92
BAB IV UPAYA PIHAK ISTRI YANG MENGASUH ANAK JIKA KEBUTUHAN
ANAK TIDAK SESUAI DENGAN YANG DIPUTUSKAN OLEH PENGADILAN
A. Keputusan Pengadilan Mempunyai Daya Paksa
Undang-undang Perkawinan mengatur hak dan kewajiban orang tua dan anak yang menyangkut beberapa hal, yang salah satunya bahwa kedua orang tua wajib
memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. kewajiban orang tua yang dimaksud tersebut berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri,
meskipun perkawinan kedua orang tua putus.
104
1. Pengertian Keputusan Pengadilan
a. Pengertian Putusan
Hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan - peraturan yang memuat tata cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan tata
cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan - peraturan hukum perdata. Hukum acara perdata merupakan
hukum formil yang harus dijalani sesuai dengan apa yang telah diatur didalamnya. Tanpa adanya hukum acara perdata, maka mustahil hukum perdata materiil dapat
dilaksanakan. Tujuan dari suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk mendapatkan
penentuan bagaimanakah hukumnya dalam suatu kasus, yaitu bagaimanakah
104
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta, 2005, hal 188.
92
Universitas Sumatera Utara
93
hubungan hukum antara dua pihak yang berperkara itu seharusnya dan agar segala apa yang ditetapkan itu direalisir, jika perlu dengan paksaan.
105
Putusan pengadilan adalah merupakan salah satu dari dari hukum acara formil yang akan dijalani oleh para pihak yang terkait dalam perkara perdata. Dari beberapa
proses yang dilakukan oleh para pihak yang berperkara, putusan dan bagaimana putusan itu dilaksanakan adalah tahapan yang menjadi tujuan. Oleh karena itu penulis
akan menguraikan secara lebih detail bagaimana tata cara dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh hakim dalam mumbuat sebuah putusan. Karena apabila terdapat
suatu yang belum atau tidak terpenuhi sesuai dengan ketentuan atau syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang maka putusan yang dihasilkan menjadi cacat hukum
dan bahkan akan menjadi batal demi hukum.
106
Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara
perdata. Setiap putusan pengadilan tertuang dalam bentuk tertulis, yang harus ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan hakim-hakim anggota yang ikut serta
memeriksa dan memutuskan perkara serta panitera pengganti yang ikut bersidang Pasal 25 ayat 2 UU No.42004.
Penjelasan pasal 60 undang – undang Nomor 7 tahun 1989 memberi definisi tentang putusan sebagai berikut: Putusan adalah keputusan pengadilan atas perkara
gugatan berdasarkan adanya suatu sengketa. Sedangkan H.A. Mukti Arto, Memberi
105
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Bandung, 1977, hal. 23.
106
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004, Tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 19
Universitas Sumatera Utara
94
definisi terhadap putusan, bahwa : Putusan ialah pernyataan Hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum,
sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan. Menurut Sudikno Mertokusumo, Putusan hakim adalah : “suatu pernyataan
yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para
pihak”.
107
Putusan hakim atau yang lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan adalah merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh para pihak yang berperkara
guna menyelesaikan sengketa yang dihadapi, dengan putusan hakim akan mendapatkan kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi.
108
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, suatu putusan hakim merupakan suat pernyataan yang dibuat secara tertulis oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi
wewenang untuk itu yang diucapkan dimuka persidangan sesuai dengan perundangan yang ada yang menjadi hukum bagi para pihak yang mengandung perintah kepada
suatu pihak supaya melakukan suatu perbuatan atau supaya jangan melakukan suatu perbuatan yang harus ditaati.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBG, apabila pemeriksaan perkara selesai, Majelis hakim karena jabatannya melakukan musyawarah untuk
107
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, penerbit: Liberty, Jogyakarta, 1993, Hal. 174.
108
Moh. Taufik Makarao, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, Cet. I, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, Hal 124.
Universitas Sumatera Utara
95
mengambil putusan yang akan diajukan. Proses pemeriksaan dianggap selesai apabila telah menempu tahap jawaban dari tergugat sesuai dari pasal 121 HIR, Pasal 113 Rv,
yang dibarengi dengan replik
109
dari penggugat berdasarkan Pasal 115 Rv, maupun duplik
110
dari tergugat, dan dilanjutkan dengan proses tahap pembuktian dan konklusi.
111
Jika semua tahapan ini telah tuntas diselesaikan, Majelis menyatakan pemeriksaan ditutup dan proses selanjutnya adalah menjatuhkan atau pengucapan
putusan. Mendahului pengucapan putusan itulah tahap musyawarah bagi Majelis untuk menentukan putusan apa yang hendak dijatuhkan kepda pihak yang berperkara.
Perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan putusan pada uraian ini adalah putusan peradilan tingkat pertama.
Untuk dapat membuat putusan pengadilan yang benar-benar menciptakan kepastian dan mencerminkan keadilan bagi para pihak yang berperkara, hakim harus
mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan peraturan hukum yang akan ditetapkan baik peraturan hukum tertulis dalam perundang - undangan maupun
peraturan hukum tidak tertulis atau hukum adat. Bukan hanya yang diucapkan saja tetapi juga pernyataan yang dituangkan
dalam bentuk tulisan dan diucapkan oleh hakim di muka sidang karena jabatan ketika bermusyawarah hakim wajib mencukupkan semua alasan-alasan hukum yang tidak
dikemukakan oleh kedua belah pihak. Hakim wajib mengadili semua bagian
109
Jawaban atas tangkisan terdakwa atau pengacaranya
110
Jawaban kedua sebagai jawaban atas replik
111
Kesimpulan pendapat
Universitas Sumatera Utara
96
gugatan.Pengadilan menjatuhkan putusan atas hal-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih dari yang digugat.
b. Jenis-Jenis Putusan
Dalam penyusunan Hukum Acara Perdata telah dibuat sedemikian rupa agar prosesnya dapat berjalan secara cepat, sederhana, mudah dimengerti dan tentunya
dengan biaya yang murah. Menurut bentuknya penyelesaian perkara oleh pengadilan dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu: a. Putusan vonis : Suatu putusan diambil untuk memutusi suatu perkara
b. Penetapanbeschikking : suatu penetapan diambil berhubungan dengan suatu permohonan yaitu dalam rangka yang dinamakan “yuridiksi voluntair”
Sedangkan menurut golongannya, suatu putusan pengadilan dikenal dua macam pengolongan putusan yakni :
1. Putusan Sela Putusan interlokutoir Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang
diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Dalam hukum acara dikenal macam putusan sela yaitu :
1 Putusan Preparatuir, putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan
untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir 2
Putusan Interlocutoir, putusan yang isinya memerintahkan pembuktian karena putusan ini menyangkut pembuktian maka putusan ini akan
mempengaruhi putusan akhir
Universitas Sumatera Utara
97
3 Putusan Incidental, putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu
peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa. 4
Putusan provisional, putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahulu
guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
112
2. Putusan Akhir Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat
pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan MA. Macam-macam putusan akhir adalah :
1 Putusan Declaratoir, putusan yang sifatnya
hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata, misalnya menerangkan bahwa
A adalah ahli waris dari B dan C. 2
Putusan Constitutif, putusan yang sifatnya meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru, misalnya
putusan yang menyatakan seseorang jatuh pailit. 3
Putusan Condemnatoir, putusan yang berisi penghukuman, misalnya pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah berikut
bangunan yang ada diatasnya untuk membayar hutangnya.
113
c. Asas Putusan Hakim
112
Subekti, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Bandung, 1989, Hal. 129
113
Ibid , Hal. 130
Universitas Sumatera Utara
98
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 178 H.I.R, Pasal 189 R.Bg. dan beberapa pasal dalam Undang – undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman,
maka wajib bagi hakim sebagai aparatur Negara yang diberi tugas untuk itu, untuk selalu memegang teguh asas-asas yang telah digariskan oleh undang-undang, agar
keputusan yang dibuat tidak terdapat cacat hukum, yakni : 1.
Memuat Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci Menurut asas ini setiap putusan yang jatuhkan oleh hakim harus berdasarkan
pertimbangan yang jelas dan cukup, memuat dasar dasar putusan, serta menampilkan pasal pasal dalam peraturan undang – undang tertentu yang berhubungan dengan
perkara yang diputus, serta berdasarkan sumber hukum lainnya, baik berupa yurisprudensi, hukum kebiasaan atau hukum adapt baik tertulis maupun tidak tertulis,
sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang – undang No. 4 tahun 2004 pasal 25 Ayat 1. Bahkan menurut pasal 178 ayat 1 hakim wajb mencukupkan segala alasan
hukm yang tidak dikemukakan para pihak yang berperkara. 2.
Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat 2 H.I.R., Pasal 189 ayat 2 R.Bg. dan
Pasal 50 Rv. Yakni, Hakim dalam setiap keputusannya harus secara menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi tuntutan dan mengabaikan gugatan selebihnya.
Hakim tidak boleh hanya memerriksa sebagian saja dari tuntutn yang diajukan oleh penggugat.
3. Tidak boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan
Universitas Sumatera Utara
99
Menurut asas ini hakim tidak boleh memutus melebihi gugatan yang diajukan ultra petitum partium. Sehingga menurut asas ini hakim yang mengabulkan
melebihi posita maupun petitum gugat dianggap telah melampaui batas kewenangan atau ultra vires harus dinyatakan cacat atau invalid, meskipun hal itu dilakukan
dengan itikad baik. Hal ini diatur dalam Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat 3 H.I.R., Pasal 189 ayat 3 R.Bg. dan Pasal 50 Rv.
4. Diucapkan di Muka Umum
Prinsip putusan diucapkan dalam sidang terbuka ini ditegaskan dalam Undang undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 20. Hal ini tidak
terkecuali terhadap pemeriksaan yang dilakukan dalam sidang tertutup, khususnya dalam bidang hukum keluarga, misalnya perkara perceraian, sebab meskipun
perundangan membenarkan perkara perceraian diperiksa dengan cara tertutup. Namun dalam pasal 34 peraturan Pemerintah tahun 1975 menegaskan bahwa
putusan gugatan perceraian harus tetap diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Sehingga prinsip keterbukaan ini bersifat memaksa imperative, tidak dapat
dikesampingkan, pelnggaran terhadap prinsip ini dapat mengakibatkan putusan menjadi cacat hukum.
d. Susunan dan Isi Putusan Pengadilan
Pengadilan dalam mengambil suatu putusan diawali dengan uraian mengenai asas yang mesti ditegakkan, agar putusan yang dijatuhkan tidak mengandung cacat.
Asas tersebut dijelaskan dalam Pasal 178 HIR [9] , Pasal 189 RGB, dan Pasal 19 UU
Universitas Sumatera Utara
100
No. 4 Tahun 2004. Menurut ketentuan undang undang ini, setiap putusan harus memuat hal – hal sebagai berikut :
1 Kepala Putusan Suatu putusan haruslah mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang
berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” Pasal 4 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman kepala putusan
ini memberi kekuatan eksekutorial pada putusan apabila tidak dibubuhkan maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut
2 Identitas pihak yang berperkara Didalam putusan harus dimuat identitas dari pihak: nama, alamat, pekerjaan
dan nama dari pengacaranya kalau para pihak menguasakan pekerjaan kepada orang lain.
3 Pertimbangan atau alasan-alasan Pertimbangan atau alasan putusan hakim terdiri atas dua bagian yaitu
pertimbangan tentang duduk perkara dan pertimbangan tentang hukumnya. Pasal 184 HIR195 RBG23 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa setiap putusan dalam perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban dengan jelas, alasan dan dasar putusan,
pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara serta hadir tidaknya pihak-pihak yang berperkara pada waktu putusan diucapkan.
Putusan yang kurang cukup pertimbangan merupakan alasan untuk kasasi dan putusan harus dibatalkan, MA tanggal 22 Juli 1970 No. 638 K SIP 1969; MA
Universitas Sumatera Utara
101
tanggal 16 Desember 1970 No. 492 K SIP 1970. Putusan yang didasarkan atau pertimbangan yang menyipang dari dasar gugatan harus dibatalkan MA tanggal 01
September 1971 No 372 K SIP 1970 4 Amar atau diktum putusan
Dalam amar dimuat suatu pernyataan hukum, penetapan suatu hak, lenyap atau timbulnya keadaan hukum dan isi putusan yang berupa pembebanan suatu
prestasi tertentu. Dalam diktum itu ditetapkan siapa yang berhak atau siapa yang benar atau pokok perselisihan.
5 Mencantumkan Biaya Perkara Pencantuman biaya perkara dalam putusan diatur dalam pasal 184 ayat 1
H.I.R dan pasal 187 R.Bg., bahkan dalam 183 ayat 1 H.I.R. dan pasal 194 R.Bg. dinyatakan bahwa banyaknya biaya perkara yang dijatuhkan kepada pihak yang
berperkara. Dalam Hukum Acara Perdata hakim wajib mengadili semua tuntutan, baik
dalam konvensi maupun rekonvensi, bila tidak dilakukan putusan tersebut harus dibatalkan MA Nomor 104 KSip1968.
114
Putusan perkara perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan peninjauan kembali dengan alasan sebagai berikut :
a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat pihak
lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti- bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
114
Ibid , hal 46.
Universitas Sumatera Utara
102
c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang
dituntut; d.
apabila mengenai
sesuatu bagian
dari tuntutan
belum diputus
tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama, atas dasar
yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
f. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
115
Sayangnya, di dalam UU MA tidak diatur pengertian dari putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap dalam perkara perdata. Akan tetapi, kita dapat
merujuk pada penjelasan Pasal 195 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui HIR sebagai ketentuan hukum acara perdata di Indonesia, yang berbunyi sebagai berikut:
Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh keputusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat
yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi keputusan hakim itu. Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak
ada kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada gunanya
Dalam hal ini tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan
tersebut, akan tetapi putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan keputusan itu
sudah dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat waktunya, kecuali kalau
115
Pasal 67 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Universitas Sumatera Utara
103
putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.
Berdasarkan penjelasan Pasal 195 HIR tersebut, dapat dikatakan bahwa putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap adalah serupa dengan pengertian
putusan pidana yang telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud penjelasan Pasal 2 ayat 1 UU Grasi.
Seperti halnya dengan perkara pidana, pengajuan peninjauan kembali pada putusan perkara perdata tidak menangguhkan pelaksanaan eksekusinya Pasal 66 ayat
[2] UU MA. Baik putusan perkara pidana maupun putusan perkara perdata, pengajuan peninjauan kembali keduanya diajukan kepada Mahkamah Agung melalui
Ketua pengadilan yang memutus pada tingkat pertama.
116
2. Daya Paksa Suatu Keputusan