Perhitungan sel limfosit mati dengan metode biru trifan

Pada metode MTT galat dapat terjadi berupa kesalahan positif jika terdapat kontaminasi. Kontaminasi menyebabkan kristal formazan yang terbentuk bukan saja diperoleh dari kerja enzim suksinat dehidrogenase yang dimiliki oleh sel limfosit hidup, tetapi juga dari sel mikroba kontaminan. Kedua galat ini tentunya harus dapat dihindari semaksimal mungkin pada pelaksanaannya secara teknis. Untuk menghindari kontaminasi, pembuatan kultur sel dilakukan secara aseptis di dalam laminar flow hood. Selain itu, pada media RPMI yang digunakan juga ditambahkan antibiotik yaitu penicillin yang efektif menghambat bakteri gram positif maupun negatif, serta streptomycin yang efektif menghambat bakteri gram positif dan negatif serta mycoplasma Junge et al. , 1970 Beberapa ekstrak bubuk kakao yang ditambahkan pada kultur pada penelitian ini ternyata mampu menyebabkan sel limfosit bertahan hidup secara baik dan mengalami proliferasi secara signifikan terhadap kontrol. Hal ini dapat dilihat dari nilai absorbansi kultur dengan penambahan ekstrak yang lebih tinggi daripada kontrol. Hal tersebut akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab berikutnya.

D. PENGUJIAN AKTIVITAS PROLIFERASI SEL LIMFOSIT

1. Perhitungan sel limfosit mati dengan metode biru trifan

Pada metode biru trifan jumlah sel dihitung dengan menggunakan hemasitometer menggunakan mikroskop. Metode ini cukup sulit dilakukan mengingat jumlah sampel yang diujikan cukup banyak. Oleh karena itu pada penelitian ini metode biru trifan digunakan untuk menghitung sel limfosit yang telah mati setelah masa inkubasi 72 jam. Jumlah sel mati ini perlu diketahui untuk melihat kemampuan ekstrak mempertahankan sel limfosit agar tetap hidup setelah 72 jam, sehingga dapat diketahui viabilitas sel akibat penambahan ekstrak bubuk kakao. 112 24 28 24 12 28 16 16 8 16 8 16 20 40 60 80 100 120 kontrol - LPS A1 A2 B1 B2 C1 C2 C3 D1 D2 D3 jenis sampel ju m lah sel m a ti x 10. 00 Gambar 5. Grafik jumlah sel limfosit mati setelah masa inkubasi 72 jam yang dihitung dengan metode biru trifan. Dari hasil yang diperoleh berdasarkan gambar 5 dapat dilihat bahwa semua jenis ekstrak bubuk kakao yang ditambahkan pada kultur mampu mempertahankan sel limfosit tetap hidup setelah inkubasi selama 72 jam. Hal ini terbukti dari jumlah sel mati yang terhitung pada kultur dengan penambahan ekstrak jauh lebih kecil daripada jumlah sel mati pada kontrol negatif. Berdasarkan uji statistik dengan analisis sidik ragam seperti tertera pada lampiran 7 juga terlihat bahwa perlakuan penambahan ekstrak bubuk kakao pada kultur berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah sel limfosit mati dengan nilai p sebesar 0.0003 p0.05. Hasil uji lanjut Duncan pada lampiran 9 juga menunjukkan bahwa semua jenis ekstrak bubuk kakao memberikan pengaruh yang nyata dibandingkan dengan kontrol negatif p0.05. Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak bubuk kakao pada kultur secara in vitro tidak bersifat toksik bagi sel limfosit. Jumlah sel limfosit yang mati pada kontrol negatif banyak jumlahnya, dimana hal ini menandakan bahwa dalam jangka waktu inkubasi selama 72 jam tersebut, secara normal sel limfosit mampu berproliferasi tanpa penambahan ekstrak bubuk kakao. Tingginya jumlah sel limfosit yang mati pada kontrol negatif diduga terjadi akibat proliferasi sel itu sendiri. Dengan terjadinya proliferasi sel maka jumlah sel di dalam kultur menjadi banyak, sehingga kemungkinan nutrisi yang tersedia dari media menjadi kurang cukup dan limfosit mengalami kematian. Menurut Junge et al. 1970, ketersediaan nutrisi di dalam media pada kultur sel secara in vitro sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan viabilitas sel.

2. Pengukuran aktivitas proliferasi dengan metode MTT