Bentuk Pertunjukan LANDASAN TEORI

1 Tari tradisional primitif, istilah Primitif berasal dari kata primus yang berarti sederhana, pertama. Gerak tari primitif sangat sederhana dan banyak didominir oleh kehendak, seperti hentakan kaki, tepukan tangan. Sifat tarinya adalah sakral dan mempunyai kekuatan magis. 2 Tari tradisional kerakyatan, yaitu tari yang hidup dan berkembang di kalangan rakyat sesuai dengan kehidupan sosial masyarakatnya. 3 Tari tradisional klasik, adalah tari yang semula berkembang di kalangan kerajaan dan bangsawan, telah mencapai kristalisasi artistik yang tinggi dan telah menempuh perjalanan sejarah yang cukup panjang sehingga memiliki pula nilai tradisional. b Tari Kreasi Baru Tari kreasi baru merupakan ungkapan seni yang tidak berpolakan tradisi, tetapi lebih merupakan garapan baru yang tidak berpijak pada standard yang telah ada. Secara garis besar tari tradisi dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1 Tari Kreasi Baru Berpolakan Tradisi, yaitu tari kreasi yang garapannya dilandasi oleh kaidah-kaidah tari tradisi, baik dalam koreografi, music atau karawitan, rias dan busana, maupun tata teknik pentasnya. 2 Tari Kreasi Baru Tidak Berpolakan Tradisi NonTradisi. Tari Kreasi yang garapannya melepaskan diri dari pola-pola tradisi baik dalam hal koreografi, musik, rias dan busana, maupun tata teknik pentasnya.

2.3. Bentuk Pertunjukan

Kata bentuk mempunyai arti wujud yang ditampilkan. Menurut Langer dalam Indriyanto, 2001:2 pengertian bentuk secara abstrak adalah struktur. Struktur adalah seperangkat tata hubungan didalam membentuk satuan keseluruhan Brown dalam Indriyanto, 2001:11. Jadi berbicara tentang bentuk pertunjukan berarti berbicara tentang bagian-bagian pembentuk pertunjukan. Menurut Langer dalam Jazuli,1994:57 bahwa bagi seorang pengamat bentuk adalah materi yang disajikan, jadi bentuk yang dimaksud adalah suatu perwujudan yang dapat diamati dan dirasakan. Jika dalam tari materi tersebut adalah berupa gerak dan bunyi yang lebih tepatnya musik dan tari. Bentuk adalah suatu media atau komunikasi untuk menyampaikan arti yang terkandung oleh bentuk itu sendiri atau untuk menyampaikan pesan tertentu dari pencipta kepada masyarakat penerima. Pertunjukan mempunyai arti suatu tontonan. Bentuk pertunjukan dapat diartikan sebagai wujud rangkaian gerak yang disajikan dari awal sampai akhir pertunjukan, dan didalamnya mengandung unsur-unsur nilai keindahan. Pertunjukan secara garis besar digolongkan menjadi dua, yaitu: 1 perilaku manusia atau disebut juga pertunjukan, 2 pertunjukan budaya yang meliputi pertunjukan seni, olahraga, ritual, festival-festival dan berbagai bentuk keramaian. Pertunjukan jenis ke dua yang penting bukanlah bentuk ungkapan artistiknya, melainkan tujuannya sangat diperlukan oleh masyarakat Soedarsono, 2002:105 Pertunjukan mengandung pengertian mempertunjukkan sesuatu yang bernilai seni, tetapi senantiasa berusaha menarik perhatian apabila ditonton untuk menjadi sebuah pertunjukan; harus direncanakan untuk disuguhkan oleh pennonton; dilakukan oleh para pemeran dalam keterampilan yang membutuhkan latihan; ada peran yang dimainkan; dilakukan di atas pentas; dengan iringan musik dan dekorasi yang menambah keindahan pertunjukan Jazuli, 1994:60. Hermin 2000:75 berpendapat bahwa seni pertunjukan adalah aspek- aspek yang divisualisasikan dan diperdengarkan mampu mendasari sesuatu perwujudan yang disebut sebagai seni pertunjukan. Aspek-aspek tersebut menyatu menjadi satu keutuhan di dalam penyajiannya yang menunjukkan suatu intensitas atas kesungguhan ketika di ketengahkan sebagai bagian dari penopang perwujudan keindahan. Masyarakat tari Jawa sampai Bali mengenal adanya tiga aspek tari yaitu wiraga, wirasa, dan wirama. Selanjutnya, didalam teknik tari klasik Jawa terdapat banyak posisi dasar, langkah, dan ragam yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku, seperti Hastha Sawanda pacak, pancad, ulat, wiled, greget, sengguh, irama, gendhing. Didalam tari Bali ada pedoman tari agem, tandang, tangkep yang harus ditaati Murgiyanto, 2002:11.

2.4. Struktur Pertunjukan