BAB KETIGA : Menggambarkan secara umum kondisi obyektif masyarakat kecamatan ciomas mengenai letak geografis, keadaan demografis, pasangan suami isteri
yang melakukan perceraian,kondisi social keagamaan, masyarakat dan social perekonomian kecamatan ciomas tersebut.
BAB KEEMPAT : Berisi tentang tinjauan hukum yang mengatur masalah perceraian yang pembahasanya meliputi pelaksanaan perceraian yang di lakukan di kecamatan
ciomas, factor penyebab perceraian diluar pengadilan agama dan pendapat pihak-pihak terkait tentang masalah ini.
BAB KELIMA : Merupakan BAB penutup yang berisikan beberapa kesimpulan dan juga memuat saran-saran.
BAB II PENGERTIAN PERCERAIAN
A. Pengertian Perceraian
Perceraian menurut bahasa indonesia berarti pisah atau putus hubungan dengan sebagai suami isteri. Sedangkan perceraian menurut istilah fiqh adalaha berasal dari kata
“talak” berarti “pisah”.
16
kemudian yang berfungsi pembentuk kata benda abstrak kemudian menjadi perceraian yang berarti hasil dari perbuatan cerai.
Perceraian dalam istilah fiqih disebut talaq atau furqah. Talak berarti pembuka ikatan atau membatalkan perjanjian. Furqah berarti bercerai lawan dari berkumpul kemudian
perkataan ini di jadikan istilah oleh hali fiqih yang berarti perceraian antara suami istri.
17
Sedangkan menurut syara‟ ialah melepaskan ikatan perkawinan dengan mengucapkan lafadz talaq atau yang semakna dengannya.
Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena beberapa hal, yaitu karena terjadinya talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap isterinya atau akrena perceraian
yang terjadi antara keduanya. Hal-hal yang menyebabkan putusnya perkawinan tersebut akan dibahas menurut Hukum Islam dan hukum positif serta tata caranya pada bab ini.
Diantara para ulama‟ ada yang memberi pengertian talaq ialah melepaskan ikatan nikah pada waktu sekarang dan yang akan datang dengan lafadz talaq atau dengan lafadz
yang semakna dengan itu. Dalam istilah fiqih, perkataan talaq mempunyai dua arti yaitu arti yang sudah umum
dan arti yang khusus. Talaq menurut arti yang umum ialah segala bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami yang ditetapkan oleh hakim maupun perceraian yang jatuh
dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalkan salah satu pihak. Talaq dalam arti khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh suami.
18
1. As Sayid Sabiq memberikan definisi talaq sebagai berikut :
16
Departemen pendidikan dan kebudayaan, kamus besar bahasa indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, h. 168.
17
Muhammad baghir al habsyi, fiqh praktis menurut Al Qur’an, As-Sunnah dan pendapat para ulama,
bandung : Mizan , 2002,cet, 2, h. 81.
18
Djamil latief, aneka hukum perceraian di indonesia.Jakarta : Ghalia Indah, 1985 cet, 2. H. 35.
ةْيج ز ا ةق اع إ ْا نإ جا ز ا ةطبار ح
19
Artinya : “melepaskan tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami isteri.”
2. Sedangkan Abu Zakaria memberikan definisi talak sebagai berikut
ْحن ا ط ا ظْ ب حا ا دْقع ح
20
Artinya : “Melepas tali akad nikah dengan kata talak dan semacamnya.”
3. Menurut Mazhab Hanafi Dan Hambali yaitu sebagai pelepasan ikatan perkawinan
secara langsung atau pelepasan perkawinan dimasa yang akan datang. 4.
Menurut Mazhab Syafi‟I, talak adalah pelepasan akad nikah dengan lafal talak atau yang semakna dengan lafal itu.
5. Menurut Mazhab Maliki, talak adalah sebagai suatu sifat hukum yang
menyebabkan gugurnya kehalalan hubungan suami isteri.
21
Setelah dipaparkan beberapa talak diatas dapat di ambil kesimpulan, bahwa talak adalah menhilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan
itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, dan ini terjai dalam talak Ba‟in, sedangkan arti
mengurangi pelepasan perkawinan adalah berkurangnya jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dari dua menjadi satu dan dari satu menjadi hilang hak talak
itu, yaitu terjadi p ada talak Raj‟i.
Seperti diketahui bahwa ikatan pernikahan merupakan ikatan yang suci dan kuat, serta mempunyai tujuan antara lain persatuan bukan perpisahan. diperbolehkan talak
19
Abdurrahman ghazali, fiqh munakahat,bogor: Pranada Media, 2003, cet. 1, h. 192.
20
Ibid., h. 192
21
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, “Nikah”, ensiklopedi islam, Jakarta : PT. Ichtiar Baru van Hoenev, 1994, cet 2, jilid 4, h. 3
hanyalah dalam keadaan tertentu saja apabila tidak ada jalan lain yang lebih baik selain talak, namun akan berbahaya bila talak dibebaskan begitu saja, oleh karena itu Islam
mengatur masalah talak, sesuai dengan konsep pokok sebagai berikut : 1.
Talak tetap ada ditangan suami sebab suami mempunyai sikap rasional sedangkan istri bersikap emosional.
2. Talak dijatuhkan oleh pihak suami atau pihak lain atas nama suami, seperti
Pengadilan Agama. 3.
Istri berhak mengajukan talak kepada suami dengan alasan tertentu lewat Qadi.
4. Talak bisa kembali lagi antara suami istri sesuai dengan ketentuan agama.
5. Bagi mantan istri ada masa iddah dan memiliki hak menerima mut‟ah dan nafkah
dari mantan suami.
22
Sebagai mana pernikahan yang mempunyai syarat dan hukum nikah, maka talak pun memilki sayarat dan rukun talak.
Rukun talak ada tiga yaitu : 1.
Suami yang mentalak.
2. Istri yang ditalak.
3. Ucapan yang digunakan untuk mentalak, adapun ucapan talak itu ada dua macam :
a Ucapan sharih, yaitu ucapan yang tegas maksudnya untuk mentalak. Talak itu
jatuh jika seseorang telah mengucapkannya dengan sengaja walaupun hatinya tidak berniat menalak istrinya.
22
Slamet abiding, fiqh munakahat, bandung: CV, Pustaka setia, 1999. Cet, ke-1. H. 16.
b Ucapan Kinayah, yaitu ucapan yang tidak jelas maksudnya, mungkin ucapan itu
masksudnya tidak lain. Ucapan talak kinyah memerlukan adanya niat, artinya jika ucapan talak itu dengan niat syahtalaknya dan jika tidak disertai dengan niat
maka talaknya belum jatuh. Ucapan kinayah antara lain misalnya: 1
Pulanglah engkau kepada ibu bapakmu. 2
Kawinlah engkau dengan orang lain. 3
Saya sudah tidak hajat lagi denganmu 1.
Untuk syahnya talak, suami yang menjatuhkan talak disyaratkan :
a. Berakal, suami yang gila dalam arti hilang akal atau rusak akal karena sakit
tidak jatuh talak. b.
Baligh, tidak dipandang jatuh talak yang dinyatakan oleh orang yang belum dewasa.
c. Atas kemauan sendiri, yang dimaksud dengan kemauan sendiri disini adalah
adanya kehendak pada diri sendiri suami untuk menjatuhkan talak itu dan dijatuhkan pilihan sendiri, bukan dipaksa orang lain.
2. Untuk sahnya talak bagi istri yang ditalak disyarakan sebagai berikut:
a. Istri itu masih tetap berada dalam perlindungan kekuasaan suami.
b. Kedudukan istri yang ditalak itu harus berdasarkan aras akad perkawinan yang
sah.
3. Untuk sahnya sighat talak harus berdasarkan dengan apa yang telah dijelaskan
diatas, yakni kinayah dan sharih.
23
Qasdhu sengaja, artinya bahwa dengan ucapan tidak itu memang dimaksudkan oleh yang mengucapkannya untuk talak, bukan untuk maksud lain.
24
Setidaknya ada empat kemungkinan yang terjadi dalam keluarga yang dapat memicu timbulnya keinginan untuk
memutus atau terputusnya perkawinan. Diantaranya adalah : a.
Terjadi nusyuz dari pihak suami. b.
Terjadi nusyuz dari pihak istri.
c. Terjadinya perselisihan atau percekcokan antara suami istri.
d. Terjadinya salah satu pihak melakukan zina, yang menimbulkan saling tuduh
menuduh antara keduanya. Didalam kitab-kitab undang-undang Hukum Perdata Burgerlijk Wetboek putusnya
perkawinan dipakai istilah “pembubaran perkawinan” ont binding deshuweliks.
25
yang diatur dalam bab X dengan tiga bagian, yaitu tentang pembubaran perkawinan pada
umumnya pasal 199, tentang pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang pasal 200-2006 b, tcntang perseraian perkawinan pasal 207-232 a, dan yang tidak
dikenal dalam hukumadat atau hukum agama Islam walaupun kenyataanya juga terjadi, ia “ah bab XI tentang pisah meja dan ranjang pasal 233-249.
23
Pugung Solahudin, prosedur perceraian di pengadilan agama, Jakarta: Djambatan. 2010, cet ke-1 h. 14.
24
Abbdurrahman ghazali, op cit, h. 204.
25
Hilman adikusuma, hukum perkawinan indonesia,bandung: mandar maju, 1990, cet ke-1 h. 160.
Disini penulis hanya akan menjelaskan tentang perceraian perkawinan. perceraian menurut Subekti, perceraian adalah penghapusan perkawinan dengan putus hakim atau
tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu.
26
“ menurut ketentuan pasal 39 diregaskan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan didepan siding pengadilan setelah
pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Selain dalam hukum perdata BW masalah perceraian juga diatur dalam kompilasi hukum Islam dan Undang-undang nomor I tahun 1974 tentang perkawinan. Dibidang
perkawinan Buku 1, kompilasi hukum Islam dalam berbagai hal rujuk kepada pendapat fuqaha yang sangat di kenal dikalangan ulama dan masyarakat islam Indonesia. Hal itu
menunjukan bahwa kompilasi hukum Islam menjadi pelaksanaan bagi peraturan perundang-undangan, terutama yang berkenaan dengan keberlakuan hukum Islam bagi
orang Islam dibidang perkawinan sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 2 ayat 1 Undang-Undang No I Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
27
Menurut Kompilasi Hukum Islam. Cerai talak adalah ikrar suami dihadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, 131 II sesuai dengan pasal 117 KHI.
28
Kompilasi Hukum Islam pasal 116 merumuskan alasan-alasan perceraian menjadi beberapa bagian, perceraian dapat terjadi karena alasan-alasan :
26
Subekti, pokok-pokok hukum perdata,jakarta: intermasa, 2001, cet. Ke-29, h. 42.
27
Cik hasan bisri, kompilasi hokum islam dna pengadilan agama dalam system hokum nasional,Jakarta: PT. Logos wacana ilmu, 1999, cet, ke-2, h,12.
28
Abdul manan M. fauzan, pokok-pokok hukum perdata,Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2002, cet. Ke-2, h. 28.
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkannya. Secara umum zina bagi orang yang terikat perkawina ialah hubungan kelamin
yang dilakukan oleh suami atau istri dengan seseorang yang berlainan sex. Hal lain yang dapat dijadikan alasan perceraian, salah satu menjadi pemabuk,
pemadat, penjudi atau kebiasaan lainnya yang tidak bisa disembuhkan. Sebab, semua kebiasaan itu selain melanggar larangan agama juga meugikan diri sendiri,
keluarga dan masyarakat. Hingga bila suami atau istri ada yang memiliki kebiasaan tersebut, kemudian salah satu pihak menggugat maka pengadilan dapat
mengabulkannya. b.
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selam dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya. jadi bila suami meninggalkan istri atau istri meninggalkan suaami selama dua
tahun tanpa izin dan alasan yang sah maka bisa dijadikan alasan perceraian. Meniggalkan pihak lain, setidaknya harus memenuhi kriteria berikut ini:
1. Tindakan meninggalkan pihak lain sebagai kesadaran kehendak bebas Willfuly
deseri and absens. 2.
Bukan karena ada satu sebab memaksa yang dapat dilakukan, seperti suami atas perintah jabatan dipindahkan ketempat lain.
3. Tindakan disersi tersebut tanpa ada izin dan persetujuan pihak lain.
4. Perbuatan tersebut harus berturut-turut untuk waktu minimal dua tahun.
29
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlangsung. Dari rumusan tersebut dipahami baik suami maupun istri dapat menuntut
perceraian jika salah satu pihak mendapat hukuman badan life imprisontment, namun itu hal itu baru merupakan alasan, bila hukuman badan tersebut dijatuhkan
setelah terjadi perkawinan. Permasalahan alasan ini sangat sederhana, dan penerapannya tidak
memerlukan penafsiran. Artinya dalam pasal 23 peraturan pemeintah no 91975 tentang pencatatan perkawinan jo. Pasal 74 Undang-Undang No 7 Tahun 1989
tentang Pengadilan Agama yang diamandemen Undang-Undang No 3 Tahun 2003 Tentang Peradilan Agama menetukan bahwa “salinan” putusan pidana yang
bersangkutan suami istri. Langsung dianggap mempunyai kekuatan pembuktian “ yang menentukan” beslisende bewijskracht atau mempunyai kekuatan
pembuktian yang “memaksa” dwirgend bewijskracht.
30
d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat ayang
membahayakan pihak lain. Dalam hal ini M.Yahya Harahap memberikan penafsiran bahwa kekejaman
tidak hanya bersifat fisik, tapi bisa juga kekejaman terhadap mental, seperti penghinaan, penistaan, caci maki, selalu marah akibat cemburu yang berlebihan
atau suami yang berlaku dictator, sering berkata kasar atau berkata kotor. Sebab
29
Ibid, h. 140.
30
M. yahya harahap, kedudukan dan kewenangan dan acara peradilan agama, Jakarta: Pustaka Karimi, 1997. Cet, ke- 3, h. 295.
kekejaman itu pada dasarnya sama dengan penderitaan batin yang fapat menghancurkan ketenangan jiwa pikiran yang berdampak membahayakan jasmani
maupun rohani.
31
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajiba sebagai suami istri. Maksud “cacat badan” atau “penyakit” disini ialah cacat jasmani atau rohani
yang tidak dapat dihilangkan atau sekalipun dapat sembuh atau hilang tapi dalam waktu yang lama.
32
sehingga kondisi tersebut, dapat menghalangi salah satu pihak menjalankan kewajiban masing-masing sebagai suami istri.
Selanjutnya dalam memeriksa perkara permohonan perceraian dan alasan cacat badan atau penyakit, apakah benar salah satu pihak suami atau istri mendapat
cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban masing-masing, bisa dibuktikan lewat pemeriksaan diri ke dokter, yang dijadikan
alat bukti di pengadilan.
33
Sesungguhnaya, bukan fakta-fakta atau penyakit yang harus dibuktikan. Hal ini ditekankan agar hakim tidak gampang mengablkan perceraian atas alasan cacat
atau sakit, akan tetapi tidak dianjurkan agar bersikap kaku. Barangkali secara asuitik dapat dipegang pendapat Ibnu Syikah Al-Zuhri, Syuraih dan abu Tsaur
yang antara lain dapat disadur, kalau penyakit itu sudah parah sehingga telah
31
Ibid, h. 144.
32
Kamal muchtar, asas-asas hukum islam tentang perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, cet, ke-1.h. 195.
33
Undang-Undang Peradilan Agama, UU No 3 tahun 2006, jakarta: sinar grafika, 2007.
menghancurkan sendi-sendi kesejahteraan dan kehidupan rumah tangga dapat dibenarkan terjadinya perceraian.
34
f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan, pertengkaran dan tidak
ada harapan akan rukun lagi dalam rumah tangga. Alasan ini menurut bahasa al-
quran disebut shiqoq”shiqoqa” perceraian yang terjadi karena percekeokan terjadi terus menerus antara suami dengan istri sehingga memerlukan
campur tangan dua orang hakim juru damai dari pihak suami atau istri.
35
Dalam penjelasan pasal 76 ayat I Undang-undang No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
dikatakan shiqoq adalah peradilan yang tajam dan terus menerus antara suami istri.
36
Menurut Undang-undang No. I tahun 17974 tetang perkawinan, cerai talak adalah seorang suami yanag beragama Islam yang akan mencaraikan istrinya mengajukan
permohonan kepada pengadilan untuk mengadakan sidan guna penyaksian ikrar talak,. Menurut hukum positif : bahwa dalam setiap perceraian yang terjadi harus mengajukan
gugatan perceraiannya ke Pengadilan Agama bagi warga Negara yang beragama Islam dan ke Pengadilan Negeri bagi warga Negara yang beragama non muslim, sesuai dengan
KUHP Perdata pasal 207, tuntutan untuk perceraian, harus diajukan kepada pengadilan negeri.
B. Alasan perceraian