Teknik Penulisan Sistematika Penulisan Rancangan Penelitian Jenis Penelitian

Adapun flow chart dari kerangka teori ini dapat digambarkan sebagai berikut;

F. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan ―Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007‖.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan ini, maka disusun sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab dengan rincian sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini memuat Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian Pustaka, Kerangka Konsep, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN TEORITIS Membahas tentang Manajemen Risiko, Bank dan

Risiko, Pembiayaan, Pembiayaan Bermasalah Non Performing Financing.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini memuat tentang Rancangan

Penelitian, Ruang Lingkup Penelitian, Jenis Penelitian, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data dan Analisa Data. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Memuat tentang hal-hal baik Internal maupun Eksternal yang mempengaruhi strategi manajemen risiko bank, Strategi Manajemen Risiko Bank Untuk Mengantisipasi Pembiayaan Bermasalah, Komparasi dan Efektifitas Manajemen Risiko Bank Syariah Untuk Mencegah Pembiayaan Mudharabah Bermasalah. BAB V PENUTUP Berisikan Kesimpulan dan Saran dari Penulis. BAB II KAJIAN TEORITIS

A. MANAJEMEN RISIKO 1. Manajemen Risiko

Manajemen risiko didefinisikan sebagai “suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivitas atau proses .‖ 13 Manajemen risiko adalah titik sentral manajemen strategis dalam sebuah organisasi. Fokus manajemen risiko adalah mengenal dengan pasti risiko dan mengambil tindakan yang tepat untuk mencegah makin besarnya risiko yang dapat diterima. Hal ini berkaitan erat dengan risk event yang terjadi dalam sebuah aktifitas, yaitu peristiwa yang menyebabkan timbulnya risiko baik dari kejadian internal maupun eksternal. Kejadian internal yang dimaksud adalah kejadian yang bersumber dari dalam institusi itu sendiri, seperti kesalahan sistem manusia dan kesalahan prosedur. Kejadian internal pada dasarnya bisa dicegah agar tidak terjadi. Sebaliknya, kejadian eksternal adalah kejadian yang bersumber dari luar dan tidak mungkin dapat dihindari. 14 13 Ferry N. Indroes sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan-Pemahaman Pendekatan Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaanya di Indonesia Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2008 h.5 14 Ferry N. Indroes sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan-Pemahaman Pendekatan Pilar Kesepakatan Basel II Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaanya di Indonesia Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2008 h.8 Berikut adalah proses manajemen risiko yang bisa diterapkan dalam sebuah aktifitas manajemen risiko: Gambar 2.1 Proses Manajemen Risiko

a. Identifikasi dan Pemetaan Risiko

15 1 Menetapkan kerangka kerja untuk implementasi strategi risiko secara keseluruhan. 2 Menentukan definisi kerugian. 3 Menyusun dan melakukan implementasi mekanisme pengumpulan data. 4 Membuat pemetaan kerugian ke dalam kategori risiko yang dapat dan tidak dapat diterima.

b. Kuantifikasi dan Pemetaan Risiko

1 Aplikasi teknik permodelan dalam mengukur risiko. 2 Perluasan dengan memanfaatkan tolok ukur benchmarking, permodelan modelling, dan peramalan forecasting yang berasal dari luar 15 Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan, Jakarta: Rajawali Press. 2008 h. 8-10 Identifikasi Pemetaan Risiko KuantifikasiMenilai Peringkat Risiko Menegaskan Profil RisikoRencana Manajemen Risiko Solusi Risiko Implementasi Tindakan Mitigasi Pemantauan dan Pengkinian Kaji Ulang Risiko dan Kontrol organisasieksternal. Sumber eksternal yang dimaksud berasal dari praktik- praktik terbaik yang telah dilakukan di dalam industri best practices.

c. Menegaskan Profil Risiko dan Rencana Manajemen Risiko

1 Identifikasi selera risiko organisasi risk appetite, apakah manajemen secara umum terdiri dari: a Penghindar risiko risk averter b Penerima risiko sewajarnya risk neutral; atau c Pencari risiko risk seeker 2 Identifikasi visi stratejik strategic vision dari organisasi, apakah organisasi berada dalam visi: a Agresif yang terobsesi untuk mengejar peningkatan volume usaha serta keuntungan sebesar-besarnya untuk mendukung pertumbuhan; atau b Konservatif yang ingin menjaga kelangsungan usaha pada situasi aman dengan volume usaha dan keuntungan yang stabil. Penghindar risiko tidak bersedia menerima risiko dengan tingkat tinggi. Sebaliknya, pencari risiko bersedia menerima risiko tinggi untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi. Visi stratejik yang agresif bersedia menerima risiko tinggi untuk mendapatkan hasil yang lebih tinggi. Visi ini biasanya diterapkan pada organisasi yang berada pada tahap pertumbuhan. Sebaliknya, visi stratejik yang konservatif tidak bersedia menerima risiko dengan tingkat tinggi. Biasanya organisasi pada tahap konservatif adalah organisasi yang telah mapan dengan aktifitas yang stabil.

d. Solusi RisikoImplementasi Tindakan Terhadap Risiko 1 Hindari

Avoidance: Keputusan yang diambil adalah tidak melakukan aktifitas yang dimaksud. Misalnya sebuah bank mendapat tawaran untuk melakukan bisnis pencucian uang money loundering dari kegiatan terorisme yang menjanjikan keuntungan dari penempatan jumlah besar dengan bunga yang sangat rendah. Risiko aktifitas tersebut adalah ancaman penutupan bank serta ancaman terhadap pelakunya. Maka, bank memutuskan untuk tidak melakukan aktifitas tersebut. 2 Alihkan Transfer: Membagi risiko dengan pihak lain. Konsekuensinya terdapat biaya yang harus dikeluarkan atau berbagi keuntungan yang diperoleh. Misalnya untuk pembiayaan proyek yang sangat besar, sebuah bank melakukan skema pinjaman sindikasi. Sindikasi adalah bentuk berbagi bisnis, risiko dan hasil yang lazim dilakukan bank. Pengalihan risiko juga termasuk penggunaan lembaga asuransi sebagai penanggung kerugian dengan membayar premi. Selain itu, penggunaan sumber daya di luar organisasi outsourcing juga termasuk ke dalam pengalihan risiko. 3 Mitigasi Risk Mitigate Risk: Menerima risiko pada tingkat tertentu dengan melakukan tindakan untuk mitigasi risiko melalui peningkatan kontrol, kualitas proses, serta aturan yang jelas terhadap pelaksanaan aktifitas dan risikonya. Misalnya, pengikatan pinjaman dan agunan pada bank. Pengikatan sangat rentan untuk terjadi masalah. Akibatnya adalah bank tidak dapat atau berada pada posisi hukum yang lemah dalam penyelesaian pinjaman atau eksekusi agunan. Bank perlu menerapkan sistem dan prosedur yang jelas tentang pengikatan serta aspek-aspek pendukungnya. Selanjutnya ditetapkan dengan tegas mengenai sanksi yang dapat dikenakan kepada individu-individu yang melakukan penyimpangan prosedur. 4 Menahan Risiko Residual Retention of Residual Risk: Menerima risiko yang mungkin timbul dari aktifitas yang dilakukan. Kesediaan menerima risiko dikaitkan dengan ketersediaan penyangga jika kerugian atas risiko terjadi. Peran inilah yang ditekankan dalam membahas manajemen risiko perbankan. Perbankan harus mengambil berbagai macam risiko dalam menjalankan aktifitasnya. Risiko yang dimaksud tidak dapat dihindari, dialihkan dan dimitigasi. Akibatnya, risiko tersebut harus ditanggung sejalan dengan pelaksanaan aktifitas. Misalnya bank menerima transaksi pembelian valuta asing dari nasabah secara forward tiga bulan ke depan. Untuk mitigasi risiko, bank melakukan forward ulang kepada bank lain dan mengharuskan nasabah untuk menyerahkan setoran jaminan. Pada situasi normal, mitigasi risiko cukup untuk menangani kemungkinan risiko yang akan terjadi. Namun, jika situasi menjadi tak terkendali, yaitu nilai tukar melonjak drastis, nasabah membatalkan kontrak dengan menjual pada pasar spot dan membiarkan setoran jaminan diambil bank. Pada situasi itu terjadi kerugian karena setoran jaminan diambil bank dan setoran jaminan tidak dapat menutupi kerugian tersebut. Situasi inilah yang dikatakan sebagai risiko residual yang harus ditanggung bank. Setiap risiko residual pada bank diperlukan ketersediaan modal untuk menyangganya. Keempat tindakan ini bisa juga disebut sebagai bentuk strategi yang digunakan bank dalam mengelola risiko yang terdapat dalam aktifitas perbankan dan juga sebagai salah satu bentuk pengurangan atas risiko yang mungkin akan muncul dalam pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan.

e. Pemantauan dan PengkinianKaji Ulang Risiko dan Kontrol

1 Seluruh entitas organisasi harus yakin bahwa strategi manajemen risiko telah diimplementasikan dan berjalan dengan baik. 2 Lakukan pengkinian dengan mengevaluasi dan menindaklanjuti hasil evaluasi terhadap implementasi kerangka manajemen risiko yang terintegrasi ke dalam strategi risiko keseluruhan.

2. Perbedaan Manajemen Risiko Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional.

Pada dasarnya manajemen risiko adalah sebuah tindakan untuk mengantisipasi terjadinya kerugian dari aktifitas bisnis yang dilakukan. Dalam konteks perbankan, manajemen risiko bisa juga digunakan untuk menganalisa sebuah risiko di masa mendatang. Akan tetapi pada kenyataannya, kejadian di masa mendatang adalah mustahil untuk diketahui. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Luqman : 34                                “Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok[1187]. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. ‖ Perbankan syariah dan perbankan konvensional adalah hal yang berbeda satu dan lainnya. Oleh karena itu pula, sangat logis jika dikatakan bahwa sistem manajemen risiko antara bank syariah dan bank konvensional tentunya juga berbeda. Perbedaan itu dapat dilihat dari beberapa hal berikut ini: a. Risk Event Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa manajemen risiko memiliki kaitan yang erat dengan risk event. Peristiwa yang menyebabkan risiko risk event atau bisa didefinisikan sebagai munculnya kejadian yang dapat menciptakan potensi kerugian atau hasil yang tidak diinginkan. Korelasinya dengan perbedaan antara manajemen risiko bank syariah dengan bank konvensional dari sisi ini adalah tidak terdapatnya bunga sebagai instrumen bank syariah memberikan nafas yang lebih lega terhadap perbankan syariah untuk memanaje portofolio surat berharga yang dimilikinya. Contoh dari kesalahan manajemen risiko internal yang salah pada lembaga konvensional adalah sebagai berikut: Pada Desember 1994 terdapat sebuah lembaga keuangan Orange Country yang mengalami kerugian akibat salah dalam mengambil sikap terhadap arah suku bunga the Fed untuk portofolio yang dimilikinya sehingga mengakibatkan perusahaan tersebut mengalami risk loss sebesar USD 164 Milion yang kemudian menjadikan Orange Country bangkrut. b. Hukum Prinsip yang dianut dalam penerapan manajemen risiko mengacu kepada salah satu prinsip dalam ilmu fiqih yang dikenal dengan istilah sad adz dzari’ah. Secara teknis sad adz dzari’ah dapat didefinisikan sebagai ―sikap preventif dan penerapan prinsip kehati-hatian untuk mencegah dan memitigasi risiko pelanggaran maupun risiko lainnya dengan tetap memperhatikan aspek pertumbuhan, produktifitas, tingkat keuntungan, manfaat dan kemaslahatan dari tindakan hukum dalam suatu kondisi yang optimal.‖ 16 Sedangkan yang terdapat pada bank konvesional, landasan hukum hanya bersandar pada hukum positif. c. Operasional 1 Aksi tindakan Bank syariah tidak boleh mengakses transaksi derivatif yang dianggap sebagai instrumen yang cukup efektif untuk melindungi risiko kredit. Larangan ini menguatkan pentingnya pengawasan internal bank syariah. 17 2 Aktor pelaku Dalam proses manajemen risiko di bank syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah DPS yang ikut serta mengawasi proses operasional bank itu sendiri. Berdasarkan fatwa DSN-MUI nomor 01 tahun 2000 disebutkan mengenai mekanisme kerja DPS, salah satu diantaranya adalah menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank, memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank. 16 Zainul Hakim ―Evaluasi tingginya risiko pembiayaan murabahah dibandingkan dengan risiko pembiayaan bagi hasil: Analisis risiko dengan metode internal ‖, Thesis S2 Program Pasca sarjana, PSTT UI Jakarta, 2009 h. 20 17 Lusianna Elizabeth, Risiko dan Manajemen Risiko dalam Transaksi Pembiayaan Mudharabah, Thesis S2 Program Pasca sarjana, PSTT UI Jakarta. 2009 h. 36 d. Produk Bank syariah hanya menawarkan produk jual-beli valuta asing sharf dengan bentuk spot, yaitu transaksi pembelian valuta asing valas untuk penyerahan pada saat itu over the counter atau paling lambat penyelesaiannya dalam jangka waktu dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari. Sedangkan untuk bentuk jual-beli valas forward, swap dan option hukumnya adalah haram. 18 Gambar 2.2 Perbedaan Manajemen Risiko Bank Syariah dan Konvensional B. BANK DAN RISIKO Bank adalah lembaga keuangan yang aktifitas utamanya adalah menghimpun dana dan menyalurkannya dalam bentuk pemberian pinjaman dan investasi. Dalam menghimpun dana, bank menggunakan strategi ―penarik‖ bagi nasabah berupa balas jasa yang menguntungkan. Balas jasa yang dimaksud adalah ―bunga‖ bagi bank konvensional dan ―bagi-hasil‖ bagi bank yang beroperasi menurut syariah. 18 ______________, Fatwa DSN-MUI nomor 28DSN- MUIIII2002 ―tentang jual beli mata uang Al-Sharf ‖. Risiko paling laten yang selalu mengancam aktifitas perbankan adalah hilangnya uang baik dari sisi pasiva maupun sisi aktiva. 19 Seperti yang kita ketahui, bank adalah lembaga intermediary antara sektor surplus unit dan sektor defisit unit. Sebagai lembaga perantara, falsafah yang mendasari kegiatan usaha bank adalah kepercayaan masyarakat public confidence. Oleh karena itu, bank juga disebut sebagai lembaga kepercayaan masyarakat. Yang ciri-ciri utamanya adalah sebagai berikut: 20 1 Dalam menerima simpanan dari Surplus Spending Unit SSU, bank hanya memberikan pernyataan tertulis yang menjelaskan bahwa bank telah menerima simpanan dalam jumlah dan untuk jangka waktu tertentu. 2 Dalam menyalurkan dana kepada Defisit Spending Unit DSU, bank tidak selalu memita agunan berupa barang sebagai jaminan atas pemberian kredit yang diberikan kepada DSU yang memiliki reputasi baik. Dalam melakukan kegiatannya, bank lebih banyak menggunakan dana masyarakat yang terkumpul dalam banknya dibandingkan dengan modal dari pemilik atau pemegang saham bank. Untuk itu, bank harus menjaga apa yang telah dipercayakan masyarakat melalui penempatan dananya pada bank bersangkutan. Selaras dengan itu pula, bank harus mampu mengelola setiap risiko yang muncul dari aktifitas usahanya. 19 Ferry sugiarto Indroes, Manajemen Risiko Perbankan-Dalam Konteks Kesepakatan Basel dan Peraturan Bank Indonesia. Jakarta: Graha Ilmu. 2006 h. 8 20 Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-dasar perbankan, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006 h. 4 Seperti yang kita ketahui bahwa risiko itu sendiri memiliki beberapa macam jenis; yaitu risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik dan risiko kepatuhan. 21 Zainul Arifin 22 mendefinisikan berbagai macam jenis risiko di atas, sebagai berikut; 1 Risiko Kredit Pembiayaan Credit Risk Risiko kredit adalah risiko yang timbul akibat kegagalan counterparty memenuhi kewajibannya. Risiko kredit sulit dikenali tanpa menguji portofolio kredit. Faktor kunci bagi pengendalian risiko kredit adalah diversifikasi dari tipe- tipe kredit, diversifikasi dalam wilayah geografis dan jenis-jenis industri yang dibiayai, kebijakan agunan dan sebagainya, dan yang paling penting adalah standar pengendalian kredit yang diterapkan. Pembahasan mengenai hal ini akan penulis bahas lebih dalam di Sub-Bab C, Pembiayaan. 2 Risiko pasar Market Risk Risiko pasar market risk adalah risiko yang timbul karena adanya pergerakan variable pasar adverse movement dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Termasuk dalam variable pasar ini adalah suku bunga dan nilai tukar. Bank syariah tidak akan menghadapi risiko tingkat bunga, walaupun dalam lingkungan di mana berlaku dual banking system meningkatnya tingkat bunga di 21 _____________, PBI No.58PBI2003. ―Tentang Kualitas Aktiva Produkti Bagi Bank Syariah ‖ 22 Drs. Zainul Arifin, MBA, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Pustaka Alvabet. 2006 h. 61-62 pasar konvensional dapat berdampak pada meningkatnya risiko likuiditas sebagai akibat adanya nasabah yang menarik dana dari bank syariah dan berpindah ke bank konvensional. 3 Risiko Likuiditas Liquidity Risk Risiko likuiditas adalah risiko yang antara lain disebabkan bank tidak mampu memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo. Pengukuran risiko likuiditas adalah kompleks. Faktor kuncinya adalah bahwa bank tidak dapat dengan leluasa memaksimumkan pendapatan karena adanya desakan kebutuhan likuiditas. Oleh karena itu, bank harus memperhatikan jumlah likuiditas yang tepat. Terlalu banyak likuiditas akan mengorbankan tingkat pendapatan, dan terlalu sedikit akan berpotensi untuk meminjam dana dengan harga yang tidak dapat diketahui sebelumnya, yang dapat berakibat meningkatnya biaya dan akhirnya menurunkan profitabilitas. Lebih-lebih bagi bank syariah yang dilarang melakukan peminjaman dana yang berbasis bunga, tentu akan lebih sulit untuk memperoleh dana. 4 Risiko Operasional Operational Risk Risiko operasional adalah risiko yang antara lain disebabkan karena ketidakcukupan dana atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempangaruhi operasional bank. 5 Risiko Hukum Legal Risk Risiko hukum adalah risiko yang disebabkan karena adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna. 6 Risiko Reputasi Reputation Risk Risiko reputasi adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank. 7 Risiko Strategis Strategic Risk Risiko startegis adalah risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi bank yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal. 8 Risiko Kepatuhan Compliance Risk Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan bank tidak memenuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Pengelolaan risiko kepatuhan dilakukan melalui penerapan risiko pengendalian intern secara konsisten.

C. PEMBIAYAAN 1. Teori Pembiayaan

Dalam sub-bab sebelumnya telah disinggung sedikit perihal risiko pembiayaan kredit. Bank sebagai lembaga intermediasi, dalam kegiatan usahanya tidak bisa terlepas dari kegiatan pembiayaan. Dalam kegiatan pembiayaan, selain bank bisa mendapatkan keuntungan bank juga sangat mungkin mengalami kerugian. Pembiayaan menurut Muhammad adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung invetasi yang telah direncanakan. 23 “A loan is a type of debt. Like all debt instruments, a loan entails the redistribution of financial assets over time, between the lender and the borrower. In a loan, the borrower initially receives or borrows an amount of money, called the principal, from the lender, and is obligated to pay back or repay an equal amount of money to the lender at a later time.” 24 Pembiayaan oleh Veithzal Rifai diartikan sebagai kepercayaan trust, berarti lembaga pembiayaan selaku shahibul mal menaruh kepercayaan kepada seseorang untuk melaksanakan amanah yang diberikan. 25 Dalam kodifikasi produk yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berupa: 1 transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah, 2 transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahioya bittamlik 3 transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna`. 4 transaksi pinjam meninjam dalam bentuk piutang qordh, dan 5 transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah dalam transaksi multijasa 23 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta; UPP AMP YKPN. 2005 h.17 24 http:en.wikipedia.orgwikiLoan. di akses pada tanggal 8 Juli 2010 25 Veithzal Rifai, dkk. Islamic Financial management Jakarta: Rajawali Press. 2008 h. 3 Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Umum Syariah danatau Unit Usaha Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayaai danatau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujroh, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 26 Menurut Syafi’I Antonio, 27 berdasarkan sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu; 1. Pembiayaan Produktif Pembiayaan produktif ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu; a. Pembiayaan Modal Kerja Pembiayaan modal kerja ditujukan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif dan untuk keperluan perdagangan atau peningkatan kegunaan suatu barang. b. Pembiayaan Investasi Pembiayaan investasi diberikan kepada nasabah untuk keperluan investasi yaitu keperluan penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha ataupun pendirian proyek baru. Pada umumnya, pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar dan berjangka waktu yang cukup lama. Pembiayaan investasi 26 __________, Peraturan Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Jakarta: Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2006 h. 6 27 M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press. 2001 h.160 yang diberikan oleh bank syariah pada umumnya menggunakan skema mudharabah ataupun musyarakah. c. Pembiayaan Konsumtif Pembiayaan konsumtif digunakan untuk kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

2. Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan mudharabah dalam fatwa DSN-MUI Nomor 07DSN-MUIIV2000 diartikan sebagai berikut: ―pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produkif. ‖ Dalam pembiayaan mudharabah bagi hasil ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh kedua belah pihak, yaitu: 1 nisbah bagi hasil yang disepakati; dan 2 tingkat keuntungan aktual bisnis yang di dapat. Oleh karena itu, bank sebagai pihak yang memiliki dana akan melakukan perhitungan nisbah yang akan dijadikan kesepakatan pembagian pendapatan. 28 Adapun cara penetuan prinsip bagi hasil yang dipergunakan sesuai dengan Ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional yang menjelaskan bahwa pembagian hasil usaha bank syariah dapat mempergunakan revenue sharing maupun profit sharing. Saat ini seluruh bank syariah masih mempergunakan revenue sharing baik dalam berbagi hasil bank syariah sebagai pengelola dana dengan pemodal penghimpun 28 Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: UPP AMP YKPN. 2005 h.109-110 dana maupun bank syariah sebagai pemodal kepada nasabah debitur pengelolaan dana dengan prinsip mudharabah dan musyarakah. Adapun yang disebut dengan revenue sharing adalah yang dibagi dalam prinsip mudharabah adalah hasil usaha pengelolaan dana mudharabah tersebut, dalam istilah akuntansi sering dikenal dengan laba kotor gross profit, karena dalam prinsip mudharabah, modal mudharabah tidak diperkenankan untuk dibagi, penjualan terkandung modal mudharabah, sehingga tidak diperkenankan melakukan pembagian hasil usaha mudharabah dari penjualan omzet. Sedangkan prinsip profit sharing hasil usaha yang dibagi merupakan pendapatan hasil usaha bersih. Untuk membedakan kedua prinsip tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi sebagai berikut: Uraian Jumlah Prinsip Bagi Hasil Penjualan 100 Harga Pokok Penjualan 65 Laba Kotor gross profit 35 Net Revenue Sharing Beban-beban 25 Laba Bersih net profit 10 Profit Sharing Akad transaksi berbasis bagi hasil merupakan wacana paling dominan dalam literatur keuangan islam di seluruh dunia, termasuk dalam wacana perbankan syariah di Indonesia, terutama dalam dua model, mudharabah dan musyarakah. Sebagian ulama dan masyarakat luas meyakini bahwa instrument yang paling tepat sebagai pengganti mekanisme bunga pada bank konvensional, untuk diterapkan pada bank syariah adalah mekanisme bagi-hasil profit and loss sharing. Sedemikian kuatnya keyakinan itu, sehingga keberadaan bank syariah sangat identik dengan bank bagi hasil. Sehingga ada anggapan luas di masyarakat bahwa produk pembiayaan yang paling syariah adalah pembiayaan bagi hasil.

3. Kekurangan dan Kelebihan Pembiayaan Mudharabah

Dalam tesisnya Lusianna Elizabeth 29 menyebutkan mengenai beberapa risiko yang terkait dengan pembiayaan mudharabah, yaitu; 1. Business Risk risiko atau bisnis yang dibiayai yakni risiko yang terjadi pada first way out risiko kebangkrutan. Risiko ini dipengaruhi oleh; a. Industry risk, yaitu risiko yang terjadi pada jenis usaha yang ditentukan oleh; 1 Karakteristik masing-masing jenis usaha yang bersangkutan. 2 Kinerja keuangan jenis usaha yang bersangkutan industrial financial standard. b. Faktor negatif lainnya yang mempengaruhi perusahaan nasabah seperti kondisi grup usaha, force majeur, permasalahan hukum, pemogokan dan riwayat pembayaran. 2. Character Risk risiko terhadap karakter buruk atau moral hazard dari mudharib, yakni risiko yang terjadi pada third way out. Character risk dipengaruhi oleh hal berikut; a. Kelalaian nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai bank. b. Pelanggaran ketentuan yang telah disepakati sehingga nasabah dalam menjalankan bisnis yang dibiayai tidak lagi sesuai dengan kesepakatan. 29 Lusianna Elizabeth, Risiko dan Manajemen Risiko dalam Transaksi Pembiayaan Mudharabah, Thesis S2 Program Pasca sarjana, PSTT UI Jakarta. 2009 h. 57 c. Pengelolaan internal perusahaan, seperti manajemen, organisasi, pemasaran, teknis produksi dan keuangan yang tidak dilakukan secara professional sesuai standar pengelolaan yang disepakati antara nasabah dan bank. Syafi’i Antonio 30 berpendapat dalam bukunya, bahwa terdapat tiga risiko yang terdapat dalam pembiayaan mudharabah; 1. Side streaming; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebutkan dalam kontrak. 2. Lalai dan kesalahan yang disengaja. 3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah, bila nasabahnya tidak jujur. Risiko merupakan tingkat ketidakpastian mengenai suatu hasil yang diperkirakan akan diterima. Pembiayaan mudharabah memiliki tingkat risiko yang tinggi karena jika terjadi kerugian diluar kelalaian mudharib, maka hanya pihak shahibul mal yang menanggung semua kerugian. Tentu saja kerugian tersebut berbentuk modal yang diberikan kepada mudharib. Risiko seperi ini murni disebabkan oleh business risk atau risiko atas bisnis yang dibiayai. Akan tetapi dibalik sisi negatif risiko tersebut di atas, dikatakan oleh Umer Chapra 31 bahwa bentuk-bentuk pembiayaan islami yang paling menguntungkan adalah cara bagi hasil mudharabah commenda dan musyarakah kemitraan. Pada bentuk ini, pemilik modal menyediakan dana, bukan sebagai pemberi pinjaman, tetapi 30 M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek Jakarta: Gema Insani Press. 2001 h.94 31 Umer Chapra, ―Pengharaman Bunga bank: Rasionalkah?” Jakarta: Shari’ah Economics and Banking Institute SEBI. 2001 h. 52-53 lebih sebagai investor. Ia berbagi untung dan rugi dan tidak memperoleh jaminan di muka atas keuntungan yang positif, apapun hasil akhir dari usaha ini. Selain dapat memberikan keuntungan yang maksimal, selaras dengan hal itu, risiko yang ditimbulkan dari pembiayaan mudharabah pun memiliki risiko yang tinggi jika dibandingkan dengan pembiayaan berbasiskan penjualan, semisal murabahah, salam dan istishna’. Akan tetapi yang terjadi saat ini di bank syariah, justru pembiayaan yang berbasiskan penjualan, yaitu murabahah mendapat porsi yang lebih besar dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah. Sejumlah faktor ditengarai menjadi penyebab pesatnya pembiayaan murabahah dibandingkan dengan pembiayaan mudharabah. Selain itu, sangat menarik untuk mengaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kedua jenis pembiayaan tersebut, yang diharapkan menjadi masukan bagi terwujudnya keseimbangan antara pembiayaan murabahah dan mudharabah. Hal ini untuk mengembalikan karakteristik utama perbankan syariah yaitu pembiayaan yang yang berprinsip bagi hasil. 32 Walaupun sebenarnya secara syariah halal, namun mengutip pernyataan Chapra dari tesis yang dibuat oleh Septiana Ambarwati 33 2000 murabahah tidak lebih merupakan produk sekunder dari bank syariah. Sedangkan produk yang primer 32 M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek Jakarta: Gema Insani Press. 2001 h.137 33 Septiana Ambarwati, Faktor –faktor yang mempengaruhi pembiayaan murabahah dan mudharabah pada bank syariah di Indonesia, Thesis S2 Program pasca sarjana, PSTT UI Jakarta. 2008 h. 6 seperti mudharabah atau musyarakah belum mendapatkan proporsi yang sepantasnya, dari seluruh operasional perbankan syariah. Dengan meningkatkan porsi pembiayaan dengan prinsip bagi hasil diharapkan lebih menggerakan sektor riil karena menutup kemungkinan disalurkannya dana pada kepentingan konsumtif dan hanya pada usaha produktif. Bila ditinjau dari konsep bagi hasil, maka harus ada return yang dibagi, hal tersebut hanya bisa terjadi bila uang digunakan untuk usaha produktif. Bila ditinjau dari prinsip ketaatan terhadap syariah, pembiayaan dengan prinsip jual beli dan sewa memberikan celah yang lebih besar untuk melakukan penyimpangan terhadap prinsip syariah. 34 Sistem bagi hasil diangaap sangat baik karena dengan sistem ini nasabah dan bank syariah sama-sama menentukan bentuk dan arah pengelolaan dana yang disetorkan nasabah. Keuntungan yang diperoleh dibagi diantara kedua belah pihak dengan transapansi. 35 Meningkatnya prosentasi pembiayaan melalui pola mudharabah dan musyarakah diharapkan dapat menggairahkan sektor riil. Investasi akan meningkat yang disertai juga dengan pembukaan lapangan kerja baru. Akibatnya tingkat pengangguran akan dapat dikurangi dan pendapatan masyarakat akan bertambah. Dampak lain dari tingginya pembiayaan bagi hasil adalah akan mendorong tumbuhnya pengusaha atau investor yang yang mengambil keputusan bisnis yang berisiko. Hal ini akan 34 Septiana Ambarwati, Faktor –faktor yang mempengaruhi pembiayaan murabahah dan mudharabah pada bank syariah di Indonesia, Thesis S2 Program pasca sarjana, PSTT UI Jakarta. 2008 h. 5 35 Karnaen Perwataatmadja, et.al.,Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005 h. 17-18 menyebabkan berbagai inovasi baru, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing bangsa ini. 36

5. Fitur dan Mekanisme Aplikasi Pembiayaan Mudharabah

Gambaran sederhana dari fitur dan mekanisme pembiayaan mudharabah sendiri seperti yang dijelaskan dalam Kodifikasi Produk Perbankan Syariah Tahun 2008, seperti berikut ini; 1. Bank bertindak sebagai pemilik dana shahibul mal yang menyediakan dana dengan fungsi sebagai modal kerja, dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana mudharib dalam kegiatan usahanya; 2. Bank memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah walaupun tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah, antara lain bank dapat melakukan review dan meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; 3. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan dana dinyatakan dalam nisbah yang disepakati; 4. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak; 5. Jangka waktu pembiayaan atas dasar akad mudharabah, pengembalian dana, dan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah. 36 Zainul Hakim ―Evaluasi tingginya risiko pembiayaan murabahah dibandingkan dengan risiko pembiayaan bagi hasil: Analisis risiko dengan metode internal ‖, Thesis S2 Program Pasca sarjana, PSTT UI Jakarta, 2009 h. 8 6. Pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam bentuk uang danatau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan; 7. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam bentuk uang danatau barang, serta bukan dalam bentuk piutang atau tagihan; 8. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya; 9. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad mudharabah diberikan dalam bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar net realizable value dan dinyatakan secara jelas jumlahnya; 10. Pengembalian pembiayaan atas dasar mudharabah dilakukan dalam dua cara, yaitu secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode akad, sesuai dengan janka waktu pembiayaan atas dasar akad mudharabah; 11. Pembagian hasil usaha dilakukan atas dasar laporan hasil usaha pengelola dana mudharib dengan disertai bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan; dan 12. Kerugian usaha nasabah pengelola dana mudharib yang dapat ditanggung oleh bank selaku pemilik dana shahibul mal adalah maksimal sebesar jumlah pembiayaan yang diberikan ra’sul maal. D. PEMBIAYAAN BERMASALAH NON PERFORMING FINANCING Pembiayaan bermasalah adalah semua fasilitas pembiayaan yang diberikan berdasarkan analisa bank, nasabah telah atau akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya kepada bank, sehingga tingkat risiko bank menjadi lebih tinggi. 37 Selain itu, Rasjim Wiraatmadja 38 mendefinisikan pembiayaan bermasalah dengan ―pembiayaan yang berpotensi tidak mampu mengembalikan pembiayaan berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui dan ditetapkan bersama secara tiba- tiba tanpa menunjukan tanda-tanda terlebih dahulu. Faktor-faktor penyebab pembiayaan bermasalah menurut Tb. Irman S. 39 ada empat, yaitu: Prosedur, Pengelolaan, Administrasi dan Pengawasan dan Debitur. Gambar 2.3 Faktor Penyebab Pembiayaan bermasalah 1. Prosedur Pemberian Kredit b. Informasi dari data-data calon debitur sangat kurang mengenai: 1 Debitur Identitas; 37 __________, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Modul Diklat Berbasis Komptensi KJKSUJKS Pola Syariah, Jakarta: KUKM, 2006 h. 98 38 Rasjim Wiraatmadja, Solusi Hukum Dalam Menyelesaikan Kredit Bermasalah, Jakarta:Majalah Info Bank 1997 h. 41 39 Tb. Irman S, Anatomi Kejahatan Perbankan-Saatnya Kriminalitas Perbankan Terungkap Jakarta: MQS Publishing AYYCCS Group. 2006 h. 143-148 2 Perusahaan; 3 SahamPemilik SahamModal; 4 ProyekKegiatan Usaha; 5 JaminanAgunanAset; 6 Dokumen – dokumen, akta, surat-surat. c. Penyimpangan dari prosedur tata cara pemberian kredit dalam pelaksanaan yang dikarenakan: 1 Kurangnya tenaga yang berkualitas dalam bidang perkreditan; 2 Adanya campur tangan dari pemegangpemilik saham atau modal; 3 Adanya campur tangan dari pejabat bank. d. Niat Adanya niat tidak baik dari pemilik bank atau pemilik saham atau pejabat bankpengurus, hal ini bisa terjadi apabila sebenarnya debitur mempunyai usaha yang tidak layak untuk mendapatkan kredit, tetapi dimodifikasi sedemikian rupa sehingga mendapatkan kredit. e. Kebijakan Adanya kebijakan disebabkan adanya pertimbangan kerugian apabila dana yang dihimpun tidak disalurkan, sehingga menimbulkan kebijakan pemberian kredit secara luas kepada siapa saja tetapi mengabaikan tata cara pemberian kredit yang benar. 1. Pengelolaan Kredit a. Kurangnya kemampuan pengelolaan kredit Kemampuan teknis para pengelola kredit sangat diperlukan. Kurangnya kemampuan dalam menganalisa terhadap keadaan keuangan dan prospek usaha debitur telah menghasilkan keputusan-keputusan yang salah sehingga mengakibatkan kegagalan dalam pengelolaan kredit. b. Analisa terhadap kebutuhan kredit Analisa dalam memberikan kredit harus tepat sesuai dengan kebutuhan debitur. Jumlah dan waktu tahapan harus dianalisa secara tepat sehingga tidak kelebihan dan kekurangan dalam jumlah kredit serta tidak terlalu cepat dan terlalu lambat dalam pemberian waktu kredit. c. Lemahnya sistim informasi kredit Bank sering memberikan informasi kredit yang lebih baik dari keadaan sebenarnya, sehingga penilaian menjadi baik dalam hal kesehatan bank. Laporan tersebut menyebabkan penelitian terhadap keadaan masalah kredit terlewatkan. Langkah perbaikan tidak dapat segera dilaksanakan karena adanya informasi yang baik namun tidak sebenarnya. d. Konsentrasi kredit kepada pihak terkait Pihak terkait menerima kredit dari bank sehingga menimbulkan pelanggaran pada Batas Maximum Pemberian Kredit BMPK 2. Administrasi dan pengawasan a. Struktur pengawasan dan kontrol administrasi maupun operasional perbankan harus terdapat dalam buku pedoman dan tatacara kerja pengawasan dalam bank. b. Metode pengawasan struktur dan fungsional tidak dilaksanakan secara ketat karena adanya pengaruh manajemen atau pemegang saham ataupun pemilik bank atau pejabat bank untuk mendahulukan pihak terafiliasi dalam penyaluran, tetapi melalaikan pembayaran sehingga menyebabkan terjadinya tunggakan angsuran pokok maupun bunga. c. Sistim laporan audit yang menyatukan pelanggaran di dalam prosedur dan pengelolaan kredit ke dalam laporan umum secara keseluruhan, misalnya disatukan dengan laporan marketing, sumber daya dan lain-lain sehingga apabila ditotal dan dibagi rata per item, akan memunculkan laporan hasil audit yang baik. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.57PBI2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah, khusus untuk pembiayaan Mudharabah dan Musyarakah kualitasnya ditetapkan menjadi 4 empat golongan yakni lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Kemudian peraturan tersebut dirubah dengan Peraturan Bank Indonesia No.821PBI2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang efektif mulai diberlakukan tanggal 1 Januari 2007. Dalam Peraturan perubahan tersebut dijelaskan bahwa pengelompokan golongan kualitas pembiayaan mudharabah ditetapkan menjadi 5 lima golongan kualitas yakni: 1. Lancar atau kolektabilitas 1 2. Kurang lancar atau kolektabilitas 2 3. Diragukan atau kolektabilitas 3 4. Dalam perhatian khusus atau kolektabilitas 4 5. Macet atau koletabilitas 5 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif bersifat komparasi. Komparatif karena bersifat membandingkan strategi yang dimiliki oleh kedua bank syariah dalam menangani risiko yang ditimbulkan dari produk pembiayaan mudharabah.

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang dilakukan bersifat deskripsi-analitis, dimana tahap awal dilakukan dengan cara mempelajari teori-teori yang berhubungan dengan tema peneliti, kemudian menganalisis sisi praktis yang terdapat di bank yang menjadi objek penelitian dan pada akhirnya menyimpulkan mengenai strategi manajemen risiko yang paling efektif untuk menangani pembiayaan mudharabah yang berpotensi menimbulkan pembiayaan bermasalah.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif-komparatif, yaitu suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Atau mengemukakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sedangkan berdasarkan tipe penyelidikannya, penelitian ini termasuk kategori tipe studi komparasi, yaitu studi yang dilakukan apabila peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya mengenai satu atau beberapa variable. Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif, karena data yang dianalisis tidak untuk menerima atau menolak hipotesis jika ada, melainkan hasil analisis itu berupa deskripsi dari gejala-gejala yang diamati, yang tidak selalu harus berbentuk angka- angka atau koefisien antarvariabel. Pada penelitian kualitatif pun bukan tidak mungkin ada data yang kuantitaif. 40

C. Jenis Data