan dengan pembesaran limfosit karena nukleus juga membesar, retikulum endoplasmik menjadi kasar dan
tubulus mikro jelas, serta kecepatan sintesa DNA meningkat menuju mitosis Letwin dan Quimby, 1987.
III. BAHAN DAN METODE A.