Bina Manusia, yakni meningkatkan kondisi kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya melalui penyediaan
pendidikan, perbaikan kesehatan dan gizi, peningkatan kesejahteraan keluarga, pengembangan ketrampilan dan sebagainya.
Bina Usaha, yakni meningkatkan potensi ekonomi masyarakat untuk menunjang kemampuan swadaya dalam usaha perbaikan tingkat ekonomi dan pendapatan.
Bina fisik, yaitu peningkatan kondisi fisik lingkungan masyarakat dengan memenuhi sarana dan prasarana sebagai dasar peningkatan mobilitas dan kesadaran masyarakat.
2.2. Perumahan atau Pemukiman
Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan
nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam pelaksanaannya mengacu
pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, dan kukuh kekuatan
moral dan etikanya Budihardjo dalam Alvi, 2003. Selanjutnya Alvi 2003, menyatakan bahwa konsep pembangunan
berkelanjutan diletakkan sebagai dasar kebijaksanaan. Kesejahteraan rakyat ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat serta memberi
perhatian utama pada terpenuhinya kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan, pendidikan dan lapangan kerja. Penyediaan kebutuhan pokok terutama
Universitas Sumatera Utara
perumahan dan pangan rakyat serta fasilitas publik yang memadai didasarkan prinsip persaingan sehat dan pertumbuhan ekonomi, nilai-nilai keadilan, kepentingan sosial,
kualitas hidup, pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Perumahan atau pemukiman memiliki arti yang sangat strategis dan juga
Sangat penting dalam kehidupan setiap masyarakat. Dalam konteks yang luas, pada hakekatnya masalah perumahan tidak dapat dilepaskan dan bahkan merupakan bagian
integral dari masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan bangsa serta pemukiman nasional dalam arti luas. Ini mengingat bahwa perumahan merupakan bagian dari
kebutuhan dasar basic need, yang mesti dipenuhi oleh setiap orang untuk
mempertahankan eksistensinya. Dalam kaitan antara jenjang kebutuhan manusia dengan rumah, Newmark
dalam Sumiarto 1993, sebagaimana dikutip oleh Helmi 2001, menerangkan bahwa ada hubungan yang bersifat kualitatif antara rumah dan manusianya. Rumah yang
merupakan kebutuhan dasar manusia, perwujudan bervariasi menurut siapa penghuninya, yang dengan mengikuti teori jenjang kebutuhan hierarkhi of needs
oleh Maslow, merupakan pengejawantahan dari hal-hal berikut, yaitu kebutuhan fisiologi physiologis needs, kebutuhan akan rasa aman security and safety needs,
kebutuhan akan hubungan sosial social needs, kebutuhan penghargaan terhadap diri self-esteem or ego needs
, dan kebutuhan akan aktualisasi diri self actualization needs
. Bahkan lebih dari itu, perumahan atau pemukiman juga merupakan
manifestasi dari kebutuhan dan kejiwaan serta keyakinan. Hal ini selaras dengan
Universitas Sumatera Utara
pandangan Mangunwijaya 1984 yang dikutip dalam Nasution 2002, menyatakan bahwa ada sesuatu yang transendens, yang mengatasi alam belaka, yang merupakan
dorongan dasar manusia dalam menciptakan wujud dan rupa bangunan-bangunan pemukimannya serta penataan lingkungannya. Dorongan mana, selalu
mengungkapkan sesuatu yang tidak hanya teknis atau ekonomis atau alamiah belaka, akan tetapi datang dari suatu dambaan dasar mengenai kesempatan yang teratur, yang
ada hukum pastinya , artinya garansi stabilitas kehidupan dalam diri pribadi maupun masyarakat.
Rumah mempunyai dua pengertian, yaitu sebagai kata benda dan sebagai kata kerja. Sebagai kata benda rumah housing menggambarkan suatu komoditi atau
produk, sedangkan sebagai kata kerja, rumah menggambarkan suatu proses aktifivitas manusia yang terjadi dalam Penghunian tersebut. Ada tiga fungsi rumah di samping
fungsi umumnya, yaitu : a.
Sebagai identitas keluarga yang berkaitan dengan pekerjaan quality of shelter provided by houshing
. b.
Menunjang kesempatan keluarga, yang berkaitan dengan pekerjaan economic base resources
. c.
Pemberi rasa aman yang berkaitan dengan jaminan terhadap rasa aman keluarga. Ada dua sistem pembangunan perumahan yaitu, sistem pembangunan formal
dan sistem pembangunan non formal. Sistem pembangunan formal merupakan sistem pembangunan perumahan yang perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaannya
dilakukan oleh pemerintah atau swasta, dan biasanya sudah menggunakan standart
Universitas Sumatera Utara
baku, dan berorientasi keuntungan Turner, 1976 dalam Anonimus, 2001 dikutip dalam Nurman 2002. Sedangkan sistem pembangunan non formal merupakan sistem
pembangunan perumahan yang perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaannya dilakukan sendiri oleh masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM, atau
bersama-sama. Biasanya sistem ini tidak menggunakan standart baku Selling, 1978 dalam Anonimus, 2001 dikutip dalam Nurman, 2002.
2.3. Kebijakan Perumahan dan Pemukiman