Strategi komunikasi Kh. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan pondok pesantren madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang Selatan

(1)

PESANTREN MADINATUNNAJAH JOMBANG CIPUTAT

TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh:

SITI MAHMUDAH NIM: 109051000063

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H / 2013 M


(2)

DALAM MENINGKATKAN NILAI AKHLAK

PADA MASYARAKAT LINGKUNGAN PONDOK

PESANTREN MADINATUNNAJAH JOMBANG CIPUTAT

TANGERANG SELATAN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)

Oleh:

Siti Mahmudah NIM: 109051000063

Pembimbing,

Umi Musyarrofah, MA NIP. 19710816 199703 2 002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H / 2013 M


(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 30 Mei 2013 Penulis


(5)

i

Akhlak Pada Mayarakat Lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang Selatan

Di zaman modern, bangsa kita sedang mengalami krisis moral, dan krisis moral inilah yang menjadi penyebab utama ketidakmenentuan bangsa ini. Jika krisis moral dibiarkan, maka kemungkinan besar bangsa ini akan hancur kedepannya. Oleh karena itu kehadiran KH. M. Agus Abdul Ghofur sebagai pimpinan Pondok Pesantren Madinatunajah serta ustadz di lingkungan Pondok Pesantren tersebut, yang berlokasi di kampung Jombang Kramat Ciputat mempunyai peranan penting untuk menyampaikan pesan-pesan yang mengandung nilai-nilai keagamaan, diantaranya dalam meningkatkan nilai akhlak.

Bagaimana strategi komunikasi yang digunakan KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah? Apa yang menjadi faktor penghambat komunikasi dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah?

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti berusaha untuk menggambarkan secara jelas segala yang terjadi di lapangan dengan melalui observasi, kemudian dianalisa untuk mendapatkan hasil yang sesuai tujuan penelitian. Pendekatan kualitatif ini menitik beratkan pada hasil data-data dari penelitian yang kemudian digambarkan berupa kata-kata melalui pengamatan observasi dan wawancara.

Strategi komunikasi yang digunakan KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan akhlak adalah mengenal komunikan, menentukan pesan yang akan disampaikan, menentukan metode, mempengaruhi/membujuk, mengontrol, antisipasi, merangkul, memberi kabar gembira dan peringatan. Sedangkan metode yang digunakan adalah repetition (pengulangan), cerita, diskusi, tanya jawab, ceramah serta nasihat. Faktor penghambat komunikasi adalah waktu dan kondisi yang kurang signifikan diantara keduanya.

Strategi komunikasi yang ditentukan serta menggunakan komunikasi yang sesuai dengan perencanaan, semua itu dapat berhasil dilakukan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat, dan hasil yang diperoleh sangat baik, meskipun masih ada penghambat yang tidak sulit untuk diatasi beliau, hal ini dapat terlihat dari tanggapan masyarakat strategi komunikasi yang dilakukan serta diterapkan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam kesehariannya sebagai contoh serta panutan bagi masyarakat dengan memberikan serta berbagi pengetahuan agama sebagai pedoman kehidupan.


(6)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohim

Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, Dialah Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan nikmat Iman, Islam dan Ikhsan kepada seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini. Dialah Tuhan yang menciptakan akal sebagai mediator untuk berfikir dan merenung tentang kekuasaan-Nya, untuk mempelajari lautan ilmu-Nya dan yang terpenting untuk menyadari, mengetahui, mengingat dan menyaksikan akan eksistensi-Nya setiap saat.

Bersama rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dan merupakan kewajiban akademis di Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan seluruh pengikutnya yang senantiasa istiqamah dalam mengikuti dan memegang teguh ajaran-Nya dan menjalankan agama Allah SWT. Semoga uswatu hasanah yang beliau contohkan, menjadikan penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya pengikut yang senantiasa mengikutinya dalam kehidupan sehari-hari.

Sepenuhnya penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak mengalami kesulitan, hambatan, dan gangguan hingga terkadang rasa


(7)

iii

putus asa dan bosan pernah dirasakan. Namun, berkat doa, bantuan, motivasi, bimbingan dan pengarahan yang sangat berharga dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala ketulusan, perkenankan penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat:

1. Drs. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Pembantu Dekan I Drs. Wahidin Saputra, MA, Pembantu Dekan II Bpk. Mahmud Jalal, M. Ag, serta Pembantu Dekan III Bpk. Study Rizal, LK, M. Ag.

2. Drs. Jumroni, M. Si, selaku Kepala Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Umi Musyarrofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam.

3. Umi Musyarrofah, M.A selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan pengarahan serta motivasi yang terus-menerus seraya memberikan dukungan guna meraih masa depan yang lebih baik. Penulis menganturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada beliau, semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan dan kebaikan setiap saat kepada beliau beserta keluarga.

4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya untuk Drs. Masran, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik KPI B 2009, yang sangat berjasa dalam skripsi ini. Serta Semua Dosen Yang telah mengajarkan dan mendidik ilmu pengetahuan serta ilmu yang bermanfaat bagi penulis.


(8)

iv

5. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan penulis untuk mendapatkan berbagai refrensi dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Kedua orang tua yang sangat berarti bagi kehidupan penulis, Kepada Bapak tercinta Tarzuki, dan Ibu wartini tersayang, engkaulah harta paling berharga yang penulis punya, serta Kakak tercinta Nurhayati dan Saeiful Aziz yang tidak henti-hentinya memberikan semangat serta motivasi, dan Adik tersayang Ida Fitria Salsabila yang menjadi penyemangat penulis. Kalian lah yang sangat penulis banggakan. Terima kasih atas semangat dan motivasi serta bantuan kalian buat penulis yang bersifat materiil. Semoga kebahagiaan dan keberkahan akan selalu menyertai serta mendapatkan balasan dari Allah SWT.

7. KH. M. Agus Abdul Ghofur yang telah banyak memberikan waktu dan ilmunya kepada penulis serta bantuan berupa mengarahkan, memotivasi, menyemangati, dan mendoakan sehingga terselesaikannya skripsi ini. 8. Ustadz Fahrurrozi dan Ustadz Eko Tristiono dan para ustadz dan ustadzah

di Pondok Pesantren Madinatunnajah selaku tempat penulis mencari data yang sangat membantu dan waktu luangnya untuk memberikan banyak petunjuk sehingga dapat selesai dengan baik skripsi ini.

9. Teman-teman KPI angkatan 2009. Khususnya KPI B, Maulisa Sudrajat, Ika Solihah, dan sahabat-sahabat Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan nuansa persahabatan, kekeluargaan


(9)

v

selama akhir hayat. Terima Kasih buat kalian yang telah memberikan motivasi dan do’a kepada penulis.

10.Sahabat seperjuangan Farihah Jadwa Izzaty dan Elfira Hanum, kalian lah yang menjadi semangat penulis untuk selalu optimis dan yakin dalam setiap langkah, kalian yang selalu penulis banggakan.

11.Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis sehingga terselesaikan penulisan skripsi ini.

Begitu besar ucapan terima kasih yang penulis sampaikan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan keluarga dan sahabat-sahabatku tercinta Amin Ya Robbal Alamin.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan. Karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Untuk itu penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 27 Mei 2013


(10)

vi

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Tinjauan Pustaka ... 8

F. Metodologi Penelitian ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pengertian Komunikasi ... 15

B. Strategi Komunikasi ... 25

C. Pengertian Nilai Dan Akhlak ... 30

D. Masyarakat ... 39

E. Pesantren ... 42

BAB III SEKILAS TENTANG BIOGRAFI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR DAN GAMBARAN UMUM KAMPUNG JOMBANG KRAMAT A. Biografi ... 44

1. Riwayat Hidup ... 44

2. Aktifitas Dakwah ... 46

3. Karya Tulis. ... 49

B. Kampung Jombang Kramat... 49

1. Keadaan Penduduk ... 50

2. Keadaan Ekonomi, Agama dan Budaya... 51


(11)

vii

BAB IV ANALISIS STRATEGI KOMUNIKASI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR DALAM MENINGKATKAN NILAI AKHLAK

A. Strategi Komunikasi ... 59

B. Faktor Pendukung Dan Penghambat ... 75

1. Faktor Pendukung ... 75

2. Faktor Penghambat... 77

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 79

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83


(12)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di zaman modern, bangsa kita sedang mengalami krisis moral, dan krisis moral inilah yang menjadi penyebab utama ketidakmenentuan bangsa ini. Jika krisis moral dibiarkan, maka kemungkinan besar bangsa ini akan hancur kedepannya. Praktik hidup yang menyimpang dan penyalahgunaan kesempatan yang merugikan orang lain kian tumbuh subur di negeri kita yang sungguh pelakunya tidak berakhlak. Korupsi, kolusi, nepotisme, penodongan, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dan perampasan hak-hak asasi manusia pada umumnya terlalu banyak yang dapat kita lihat dan saksikan. 1

Nilai agama yang sudah tertanam dalam diri masyarakat mulai tergeser dengan adanya budaya-budaya asing yang dapat merusak tingkah laku moral bangsa, dimana-mana terdengar macam-macam kenakalan, perkelahian, penyalah-gunaan narkotika, kehilangan semangat untuk belajar, ketidak patuhan terhadap orang tua dan sebagainya. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa saat ini masyarakat makin lama sudah menurun akhlakul karimahnya. Dalam pergaulan pada saat ini sudah tidak memandang lagi akan nilai-nilai moral, karena pergaulan bebas dalam masyarakat. Allah SWT telah menjelaskan dalam Al-Qur'an surah Al-A'raaf ayat 56:

1

M. Solihin dan M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup, (Bandung: Nuansa, Cet-1, 2005). h. 16


(13)















Artinya:

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.2

Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan, bahwa Allah akan selalu mencurahkan rahmatnya kepada hamba-Nya yang mempunyai akhlak yang baik serta budi pekerti yang baik, karena apabila seorang tidak mempunyai akhlak dan budi pekerti yang tidak baik, maka akan dapat merusak diri sendiri dan lingkungan, bahkan dapat merusak moral bangsa ini, karena kelakuan dan perbuatan yang buruk yang sudah tidak memandang lagi nilai dan norma-norma dalam masyarakat.3

Persoalan yang melanda bangsa ini sudah cukup kompleks, dari persoalan dampak bencana alam sampai persoalan yang muncul dari sistem dan tingkat moral masyarakatnya. Persoalan kemiskinan, rendahnya kualitas pendidikan, dan korupsi yang sampai saat ini masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan sistem dan peningkatan moralitas anak bangsa.

Salah satu manifestasi dari kerukunan adalah pola hubungan yang dialogis dan komunikatif antar pemeluk agama dan antar aliran suatu agama.

2

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Aliyy (Bandung: Diponegoro, 2000). h. 125

3

Imam Badrudin Aba Muhammad Mahmud bin Ahmad al-'Ayni, Umdatul Qori fi Syarhil shoheh Bukhory jus-32. (Lebanon: Daarul Fikri, 2005). h. 217


(14)

Hal ini dianggap urgen untuk merumuskan paradigma sosial yang diambil dari nilai-nilai keagamaan. Paradigma sosial keagamaan yang dimaksud adalah paradigma yang digali dari semangat ketuhanan yang mampu menumbuhkan perilaku keagamaan yang baru yang lebih santun, toleran, dan humanis di masyarakat.

Persoalan apapun yang dihadapi masyarakat dan bangsa ini, maka Islam harus ditampilkan sebagai faktor nilai yang menjadi komplemen bagi nilai-nilai yang lain dalam memberantas segala bentuk ketertindasan dan kemunduran masyarakat. Dengan menempatkan Islam sebagai social salvation (yang menyelamatkan), maka agama ini akan lebih dapat membumi dan melebarkan sayap-sayap nilai keagamaannya sehingga tidak dianggap agama primitif yang jauh dari dinamika persoalan sosio-historis.4

Eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang mengakar ditengah rakyat terutama dikalangan pedesaan, tetap akan hidup dan bahkan mungkin akan terus bermunculan pesantren-pesantren baru, dengan berbagai bentuk dan kecenderungannya sebagai salah satu proses interaksi. Pesantren diterima keberadaannya ditengah masyarakat lebih sebagai sebuah institusi sosial yang memiliki akar nilai historis dalam proses perkembangan umat Islam di Indonesia. Perkembangan yang mengarah pada peningkatan peran kualitatif pesantren secara lebih riil, sehingga keberadaannya sebagai proses perkembangan masyarakat.5

Kehadiran seorang kiai di dalam lingkungan masyarakat sangat berperan dalam membentuk masyarakat yang bermoral dan berakhlakul

4

Syamsul Bakri, Agama, Persoalan Sosial, dan Krisis Moral, (komunikasi, vol.3, no.1, Januari-juni 2009). h.39-44

5

Saifullah Ma'shum, Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat Ini


(15)

karimah, ia bukan hanya sekedar menempatkan dirinya sebagai pengajar dan pendidik santri-santrinya, melainkan aktif memecahkan masalah-masalah krusial yang dihadapi masyarakat. Biasanya kiai adalah pemimpin nonformal sekaligus pemimpin spiritual, oleh karena itu dibutuhkan strategi komunikasi yang baik antara kiai dengan masyarakat yang berada dilingkungan pesantren agar terciptanya keakraban, sehingga kiai mampu mengetahui sejauh mana watak dan sifat warga masyarakat di lingkungan pesantrennya.

Menurut Mujamil Qomar dalam bukunya Pesantren dan transformasi metodologi menuju demokrasi institusi menjelaskan bahwa:

”Kepercayaan masyarakat yang begitu tinggi terhadap kiai dan

didukung potensinya memecahkan berbagai problem sosio-psikis-kultural-politik-religius menyebabkan kiai menempati posisi kelompok elit dalam struktur sosial dan politik di masyarakat".6

KH. M. Agus Abdul Ghofur sebagai ketua serta pemimpin Pondok Pesantren Madinatunnajah, juga aktif di organisasi sebagai Anggota syuriah Nahdlotul Ulama (PCNU) Pengurus Cabang Nahdlotul Ulama Tangerang,

“beliau adalah sosok yang sangat disegani masyarakat lingkungan pondok

pesantren dan perhatian beliau terhadap masyarakat dalam meningkatkan nilai akhlak sangatlah tinggi, terlihat dalam rutinitas yang beliau lakukan di beberapa Majelis dan pengajian yang beliau adakan.7

6

Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta, Erlangga, 2005). h.29

7

Wawancara Pribadi dengan Ustadz Eko (Sekretaris KH. M. Agus Abdul Ghofur) Sabtu 27 April 2013


(16)

Komunikasi dan interaksi yang terjadi antara kiai dan masyarakat ini diharapkan dapat memberikan efek yang positif dalam meningkatkan nilai akhlak terhadap masyarakat, lebih khusus masyarakat sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Kramat. Oleh karena itu dapat dilihat, betapa pentingnya seorang figur kiai bukan hanya membina serta meningkatkan nilai-nilai agama serta akhlak dan budi pekerti kepada santrinya, akan tetapi lebih-lebih kepada masyarakat lingkungan yang berada di sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Kramat agar terwujudnya masyarakat yang madani.

Sebelum berdirinya Pondok Pesantren Madinatunnajah, wilayah Jombang Kramat dan sekitanya menurut sejarah akan dibangunnya kristenisasi untuk wilayah Tangerang Selatan ini, dengan disebarkannya agama Kristen di wilayah ini, kemudian akan di bangun masyarakat yang menganut agama

Kristen. “Dengan mendengar akan dibangunnya sebuah kristenisasi sangat miris mendengarnya, dan tergugahlah hati saya dan hati KH. Mahrus Amin untuk mendirikan Pesantren di Jombang ini, untuk mencegah hal tersebut terjadi, dan sekarang agama serta budaya Islam sudah tertanam pada masyarakat, dengan usaha dan berdoa kepada Allah SWT terbagunlah

masyarakat yang lebih baik”.8

Oleh karena itu, penulis tertarik sekali untuk mengetahui dan mengungkap perihal strategi komunikasi yang dilakukan oleh kiai pondok pesantren terhadap masyarakat sekitar pondok pesantren dalam meningkatkan

8

Wawancara Pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur (Pimpinan Pondok Pesantren Madinatunnajah) Senin 22 April 2013.


(17)

nilai akhlak sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul skripsi: Strategi Komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur Dalam Meningkatkan Nilai Akhlak Pada Masyarakat Lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang Selatan.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah yang ingin diteliti mengenai strategi komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak hanya pada di kampung Jombang Kramat RT 003 / RW 017 Ciputat Tangerang Selatan. Penulis memilih Jombang Kramat karena pada wilayah Jombang cukup luas diantaranya terdiri dari Jombang Kramat, Jombang Rawalele, Jombang Tengah, Jombang Pasar, Jombang Cilalung, Kampung Gunung, dan Jombang Dua.

2. Perumusan Masalah

Kemudian untuk memperjelas masalah yang akan dibahas maka peneliti merumuskan pada masalah, yaitu

1. Bagaimana strategi komunikasi yang diterapkan KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang Kramat?


(18)

2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang Kramat?

C. Tujuan Penelitian

Atas dasar latar belakang dan batasan serta perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penilitian skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui strategi komunikasi yang diterapkan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah di Jombang Kramat.

2. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat strategi komunikasi dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah di Jombang Kramat.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis

a. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi kontribusi positif dalam bidang studi keagamaan dan khususnya dalam ilmu komunikasi.

b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan dokumentasi ilmiah dalam studi akhlak dan ilmu komunikasi.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan menambah wawasan seberapa penting komunikasi sebagai media dalam membangun nilai akhlak.


(19)

E. Tinjauan Pustaka

Ada beberapa skripsi/penelitian mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, khususnya jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam yang pembahasannya hampir sama dengan judul yang peneliti bahas yaitu:

1. Strategi Komunikasi KH. Ahmad Syarifuddin Abdul Ghani Dalam Pembinaan Akhlak Pada Masyarakat Lingkungan Pondok Pesantren al-Hidayah Jakarta Barat oleh penulis Ahmad Mursyidi (Skripsi: UIN 2011). Pembahasan masalah skripsinya adalah tentang bagaimana strategi yang dilakukan KH. Ahmad Syarifuddin Abdul Ghofur dalam pembinaan akhlak pada masyarakat lingkungan pondok pesantren al-Hidayah.

2. Strategi Komunikasi Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin, M.Sc, dalam Mensosialisasikan Zakat di Indonesia oleh penulis Muhammad Alvi (Skripsi: UIN 2008). Pembahasannya masalah skripsi ini adalah membahas tentang bagaimana KH. Didin Hafiduddin mensosialisasikan zakat di Indonesia serta membahas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh KH. Didin Hafiduddin dalam mensosialisasikan zakat serta potensi zakat profesi.

3. Pola Komunikasi Antara Pengasuh Dengan Anak Asuh Dalam Pembinaan Akhlak Di Panti Asuhan Al-Ikhlas Vila Tomang Tangerang, oleh penulis Herman Setiawan (Skripsi: UIN 2010). Skripsi tersebut membahas tentang pola komunikasi antara pengasuh dengan anak asuh dalam pembinaan akhlak di Panti Asuhan al-Ikhlas Vila Toman Tangerang. Dalam skripsi ini lebih memfokuskan dalam komunikasi antarpribadi antara pengasuh dan anak asuhnya saja.


(20)

Berbeda dari skripsi yang di atas, penelitian yang penulis lakukan untuk menyusun skripsi ini adalah lebih cenderung kepada strategi komunikasi serta faktor pendukung dan penghambat pada KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Ciputat Tangerang Selatan.

F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, penelitian deskriptif ialah hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.9 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan karena beberapa pertimbangan yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim mengidentifikasikan suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik bermakna lapangan.10

Peneliti berusaha untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian secara jelas apa saja yang terjadi di lapangan dan menganalisisnya untuk mendapatkan hasil yang berdasarkan tujuan penelitian.

9

Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007). h.24.

10

Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003). Cet. Ke-2, h. 39.


(21)

Selain itu, penelitian dengan menggunakan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.11

2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada KH. M. Agus Abdul Ghofur dan di kampung Jombang Kramat Tangerang Selatan. Penelitian ini dimulai bulan Maret sampai dengan Mei 2013.

3. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah KH. M. Agus Abdul Ghofur dan yang menjadi objek penelitiannya adalah strategi komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang.

4. Tahapan Penelitian

Proses penelitian ini meliputi tiga tahapan, yaitu: a. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang aktual peneliti meninjau dari masalah yang diselidiki, penyelidikan ini diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari

11

Moleong J Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007). h. 6.


(22)

keterangan secara faktual. Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah melalui:

1) Observasi

Observasi adalah kegiatan yang setiap saat di lakukan. Dengan perlengkapan pancaindra yang kita miliki, kita sering mengamati objek-objek disekitar kita. Observasi disini juga diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut.12

Dalam penelitian ini, penelitian mengadakan pengamatan terhadap kegiatan dan bentuk komunikasi serta strategi komunikasi yang dilakukan KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang.

2) Wawancara Mendalam

Selain dari pengumpulan data dengan cara pengamatan, maka dalam ilmu sosial data dapat juga diperoleh dengan mengadakan interview atau wawancara. Dalam hal ini informasi atau keterangan diperoleh langsung dari responden atau informan dengan cara tatap muka dan bercakap-cakap.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka

12

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran (Jakarta: Kencana, 2008). Ed.1 Cet.3 h.108


(23)

antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).13

Peneliti mewawancarai dan bertanya langsung kepada narasumber untuk mendapatkan informasi yang tepat, wawancara ini ditujukan kepada ketua pimpinan Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Kramat yaitu KH. M. Agus Abdul Ghofur dan ketua RT 003 Bapak Mail Wuton, ketua RW 017 Bapak Misad, Ustadz Eko Tristiono, Bapak Suwanda ketua RT 004, dan Bapak Pakcing.

3) Dokumentasi

Dokumentasi sebagai sebuah metode pengumpulan data, yang biasanya terjadi dalam riset-riset historis, yaitu bertujuan untuk menggali data-data masa lampau secara sistematis dan objektif. Metode observasi, kuesioner atau wawancara sering dilengkapi dengan kegiatan penelusuran dokumentasi. Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data.14

Teknik dokumentasi sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data, karena dalam banyak hal

13

Moh. Nazar, Metode Penelitian. (Jakarta: Galia Indonesia, 2009). Cet. Ke-7 h.193-194

14

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran (Jakarta: Kencana, 2008). Ed.1 Cet. Ke-3 h.118


(24)

dokumentasi sebagai sumber data dimanfaatkan untuk mengkaji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.15

b. Teknik Pengolahan Data

Dalam pengolahan data, peneliti melakukan beberapa tahap, yaitu data dikelompokkan, disederhanakan lalu dikemas dalam tabel, grafik, maupun bagan. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, lalu dianalisis dengan menggabungkan ketiga hasil data sementara dari observasi, dokumentasi, dan wawancara kemudian dikumpulkan untuk dibuat kesimpulan, kemudian data-data tersebut diolah atau direvisi kembali dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif.

Adapun dalam penulisan ini peneliti berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) terbitan CeQDA (Center for quality Development and Assurance).

G. Sistematika Penulisan

Penelitian dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Dalam setiap bab akan dibagi kedalam sub bab sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, kerangka konsep, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

15

Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009). h.217


(25)

Bab II Kajian teoritis meliputi definisi komunikasi, strategi komunikasi, bentuk-bentuk komunikasi, unsur-unsur komunikasi, pengertian masyarakat, masyarakat dan peranan pesantren, meningkatkan nilai akhlak dan definisi pondok pesantren.

Bab III Sekilas Tentang Biografi KH. M. Agus Abdul Ghofur dan Gambaran Umum Masyarakat, yang meliputi Riwayat Hidup KH. M. Agus Abdul Ghofur, berkaitan dengan latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan. Aktifitas Dakwah KH. M. Agus Abdul Ghofur. Gambaran singkat tentang masyarakat sekitar pondok pesantren Madinatunnajah keadaan ekonomi, sosial, budaya dan sekilas tentang Pesantren Madinatunnajah. Bab IV Analisis Strategi Komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur

dalam Meningkatkan Nilai Akhlak Pada Masyarakat Sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah, yang meliputi tentang bagaimana strategi komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah, serta faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan pondok pesantren Madinatunnajah.

Bab V Penutup meliputi kesimpulan serta saran-saran yang dianggap perlu.


(26)

15

KAJIAN TEORITIS

A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi

Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dan bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang terintegrasi oleh informasi, di mana masing-masing individu dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi (information sharing) untuk mencapai tujuan bersama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampai pesan dan orang yang menerima pesan. Senada dengan hal ini bahwa komunikasi atau

communication berasal dari bahasa Latin “communis”. Communis atau

dalam bahasa Inggrisnya “commun” yang artinya sama. Apabila kita

berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita berada dalam keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan.1

Komunikasi menurut bahasa atau etimologi dalam “Ensiklopedi Umum” diartikan dengan “Perhubungan”, sedangkan yang terdapat dalam

buku komunkasi berasal dari perkataan latin, yaitu:

a. Communicare, yang berarti berpartisipasi ataupun memberi tahukan. b. Communis, yang berarti milik bersama ataupun berlaku dimana-mana.

1

Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perpektif, Ragam, & Aplikasi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet-1, 2009) h. 8


(27)

c. Communis Opinion, yang berarti pendapat umum ataupun pendapat mayoritas.

d. Communico, yang berarti membuat sama.

e. Demikian juga Communication berasal dari kata Comunis yang berarti sama. Sama disini maksudnya sama makna.2

Komunikasi juga bisa berarti upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan dan juga pada dasarnya komunikasi merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang baik berupa kata-kata, yang semuanya itu tentu harus adanya kesamaan makna sesuai dengan yang diharapkan komunikator. Dengan demikian akan timbul empat tindakan bagi setiap pelakunya yaitu:

a. Membentuk Pesan, artinya menciptakan suatu ide atau gagasan, yang terjadi dalam benak kepala seseorang melalui proses kerja sistem syaraf.

b. Menyampaikan, artinya pesan yang telah dibentuk kemudian disampaikan kepada orang lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bentuk pesannya dapat berupa pesan-pesan verbal-non verbal.

c. Menerima, artinya disamping membentuk dan menyampaikan pesan, seseorang akan menerima pesan yang disampaikan oleh orang lain.

2


(28)

d. Mengolah, artinya pesan yang telah diterima, kemudian akan diolah melalui sistem syaraf dan diinterpretasikan. Setelah diinterpretasikan pesan dapat menimbulkan tanggapan atau reaksi dari si orang tersebut.3

Jadi, komunikasi adalah berlangsungnya pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Itulah komunikasi yang efektif, begitu pula sebaliknya komunikasi yang tidak efektif adalah berlangsungnya komunikasi yang mana tidak dipahami oleh penerima pesan (komunikan).

Adapun pengertian komunikasi menurut istilah atau terminology banyak dikemukakan oleh sarjana-sarjana yang menekuni ilmu komunikasi yaitu:

a. Lasswell, 1960, mengatakan bahwa “komunikasi pada dasarnya

merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”, “mengatakan apa”, “dengan saluran apa”, “kepada siapa”, dan dengan akibat apa atau hasil apa” (Who? Says What? In Which Channel? To Whom? With What Effect?)4

b. Sedangkan menurut William J. Seller, memberikan komunikasi yang lebih bersifat universal. Dia mengatakan bahwa komunikasi adalah

“proses dengan makna simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima, dan diberi arti”.5

3

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007). Cet-1. h. 21-22

4

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 21

5


(29)

2. Unsur-Unsur Komunikasi

Komunikasi dianggap tindakan yang disengaja (intentional act) untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan sesuatu. Konseptualisasi komunikasi sebagai tindakan satu-arah menyoroti penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa semua kegiatan komunikasi bersifat instrumental dan persuasif. Definisi komunikasi dari Harold Lasswell:

“(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran

Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana?

Berdasarkan definisi Lasswell ini dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu:

a. Sumber (Source), sering disebut juga pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator (communicator), pembicara (speaker), atau

originator.6 Sumber/Source adalah apa-apa yang ada dalam benak seseorang, baik berupa ide, pemikiran, gagasan, peristiwa/kejadian, pengetahuan dan lain-lain, yang semuanya itu hasil dari persepsi (pantauan dan pemaknaan indra kepada yang ada disekelilingnya), yang kemudian disimpan dalam kotak hitam dikepala, yang disebut dengan ideasi. Sumber inipun terdiri dari komunikator, yakni orang yang pertama kali

6

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. Ke 12, 2008) h. 68-69


(30)

menyampaikan pesan. Encoder, adalah istilah lain yang mempunyai pengertian yang sama dengan komunikator. Encoder dalam penyampaian pesan mempunyai sifat Encoding, yaitu suatu usaha komunikator dalam menafsirkan pesan yang akan disampaikan kepada komunikan, agar komunikan dapat memahaminya.7

b. Message adalah: Pesan, baik berupa kata-kata, lambang-lambang, isyarat, tanda-tanda atau gambar yang disampaikan.

c. Medium adalah: Alat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam menyampaikan pesan kepada penerima, agar hasil komunikasi dapat mencapai sasaran yang lebih banyak dan luas. Media ini ada yang bersifat nirmasa, seperti: telepon, Handphone (HP) dan lainnya, dan ada pula yang bersifat media massa, seperti: Televisi, Radio, Koran (Pers), dan Film. d. Komunikan adalah orang yang menerima pesan. Decoder, adalah istilah

lain yang mempunyai pengertian sama dengan komunikan. Dalam menerima pesan decoder mempunyai sifat Decoding, yaitu suatu usaha komunikan dalam menafsirkan pesan yang disampaikan oleh komunikator. Sering juga disebut sasaran/tujuan (destination), yakni tujuan yang ingin di capai dari proses komunikasi.

e. Efek adalah perubahan yang terjadi di pihak komunikan sebagai akibat dari diterimanya pesan melalui komunikasi. Efek bisa bersifat kognitif yang meliputi pengetahuan, bisa juga bersifat afektif yang meliputi perasaan emosi, atau bisa juga bersifat konatif yang merupakan tindakan.

7


(31)

f. Feed Back adalah tanggapan/umpan balik/jawaban atau respon komunikan kepada komunikator, bahwa komunikasinya dapat diterima dan berjalan.8

3. Konteks Komunikasi

Komunikasi tidak berlangsung dalam suatu ruang hampa-sosial, melainkan dalam konteks, yang terdiri dari aspek bersifat fisik, aspek psikologis, aspek sosial, dan aspek waktu. Banyak pakar komunikasi mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya. Indikator yang paling umum guna mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Maka dikenallah: komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa.9

a. Komunikasi Intrapribadi

Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang. Orang itu berperan baik sebagai komunikator atau komunikan. Dia berbicara kepada dirinya sendiri, dia berdialog dengan dirinya, dia bertanya pada dirinya dan dijawab oleh dirinya sendiri. Komunikasi intrapribadi biasanya mencakup saat di mana seseorang membayangkan mempersepsikan dan menyelesaikan berbagai persoalan oleh dirinya sendiri.10

8

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 46-47

9

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, h. 77-78

10


(32)

Jadi, komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang terjadi pada diri sendiri dan dilakukan dalam bentuk dialog internal, kebanyakan orang melakukannya sering tidak disadari. Komunikasi ini juga berguna untuk mengevaluasi diri dan menilai diri sendiri ketika kita akan melakukan sesuatu atau sebelum kita berdialog dengan orang lain, karena keberhasilan komunikator tergantung pada keefektifan komunikasi yang kita lakukan.

b. Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi adalah ”komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap

reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal”.11 Menurut Roudhonah dalam bukunya Ilmu Komunikasi mengatakan bahwa:

“Secara umum, komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu

proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung secara terus menerus. Komunikasi antarpribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal-balik. Sedangkan makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang

digunakan dalam proses komunikasi.”12

Jadi, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang secara tatap muka, pesan yang disampaikan oleh si pengirim dapat diterima dan di tanggapi secara langsung oleh si penerima

11

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, h. 81

12


(33)

pesan (komunikan) seperti melakukan percakanpan, wawancara, serta berdialog.

c. Komunikasi Kelompok

Komunikasi kelompok (group communication) berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang. Jika komunikannya hanya seorang atau dua orang itu termasuk komunikasi antarpribadi.

Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit, bisa banyak. Apabila jumlah orang yang dalam kelompok itu sedikit yang berarti kelompok itu kecil, komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok kecil (small group communication), jika jumlahnya banyak yang berarti kelompoknya besar dinamakan komunikasi kelompok besar (large group communication).13

Komunikasi kelompok berjumlah tidak ditentukan, dalam komunikasi kelompok hanya terdapat istilah small group dan large group.

Small group berjumlah lebih sedikit dan large group berjumlah lebih banyak, keduanya tidak bisa ditentukan jumlah orang dalam kelompok tersebut.

d. Komunikasi Publik

Komunikasi publik ialah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar khalayak yang tidak bisa dikenali satu per satu,

13

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Cet. Ke-3, 2007), h. 75


(34)

sebagaimana dapat dilihat dalam pidato, ceramah, seminar, dan sebagainya.

Dalam komunikasi publik penyampaian pesan berlangsung secara kontinu. Dapat diidentifikasi siapa yang berbicara (sumber) dan siapa pendengarnya. Interaksi antara sumber dan penerima terbatas, sehingga tanggapan balik juga terbatas. Hal ini disebabkan karena waktu yang digunakan sangat terbatas, dan jumlah khalayak relatif besar. Sumber sering tidak dapat mengidentifikasi satu per satu pendengarnya. Tipe komunikasi publik biasanya ditemui dalam berbagai aktivitas seperti kuliah umum, khotbah, pengarahan, ceramah dan semacamnya.14

Jadi, komunikasi publik adalah komunikasi yang dilakukan seorang komunikator dengan pendengar yang tidak sedikit (komunikan), serta mempunyai ruang dan waktu yang terbatas, yakni komunikan yang tidak bisa diidentifikasikan satu persatu oleh komunikatornya.

e. Komunikasi Organisasi

Komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam jaringan yang lebih besar daripada kemunikasi kelompok. Oleh karena itu, organisasi dapat diartikan sebagai kelompok dari kelompok-kelompok.

Komunikasi organisasi seringkali melibatkan juga komunikasi diadik (yang berlangsung antara dua orang saja), komunikasi antarpribadi

14

Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perpektif, Ragam, & Aplikasi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet-1, 2009), h. 20


(35)

dan ada kalanya juga komunikasi publik. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunkasi horizontal, sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada struktur organisasi, seperti komunikasi antarsejawat, juga termasuk selentingan dan gosip.15

Komunikasi organisasi terdiri dari sekumpulan orang yang melakukan komunikasi antar kelompok dari jumlah yang lebih besar, bersifat formal maupun informal, serta mempunyai tujuan yang sama. f. Komunikasi Massa

Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (televisi, radio), berbiaya relatif mahal, yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak dan selintas (khususnya media elektronik). Komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik dan komunikasi organisasi berlangsung juga dalam proses untuk mempersiapkan pesan yang disampaikan media massa.16

Jadi, komunikasi massa adalah penyampaian pesan melalui media yang ditujukkan kepada khalayak, yaitu sejumlah orang yang tidak tampak oleh komunikator, seperti pembaca surat kabar, penonton televisi,

15

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. Ke 12, 2008), h. 83

16


(36)

pendengar radio dan sebagainya, yang mana mereka tidak tampak oleh komunikator.

B. Strategi Komunikasi

1. Pengertian Strategi Komunikasi

Para ahli komunikasi, terutama di negara-negara yang sedang berkembang, dalam tahun-tahun terakhir ini menumpahkan perhatiannya yang besar terhadap strategi komunikasi (communication strategy), dalam hubungannya dengan penggiatan pembangunan nasional di negara masing-masing.17

Strategi dalam suatu kegiatan dapat diartikan sebagai langkah-langkah operasional dalam menuju terlaksananya suatu kegiatan yang merupakan taktik untuk mencapai suatu tujuan dari kegiatan itu, yakni pengertian berhasil dengan baik dalam mencapai sasaran yang dikehendaki.18

Semua aktivitas yang berhubungan dengan komunikasi sudah tentu tidak asal jadi. Namun komunikasi yang terjadi pada manusia harus direncanakan, diorganisasikan, ditumbuhkembangkan agar menjadi komunikasi yang lebih berkualitas, salah satu langkah terpenting adalah menetapkan strategi komunikasi. Dalam banyak kasus komunikasi manusia, yang disebut strategi komunikasi yang baik adalah strategi yang dapat menetapkan atau menempatkan posisi seseorang secara tepat dalam

17

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Cet. Ke-3, 2007) h. 299

18

M. Bahri Ghazali, Da'wah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komuniasi Da'wah (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997) h.21-23


(37)

komunikasi dengan lawan komunikasinya sehingga dapat mencapai tujuan komunikasi yang telah ditetapkan.19

Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.20

Kata strategi berasal dari akar kata bahasa Yunani strategos yang secara harfiah berarti seni umum.21 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia

strategi berarti:

a. Ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu dalam perang dan damai.

b. Ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh dalam perang, dalam kondisi yang menguntungkan.

c. Tempat yang baik untuk siasat perang.

d. Rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. 22

Strategi komunikasi adalah sesuatu yang patut dikerjakan demi kelancaran komunikasi.23 Yakni untuk menciptakan komunikasi yang

19

Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011) Ed.1 cet.1 h.238

20

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bndung: PT. Citra Aditya Bakti, Cet. Ke-3, 2007) h. 300

21

Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, h.240

22

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 1092

23


(38)

konsisten, komunikasi yang dilakukan berdasarkan satu pilihan (keputusan) dari beberapa opsi komunikasi.24

Demikian pula strategi komunikasi merupakan panduan dan perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus di lakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi. 25

Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan

kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Who Says Which Channel To Whom With What Effect?” Untuk memantapkan strategi komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus tersebut.

a. Who? (Siapakah Komunikatornya?) b. Says What? (Pesan apa yang dinyatakan?)

c. In Which Channel? (Media apa yang digunakan?) d. To Whom? (Siapa komunikannya?)

e. With What Effect? (Efek apa yang diharapkan?)26

Dari beberapa pengertian dan pendapat di atas, maka dapat di ambil kesimpulan tentang strategi adalah:

24

Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011) Ed.1 cet.1 h. 240

25

Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, h. 301

26


(39)

a. Tentang arti strategi lekat sekali kaitannya dengan pencapaian tujuan yang diinginkan, strategi hanya mengatur apa yang kita rencanakan, arahkan, dan tujuan pada sasaran akhir saja.

b. Serangkaian keputusan dan tindakan yang dipilih serta dapat menentukan tujuan dan dapat melakukan penetapan sasaran sesuai perencanaan. Dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal, perencanaan ataupun perumusan kebijakan dan strategi untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama dapat tercapai.

2. Tahapan-tahapan Strategi Komunikasi

Dalam pencapaian strategi komunikasi yang sesuai dengan tujuan terdapat tahapan-tahapan dalam proses meraih hasil tujuan yang diinginkan beberapa tahapan itu diantaranya adalah:

a. Perencanaan Strategi Komunikasi

Perlu diketahui bahwa kegiatan yang tidak berdasarkan perencanaan strategis, hanya akan berupa ide yang diinginkan, tanpa adanya pelaksanaan untuk menjalankan tujuan yang kita inginkan, sangat berbeda dengan suatu kegiatan yang berbasis perencanaan dan target.27 Misalnya, jika kita menginginkan suatu tujuan, maka alangkah baiknya jika kita menetapkan target apa saja yang harus dicapai, kemudian menetapkan langkah yang sudah dipilih untuk menuju suatu tujuan yang

27

Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011) Ed.1 cet.1 h. 240


(40)

ditargetkan. Menurut Prof. Dr. Alo Liliweri dalam buku Komunikasinya menyatakan; “sebagai bahan pertimbangan pada awal proses perencanaan, kita harus belajar menjawab beberapa pertanyaan kunci yang membantu kita dalam perencanaan berkomunikasi, seperti:”

1. Di mana kita sekarang berada dan kemana kita ingin berada? 2. Apa yang harus kita lakukan untuk sampai kesana?

3. Apa saja peran komunikasi, pendidikan, dan pelatihan untuk mendukung kita sampai tujuan tersebut?

4. Bagaimana kita harus belajar dari pengalaman perjalanan hidup kita?28

Perencanaan strategi komunikasi ini sebagai pengarah dalam kegiatan berkomunikasi, serta sebagai tolak ukur efektifitas komunikasi untuk mencapai suatu tujuan.

b. Implementasi Strategi Komunikasi

Dalam strategi komunikasi tidak akan efektif jika hanya ada perencanaan saja, akan tetapi perlu adanya pelaksanaan yang sudah terencana yang akan menjadikan strategi komunikasi ini efektif. Setelah merencanakan dan memilih strategi yang ditetapkan, maka langkah selanjutnya dengan memulai berpikir tentang kegiatan yang harus disiapkan dan dilaksanakan untuk mendapatkan hasil dan tujuan yang diinginkan meskipun terkadang terjadi adanya perubahan kebijakan, praktik-praktik organisasi, atau perilaku individu.29

c. Evaluasi Strategi

Setelah adanya tahap perencanaan dan implementasi dalam strategi komunikasi, tahap selanjutnya adalah adanya evaluasi implementasi strategi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui akibat dan

28

Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011) Ed.1 cet.1. h. 252

29


(41)

pengaruhnya dari tahap perencanaan serta implementasi yang dilakukan sudah sesuai yang diinginkan atau sebaliknya. Karena tahap inilah yang menentukan apakah sasaran sudah mencapai tujuan, jika sudah adanya keberhasilan di tahap ini kita bisa meneruskan serta menetapkan tujuan-tujuan selanjutnya yang ingin dicapai.

Tahap evaluasi merupakan salah satu tahap menuju komunikasi yang efektif, yaitu komunikasi yang mengandung kesan bagi orang lain dan dapat diterima oleh komunikan yang menjadi sasaran bagi komunikator. Dalam buku Ilmu Komunikasi yang dikarang oleh Roudhonah, Cultip dan Center mengemukakan empat tahap menuju komunikasi efektif, yang diantaranya adalah:

“Tahap Evaluasi, yaitu setelah komunikasi (sesuai rencana) dilaksanakan, maka untuk mengetahui akibat dan pengaruh-pengaruhnya terhadap publik, dilaksanakan melalui evaluasi, seperti riset khalayak. Penilaian ini bisa meliputi:

a. Apakah maksud dari keseluruhan pesan dapat dipahami oleh publik?

b. Berapa banyak masalah yang dapat dipahami oleh publik? c. Apakah gambaran atau pengertian yang diperoleh publik sesuai

dengan yang dimaksudkan komunikator?

d. Apakah pesan-pesan yang diterima dapat mengesankan, yang kemudian dapat dipraktekkan d lam kehidupan publik?”30

C. Pengertian Nilai dan Akhlak

1. Pengertian Nilai

Mengenal bermacam-macam nilai, yaitu nilai material, nilai vital, dan nilai keruhanian. Nilai material yaitu segala seseuatu yang berguna bagi unsur manusia. Nilai material ini secara relatif lebih mudah diukur

30


(42)

dengan alat-alat pengukur, misalnya berat, panjang, luas, isi, dan sebagainya. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan kegiatan dan aktivitas. Sedangkan nilai keruhanian yaitu segala sesuatu yang berguna bagi ruhani manusia, misalnya nilai religius, keindahan, nilai moral yang berasal dari kodrat manusia, dan nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal manusia. Nilai ruhani tidak dapat diukur menggunakan alat-alat pengukur yang biasa digunakan untuk mengukur nilai-nilai material, tetapi hanya bisa diukur dengan akal budi dan hati nurani manusia.31

Nilai, secara singkat dapat dikatakan sebagai hasil penilaian/pertimbangan baik atau tidak baik terhadap sesuatu, yang kemudian dipergunakan sebagai dasar alasan (motivasi) seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Adapun yang dinamakan norma (kaidah) adalah petunjuk tingkah laku (perilaku) yang harus di lakukan atau tidak boleh di lakukan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan suatu alasan (motivasi) tertentu dengan disertai sanksi.32

Peran utama orang tua adalah memberikan makna kehidupan kepada anaknya dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai untuk menuntutnya, termasuk ke dalam motif ini ialah

31

M. Solihin, dan M. Rosid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup,

(Bandung: Penerbit Nuansa, Cet.1, 2005) h. 27-28

32


(43)

motif keagamaan. Manusia membutuhkan nilai untuk kepastian bertindak, tanpa nilai manusia kehilangan pegangan.33

2. Pengertian Akhlak

Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (etimologi, kebahasaan, lughat) dan pendekatan terminologik (peristilahan). Kata akhlak kalau kita terjemahkan secara bahasa berarti budi pekerti dan sopan santun. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi

majid af’ala-yuf’ilu-if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), al-thabi’ah

(kelakuan, tabiat, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman),

al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).

Dalam Bahasa Arab, kata akhlaq adalah jamak dari kata khilqun

atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlaq sebagaimana disebutkan diatas.34 Definisi atau pengertian akhlak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan definisi-definisi tersebut justru saling melengkapi. Menurut Abuddin Nata dalam buku Akhlak Tasawuf : Manusia, Etika, dan Makna Hidup yang di tulis oleh Dr. M. Sholihin, M.Ag dan M. Rosyid Anwar, S.Ag, berdasarkan penjelasan para ulama setidaknya ada lima ciri-ciri akhlak, yaitu:

33

Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi Dan Tabligh, (Jakarta: Amzah, 2012) Ed.1, Cet.1 h.66

34

M. Solihin, dan M. Rosid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup,


(44)

a. Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah menjadi bagian dari kepribadian.

b. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.

c. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.

d. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh, bukan main-main atau bersandiwara, seperti dalam film.

e. Sejalan dengan cirri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah bukan karena ingin dipuji.35

3. Fungsi Akhlak Dalam Kehidupan Manusia

Ada dua macam naluri manusia yang paling kuat yaitu ingin mempertahankan hidupnya di dunia ini dan ingin mencapai kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Di samping itu, dalam diri manusia ada hati nurani yang mendapat cahaya Tuhan dan dapat menilai hal-hal yang baik untuk di kerjakan. Di dalam hati nurani manusia juga ada rasa malu jika seseorang melakukan keburukan dan kejahatan.

Dengan pendengaran, penglihatan dan hatinya, manusia dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman. Manusia yang berilmu dan berakhlak tidak akan sama dengan manusia yang tidak berilmu dan tidak

35

M. Solihin, dan M. Rosid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup,


(45)

berakhlak. Orang yang beriman, berakhlak, dan berilmulah yang akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.36

Menurut Armawati Arbi dalam bukunya Psikologi Komunikasi Dan tabligh, Din Syamsuddin menjelaskan sebagai berikut37:

“Islam adalah agama etik (etichal religion), yaitu agama yang berorientasi pada pengembangan etika dalam arti yang seluas-luasnya atau apa yang disebut dalam Islam dengan akhlak. Akhlak, dalam hal ini, mengandung konotasi etik dan etos sekaligus. Keberagamaan yang tertinggi, dengan demikian akan diukur dari sudut derajat manifestasi etika dan etos sosial dalam

kehidupan seorang muslim.”

4. Akhlak Sosial Islam

Secara garis besar, ajaran Islam meliputi tiga aspek penting yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Dengan begitu bisa dikatakan akhlak merupakan sepertiga dari ajaran Islam dan sekaligus menjadi puncak dari seluruh rangkaian ajaran Islam. Bahkan, semua bentuk ibadah bermuara pada pembentukan akhlak yang mulia. Ini tergambar misalnya bahwa shalat dimaksudkan untuk mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar, puasa berujung pada ketakwaan, zakat untuk membersihkan harta dan jiwa, sedangkan ibadah haji menitikberatkan pada pengorbanan fisik, harta, dan persaudaraan universal.38

Akhlak yang mulia berakar dari pancaran keimanan. Itulah

sebabnya, kata „iman dan amal saleh’ selalu disebut bertautan dalam

36

M. Solihin, dan M. Rosid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup

h.100-101

37

Armawati Arbi, Psikolgi Komunikasi Dan Tabligh, (Jakarta: Amzah, 2012), Ed.1 Cet.1, h.274

38

Muhammad Maulana,Akhlak Sosial Muslim: Satu Hati dan Perbuatan, (Jakarta: Pustaka Zaman, Cet-1, 2000) h.71-73


(46)

Alquran. Artinya, keimanan yang kuat akan mendorong seorang Muslim untuk senantiasa melakukan perbuatan yang baik.

Akhlak sosial Islam bermula dari kesalehan pribadi/individu. Dari kesalehan pribadi itulah yang akan membentuk keluarga yang saleh. Dan, keluarga yang saleh merupakan salah satu indikator bagi suatu tatanan masyarakat/sosial yang bermoral.39

Jika akhlak sosial Islam telah dihayati oleh setiap individu masyarakat dan teraplikasikan dalam derap langkah kehidupan, maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi terwujudnya tatanan masyarakat madani yang dicita-citakan bersama.40

Sebagai pegangan operatif dalam menjalankan pendidikan keagamaan kepada anak, mungkin nilai-nilai akhlak berikut ini patut sekali dipertimbangkan oleh orang tua untuk ditanamkan kepada anak dan keturunannya41:

a. Silaturrahmi (dari bahasa Arab, shilat al-rahm): Yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai taulan, tetangga, dst. Sifat utama Tuhan adalah kasih (rahm, rahmah) sebagai satu-satunya sifat Ilahi yang di wajibkan sendiri atas Diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta kepada sesamanya, agar

Allah SWT cinta kepadanya. “Kasihlah kepada orang di bumi, maka

Dia (Tuhan) yang ada di langit akan kasih kepadamu.”

39

Muhammad Maulana,Akhlak Sosial Muslim: Satu Hati dan Perbuatan, (Jakarta: Pustaka Zaman, Cet-1, 2000) h. 71-73

40

Muhammad Maulana,Akhlak Sosial Muslim, h.71-73

41


(47)

b. Persaudaraan (ukhuwah): Yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesama kaum beriman (biasa disebut ukhuwah islamiyah) seperti disebutkan dalam Alquran, yang intinya ialah hendaknya seseorang tidak mudah merendahkan golongan yang lain, kalau-kalau mereka itu lebih baik daripada diri sendiri; tidak saling menghina, saling mengejek, banyak berprasangka, suka mencari-cari kesalahan orang lain, dan suka mengumpat (membicarakan keburukan seseorang yang tidak ada di depan kita)42

c. Persamaan (al-musawah): Yaitu pandangan bahwa semua manusia, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan ataupun kesukuannya, dan lain-lain, adalah sama dalam harkat dan martabat. Tinggi rendah manusia hanya ada dalam pandangan Tuhan yang tahu kadar taqwa itu. Prinsip ini dipaparkan dalam Kitab Suci sebagai kelanjutan pemaparan tentang prinsip persaudaraan berdasarkan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah).

d. Adil (dari perkataan Arab “adl”): Yaitu wawasan yang “seimbang” atau “balanced” dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu

atau seseorang, dst. Jadi tidak secara apriori (berdasarkan teori daripada kenyataan) menunjukkan sikap positif atau negatif. Sikap kepada sesuatu atau seseorang dilakukan hanya setelah mempertimbangkan segala segi tentang sesuatu atau seseorang tersebut secara jujur dan seimbang, dengan penuh i’tikad baik dan bebas dari

42


(48)

prasangka. Sikap ini juga disebut tengah (wasth) dan Alquran menyebutkan bahwa kaum beriman dirancang oleh Allah SWT untuk menjadi golongan tengah (ummat wasath) agar dapat menjadi saksi untuk sekalian umat manusia, sebagai kekuatan penengah.43

e. Baik Sangka (husn-u’zh-zhann): Yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama manusia, berdasarkan ajaran agama bahwa manusia itu pada asal dan hakikat aslinya adalah baik, karena diciptakan Allah SWT dan dilahirkan atas fitrah atau kejadian asal yang suci. Sehingga manusia itu pun pada hakikat aslinya adalah makhluk yang berkecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan.

f. Rendah Hati (tawadhu’): Yaitu sikap yang tumbuh karena keinsyafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah SWT, maka tidak

sepantasnya manusia “mengklaim” kemuliaan itu kecuali dengan

pikiran yang baik dan perbuatan yang baik, yang itu pun hanya Allah SWT yang akan menilainya. Lagi pula, seseorang di haruskan rendah

hati karena “Di atas setiap orang yang tahu (berilmu) adalah Dia Yang Maha Tahu (Maha Berilmu). Apalagi sesama orang yang beriman, sikap rendah hati itu adalah suatu kemestian. Hanya kepada mereka yang jelas-jelas menentang kebenaran, kemudian membolehkan untuk bersikap “tinggi hati.”

g. Tepat Janji (al-wafa’): Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian.

43

Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997). Cet.1, h. 134-135


(49)

Dalam masyarakat dengan pola hubungan yang lebih kompleks dan luas, sikap tepat janji lebih-lebih lagi merupakan unsur budi luhur yang amat diperlukan dan terpuji. 44

h. Lapang Dada (insyirah): Yaitu sikap penuh kesediaan menghargai orang lain dengan pendapat-pendapat dan pandangan-pandangannya, seperti dituturkan dalam Alquran mengenai sikap Nabi sendiri disertai pujian kepada beliau. Sikap terbuka dan toleran serta kesediaan bermusyawarah secara demokratis terkait erat sekali dengan budi luhur lapang dada ini.

i. Dapat dipercaya (al-amanah, “amanah”): Salah satu konsekuensi iman

ialah amanah atau penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan dari khianat (khiyanah) amat yang tercela. Keteguhan masyarakat memerlukan orang-orang para anggotanya yang terdiri dari pribadi-pribadi yang penuh amanah dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar.

j. Perwira (‘iffah atau ta’affuf): Yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong (jadi tetap rendah hati), dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan orang lain dan mengharapkan pertolongannya.

k. Hemat (qawamiyah): Yaitu sikap tidak boros (israf) dan tidak pula kikir (qatr) dalam menggunakan harta, melainkan sedang (qawam)

44


(50)

antara keduanya. Apalagi Alquran menggambarkan bahwa orang yang boros adalah teman setan yang menentang Tuhannya.45

l. Dermawan (al-munfiqun, menjalankan infaq): Yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan yang besar untuk menolong sesama manusia, terutama mereka yang kurang beruntung seperti; para fakir-miskin dan terbelenggu oleh perbudakan dan kesulitan hidup lainnya, dengan mendermakan sebagian harta-benda yang dikaruniakan dan diamanatkan Tuhan kepada mereka. Sebab manusia tidak akan memperoleh kebaikan sebelum mendermakan sebagian dari harta-benda yang dicintainya itu.

Nilai-nilai kemanusiaan inilah yang akan membentuk akhlak mulia, dan tentunya masih dapat ditambah dengan deretan nilai akhlak yang lain. Namun kiranya itu akan sedikit membantu mengidentifikasi dari sebuah nilai akhlak.46

D. Masyarakat

1. Pengertian Masyarakat

Masyarakat adalah sekumpulan manusia seperti halnya dengan kelompok dengan jumlah yang lebih besar. Hidup bersama dalam masyarakat berbeda-beda. Arti hidup dalam masyarakat tergantung kepada

45

Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997). Cet.1, h. 136

46


(51)

aktualisasi dirinya dan sampai dimana penyerahan dirinya kepada Allah SWT. 47

Masyarakat dalam pandangan Islam merupakan alat atau sarana untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bersama. Karena itulah masyarakat harus menjadi dasar kerangka kehidupan duniawi bagi kesatuan dan kerja sama umat menuju adanya suatu pertubuhan manusia yang mewujudkan persamaan dan keadilan. Islam mengajarkan bahwa kualitas manusia dari suatu segi bisa dipandang dari manfaatnya bagi manusia yang lain.48

Meskipun manusia diciptakan dalam beribu-ribu tabiat dan selera dalam keindividuan dan pribadi, namun ia difitrahkan untuk hidup bermasyarakat. Adalah di luar jangkauan kemampuan manusia untuk hidup sendiri-sendiri. Para peneliti menemukan, bahwa siksaan yang paling mencekam bagi manusia adalah terkurungnya ia dalam penjara kesendirian. Demikian itu setiap individu pada dasarnya sangat banyak tergantung pada nilai-nilai kemanusian dan keberadaannya dalam kelompok.49

Hidup bermasyarakat akan terciptanya rasa persaudaraan antara satu sama lain, serta terciptanya komunikasi yang berlangsung secara efektif. Manusia akan merasa tenang dan tentram bisa dilihat juga dari keadaan masyarakat yang baik serta mempunyai nilai-nilai kemanusiaan.

47

Ikhwan Luthfi, Gazi Saloom, Hamdan Yasun, Psikologi Sosial, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) Cet 1. h. 95

48

Kaelany HD, Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet 1, 1992), h.125

49


(52)

2. Lingkungan Dalam Bermasyarakat

Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang atau suatu masyarakat adalah lingkungan. Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Dan dalam pergaulan itu timbullah saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat dan tingkah laku. Lingkungan pergaulan misalnya pergaulan seorang remaja dengan rekan-rekannya yang sudah ketagihan seperti terjerumus dalam narkoba atau obat-obatan terlarang, maka dia pun akan terlibat menjadi pecandu obat-obatan terlarang tersebut. Sebaliknya, jika remaja itu bergaul dengan sesama remaja dalam bidang-bidang kabajikan, niscaya pikirannya, sifatnya dan tingkah lakunya akan terbawa kepada kebaikan.50

Demikianlah salah satu faktor lingkungan yang dipandang cukup menentukan bagi pematangan watak dan kelakuan seseorang. Hal ini sejalan dengan keterangan Allah dalam Al-quran surat A-Israa ayat 84:







Artinya:

Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya[867] masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya.”51

Termasuk dalam pengertian Keadaan disini ialah tabiat dan pengaruh alam sekitarnya.52

50Hamzah, Ya’qub,

Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul-Karimah, (Bandung: Diponegoro, 1988). Cet. Ke-4 h. 70-73

51

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Aliyy (Bandung: Diponegoro, 2000). h. 232

52Hamzah, Ya’qub,


(53)

E. Pesantren

Pesantren berasal dari kata peshasri (India) yang berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu’, atau seorang sarjana yang ahli kitab suci agama Hindu. Istilah pondok berasal dari pengertian asrama para santri yang di sebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambo. Adapun pondok berasal dari bahasa Arab, funduq yang berarti „hotel atau asrama’. Dalam kata

lain, pesantren berasal dari kata santri yang dapat awalan pe dan an (pesantrin, yang kemudian dalam sebutan sehari-hari disebut dengan pesantren) berarti tempat tinggal para santri.53Sejarah mencatat bahwa kaum Muslimin di Jawa mengambil lembaga Hindu-Budha kemudian diubah menjadi pesantren.

Pada dasarnya pesantren memiliki tradisi yang tidak bisa dilepaskan dari pesantren itu sendiri. Tradisi-tradisi (bentuk fisik) atau dalam istilah Zamakhasyari Dhofier “Tradisi Pesantren”, tradisi itu terdiri dari elemen-elemen pesantren, diantaranya adalah:54

Pertama Pondokan, yakni sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para santrinya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan kiai.

Kedua Masjid, yakni elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri. Ketiga

Pengajaran kitab-kitab Islam Klasik, yakni pengajaran yang diperoleh melalui pengajian-pengajian, seperti diantaranya kitab Nahwu, Sharaf, Fiqhi, Usul Fiqhi, Hadis, Tafsir, Tasawuf, dan Tauhid. Keempat Santri, yakni siswa yang

53

Umi Musyarrofah, Dakwah KH. Hamam Dja’far Dan Pondok Pesantren Pabelan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009). Ed.1Cet.1, h.25

54

Amin Haedari, Transformasi Pesantren: Pengembangan Aspek Pendidikan Keagamaan, Dan Sosial, (Jakarta: LekDis & MediaNusantara, 2007). Cet. Ke-2, h. 121-123


(54)

tinggal di pesantren guna menyerahkan diri. Kelima Kiai, yang merupakan elemen yang paling esensial dalam pesantren, sebab umumnya kiai menjadi pendirinya. Oleh karena itu, wajar kalau hidup mati pesantren tergantung kiainya.55

Pesantren mempunyai tujuan sebagai wadah untuk menjadikan anak bangsa sebagai penerus dimasa yang akan datang, dengan harapan penerus yang mempunyai budi pekerti yang tinggi dengan mengenal ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan sebagai bekal kehidupan.

55

Amin Haedari, Transformasi Pesantren: Pengembangan Aspek Pendidikan Keagamaan, Dan Sosial, (Jakarta: LekDis & MediaNusantara, 2007). Cet. Ke-2, h. 121-123


(55)

44

BAB III

SEKILAS TENTANG BIOGRAFI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR DAN GAMBARAN UMUM KAMPUNG JOMBANG

A. Biografi

1. Riwayat Hidup

KH. M. Agus Abdul Ghofur di lahirkan di Bandung Jawa Barat pada tanggal 15 November 1967, KH. M. Agus Abdul Ghofur yang biasa di sapa warga Jombang dengan ustadz Agus merupakan anak terakhir dari sebelas bersaudara, yaitu Bapak Budi Sosialman, Ibu Rohimiyah, Ibu Rohmaniyah, Bapak Sadar Budiman, Bapak Agus Budiman, Ibu Ayu Manah, Ibu Ayuhati, Bapak Didih Budiman, Bapak Taufik Hidayat, dan ustadz M. Agus Abdul Ghofur. Dari sekian saudara-saudara beliau, ustadz Agus inilah yang menjadi satu-satunya harapan orang tuanya agar bisa menjadi penerus dakwah seperti Buya Hamka.1

Dimasa kanak-kanak, ustadz Agus adalah anak yang penurut kepada kedua orang tuanya, dimana ustadz Agus ini mendapat pendidikan agama dari seorang Ibu yang berlatar belakang santri yang pernah tinggal di lingkungan pondok pesantren. Dari antara sifat beliau yang sejak kecil sudah terlihat ada kemampuan dan bakat dalam bidang agama, maka beliau inilah harapan satu-satunya yang akan di arahkan lebih ke bidang keagamaan. Oleh karena itu orang tua dari ustadz Agus menginginkan agar

1

Wawancara Pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur. Jombang Kramat, Senin 22 April 2013


(56)

anaknya ini bisa mengenal bidang keagamaan melalui pesantren. Setelah berpikir panjang dan mencari informasi tentang pesantren untuk anaknya, orang tua ustadz Agus akhirnya memutuskan agar anaknya bisa masuk Pondok Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur. Harapan dari orang tua ustadz Agus kepada beliau dikarenakan saudara-saudara beliau yang lain hanya berlatar belakang pendidikan umum saja. Oleh sebab itu orang tua ustdaz Agus berinisiatif agar anaknya ini setelah lulus dari SD (Sekolah Dasar) bisa mengenal dunia pesantren. Sebelum ustadz Agus masuk Pondok Pesantren Gontor, orang tua beliau sudah mengenalkannya pada dunia pesantren dengan menempatkan ustadz Agus di pesantren tepatnya di rumah kediaman kiai Fahruddin, yang mana beliau inilah yang mengajari ustadz Agus mengaji Alquran).2

Pada tahun 1981 ustadz Agus masuk Pondok Pesantren Darussalam Gontor, dengan mengikuti tes ujian masuk Pondok Pesantren. Setelah beliau belajar di Gontor selama satu tahun setengah, beliau mendapat kabar ayahanda tercinta wafat. Peristiwa itulah yang tidak bisa dilupakan oleh ustdaz Agus, dari peristiwa itulah beliau termotivasi ingin menjadikan harapan orang tua beliau bisa ustadz Agus wujudkan.

Ustadz Agus memang sejak kecil sudah terlihat kemampuannya dalam bidang agama seperti ketika masih kanak-kanak beliau sudah pandai mengaji, bahkan seringkali beliau tampil dalam lomba mengaji, pidato maupun adzan di lingkungan sekitar rumah beliau. Kemampuan itu yang

2

Wawancara pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur. Jombang Kramat, Senin 22 April 2013


(57)

kemudian dikembangkan oleh orang tua beliau dengan mengenalkan bidang keagamaan melalui dunia pesantren.

Pernikahan KH. M. Agus Abdul Ghofur dengan Hj. Nanah Rusydiyanah, putri dari KH. Drs. Mahrus Amin yang tidak lain adalah guru ustadz Agus sendiri, dan dari hasil pernikahannya beliau dikaruniai empat orang anak, diantaranya tiga perempuan dan satu laki-laki, mereka adalah Salsabila Abdul Ghofur, Shabina Abdul Ghofur, Rumaisya Abdul Ghofur, dan Fawwaz Abdul Ghofur. Sama seperti ketika ustadz Agus kecil, mereka sejak dini sudah diberi didikan Islami oleh beliau beserta istri. Dengan harapan agar mereka bisa menjadi penerus bangsa yang berkarakter muslim dan muslimah yang sejati.

Pada usia enam tahun ustadz Agus mulai masuk pendidikan formal yaitu

a. SD (Sekolah Dasar) di Cirebon Tahun 1973-1980 b. SLTP di Cirebon Tahun 1980

c. KMI (Kulliyatul Mu’alimin AL-Islamiyah) Gontor Tahun1981-1987 d. S1 IPD (Institut Pendidikan Darussalam) Gontor Tahun 1987-1991 e. S2 UNJ (Universitas Negeri Jakarta) Tahun 2000-2003

f. S3 PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran) Jakarta Tahun 2012-Sekarang

2. Aktifitas Dakwah

Pada tahun 1987 selepas mengenyam pendidikan di Gontor selama sepuluh tahun. Aktivitas pertama yang beliau lakukan adalah mengajar di


(58)

Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami, Pesanggrahan Jakarta Selatan, dan juga mengajar di

beberapa majelis ta’lim yang ada di Jakarta dan sekitarnya.

Pengalaman demi pengalaman beliau rasakan, luasnya pergaulan serta banyaknya prestasi, serta kedalaman ilmu yang dimilikinya, sehingga beliau aktif dalam organisasi-organisasi tingkat kota Tangerang dan propinsi DKI Jakarta. Lembaga-lembaga organisasi tersebut adalah:

a. Anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tangerang pada tahun 2000-2005

b. Anggota Syuriah Nahdlotul Ulama (PCNU) Pengurus Cabang Nahdlotul Ulama Tangerang Selatan pada tahun 2012 – sampai sekarang

c. Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) Madinatunnajah pada tahun 1997-1999

d. Kepala Madrasah Aliyah (MA) Madinatunnajah 1999-2001

e. Pimpinan di beberapa Majelis Ta’lim di daerah Jakarta dan Tangerang Sejak tahun 1987 KH. Agus Abdul Ghofur mendidik dan mengajar santri di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Pesanggrahan Jakarta Selatan, beliau juga aktif mengajar di sekolah Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Darunnajah. Dan sekarang sudah menjadi pimpinan Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang Selatan pada tahun 1997, serta aktif mengajar di beberapa Majelis Ta’lim dan


(59)

menjadi khotib di beberapa Masjid di sekitar Jakarta dan Tangerang seperti:

a. Majelis Ta’lim Madinatunnajah pada tahun 1997 – sekarang b. Majelis Ta’lim Al-Ahad pada tahun 2000 – sekarang

c. Majelis Ta’lim Permataku pada tahun 2005 – sekarang d. Majelis Ta’lim Al-Haud pada tahun 2007 – sekarang e. Majelis Ta’lim Al-Hikmah pada tahun 2007 – sekarang f. Masjid Madinatunnajah pada tahun 1997 – sekarang g. Masjid Al-Muhsinin pada tahun 1999 – sekarang h. Masjid Baitul Hikmah pada tahun 1999 –sekarang i. Masjid Baiturrahman pada thun 2007 – sekarang

j. Masjid Kementrian Koperasi pada tahun 2007 - sekarang

Di dalam kesibukan dan aktifitas ustadz Agus dalam mengajar

beberapa Majelis Ta’lim disekitar Jakarta dan Tangerang, namun beliau masih menyempatkan waktu senggangnya untuk memperhatikan dan menanyakan tentang keadaan warga masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang Kramat ini agar warga Jombang Kramat tidak terlibat dalam tindakan-tindakan kejahatan, tindakan diluar batas syariat Islam, maupun tindakan yang menyebabkan kerugian baik kerugian diri sendiri maupun pada lingkungan. 3

3

Wawancara pribadi dengan Ustadz Eko Tristiono, (Sekretaris KH. Agus Abdul Ghofur) Jombang Kramat, Sabtu 27 April 2013


(1)

KH. M. Agus Abdul Ghofur


(2)

Penulis Bersama Bapak Misad Ketua RW 017


(3)

Penulis Bersama Bapak Suwanda Ketua RT 004


(4)

Penulis Bersama Ustadz Eko Tristiono Sekretaris KH. M. Agus Abdul Ghofur


(5)

Jama’ah Terlihat Khusyu’ Ketika Mengikuti Majelis Ta’lim/Dzikir

Semangat Warga Masyarakat Ketika Melantunkan Sholawat di Majelis Ta’lim/Dzikir


(6)

Denah Lokasi Jombang Kramat Ciputat dan Pondok Pesantren Madinatunnajah

Sumber: www.wikimapia.org

Utara