Pemecahan Masalah untuk Siswa SMA

47 Keahlian metakognitif menggarisbawahi pemecahan masalah yang diregulasikan sendiri. Para pemecah masalah dengan tingkat keah-lian metakognitif tinggi dapat menanyakan atau mengatakan pada diri mereka “apa yang saya ketahui yang dapat saya terapkan dalam masalah ini ?”, “kemauan apa yang mungkin berguna ?”, “lihatlah kecenderu-nganmu yang impulsif”, “apakah saya tetap pada cara yang benar ?”, “hal ini tidak dapat dilakukan; saya lebih baik menggantinya dengan langkah sebelumnya”, “apakah jawabannya masuk akal?”. Disisi lain menurut Pappas dalam Baroody, 1993: 2-10 meme-cahkan masalah seringkali bergantung pada penggunaan pengetahuan yang ada dengan cara baru. Kreatifitas atau fleksibilitas menggabungkan kognisi, afeksi dan elemen-elemen metakognisi dapat memunculkan atau mengatasi asumsi yang ada. Menurut pemikiran algoritma, banyak orang berpikir bahwa ketika seuatu pekerjaan dilakukan, ia tidak dapat diurungkan, asumsi ini menghalangi seseorang dalam usaha memecah-kan masalah.

4. Pemecahan Masalah untuk Siswa SMA

Untuk menemukan tantangan di sekolah, dunia kerja, dan kehidupan, siswa harus beradaptasi dengan matematika dan mengem-bangkan matematika yang mereka ketahui, serta melakukan semua tugas dengan efektif berdasarkan pemecahan masalah. Disposisi pemecahan masalah termasuk di dalamnya rasa percaya diri dan kemauan untuk mengambil tugas yang berat dan baru. Pemecah masalah yang sukses mencari informasi untuk membantu memecahkan masalah dan meng-efektifkan pengetahuan mereka. Pengetahuan 48 mereka tentang strategi akan memberi mereka pilihan, jika pendekatan masalah yang pertama gagal, mereka dapat mempertimbangkan yang kedua ataupun yang ketiga. Jika pendekatan itu pun gagal, mereka akan tahu bagaimana melakukan reka ulang permasalahan, mencari jalan keluar, dan melihat-nya dari perspektif yang berbeda untuk dapat membantu memahami permasalahan secara lebih baik atau mendapatkan solusi. Bagian untuk menjadi pemecah masalah yang baik adalah dengan menjadi perencana yang baik, namun pemecah masalah tidak mengagumi dengan buta terhadap perencanaannya, melainkan mereka melihat proses dan menyadari dengan tenang ketika segala sesuatu tidak berjalan sesuai rencana Schoenfeld dalam NCTM 2000: 334 Menurut NCTM 2000: 334 di sekolah menengah termasuk tingkat SMA di Indonesia, strategi pemecahan masalah siswa dapat menyebar secara signifikan, karena siswa mampu untuk menggunakan metode yang lebih kompleks dan mereka mampu untuk merefleksikan pengetahuannya, oleh karena itu sejak sekolah menengah siswa harus mengedepankan dengan disposisi, pengetahuan, dan strategi yang berhubu-ngan dengan tantangan baru yang akan dihadapi. Seperti halnya ketika berada di kelas yang lebih awal, masalah dan pemecahannya memerankan peranan penting dalam pembelajaran siswa dan dalam membantu siswa membuat hubungan antar materi matematika. Kebanyakan dari matematika sekolah dapat dilihat sebagai kodifikasi penjelasan seperangkat masalah yang menarik. Namun demikian kebanyakan 49 masalah matematika yang dihadapi siswa dapat diperkenalkan dengan memposisikan permasalahan menarik tersebut, dan siswa dapat melihat proses legitimasinya. Mendekati isi dengan cara ini lebih efektif daripada memotivasi siswa, karena cara tersebut menunjukkan matematika sebagai disiplin ilmu yang masuk akal, dari-pada sekedar peraturan yang harus diingat dan digunakan siswa untuk mengerjakan latihan yang diberikan oleh guru. Di sisi lain tujuan utama matematika sekolah menengah adalah untuk membekali siswa dengan pengetahuan dan alat yang memungkin-kan mereka untuk membuat, mendekati dan menyelesaikan masalah di luar yang mereka pelajari. Siswa sekolah menengah harus memiliki kesempatan yang tepat untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah yang lebih luas. Mereka harus memiliki kesempatan untuk membentuk dan menyaring kembali perma- salahan, karena masalah yang muncul dalam kehidupan nyata sering-kali tidak sama. Siswa perlu pengalaman dalam mengidentifikasi masalah dan menyampaikannya dengan jelas untuk menentukan kapan mereka sampai pada solusi. Kurikulum harus menyertakan masalah dimana siswa tahu tujuan yang harus dicapai, agar mereka dapat menspesifikasikannya atau mungkin mengambil sumber lain dari jenis informasi yang dibutuhkan. Suatu masalah menyajikan berbagai tujuan, dan proses suatu masalah memberi siswa kesempatan untuk membangun pengetahuan mereka selama proses pemecahan masalah berlangsung, guna mempe-lajari atau berlatih beberapa strategi pemecahan masalah, serta untuk membuat hubungan di antara cara berpikir yang bervariasi dengan materi matematika yang sama. 50 Berikut ini adalah beberapa contoh permasalahan yang dapat diajukan kepada siswa SMA kelas X terkait dengan materi trigonometri. 1 Pada waktu yang bersamaan, dua kapal yang bersandar di dermaga pelabuhan Tanjung Mas, meninggalkan pelabuhan. Kapal pertama berlayar dengan arah 083° dan laju 20 kmjam, sedangkan kapal kedua berlayar dengan arah 143° dan laju 15 kmjam. Dengan aturan cosinus maka siswa dapat melakukan pemecahan masalah dan memperkirakan jarak kedua kapal tersebut setelah berlayar selama 2 jam adalah sekitar 10 13 km. 2 Untuk mengukur panjang sebuah danau buatan di dekat perumahan BSB Mijen, seorang surveyor berjalan dari ujung kanan danau sejauh 80 meter ke posisi tertentu, kemudian berputar sejauh 60° dan berjalan ke ujung kiri danau sejauh 65 meter. Dengan aturan cosinus maka dapat diperkirakan panjang danau tersebut adalah 15825 ≈ 125,8 m. 3 Pesawat Isa Air tinggal landas dari bandara Ahmad Yani di Semarang menempuh jarak 500 km ke Bandar Lampung dengan arah 060°. Dari kota Bandar Lampung melanjutkan perjalanan sejauh 300 km ke Pulau Belitung dengan arah 310°, berdasarkan perhitungan menggunakan aturan cosinus maka jarak antara Semarang dan Pulau Belitung dapat diperkirakan yaitu 350 km. 4 Sebuah tower perusahaan operator celluler didirikan di lereng sebuah bukit yang membentuk sudut 8 ° terhadap arah horisontal. Dengan bantuan trigonometri maka dapat ditentukan panjang kabel penyangga di kanan 51 dan kiri tower yang dikaitkan pada sebelah bawah dan sebelah atas lereng masing-masing dengan jarak 75 m dari tower. 5 Berdasarkan aturan-aturan dalam trigonometri dapat juga memperkira-kan tinggi Tugu Muda dengan mengambil posisi misalnya di halaman Lawang Sewu dan mengukur sudut elevasinya dengan menggunakan klinometri, atau memperkirakan tinggi menara MAJT dari area parkir MAJT, demikian juga tempat-tempat lain yang tidak mungkin diukur secara langsung.

5. Mengevaluasi Kegiatan Pemecahan Masalah

Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Menggunakan Masalah Kontekstual Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa

1 43 0

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING ( CPS ) BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII MATERI KUBUS DAN BALOK

4 17 221

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING BERBANTUAN ARTIKEL ILMIAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH IPA SISWA SMP

3 28 150

Pengaruh Model Pembela jaran Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa

1 27 309

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Bagi Siswa Kelas X TP2 Semester Genap S

0 1 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Bagi Siswa Kelas X TP2 Semester Genap S

0 2 13

Keefektivan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbantuan Media CD Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP Kelas VIII Materi Pokok Keliling dan Luas Lingkaran.

0 0 1

Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving Berbantuan Maple II Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Muhamad Syazali

0 0 8

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VII melalui penerapan model pembelajaran creative problem solving (CPS) berbasis kontekstual

1 0 6

Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan

0 2 6