Masyarakat Pedesaan Pengaruh Isolasi Wilayah terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Dusun Marjandi Dolok, Desa Silou Huluan, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun

dengan pedagang yang berhasil. Penduduk lainnya, termasuk pegawai-pegawai rendahan, pekerja-pekerja kasar, pedagang eceran,penjaga toko kecil merupakan kelas kecil maupun kelas bawah dari kelas ekonomi Nasution, 2003: 93. Lapisan masyarakat ini akan lebih mudah membedakan lapisan atas dan menengah dengan lapisan bawah. Tingkat pendidikan formal, tutur kata, perbendaharaan kata, tingkah laku lebih halus merupakan lambang yang umumnya tidak dipunyai oleh masyarakat lapisan bawah.

c. Masyarakat Pedesaan

Masyarakat pedesaan adalah kehidupan paguyuban, pengawasan tindak- tanduk seseorang yang kuat, persamaan asal-usul etnis, latar belakang pendidikan yang sama, system pertanian yang saderhana dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, kebiasaan dan tradisi yang seragam dari anggota masyarakat desa secara bersama-sama memupuk solidaritas masyarakat Nasution, 2003: 93. Masyarakat desa adalah sifat ketentraman seperti apa yang dikatakan Boeke: ”desa itu bukanlah tempat untuk bekerja, tetapi iempat ketentraman: Ketentraman itu adalah pada hakekatnya hidup bagi orang timur.” Apakah ciri-ciri yang sering dihubungkan dengan masyarakat pedesaaan yang ada dalam desa- desa di Indonesia. Pertama-tama orang kota itu sering membayangkan masyarakat desa itu sebagai tempat orang bergaul dengan rukun, tenang, dan selaras. Menunjukkan bahwa sering juga di dalam masyarakat desa tempat orang hidup berdekatan dengan orang-orang tetangga terus menerus, kesempatan untuk pertengkaran sangat banyak dan peristiwa peledakan dari keadaan-keadaan tegang rupa-rupanya sering terjadi Sajogyo, 1995: 25. Universitas Sumatera Utara Semua faktor tersebut ditambah dengan hakikat kebudayaan pedesaan yang terkait kepada tanah yang secara bersama membentuk struktur masyarakat desa. Kekuasaan, kekayaan, dan prestise didasarkan kepada penguasaan atas tanah. Pada hakekatnya digabungkan menjadi satu jenis pelapisan yang meliputi seluruh anggota masyarakat. Dengan demikian kepemilikan tanah seseorang akan sangat berhubungan dengan tingkat penghargaan yang diperoleh dari masyarakat, maka tanahlah yang akan menentukan seseorang dalam system kelas dalam masyarakat pedesaan. Jika kita amat-amati terdapat empat lapisan yang dihubungkan pada pemilikan atas tanah: 1. Petani yang memiliki tanah dan rumah. 2. Petani yang memiliki tanah, tapi tidak punya rumah. 3. Petani yang tidak memiliki tanah, tapi memiliki rumah. 4. Petani yang tidak memiliki tanah dan rumah, yang hidup menumpang pada orang lain sebagai buruh tanah. Masyarakat pedesaan sesungguhnya memiliki pemahaman bahwa pendidikan formal sangat berpengaruh dalam mobilitas desa. Demikian juga dengan keberadaan koperasi, lembaga musyaearah desa, organisasi-organisasi wanita dan pemuda, karang taruna dan lain-lain, akan semakin meningkatkan dinamika yang berkembang pada daerah pedesaan. Payung Bangun dalam memahami dan menelaah pelapisan sosial yang terjadi di Indonesia menggunakan konteks kebudayaan sebagai landasan analisisnya. Dinyatakan bahwa kebudayaan Indonesia itu setidak-tidaknya terdiri Universitas Sumatera Utara dari dua sub kebudayaan, yaitu ssub kebudayaan tradisional dan sub kebudayaan nasional. Sub kebudayaan tradisional meliputi unsur-unsur yang dianggap dan dipercayai berasal dari dan merupakan warisan dari nenek moyang, sedangkan sub kebudayaan Indonesia mempunyai unsur yang memasuki sub kebudayaan suku bangsa melalui pendidikan, perdagangan, perubahan sistem dan struktur pemerintahan, pengaruh ilmu pengetahuan dan tehnologi masa kini. Dengan demikian ada sub kebudayaan tradisional, dan ada sub kebudayaan Indonesia Nasution,2003: 95. Ada sub kebudayaan Simalungun, ada sub kebudayaan Indonesia-Simalungun. Ada sub kebudayaan Jawa, ada sub kebudayaan Indonesia-Jawa. Di sejumlah suku bangsa masih ada sub kebudayaan yang lain, yaitu sub kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama. Berdasarkan atas kerangka di atas, kemudian dinyatakan bahwa terdapat system pelapisan social tradisional, agama, dan nasional. Kedudukan-kedudukan pada sistem pelapisan sosial tradisional di Indonesia pada umumnya merupakan kedudukan-kedudukan yang askriptif, yaitu kedudukan-kedudukan yang utama berdasarkan kualitas pribadi. Kualitas pribadi yang umumnya menentukan kedudukan tradisional adalah 1. Jenis kelamin Secara garis besar di Indonesia kedudukan laki-laki dinilai lebih tinggi daripada wanita. Laki-laki dalam rumahtangganya dihormati oelh istri dan anak-anaknya. Selain memperoleh penghormatan suami memperoleh pelayanan dan hak-hak yang melebihi istri dan anak-anak. 2. Senioritas, yaitu senioritas usia dan generasi. Universitas Sumatera Utara Orang yang lebih tua memiliki kedudukan lebih tinggi. Terlihat dari tindakan dan tutur kata. Terlihat jelas bahwa pelayananpun lebih baik. Bukan hanya usia, ada yang disebut dengan generasi, hal ini tergantung pada adat-istiadat yang dianut. 3. Keturunan Keturunan bangsawan, pendiri desa, raja biasanya dibedakan dengan orang-orang biasa. Di Jawa, khususnya di Yogyakarta terdapat perbedaan tingkat kedudukan antara sultan, kaum bangsawan Sentonodalem, priyayi abdidalem, dan orang-orang biasa kawuladalem atau wong cilik. Kemudian di kalangan orang Simalungun, terdapat juga kasta-kasta berdasarkan keturunan, yaitu keturunan dari pendiri desa partuanon, orang biasa paruma, dan budak jabolon. Selama ini pembangunan pedesaan didekati melalui pendekatan ’dari atas’ atau ’dari bawah’. Pendekatan pertama yang biasanya dikenal dengan teori ’tetesan ke bawah’ tricle down sudah dianggap kurang mengena sehingga banyak ditinggalkan para ahli. Pendekatan kedua banyak dianjurkan tetapi dalam kenyataannya sukar dilaksanakan karena tidak terlalu mudah memasukkannya ke dalam program pembangunan ekonomi makro yang bersifat Nasional.walaupun di sana sini sudah dilakukan studi-studi untuk menyiapkan proyek-proyek pembangunan pedesaan, namun akhirnya hasil-hasilnya kurang dapat dimanfaatkan Mubyarto, 3: 1994. Universitas Sumatera Utara Salah satu masalah paling sulit adalah apa yang biasanya disebut dengan faktor-faktor kelembagaan. Di satu pihak penentu kebijaksanaan biasanya sudah mampu menangkap berbagai aspirasi atau keinginan masyarakat terlemah di pedesaan, sehingga secara tepat aspirasi-aspirasi tersebut berhasil dimasukkan ke dalam program-program pembangunan nasional. Namun, pada saat kebijaksanaan dan program-program tersebut hendak dilaksanakan ternyata ada pihak-pihak yang lebih dulu dan lebih mampu memanfaatkan program-program tersebut. Ini berarti program-program tersebut ada tetapi manfaatnya tidak sampai pada sasaran yang telah ditentukan. Selain itu pertanian yang masih menjadi sumber utama mata pencaharian dari tiga perempat penduduk dunia, pertanian merupakan aktifitas budaya maupun ekonomi. Persetujuan tentang pertanian AoA=Agreement on agriculturale adalah sistem yang mendasarkan diri pada aturan liberalisasi perdagangan di bidang pertanian. Sistem ini didesakkan oleh Amerika Serikat beserta sejumlah koorporasi agribisnis multinasionalnya. Mereka berupaya memaksakan suatu sistem persaingan global yang tidak seimbang di sektor pertanian domestik. Caranya yaitu dengan melumpuhkan kemampuan atau ketahanan pertanian- pertanian rakyat. Upaya pemaksaan ini tak lain agar petani tak mampu bersaing dengan berbagai produk impor dari negara mereka. Alhasil berjuta-juta petani kecil tersingkir dari tanah mereka, dan untuk beberapa saat kemudian terwujudlah ”program penciptaan pengungsi terbesar di dunia”. Dengan demikian maksud dan tujuan korporrasi-korporasi global untuk menguasai pertanian semakin memperoleh jaminan Wibowo, 138: 2003. Universitas Sumatera Utara

2.5. Kesejahteraan Sosial