V. PELAKSANAAN PROGRAM IKHTIAR BAYTUL
MAAL BOGOR
Pelaksanaan Program Ikhtiar Baytul Maal Bogor dilakukan bekerjasama dengan Yayasan Peramu lembaga independen yang bergerak dalam bidang
penyaluran dana ke masyarakat. Yayasan Peramu bergerak dalam kegiatan ini sudah sejak lebih dari 30 tahun yang lalu. Alasan Baytul Maal Bogor bekerjasama dengan
Peramu karena dianggap Peramu sudah sangat berpengalaman dan sangat mengetahui kondisi masyarakat khususnya yang ada di wilayah sekitar yayasan
Peramu dan sekitarnya yang kebetulan kantor dari Peramu berada di wilayah sekitar penyaluran dana Baytul Maal Bogor. Yayasan Peramu dalam menjalankan kegiatan
penyalurannya sudah membuat tahapan-tahapan kegiatan terkait dengan teknis di lapangan. Tahapan-tahapan teknis tersebut disesuaikan dengan Baytul Maal sebagai
pemegang dana. Penjelasan dibawah ini menjelaskan tahapan-tahapan Program.
5.1 Tahapan Penentuan Wilayah 5.1.1 Sosialisasi awal
Proses sosialisasi dilakukan oleh Yayasan Peramu di Desa Sukaluyu baik untuk memberikan pengertian, mengenalkan dan menjelaskan kepada masyarakat
tentang Program Ikhtiar Baytul Maal. Sebelum terbentuk kelompok-kelompok majelis perencanaan kegiatan dilakukan oleh pihak Yayasan Peramu dengan
sebelumnya berkoordinasi dengan pihak kelurahan agar nantinya tidak terkesan melangkahi pihak-pihak terkait. Survei dilakukan untuk melihat potensi yang ada
di setiap majelis sehingga bisa diketahui tingkat perkembangan dan usaha-usaha
yang dilakukan guna peningkatan pendapatan masyarakat di Desa Sukaluyu. Tahap identifikasi calon peserta dilakukan dengan mendata keluarga miskin, terutama
golongan Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera – I menurut versi BKKBN yang
memiliki usaha dan memiliki kemauan untuk mengembangkan usaha tersebut. Selain itu pula, kegiatan yang dilakukan oleh Fasilitator Kelurahan ini juga
melakukan survei lapangan sehingga mengetahui keadaan, potensi dan masalah yang sedang dihadapi. Survei ini merupakan upaya memperkecil salah sasaran
penerima bantuan. Bentuk sosialisasi awal yang dilakukan adalah menghadiri pertemuan warga RT, RW maupun tingkat kelurahan, mendatangi ke rumah-rumah
calon peserta satu per satu dan juga tokoh-tokoh masyarakat. Pada dasarnya sosialisasi awal yang dilakukan faskel di Desa Sukaluyu senantiasa mengikuti
kebiasaan dan norma di masyarakat. Selain itu pada proses pendataan awal biasanya dikaitkan dengan kegiatan bakti sosial, seperti santunan bahan pokok,
distribusi daging kurban dan sebagainya.
5.2 Tahapan Persiapan Sosial dan Rekrutmen Anggota 5.2.1 Karateristik Responden
Kelompok sasaran penerima manfaat Program Ikhtiar adalah keluarga miskin di Desa Sukaluyu, sesuai dengan rumusan kriteria kemiskinan setempat
yang disepakati oleh warga, termasuk di dalamnya adalah masyarakat yang telah lama miskin, masyarakat yang penghasilannya merosot dan tidak berarti akibat
inflasi, serta yang kehilangan sumber nafkahnya dikarenakan krisis ekonomi, dan lain-lainnya. Pelibatan keluarga miskin didasarkan atas karateristik peserta, tingkat
pendidikan, umur, jenis usaha responden, dan kondisi rumah responden.
5.2.2 Keluarga Miskin
Terkait dengan penghasilan responden dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki usaha atau tidak memiliki usaha tetapi yang memiliki penghasilan.
Khususnya bagi mereka yang penghasilannya tidak mencukupi untuk kehidupan sehari-hari dan yang ingin mengembangkan usahanya tetapi tidak memiliki modal.
Responden yang menjadi objek penelitian disini adalah para perempuan atau ibu-ibu rumah tangga. Program ini memilih perempuan sebagai client yang dibina
dikarenakan perempuan sebagai pengatur keuangan yang mengatur cash and flow keuangan rumah tangga.
Terkait dengan keanggotaan, bukan hanya perempuan yang memiliki penghasilan saja yang bisa menjadi anggota kelompok atau majelis. Namun, semua
orang yang mampu membayar cicilan pinjaman dan bersedia mengikuti keseluruhan program. Kemudian, sudah menjadi tugas bersama dari anggota
kelompok beserta ketua dalam menentukan siapa saja anggotanya agar kedepan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau bermasalah. Karena jika satu
anggota saja yang bermasalah seperti tidak membayar cicilan atau tidak menjalankan kegiatan program akan mengganggu kelancaran program.
Kebanyakan masyarakat miskin yang menjadi anggota adalah masyarakat yang digolongkan berada diantara Keluarga Sejahtera I. Mereka sudah mampu
memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal tetapi mereka belum mampu
memenuhi kebutuhan psikologisnya. Seperti kebutuhan pendidikan, KB, interaksi
dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.
5.2.3 Umur dan Tingkat Pendidikan Tabel 5.1 Prosentase Responden Mitra Baytul Maal Bogor menurut
Umur dan Tingkat Pendidikan Tahun 1999 Pendidikan
Tidak Tamat
Sekolah Tamat SD
Tamat SMP
Total Persentase
20 3
- -
3 10
20-29 7
10 -
17 56,6
30-39 4
1 -
5 16.6
40-50 3
2 -
5 16.6
50 -
- -
Total 17
13 30
100 Umur Th
Gambaran pada Tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa semua responden memiliki karateristik yang sama yaitu tingkat pendidikan yang rendah dengan
tidak memenuhi pendidikan dasar 9 tahun. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan tingkat kebodohan menjadi tinggi, tingkat kebodohan yang tinggi
menyebabkan kualitas sumber daya manusia menjadi rendah, hingga pada akhirnya mengakibatkan kemiskinan. Analogi ini sangat rasional karena
pendidikan sekarang menjadi salah satu syarat bagi mereka yang ingin berpenghasilan tinggi. Misalnya, jika anda ingin bekerja di suatu perusahaan anda
harus memiliki pendidikan minimal sederajat SLTA atau bahkan lebih. Namun,
bukan suatu hal yang mutlak kebodohan akan menyebabkan mereka miskin jika mereka memiliki bakat dan keahlian yang sifatnya non formal.
Selain pendidikan, umur responden juga menunjukkan karateristik yang sama yaitu sebesar 73.2 persen responden berada pada usia 20-39 tahun yang
merupakan rentang umur usia produktif dalam angkatan kerja. Melihat hasil ini diperkirakan mereka adalah perempuan-perempuan muda yang sebagian pinjamannya
digunakan untuk memulai usaha baru guna menambah pendapatan sehari-hari.
5.2.4 Jenis Profesi Responden
Tabel 5.2 Prosentase Jenis Profesi Responden Program Ikhtiar pada
Tahun 1999 Jenis Pekerjaan
Jumlah Jiwa Prosentase
Dagang 7 23,33 Ibu Rumah Tangga
23 76,66
Total 30 100
Tabel 5.2 menunjukkan mayoritas responden peserta pada tahun 1999 sebelum mengikuti Program Ikhtiar adalah ibu rumah tangga yaitu sebanyak 23
jiwa atau sebesar 76,66 persen. Dengan perincian pada jenis usaha dagang yaitu dagang pakaian, dagang sayur, dagang gorengan, warung, dan dagang buah.
Tabel 5.3 Prosentase Jenis Profesi Responden Program Ikhtiar Tahun 2006
Jenis Pekerjaan Jumlah Jiwa
Prosentase
Buruh Sepatu 14
46,66 Buruh Tani
2 6,66
Dagang 10
33,33
Ibu Rumah Tangga 4
13,33
Total 30 100
Tabel 5.3 menunjukkan perbedaan yang mencolok yaitu penurunan jumlah responden berprofesi sebagai ibu rumah tangga sebanyak 19 orang atau sebesar
63,33 persen. Jenis pekerjaan responden didominasi oleh buruh pengerajin sepatu disebabkan karena daerah Desa Sukaluyu merupakan salah satu wilayah sentra
pengerajin sepatu di wilayah Kabupaten Bogor. Kemudian anggapan mereka cara termudah untuk mendapat pekerjaan di wilayah Desa Sukaluyu adalah menjadi
buruh sepatu, mereka tidak perlu mengeluarkan uang untuk pendidikan karena menjadi seorang pengerajin sepatu tidak perlu pendidikan tinggi hanya latihan dan
ketekunan.
Penjelasan Tabel 5.3 diatas bisa menjadi pendekatan dalam mengukur pendapatan dari setiap responden. Rata-rata pendapatan keluarga dari 30 responden
adalah sebesar Rp. 950.000 bulan. Jumlah pendapatan tersebut harus dibagi dengan jumlah tanggungan mereka. Rata-rata jumlah tanggungan 30 responden adalah 4
orang yang berarti per kapita mendapat Rp.190.000,- per bulan yang merupakan tambahan bagi perekonomian keluarga.
5.2.5 Kondisi Rumah Responden
Tabel 5.4 Prosentase Kondisi Rumah Responden Mitra Baytul Maal Bogor Tahun l999
Kondisi Rumah Jumlah Jiwa
Prosentase
Permanen semen, tembok, genteng 20
66,67 Semi Permanen tanah, bilik, genteng
10 33,33
Tidak Permanen
Total 30
100
Pada Tabel 5.4 ditunjukkan sebagian besar rumah berada pada kondisi permanen sebesar 66.6 persen, dengan kategori kondisi berupa lantainya disemen,
temboknya semi permanen terbuat dari bilik atau tembok dan atapnya menggunakan genteng. Sedangkan rumah yang masih dalam kondisi semi permanen sebanyak
33,3 persen dengan kategori kondisi berupa lantainya masih berupa tanah, temboknya menggunakan bilik dan atapnya menggunakan genteng. Sedangkan yang
tidak permanen sudah tidak ada lagi. Hasil ini menunjukkan secara kesuluruhan mereka sudah memiliki tempat tinggal yang layak.
5.3 Deskripsi Pelayanan Pinjaman