Dari Pendekatan Komoditi Primer ke Komoditi yang Mempunyai Nilai Dari Pendekatan “Tarik Tambang” ke “Dorong Gelombang” Pengeluaran Pemerintah 1. Teori Pengeluaran Pemerintah

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 mengalokasikan sumber daya yang optimal dalam sektor pertanian itu sendiri Johnson, 1998.

e. Dari Pendekatan Padat Karya ke Penggunaan Alat atau Mesin

Selama ini perlunya penggunaan pendekatan padat karya selalu dijadikan alasan dalam kegiatan agribisnis agar kegiatan tersebut dapat menyerap tenaga kerja. Namun tidak disadari bahwa padat karya saja tanpa menggunakan alat atau mesin, maka agribisnis tersebut tidak akan menghasilkan produk yang mempunyai keunggulan komparatif. Oleh karena itu perlu dicari bagaimana alat dan mesin yang dipakai dan sekaligus masih mampu menyerap tenaga kerja. Teknologi yang dipilih tentunya harus mempunyai persyaratan tertentu dan tidak asal alat atau mesin, yang diharapkan adalah teknologi yang memenuhi beberapa hal seperti: mampu menghemat sumber daya, mampu menghemat penggunaan sarana produksi, mampu meningkatakan produktivitas kerja, dan mampu memperbaiki efisiensi pemasaran.

f. Dari Pendekatan Komoditi Primer ke Komoditi yang Mempunyai Nilai

tambah Tinggi Salah satu cara untuk menigkatkan nilai tambah adalah melaksanakan diversifikasi. Untuk itu aspek diversifikasi menjadi penting, apakah itu diversifikasi horizontal atau vertikal. Para perencana dan pelaksana pembangunan pertanian perlu bekerka keras untuk menganjurkan komoditi apa yang mempunyai nilai tambah lebih itu. Perlu diingat karena produk pertanian itu spesifik, maka perwilayahan komoditi yang disesuaikan dengan daya dukung sumber daya yang ada. Diversifikasi vertikal dapat diartikan sebagai upaya penganekaragaman produk pertanian dari hasil olahan produk tersebut. Sedangkan diversifikasi horizontal pada Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 dasarnya adalah penganekaragaman usaha tani dengan cara mengintrodusir berbagai cabang usaha tani agar produknya mempunyai nilai tambah yang tinggi.

g. Dari Pendekatan “Tarik Tambang” ke “Dorong Gelombang”

PERHEPI 1989ab pernah melontarkan gagasan pendekatan ini. Selama PJP-I teori “tarik tambang” ini populer sekali, yaitu investasi diarahkan di daerah yang mempunyai potensi, dikembangkan sehingga muncul daerah tertentu yang berkembang cepat tetapi daerah lain tertinggal. Model ini akhirnya justru ditengarai memperlebar ketimpangan dan karena pendekatan tersebut, perlu diikuti dengan kebijakan investasi “dorong gelombang” yang maksudnya daerah tertinggal perlu didorong untuk berkembang agar dapat mengikuti daerah yang lebih maju. Dengan cara investasi dorong gelombang diharapkan pendapatan masyarakat antar daerah atau antar lapisan masyarakat menjadi lebih baik. Dengan pendekatan ini, maka setiap tempat baik itu daerah yang mempunyai potensi tinggi, sedang atau kurang, memperoleh kesempatan yang sama untuk dikembangkan bersama-bersama.

h. Dari Pendekatan Peran Pemerintah yang Dominan ke Peran Masyarakat

yang Lebih Besar Partisipasi masyarakat perlu terus ditingkatkan pada proyek-proyek pembangunan pertanian pada masa mendatang. Bila pendekatan ini berhasil, maka beban pemerintah dalam pembangunan akan semakin berkurang. Jika diperhatikan, maka terlihat bahwa memang diperlukan reorientasi pendekatan pembangunan pertanian. Perubahan dari agraris menjadi industri sudah kian menjadi kenyataan. Konsep perubahan ini telah banyak diulas oleh peneliti-peneliti, antara lain Malasis 1975 atau Soekartawi 1990f. Perubahan ini tidak dapat dihindarkan Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 karena konsekuensi logis dari derasnya industrialisasi. Pengalaman di negara maju pun serupa, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai perubahan yang terjadi ini menjadi pembangunan di masing-masing sektor menjadi stagnasi. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya khusus untuk mengantisipasinya. Reorientasi pembangunan pertanian yang didasarkan pada paradigma pembangunan ini perlu dilakukan secara bertahap dan berencana.

2.3.2. Syarat-syarat Pembangunan Pertanian

Untuk keberhasilan suatu pembangunan pertanian diperlukan beberapa syarat atau pra-kondisi yang untuk tiap-tiap negara atau daerah berbeda-beda. Pra-kondisi ini meliputi bidang-bidang teknis, ekonomis, social budaya dan lain-lain. Tetapi sector industry secara simultan memproduksi sarana-sarana produksi serta alat-alat untuk meningkatkan produksi pertanian. Peningkatan hasil-hasil produksi pertanian mendapat pasaran baik di kota. Pemerintah disamping mengadakan investasi- investasi dalam prasarana berupa jalan-jalan ekonomi dan bangunan-bangunan irigasi memberikan pula penyuluhan-penyuluhan kepada petani dan organisasi-organisasi petani mengenai berbagai penemuan teknologi baru. Dengan demikian maka iklim yang baik diciptakan untuk merangsang kegiatan membangun seluruh sector pertanian. Dalam buku A.T Mosher analisa lebih mendalam atas sepuluh syarat-syarat mutlak dan syarat-syarat pelancar berdasarkan pengalaman pembangunan pertanian di negara kita, membawa kita pada kesimpulan bahwa sebenaranya iklim pembangunan yang merangsang bagi pembangunan pertanian telah dapat tercipta Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 dengan pelaksanaan Repelita mulai 19691970 yang secara tegas member prioritas pada sektor pertanian.

2.3.3. Pendekatan-pendekatan Pembangunan Pertanian

Ada beberapa pendekatan yang dilakukan dalam upaya pelaksanaan pembangunan pertanian, yakni: a Program Peningkatan Sumber Daya Manusia SDM Sektor Pertanian Bagi Negara-negara sedang berkembang, pembangunan pertanian pada abad-21 bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan juga harus mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan menunjang sistem tersebut. Peningkatan sumber daya manusia disini tidak dibatasi maknanya dalam artian peningkatan produktivitas mereka saja, namun yang tidak kalah penting adalah untuk meningkatkan kemampuan para petani agar dapat lebih berperan dalam berbagai proses pembangunan. Selama ini masalah produktivitas pertanian di negara-negara sedang berkembang selalu didekati dengan pendekatan ekonomi. Berbagai program, misalnya program kredit bagi petani, telah diciptakan oleh pemerintah negara-negara yang sedang berkembang untuk mendorong petani agar meningkatkan produktivitas mereka. Akan tetapi, program-program itu belum mampu memecahkan masalah tersebut secara tuntas. Produktivitas petani tetap rendah, dan kalaupun meningkat maka peningkatan tersebut relatif kecil. Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 Hal ini menyebabkan orang meragukan pendapat yang menyederhanakan masalah produktivitas hanya sebagai masalah insentif. Di samping merupakan masalah insentif ekonomi, masalah rendahnya produktivitas juga merupakan masalah kurangnya insentif politik dalam artian tersumbatnya partisipasi petani dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut pembangunan nasional pada umunya, dan pembangunan pertanian disebabkan oleh tidak adanya suatu organisasi yang memiliki kekuatan politik untuk memperjuangkan kepentingan petani di forum nasional, di negara-negara yang sedang berkembang. Di samping itu, rendahnya produktivitas juga disebabkan oleh adanya ketimpangan dalam pemilikan tanah. Atas dasar pertimbangan di atas, maka peningkatan sumber daya manusia dalam sektor pertanian tidak hanya diarahkan pada peningkatan produktivitas petani, namun harus diarahkan pula pada peningkatan partisipasi politik petani dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka, melalui organisasi petani yang mandiri. Dengan kata lain, suatu sistem pertanian yang berkelanjutan harus didukung sebuah organisasi petani yang mandiri dan mempunyai kekuatan politik yang dapat memperjuangkan aspirasi kaum tani. Hal ini berarti bahwa pembangunan harus pula mengemban misi mendemokratisasikan lingkungan sosial, politik, dan ekonomi nasional pada umunya, khususnya pada tingkat masyarakat pertanian. Dalam kaitannya dengan demokratisasi sistem politik, sosial, dan ekonomi tersebut, maka land reform merupakan bagian integeral dari suatu model pembangunan pertanian pada abad-21.

a. Peranan Pemernitah dalam Pembangunan Pertanian

Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 Peranan pemerintah dalam pembangunan pertanian menyangkut hal-hal sebagai berikut:

1. Kebijaksanaan Pertanian

Kebijaksanaan pertanian yang lebih spesfik meliputi berbagai bidang yang penting diantaranya adalah: a Kebijaksanaan harga Kebijaksanaan harga ini merupakan kebijaksanaan terpenting di banyak negara dan biasanya digabung dengan kebijaksaan pendapatan sehingga disebut kebijaksanaan harga dan pendapatan price and income policy. Segi harga dari kebijaksanaan itu bertujuan untuk mengadakan stabilisasi harga, sedangkan dari segi pendapatannya bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijaksanaan harga dapat mengandung suatu pemberian suatu penyangga support atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak terlalu merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu bagi petani. Secara teoritis kebijaksanaan harga dapat dipakai mencapai tiga tujuan yaitu: 1. Stabilisasi harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani 2. Meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan dasar tukar term of trade 3. Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 b Kebijaksanan pemasaran Untuk melindungi petani produsen, pemerintah dapat mengeluarkan kebijaksanaan- kebijaksanaan khusus dalam kelembagaan perdagangan dengan tujuan yang sama, tetapi dengan tekanan pada perubahan mata rantai pemasaran dari produsen ke konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat daya saing petani. Masalah yang dihadapi di negara kita adalah kurangnya kegairahan berproduksi pada tingkat petani, tidak ada keinginan untuk mengadakan penanaman baru dan usaha-usaha lain untuk menaikkan produksi karena persentase harga yang diterima oleh petani relatif rendah dibandingkan dengan bagian yang diterima golongan-golongan lain. Badan-badan pemasaran yang dibentuk dimaksudkan untuk memberikan jaminan harga minimum yang stabil pada petani. c Kebijaksanaan struktural Kebijaksanaan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki struktur produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan alat-alat pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik prasarana fisik maupun sosial ekonomi. Kebijaksanaan struktural ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama yang erat dari beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak mudah mencapainya dan biasanya memakan waktu yang lama karena sifat usaha tani yang tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan bagian dari kehidupan petani dengan segala aspeknya. Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

2. Diversifikasi Pertanian

Pada dasarnya yang dimaksud dengan diversifikasi atau penganekaragaman pertanian adalah usaha untuk mengganti atau meningkatkan hasil pertanian yang monokoultur satu jenis tanaman ke arah pertanian yang bersifat multikultur banyak macam. Diversifikasi yang demikian disebut diversifikasi horizontal. Disamping itu dikenal pula diversifikasi vertical yaitu usaha untuk memajukan industri-industri pengolahan hasil-hasil pertanian yang bersangkutan. Salah satu pertimbangan utama dari usaha diversifikasi adalah stabilisasi dalam pendapatan pertanian dan menghindarkan ketergantunagan pada satu atau dua jenis komoditi saja. Keputusan untuk mengadakan diversifikasi harus didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan harapan harga, permintaan, dan penawaran. Keputusan untuk mengadakan diversifikasi memerlukan perhitungan untung-rugi yang tidak mudah. Keuntungan-keuntungan yang mungkin didapat dari diversifikasi dapat dibagi empat yaitu dari segi permintaan, penawaran, nutrisi, dan tujuan pembangunan. Dari segi permintaan, kenaikan dapat diharapkan baik dalam negeri maupun luar negeri selama tanaman diversifikasi benar-benar mempunyai elastisitas pendapatanyang lebih besar. Dari segi penawaran, diversifikasi dapat mendatangkan kenaikan pendapatan pada petani karena sistem tumpang sari atau pertanian campuran semuanya dapat dilakukan pada tanah yang sama. Juga bagi pemerintah diversifikasi dapat mengurangi beban untuk mengadakan pengawasan produksi atas komoditi yang berlebihan. Pada waktu yang bersamaan produksi tanaman-tanaman yang mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi akan terdorong sehingga kesehatan Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 penduduk dapat naik. Akhirnya dari segi tujuan pembangunan pembangunan ekonomi keseluruhan, diversifikasi sangat bermanfaat.

3. Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pertanian adalah proses memutuskan apa yang hendak dilakukan oleh pemerintah mengenai tiap kebijaksanaan dan kegiatan yang mempengaruhi pembangunan pertanian selama jangka waktu tertentu. Perencanaan pertanian yang dilakukan pemerintah adalah menyangkut rencana kebijaksanaan produksi yang berhubungan dengan kebijaksanaan pertanian serta perencanaan nasional bidang pertanian dengan memperhatikan kondisi daerah. b Agribisnis dan Agroindustri Agribisnis mampu dipakai sebagai salah satu pendekatan dari pembangunan pertanian di Indonesia yang disebabkan karena peran agribisnis yang mampu meningkatkan pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja, ekspor, pertumbuhan industry yang lain, dan meningkatkan nilai tambah. Disamping itu juga memiliki keterkaitan tehadap pengembangan sumber daya manusia SDM, pembangunan berwawasan lingkungan, serta wilayah pembangunan pertanian. Agroindustri adalah suatu satu cabang industri yang mempunyai kaitan erat dan langsung dengan pertanian. Apabila pertanian diartikan sebagai proses yang menghasilkan produk petanian di tingkat primer, maka kaitannya dengan industri dapat berkaitan ke belakang backward linkage maupun fordward linkage. Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 Beberapa pengelompokan peranan agroindustri dalam proses pembangunan nasional dapat diuraikan sebagai berikut: Soeharjo, 1991 1. Agrobisnis sebagai pioner yang didukung oleh sektor pertanian; 2. Agroindustri sebagai pendorong ekspor hasil pertanian; 3. Agroindustri untuk subsitusi impor; 4. Pemanfaatan potensi permintaan keluarga tani; 5. Penyesuaian peawaran sektor pertanian; 6. Pengembangan agroindustri sebagai penampung diversifikasi dan transformasi struktur perekonomian; 7. Agroindustri penggerak pembangunan desa. c Orientasi Ekspor Sektor Pertanian Dalam setiap perencanaan tentang pembangunan, pertanian selalu ditekankan baik oleh pemerintah maupun pakar ekonomi pertanian di negara-negara berkembang. Salah satu alasan adalah sektor pertanian harus mampu menyumbang devisa negara. Selain itu terdapat suatu asumsi bahwa ekspor dapat meningkatkan kehidupan petani. Namun dalam era liberisasi ekonomi, masalahnya tidak sesederhana yang digambarkan di atas. Kuatnya teori atau logika yang mendasari pendapat bahwa sektor pertanian harus mampu menyumbang devisa, menurut Vandana Shiva 1996 dapat mengarah pada suatu keharusan bagi negara-negara yang sedang berkembang untuk sekaligus juga mengekspor ecological capital yang dilestarikan selama ini. Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009

2.3.4. Tujuan Pembangunan Pertanian

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN dijelaskan bahwa pembangunan pertanian diarahakan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien, dan tangguh. Pengertian maju, efisien, dan tangguh dalam ekonomi pertanian mencakup konsep- konsep mikro dan makro yaitu bagi sektor pertanian sendiri maupun dalam hubungannya dengan sektor-sektor lain di luar pertanian, misalnya industri, transportasi, perdagangan, dan keuangan. Selanjutnya pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak, nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja, menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor. Untuk itu semua dilanjutkan dan ditingkatkan usaha- usaha diversifikasi, intensifikasi, dan enkstensifikasi, serta rehabilitasi tanah-tanah kritis. 2.4. Ekspor 2.4.1. Teori Mengenai Ekspor Ekspor adalah barang-barang atau komoditi yang diperdagangkan di luar negeri dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing juta Dollar US. Ekspor merupakan salah satu elemen Neraca Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran yang selalu diikuti dengan perkembangan impor yakni barang-barang atau komoditi dari luar negeri yang diperdagangkan di dalam negeri. Aktivitas ekspor maupun impor timbul karena adanya perbedaan produktivitas dalam suatu negara, maka spesialisasi dan perdagangan akan semakin Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 menguntungkan. Perdagangan internasional memungkinkan spesialisasi dan pembagian kerja yang lebih efisisen disbanding dengan hanya mengandalkan produktivitas domestik saja. Diversifikasi atau keanekaragaman kondisi produksi merupakan alasan mendasar setiap negara untuk terlibat dalam perdagangan internasional. Sementara alasan yang paling utama dalam perdagangan internasional adalah prinsip keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardo. Prinsip tersebut mengatakan bahwa perdagangan antar dua wilayah secara absolut lebih produktif atau kurang poduktif dibanding wilayah lain pada suatu komoditi. Keunggulan yang besar akan diperoleh bila suatu negara berspesialisasi pada bidang yang mempunyai keunggulan komparatif, mengekspor produk tersebut dan menukarkannya dengan produk negara lain yang di negaranya mempunyai keunggulan komparatif. Prinsip keunggulan komparatif juga dapat diterapkan pada banyak barang atau banyak negara.

2.4.2. Ekspor Hasil Pertanian

Setelah krisis minyak melanda perekonomian dunia pada dekade 1970-1980an, maka pemerintah Indoesia berusaha untuk keluar dari krisis tersebut. Berbagai cara telah dilakukan diantaranya melalui kebijaksanaan yang lebih dikenal dengan istilah deregulasi dan debirokratisasi. Di bidang industri khususnya industri yang berorientasi ekspor juga dilaksanakan penyesuaian-penyesuaian yaitu dari strategi industri substitusi impor menuju strategi industri yang berorientasi pada pasar global. Setelah dikeluarkan kebijaksanaan di kegiatan perbankan, maka seterusnya berbagai perangkat kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi telah dikeluarkan Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 oleh pemerintah. Hasilnya dapat dilihat dari naiknya nilai ekspor dan bergesernya posisi ekspor minyak dan gas migas yang semula mendominasi nilai ekspor Indonesia digantikan oleh ekspor non-migas sejak tahun 19861987. Ekspor non- migas yang cemerlang sejak tahun 19861987 terus diikuti dengan terus menaiknya jumlah nilai ekspor yang berasal dari produk pertanian. Seperti dijelaskan sebelumnya, volume dan nilai ekspor hasil pertanian terus meningkat. Bila ekspor hasil pertanian diperinci menurut subsektor, maka ekspor hasil perkebunan menduduki urutan pertama yang diikuti ekspor hasil perikanan, tanaman pangan dan peternakan. Beberapa variabel penting yang erat berpengaruh terhadap masa depan ekspor hasil pertanian adalah: a Situasi ekonomi internasional. Akibat situasi yang kurang stabil di Timur Tengah dan Eropa mendorong pasar dunia beralih ke kawasan Asia Pasifik. b Proteksionisme dari negara-negara maju. Karena volume ekspor Indonesia untuk tiap komoditi adalah relatif kecil, maka pemerintah perlu berhati-hati dalam mengantisipasi gejala proteksionisme negara-negara maju. c Perubahan kebijaksanaan organisasi perdagangan dunia seperti ICO kopi, ICCO cacao, termasuk pemanfaatan perundingan GATT dan sebagainya. d Sistem globalisasi yang timbul karena pengaruh semakin majunya teknologi informasi cenderung memperpendek jarak antar suatu bangsa dan lainnya, antara satu sistem perdagangan dengan yang lain. Konsekuensi bagi negara berkembang Luhut Hamonangan : Prospek Pembangunan Sektor Pertanian Di Kabupaten Karo, 2009. USU Repository © 2009 adalah perlunya profesionalisme dan meningkatkan daya saing produk-produk dalam negeri. Disamping masalah-masalah internasional yang mempengaruhi peluang ekspor hasil pertanian, maka variabel yang berasal dari dalam negeri juga tidak kalah pentingnya, antara lain: 1 Situasi politik dan keamanan yang stabil. Kondisi politik dan keamanan yang stabil akan mendorong situasi yang kondusif untuk melakukan ekspor. 2 Produktivitas nasional yang semakin baik. Bila produktivitas nasional meningkat maka produksi meningkat dan peluang ekspor dimungkinkan terus meningkatkan. 3 Deregulasi dan debirokratisasi. Sektor-sektor ekonomi yang belum tersentuh oleh kebijaksanaan ini masih memungkinkan untuk memberikan peluang meningkatkan ekspor. 2.5. Pengeluaran Pemerintah 2.5.1. Teori Pengeluaran Pemerintah Teori makro mengenai pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu:

a. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah