Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Partai Keadilan Sejahtera PK-Sejahtera merupakan pelanjut perjuangan Partai Keadilan PK yang dalam pemilu 1999 lalu meraih 1,4 juta suara 7 kursi DPR, 26 kursi DPRD Propinsi dan 163 kursi DPRD KotaKabupaten 1 . Pada 20 Juli 1998 PKS berdiri dengan nama awal Partai Keadilan disingkat PK dalam sebuah konferensi pers di Aula Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta. Presiden ketua partai ini adalah Nurmahmudi Ismail. Pada 20 Oktober 1999 PK menerima tawaran kursi kementerian Kehutanan dan Perkebunan Hutbun dalam kabinet pemerintahan KH Abdurrahman Wahid, dan menunjuk Nurmahmudi Ismail saat itu presiden partai sebagai calon menteri. Nurmahmudi kemudian mengundurkan diri sebagai presiden partai dan digantikan oleh Hidayat Nur Wahid yang terpilih pada 21 Mei 2000. Pada 3 Agustus 2000 Delapan partai Islam PPP, PBB, PK, Masyumi, PKU, PNU, PUI, PSII 1905 menggelar acara sarasehan dan silaturahmi partai-partai Islam di Masjid Al Azhar dan meminta Piagam Jakarta masuk dalam Amandemen UUD 1945. Akibat UU Pemilu Nomor 3 Tahun 1999 tentang syarat berlakunya batas minimum keikut sertaan parpol pada pemilu selanjutnya electoral threshold dua 1 Navis, ”Sejarah PK Sejahtera,” artikel diakses tanggal 21 Januari 2010, dari http:www.pk- sejahtera.orgv2index.php?op=rubidrub=1105sel=0, 1 persen, maka PK harus merubah namanya untuk dapat ikut kembali di Pemilu berikutnya. Pada 2 Juli 2003, Partai Keadilan Sejahtera PKS menyelesaikan seluruh proses verifikasi Departemen Kehakiman dan HAM Depkehham di tingkat Dewan Pimpinan Wilayah setingkat Propinsi dan Dewan Pimpinan Daerah setingkat KabupatenKota. Sehari kemudian, PK bergabung dengan PKS dan dengan penggabungan ini, seluruh hak milik PK menjadi milik PKS, termasuk anggota dewan dan para kadernya. Dengan penggabungan ini maka PK Partai Keadilan resmi berubah nama menjadi PKS Partai Keadilan Sejahtera. Setelah Pemilu 2004, Hidayat Nur Wahid Presiden PKS yang sedang menjabat kemudian terpilih sebagai ketua MPR masa bakti 2004-2009 dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden PK Sejahtera. Pada Sidang Majelis Syuro I PKS pada 26 - 29 Mei 2005 di Jakarta, Tifatul Sembiring terpilih menjadi Presiden PK Sejahtera periode 2005-2010. R. William Liddle, seorang guru besar di Departemen Ilmu Politik Ohio State University, dalam bukunya Revolusi dari Luar; Demokatisasi di Indonesia 2005, menyatakan bahwa pada pemilu 1999 dan 2004, telah terjadi pertarungan ideologi yang kemudian menjelma dengan kekuatan politik. PKS adalah salah satu partai yang muncul dari ideologi Islam modernis yang dianut oleh para elit-elit partai, dan menjadikan ideologi ini sebagai ikon untuk mobilisasi dan maksimalisasi suara.. Inilah kemudian yang membuat sebagian orang menyebut PKS juga partai-partai lain yang mengandalkan religio-ideological cleavages sebagai ikon untuk mobilisasi dan maksimalisasi suara dengan sebutan “politik aliran”. 2 Konsep aliran pertama kali diciptakan oleh antropolog Clifford Geertz dalam tulisan The Javanese Village 1959, untuk menggambarkan struktur sosial dan politik desa di daerah Jawa pada awal zaman kemerdekaan. Dua tahun 1952-1954 Geertz tinggal di Pare Jawa Timur, sebelum dia akhirnya mengenalkan konsep ini kepada dunia ilmiah 2 . Pola pembentukan aliran dalam politik Indonesia merupakan ekses dari pengaruh politik etis kolonial Belanda 3 . Penelitian Geertz 4 bahkan mengamati bahwa kebijakan agraria pemerintah Belanda, khusunya apa yang dinamakan Cultuur Stelsel, sistem pertanian tanam paksa, berusaha melindungi atau melestarikan struktur sosial dan politik tradisional orang Jawa. Penjajah Belanda juga berusaha untuk mengisolasi masyarakat Jawa dari dunia luar, atau dalam bahasa Geertz “hasil pertanian Jawa, tetapi bukan rakyatnya, mau dimasukkkan ke dunia modern”. Yang dimaksud dengan politik aliran adalah kelompok sosio-budaya yang menjelma sebagai organisasi politik. Pada tahun 1950-an, Clifford Geertz menemukan empat aliran besar dalam masyarakat Jawa yaitu : PNI yang mewakili golongan priyayi, PKI yang mewakili golongan abangan, Masyumi sebagai wakil dari santri modernis, serta NU yang merupakan wakil santri tradisionalis. Dengan demikian pembentukan partai politik pada awal kemerdekaan mengikuti garis-garis 2 R. William Liddle. Revolusi dari Luar: Demokratisasi di indonesia Jakarta: Nalar, 2005, h. 105. 3 Daniel S. Lev. Partai-partai Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer 1950- 1957 Dan Demokrasi Terpimpin 1957-1965. Dalam Ichlasul Amal. Teori-teori Mutakhir partai Politik Tiara Wacvana Yogya, 1996, h. 131. 4 R. William Liddle. Revolusi dari Luar: Demokratisasi di Indonesia, h. 106. 3 pengelompokkan yang sudah ada, baik menurut kelompok-kelompok suku bangsa, etnik ataupun agama dan kepercayaan 5 . Dari berbagai aliran pemikiran itu, nampaknya partai politik Islam memainkan peranan yang cukup penting pada masa kemerdekaan dan masa demokrasi parlementer. Pada masa kemerdekaan, Masyumi, misalnya, pandai dalam melihat suasa politik. Ia tak segan-segan berkoalisi dengan partai sekuler dalam suatu kabinet. Atau, ketika koalisi tidak terjadi, beberapa orang masyumi tetap menjadi anggota kabinet meski mengatasnamakan pribadi. Ini seperti yang terjadi pada kabinet Syahrir I, II dan III beberapa orang Masyumi masih dipercaya untuk menjadi menteri 6 . Pada masa orde baru pola aliran tercermin dalam politik elektoral saat Soeharto memaksakan semua partai santri bergabung kedalam Partai Persatuan Pembangunan PPP, dan semua partai priyayi, abangan, dan non-Islam berdifusi menjadi Partai Demokrasi Indonesia PDI. Pasca orde baru realitas politik yang didasarkan pada aliran bukan berangsur hilang, melainkan sebaliknya kian menonjol. R. William Liddle, guru besar di Departemen Ilmu Politik Ohio State University, dalam bukunya Revolusi dari Luar; Demokatisasi di Indonesia 2005 menyatakan bahwa pola aliran masih berlaku, dan dalam pemilu 1999 semua partai yang meraih 5 Daniel S. Lev Partai-partai Politik di Indonesia pada Masa Demokrasi Parlementer 1950- 1957 Dan Demokrasi Terpimpin 1957-1965. Dalam Ichlasul Amal. Teori-teori Mutakhir partai Politik, h. 132. 6 Ulfi Fauzi. “Konflik Politik Islam; Studi Kasus hubungan Masyumi dan NU pada Masa Sebelum dan Sesudah Demokrasi Terpimpin 1950-1956,” Skripsi S1 Jurusan Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuludin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005, h. 2. 4 suara terbanyak, kecuali Golkar merupakan perwujudan baru dari sistem aliran yang dilukiskan oleh Geertz. PDI-P merupakan kelanjutan secara organisatoris dan ideologis dengan PNI yang diciptakan Soekarno. Begitu juga dengan PKB, yang merupakan kelanjutan dari partai politik NU. Kita juga bisa mengaitkan, secara lebih longgar, antara PAN melalui Muhamadiyah sebagai santri modernis dengan Masyumi. PPP juga tidak bisa dilepaskan dari masa lalunya dengan NU ketika pada 1971 bersama partai-partai santri, berdifusi menjadi PPP. Sejarah terulang kembali dalam pemilu 2004. Ketika politik aliran mulai menemukan bentuknya lewat kemenangan partai-partai yang mengikuti pola aliran yang dirumuskan Geertz pada 1950-an, dengan beberapa pengecualian, yaitu suksesnya Partai Demokrat meraih sekitar 7,5 suara meski afiliasi alirannya samar- samar. Dalam konteks demikian penulis melihat bahwa politik aliran tengah bekerja di dalam kehidupan politik kita dewasa ini. Ia berperan sebagai instrumen untuk mobilisasi dan maksimalisasi dukungan 7 . Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya ketika setiap partai mlekatkan dirinya pada ideologi ataupun aliran. Pada pemilu 2009 kita dapat mengamati bahwa partai-partai politik telah mencanangkan keterbukaan partai mereka. Dalam artian 7 Bahtiar Effendy. Repolitisasi Islam: Pernahkah Islam Berhenti Berpolitik?. Bandung: Mizan, 2000, h. 202. 5 mereka mencari dukungan dari semua warga negara Indonesia, tanpa memandang agama, ideologi, ataupun etnis. Begitu pula dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan PDI-P yang selama ini dicitrakan sebagai partai ideologis yang berafiliasi kepada golongan abangan yang mulai merapat kepada kelompok-kelompok muslim. Salah satunya dengan membentuk Baitul Muslimin Indonesia yang merupakan organisasi sayap PDI-P yang didirikan untuk mendulang suara dari kelompok muslim. Disamping itu, Hidayat Nur Wahid, seorang yang memiliki basis massa muslim yang kuat, menjadi kandidat calon wakil presiden mendampingi Megawati dan menurut polling Pusat Kebijakan dan Pembangunan Strategies Desember 2008 pasangan Mega-Hidayat menembus angka 40,21 . Kedekatan PDI-P dengan kelompok muslim ini sungguh diluar dugaan, mengingat pada tahun 1999 sempat terjadi ketegangan antara parpol-parpol Islam dengan PDI-P, ditambah lagi dengan seruan Majelis Ulama Indonesia MUI dan ormas-ormas Islam untuk tidak memilih PDI-P yang menampilkan banyak caleg non- muslim. Oleh banyak kalangan ketegangan antara parpol dan ormas Islam disatu sisi dengan PDI-P pada sisi lainnya seringkali digambarkan sebagai ketegangan antara kelompok santri dan abangan. Demikian halnya dengan partai-partai lain yang mulai menyadari bahwa dalam konteks masyarakat majemuk seperti Indonesia, tampak ganjil jika hanya mengandalkan religio-ideological cleavages sebagai ikon untuk mobilisasi dan maksimalisasi suara. Karena dengan membuka diri, setiap partai dapat meraih 6 dukungan sebanyak mungkin dari beragam entitas, ras, agama dan golongan agar bisa memerintah negeri ini. Partai Keadilan Sejahtera adalah salah satu partai yang dilahirkan oleh rahim reformasi 1998. Awalnya, partai ini menjadikan Islam sebagai platform dan menjadikan penegakan syariat Islam sebagai tujuan partai dan bersama-sama partai Islam lain berjuang untuk mengembalikan tujuh kata dalam piagam Jakarta. 8 Dengan mengikuti pola aliran Geertz, Partai Keadilan Sejahtera PKS berfiliasi kepada santri modernis 9 . Dalam rangka pencapaian target 20 suara dalam pemilu 2009 mulai mengubah citra sebagai partai terbuka bagi semua kalangan, termasuk menerima pencalonan anggota legislatif dari kalangan non-muslim. Cara lain yang dilakukan PKS untuk merubah citra sebagai muslim eksklusif, dengan melakukan political marketing untuk merekayasa citra sebagai partai terbuka. Salah satunya iklan politik yang ditayangkan di stasiun televisi swasta nasional 9-11 November 2008, yang menampilkan delapan tokoh nasional dengan afiliasi aliran serta ideologi yang berbeda; KH. Hasyim Asy’ari, KH. Ahmad Dahlan, Jenderal Soedirman, Bung Tomo, Sukarno, Muhammad Natsir, dan Soeharto. Anis Matta, Sekjen PKS 10 , mengatakan bahwa era politik aliran di Indonesia dinilai sudah berakhir. Konstituen dalam Pemilu 2009 diprediksi akan lebih 8 Saiful Mujani. Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan partisipasi Politik di Indonesia Pasca –Ordebaru Jakarta : Gramedia, 2007, h. 71-72. 9 R. William Liddle. Revolusi dari Luar: Demokratisasi diIndonesia, h. 106. 10 Anis Matta, “Era Politik Aliran Sudah Berakhir,” artikel diakses tanggal 26 Januari 2010, dari http:www.pk-sejahtera.orgv2index.php?op=isiid=6757. 7 terpengaruh pada kinerja kader dan kredibilitas partai, ketimbang karena sentimen agama atau kelompok tertentu. Uniknya pernyataan ini disampaikan Sekretaris dalam acara temu muka Tim Delapan PKS dengan sejumlah tokoh nonmuslim Makassar di Hotel Clarion, Makassar. Oleh karena itu, menurut Anis, PKS berhasrat merangkul semua suku maupun agama yang ada di Indonesia untuk memenuhi target perolehan suara 20 persen dalam Pemilu 2009. Saat ini sudah waktunya bagi PKS untuk membuka diri, mengusung isu kemanusiaan tanpa dominasi agama. Selain itu, agenda PKS untuk mengusung isu kemanusiaan tanpa sekat apapun dalam persatuan bangsa adalah dengan menghapuskan anggapan awam bahwa partai selalu berorientasi tempat, tokoh, dan warna. Meski pada awalnya PKS ingin mencoba bermanuver dengan strategi lintas ideologi, tetapi dukungan terhadap PKS masih cenderung didominasi oleh kader- kader militannya. PKS tidak mampu menembus lintas batas ideologis politik aliran, dan kurang berhasil menyedot swing voters dan pemilih rasional. Ini terbukti dengan suara PKS yang relative stabil stagnan pada pemilu 2009 lalu 11 . Skripsi ini membahas pola aliran yang terjadi pada pemilu 2009 dengan menjadikan Partai Keadilan Sejahtera sebagai sampel. Pemilihan Partai Keadilan sejahtera didasarkan atas konsistensinya memmperjuangkan syariat Islam dan aktifitas dakwah yang dilakukan melalui partai politik. Tulisan ini juga relevan untuk melihat ketegangan-ketegangan yang terjadi antara meminjam istilah Geertz santri 11 Moch. Nurhasim, ”Hasil Pemilu 2009 dan Perubahan Peta Politik,” artikel diakses tanggal 26 Januari 2010, dari http:www.politik.lipi.go.idindex.phpinkolom42-hasil-pemilu-2009-dan- perubahan-peta-politik. 8 modernis dan tradisional. Dengan melihat pola-pola aliran yang terjadi pada partai- partai Islam, kita juga akan melihat peta-peta politik umat Islam pada pemilu 2009.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah