Eksternal Kondisi Internal dan Eksternal Bank Syariah

Selama 2009, langkah besar yang dilakukan BSB meliputi beberapa hal berikut; 1 Pengembangan bisnis syariah dengan fokus kepada UMKM. 2 Melakukan spin off dengan memasukkan UUS Bukopin ke dalam BSB. 3 Memperkenalkan dan memperkuat positioning BSB kepada pasar. 4 Meningkatkan standar layanan dengan memperkuat TI, SDI, dan infrastruktur. Selain itu, percepatan juga dilakukan, antara lain dengan memperkuat marketing dan memperbanyak jaringan outlet serta meningkatkan kualitas business process, mulai dari operasional, marketing, hingga business control dengan target pertumbuhan bisnis overall sebesar 40. Target ini ditunjang keyakinan bahwa kondisi makro 2010 mulai membaik dan akan pulih kembali sehingga Indonesia menjadi lebih baik.

2. Eksternal

Kondisi perdagangan yang terjadi di Indonesia menyulitkan pihak bank untuk memonitor ataupun menganalisa laporan keuangan yang diberikan oleh pihak debitur, karena di Indonesia berlaku assematric information, misalnya harga barang antara satu lokasi dengan lokasi yang lain berbeda menimbulkan bank kesulitan dalam menilai kebenaran besaran harga yang benar yang dilaporkan oleh nasabah. Hal ini memungkinkan terjadinya kecurangan yang bisa dilakukan oleh pihak mudharib. Tahun 2009 merupakan tahun yang penuh dinamika bagi industri perbankan syariah. Dari sisi eksternal, dampak krisis sedikit banyak berimbas pada kinerja sektor riil di Indonesia yang pada gilirannya berdampak pula pada perlambatan akselerasi pertumbuhan bisnis bank syariah. Perkembangan marketshare bank syariah belum banyak mengalami perkembangan dan masih berada di bawah angka 10, yakni sekitar 2,61. Meski demikian, dari sisi pembiayaan, secara nasional, perbankan syariah tetap mampu tumbuh sebesar 22,76 di akhir 2009 menjadi Rp 52,27 triliun dari Rp 36,85 triliiun pada tahun 2008. Jika dibandingkan dengan total pembiayaan perbankan nasional yang mencapai Rp 1.437 triliun, perbankan syariah baru berkontribusi sebesar 3,26. Pada tahun ini juga, sistem keuangan global dan kawasan dapat dikatakan tidak berjalan dengan baik. Beruntung, perekonomian Indonesia masih bisa tumbuh 4,3. Namun, pelaku bisnis sektor keuangan kembali diuji dengan kondisi krisis likuiditas. Padahal, ketika itu, posisi perbankan sedang over likuid dengan posisi financing to deposit ratio FDR rata-rata 70. Bank Indonesia BI melaporkan, infl asi 2009 tercatat 2,78. Rendahnya inflasi pada 2009 sejalan dengan moderatnya pertumbuhan ekonomi, menguatnya nilai tukar rupiah, menurunnya harga-harga komoditas dunia, dan menurunnya harga bahan bakar minyak BBM dalam negeri. Jika mengacu kepada hasil penelitian 42 Septiana Ambarwati, bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan mudharabah ada 3 hal, yaitu sebagai berikut: 42 Septiana Ambarwati, Faktor – faktor yang mempengaruhi pembiayaan murabahah dan mudharabah pada bank syariah di Indonesia, Thesis S2 Program pasca sarjana, PSTT UI Jakarta. 2008 1. Dipengaruhi secara signifikan oleh varibel pembiayaan murabahah negatif Grafik 4.2 Pembiayaan Murabahah tahun 2009 Sumber: Statistik Perbankan Syariah, BI 2009. data diolah Untuk pembiayaan murabahah, di tahun 2009 Bank Muamalat mengalokasikan dananya sebesar 40.16 , sedangkan untuk pembiayaan mudharabah sebesar 12.24. 2. Tingkat bagi hasil positif Grafik 4.3 Tingkat Bagi Hasil Pembiayaan Mudharabah Sumber: Statistik Perbankan Syariah, BI 2009. data diolah 3. Non Performing Financing NPF tidak signifikan namun memiliki arah hubungan negatif. Grafik 4.4 Persentase Pembiayaan Bermasalah Sumber: Statistik Perbankan Syariah, BI 2009. data diolah Maka, baik secara langsung maupun tidak, strategi manajemen risiko pembiayaan mudharabah yang terdapat pada masing-masing bank juga dipengaruhi oleh ketiga variable tersebut di atas.

B. Strategi Manajemen Risiko Bank Syariah 1. Bank Muamalat Indonesia