Pengembangan Agribisnis Melalui Pendekatan Kawasan

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 7. Pengembangan standarisasi produk tanaman pangan, holtikultura, perikanan, peternakan dan perikanan; 8. Peningkatan akses petani terhadap kebutuhan pupuk dan bibit; 9. Peningkatan dan pengadaan sarana dan prasarana jaringan irigasi; 10. Pengembangan akses petani, pengusaha mikro pertanian terhadap sumber- sumber pendanaan, teknologi, dan informasi pasar; 11. Optimalisasi pemanfaatan dan efisiensi lahan kritis; 12. Peningkatan sarana dan prasarana mendukung produktivitas pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan; dan 13. Peningkatan kualitas SDM masyarakat petani dan petugas penyuluh pertanian.

4.5.2. Pengembangan Agribisnis Melalui Pendekatan Kawasan

Pengembangan agribisnis ini juga dapat dilakukan melalui pendekatan kawasan. Sebagai Kabupaten yang termasuk dalam Kawasan Agribisnis Holtikultura Sumatera, Kabupaten Karo adalah penghasil sayur-sayuran terbesar di Sumatera. Komoditi ini sangat menjanjikan dan memiliki prospek yang tinggi. Penentuan pusat-pusat produksi tanaman holtikultura sayur-sayuran didasarkan pada luas tanaman menunjukkan bahwa Kabupaten Karo merupakan daerah penghasil utama sayur- sayuran di Sumatera. Pangsa luas tanaman sayuran di Kabupaten Karo Sumatera Utara terhadap luas tanaman sayuran di seluruh Sumatera mencapai 15,7. Peringkat kedua, ketiga, keempat, dan kelima berturut-turut kabupaten penghasil sayur-sayuran adalah Rejang Lebong, Simalungun, Deli Serdang, Tapanuli Utara, dan Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 Toba Samosir yakni sebesar 11,8, 6,7, 4,8, 3,9. Dari 71 Kabupaten lainnya memiliki pangsa luas sayuran di bawah 3. Dari segi total produksi sayuran dan luas tanaman sayuran, Kabupaten Karo memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan berdasarkan potensi sumber daya. Dari hasil kajian aspek produksi beberapa komoditas sayuran utama kentang, kubis, cabai merah, dan tomat di KAHS menunjukkan bahwa produksi sayuran utama terkonsentrasi pada kawasan dataran tinggi Bukit Barisan. Secara berturut-turut sentra produksi kentang terdapat di Kabupaten Karo dengan luas pertanaman sebesar 8.527 ha 46,2, disusul oleh Simalungun seluas 4.778 ha 25,9. Kerinci seluas 1.918 ha 10,4, dan Solok seluas 806 ha 4,4. Kawasan sentra produksi kubis terdapat di Kabupaten Karo dengan luas pertanaman mencapai 6.235 ha 38,7, peringkat kedua, ketiga dan keempat berturut-turut diduduki oleh Kabupaten Rejang Lebong, Simalungun dan Solok masing-masing seluas 3.401 ha 21,1, 2.015 ha 12,5, 1.312 ha 8,1. Sementara itu untuk komoditas cabai merah dan tomat relatif menyebar. Kawasan sentra produksi cabai merah secara berturut-turut terdapat di Kabupaten Karo seluas 5.449 ha 11,2, disusul oleh Kabupaten Rejang Lebong seluas 3.937 ha 8,1, Deli Serdang seluas 2.532 ha 5,2, dan Simalungun seluas 2.099 ha 4,3 sedangkan wilayah-wilayah lain relatif menyebar. Perdagangan sayur-sayuran asal Sumatera hingga kini masih memiliki prospek pasar yang cerah dengan tujuan pasar ekspor utama Singapura, baik ditinjau dari tingkat konsumsi masyarakat maupun tend impor yang juga terus meningkat dari waktu ke waktu. Sebagai ilustrasi pada tahun 1998, konsumsi per kapita sayur-sayuran penduduk Singapura sebesar 75kgkapitatahun meningkat menjadi Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 83,4kgkapitatahun pada tahun 2004. Dengan jumlah penduduk 4,19 juta pada tahun 2003 berarti total konsumsinya untuk sayur mayor mencapai 349,4 ribu ton. Belum lagi kalau memperhitungkan jumlah wisatawan yang datang ke Singapura diperkirakan mencapai 6 juta per tahun, maka permintaan pasar Singapura menjadi lebih dari dua kali total konsumsi domestiknya. Dalam kaitannya antara produksi, tarikan pasar, konsumsi menjadi pokok kinerja dan permasalahan KAHS. Permasalahan ini kemudian akan dianalisis menurut kajian aspek produksi sebagai basis perumusan masalah, tarikan pasar sebagai penggerak agribisnis, dan kajian aspek permintaan sebagai basis perumusan kebijakan. Kemudian akan digunakan beberapa kebijakan alternatif sebagai penanggulangan yakni: 1 pilihan kebijakan dengan basis potensi produksi, 2 pilihan kebijakan dengan basis potensi permintaan, 3 ke arah perumusan kebijakan terpadu. Hal ini dapat dilihat pada bagan 1. Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 Bagan. 1. Diagram Alir Kerangka Pikir Kebijakan Pengembangan Holtikultura di Kawasan Agribisnis Sumatera KAHS E X IS T IN G K in e rj a d a n P er m a sa lah an ANALISIS: 1. Kaji an Aspek Produksi Sebagai Basis Perumusan Kebijakan 2. Tari kan Pasar Sebagai Penggerak Agribisnis 3. Kaji an Aspek Permintaan Sebagai Basis Perumusan Kebijakan Pilihan Kebijakan: 1. Pili han Kebijakan Dengan Basis Potensi Produksi 2. Pili han Kebijakan Dengan Basis Potensi Permintaan 3. Ke- Arah Perumusan Kebijakan Terpadu KAHS Tarikan Pasar:  Pas ar Lok al  Reg ional Antar Pulau  Eks por Konsumsi:  Lok al Rumah Tangga, Institusi  Reg ional Antar Pulau  Neg ara Tujuan Produksi:  Lua s Tanam, Areal, Panen  Pro dukti- vitas  Rag am Produksi  Kua 1. Sumber Daya:  Kondi si Agroklimat  Daya Dukung Lahan,  SDM 2. Lingkungan Strategis:  Global isasi  Otono mi Daerah  Prefer ensi Konsumen 3. Kelembagaan Pendukung Agribisnis:  Infrast ruktuktur Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

4.5.3. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan PUAP