membentuk nilai – nilai etika persahabatan sehingga menjadi nilai yang betul tertanam dalam diri setiap siswa.
Program ini untuk membangun komitmen, antara lain Kasih Sayang, Baik Budi, Harmoni dan Tanggung Jawab.
1. Kasih sayang, berkonotasi cinta. Saling berbagi, saling memberi, membuat
orang lain merasa nyaman, menghilangkan rasa marah Diane Tillman dan Diana Hsu, 2004.
2. Baik budi, berkonotasi memberi dengan tulus, berbuat jujur, membantu orang
yang sedang dalam kesulitan, rendah hati, menerima apa adanya, adil dan toleransi
3. Harmoni, dikonotasikan sebagai prinsip hidup bersama dengan damai, toleran,
tenang, saling menghargai dan saling mengakui adanya perbedaan. 4.
Tanggung jawab, berkonotasi melakukan sesuatu dengan sebaik – baiknya, membantu orang lain ketika mereka membutuhkan bantuan, menjaga,
merawat barang, diri sendiri, mampu menciptakan dunia yang lebih baik.
2.1.5 Dampak Perilaku Bullying
Peristiwa bullying yang dialami korban ternyata menimbulkan dampak
negatif pada dirinya, baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Bullying ternyata tidak hanya menimbulkan dampak negatif dalam segi psikologis, namun
juga dari segi fisik. Riauskina, Djuwita, dan Soesetio 2005 menyebutkan bahwa salah satu dampak dari bullying yang jelas terlihat adalah kesehatan fisik.
Beberapa dampak fisik yang biasanya ditimbulkan bullying adalah sakit kepala,
sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Bagi para korban bullying yang mengalami perilaku agresif langsung juga mungkin mengalami
luka-luka pada fisik mereka. Bullying mungkin merupakan bentuk agresivitas antarsiswa yang memiliki
akibat paling negatif bagi korbannya. Hal tersebut disebabkan karena dalam peristiwa bullying terjadi ketidakseimbangan kekuasaan dimana para pelaku
memiliki kekuasaan yang lebih besar sehingga korban merasa tidak berdaya untuk melawan mereka. Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa korban
bullying akan cenderung mengalami berbagai macam gangguan yang meliputi kesejahteraan psikologis yang rendah low psychological well-being, penyesuaian
sosial yang buruk, gangguan psikologis, dan kesehatan yang memburuk Rigby, dalam Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, 2005.
Korban bullying juga bisa mengalami penyesuaian sosial yang buruk
sehingga ia terlihat seperti membenci lingkungan sosialnya, enggan ke sekolah, selalu merasa kesepian, dan sering membolos sekolah. Apabila kita melihat lebih
jauh lagi maka korban bullying juga dapat memancing timbulnya gangguan psikologis rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri,
dan gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma post-traumatic stress disorder. Seorang psikolog terkemuka bernama Abraham Maslow menyebutkan bahwa
manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang
paling rendah bersifat dasarfisiologis sampai yang paling tinggi aktualisasi diri. Maslow menjelaskan bahwa seseorang baru dapat melakukan aktualisasi
diri, yaitu keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri, apabila orang tersebut telah merasa bahwa kebutuhan fisiologis seperti makan dan
minum, rasa aman, kebutuhan sosial, dan kebutuhan akan harga diri telah terpenuhi dengan baik.
Seorang yang menjadi korban bullying dapat mengalami kesulitan untuk bersosialisasi dengan lingkungannya, selalu merasa ketakutan dan tidak aman,
bahkan merasa bahwa dirinya tidak lagi mempunyai harga diri akibat perilaku bullying yang diterimanya. Memahami teori Maslow maka hal tersebut dapat
membuat korban bullying kesulitan untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya.
Salah satu contohnya adalah sebuah kisah nyata yang penulis dapatkan dari seorang siswa. Ia adalah seorang anak yang mempunyai potensi besar dalam
bidang sepakbola sehingga dirinya memutuskan untuk bergabung dalam eskul sepakbola di sekolahnya dengan harapan dapat lebih mengembangkan potensinya.
Namun apa yang terjadi? Ternyata sejak bergabung di eskul tersebut, dirinya kerap kali menjadi korban bullying dari kakak-kakak kelas yang juga anggota
eskul tersebut. Pada akhirnya, akibat rasa takut dan cemas yang terus menerus oleh perilaku bullying yang diterimanya, membuat dirinya kesulitan untuk
mengembangkan potensi yang ada di dalam dirinya. Sayang sekali, padahal siswa tersebut sebenarnya dapat membantu sekolahnya untuk mencetak prestasi dalam
bidang sepakbola dengan potensi yang dimilikinya namun karena bullying, hal tersebut tidak dapat terwujud.
2.2 Konsep Diri 2.2.1 Pengertian Konsep Diri