Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok dan Tempurung Kelapa serta Variasi Kadar Perekat Tapioka Terhadap Karakteristik Briket

(1)

PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN

ECENG GONDOK DAN TEMPURUNG KELAPA

SERTA VARIASI KADAR PEREKAT TAPIOKA

TERHADAP KARAKTERISTIK BRIKET

SKRIPSI

Oleh

MELIZA

130425001

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

OKTOBER2015


(2)

PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN

ECENG GONDOK DAN TEMPURUNG KELAPA

SERTA VARIASI KADAR PEREKAT TAPIOKA

TERHADAP KARAKTERISTIK BRIKET

SKRIPSI

Oleh

MELIZA

130425001

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN

PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

OKTOBER2015


(3)

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:

PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN ECENG GONDOK DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA VARIASI KADAR PEREKAT TAPIOKA

TERHADAP KARAKTERISTIK BRIKET

dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini adalah hasil karya saya kecuali kutipan-kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya.

Demikian pernyataan ini diperbuat, apabila dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan maka saya bersedia menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.

Medan, 07 Oktober 2015

Meliza NIM 130425001


(4)

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul :

PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN ECENG GONDOK DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA VARIASI KADAR PEREKAT TAPIOKA

TERHADAP KARAKTERISTIK BRIKET

dibuat untuk melengkapi persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini telah diujikan pada sidang ujian skripsi pada 07 Oktober 2015 dan dinyatakan memenuhi syarat/sah sebagai skripsi pada Departemen Teknik Kimia Fakultas teknik Universitas Sumatera Utara.


(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.Tulisan ini merupakan skripsi dengan judul “Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok dan Tempurung Kelapa serta Variasi Kadar Perekat Tapioka Terhadap Karakteristik Briket”, berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan di Politeknik Teknologi Kimia Industri.Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik.

Penelitian ini memberikan informasi tambahan mengenai briket yang dibuat dari eceng gondok dan tempurung kelapa dengan menggunakan perekat tapioka untuk menghasilkan karakteristik briket yang terbaik serta meningkatkan nilai ekonomi eceng gondok dan tempurung kelapa untuk dimanfaatkan sebagai salah satu sumber energi alternatif.

Selama melakukan penelitian sampai penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Iriany, M.Siselaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberi pengarahan, diskusi dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

2. Bapak Dr. Eng. Ir. Irvan, M.Siselaku Dosen Pembimbing II dan ketua Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Dr. Erni Misran, ST, MT dan Bapak Bode Haryanto, ST, MT, Ph.D selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun dalam penulisan skripsi ini.


(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 07 Oktober 2015

Penulis Meliza


(7)

DEDIKASI

Rasa terima kasih dan hormat penulis ucapkan kepada Orang tua penulis yang selalu mendukung penulis dalam melaksanakan studi dalam proses pengerjaan skripsi ini dan seluruh kegiatan akademis. Dedikasi kami ini tunjukan juga untuk keluarga, serta teman-teman teknik kimia ekstensi stambuk 2013.


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Meliza NIM : 130425001

Tempat/tgl lahir : Medan, 23 Mei 1991 Nama orang tua : Ahmad

Alamat orang tua :

Jl.Letda Sujono Gg. Sepakat No. 06 Medan 20225 Asal Sekolah:

 SD Negeri 064974 Medan tahun 1997-2003

 SMP Negeri 17 Medan tahun 2003-2006

 SMA Prayatna Medan tahun 2006-2009

 Pendidikan Teknologi Kimia Industri 2009-2012 Beasiswa yang pernah diperoleh:

Beasiswa Pusdiklat Kementerian Perindustrian tahun 2013-2015 Pengalaman Organisasi :

 BKI PTKI periode 2009-2012

 BKM PTKI periode 2009-2012

 Asisten Lab PIK PTKI tahun 2013-2015 Artikel yang telah dipublikasikan:

 Pengaruh Konsentrasi Kalsium Nitrat Terhadap Berat Sarung Tangan Pada Unit Coagulant Tank di PT. Medisafe Technologies Tanjung Morawa.

 Jurnal Teknik Kimia Usu, dengan judul “Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok Dan Tempurung Kelapa Serta Variasi Kadar Perekat Tapioka Terhadap Karakteristik Briket”


(9)

ABSTRAK

Ketersediaan sumber energi tak terbarukan yang mulai terbatas menjadi masalah yang cukup serius bagi masyarakat.Untuk itu perlu diupayakan penggunaan sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui diantaranya berasal dari biomassa.Salah satu bahan bakar yang berasal dari biomassa adalah briket.Pada penelitian ini biomassa yang digunakan adalah eceng gondok dan tempurung kelapa. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik dari briket yang meliputi nilai kalor, kadar abu, kadar air, kadar zat volatil, kerapatan, laju pembakaran, kuat tekan serta untuk mengetahui perbandingan yang sesuai dari campuran eceng gondok dan tempurung kelapa dengan variasi perekat tapioka. Perbandingan antara eceng gondok dan tempurung kelapa pada penelitian ini yaitu : 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dengan variasi perekat tapioka sebesar 5%, 10% dan 15% dari bahan baku. Hasil pengukuran pada penelitian ini dibandingkan dengan parameter mutu berdasarkan SNI, Standar Jepang, Inggris, dan Amerika. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa komposisi briket yang ideal diperoleh pada campuran eceng gondok dan tempurung kelapa pada perbandingan 1:4 dengan kadar perekat tapioka 10% yaitu dengan nilai kalor 6.879,5965 kal/gr, kadar abu 9,7181%, kadar air 1,3745%, kadar zat volatil 14,8141%, nilai kerapatan 0,9836 gr/cm3, laju pembakaran 3,08x10-3 gr/detik dan kuat tekan 18,4006 gr/cm2. Hasil ini telah memenuhi SNI, Standar Jepang, Inggris, dan Amerika, sedangkan untuk kuat tekan briket hanya memenuhi standar Inggris.


(10)

ABSTRACT

The availability of unrenewableenergy sources is limited, that become a serious problems to community. It is necessary to use alternative sources of renewable energy from biomass. One of fuel derived from biomass is briquette. In this research the biomass use water hyacinth and coconut shell. The purpose of this research is to know the characteristics of briquettes which include ash content, moisture content, volatile matter content, heating value, density, burning rate and compression pressure. Furthermore is to know proper ratio to mix water hyacinth and coconut shell with variation tapioca gluten.The ratios of water hyacinth and coconut shell in this research are such as 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 with variation of tapioca gluten 5%, 10%, and 15% of the raw materials. The results of measurement in this research was compared to the quality parameters such as SNI, Japan standard, British, and America. From this research are known that the ideal composition of briquette obtained in a mixture of water hyacinth and coconut shell at a ratio of 1:4 with tapioca gluten 10% such as ash content 9,7181%, moisture content 1,3745%, volatile matter content 14,8141%, heating value 6.879,5965 cal/gr, density 0,9836 gr/cm3, burning rate 3,08x10-3 gr/second and compression pressure 18,4006 gr/cm2. The results are in accordance SNI, Japan standard, British, and America, while the compression pressure of briquette only accordance British standard.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN KEASLIHAN SKRIPSI i

PENGESAHAN ii

PRAKATA iii

DEDIKASI v

RIWAYAT HIDUP PENULIS vi

ABSTRAK vii

ABSTRACT viii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR TABEL xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

DAFTAR SINGKATAN xviii

DAFTAR SIMBOL xix

BABI PENDAHULUAN 1

1.1 LATAR BELAKANG 1

1.2 PERUMUSAN MASALAH 3

1.3 TUJUAN PENELITIAN 3

1.4 MANFAAT PENELITIAN 3

1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 ENERGI 6

2.2 BIOMASSA 7

2.3 ECENG GONDOK 8

2.4 TEMPURUNG KELAPA 11

2.5 BIOARANG DAN BRIKET 2.5.1 Bioarang

2.5.2 Briket

13 13 13


(12)

2.7 2.8 BAHAN PEREKAT PENCAMPURAN 19 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23

3.1 LOKASI PENELITIAN 23

3.2 BAHAN DAN ALAT 23

3.2.1 Bahan 23

3.2.2 Alat 23

3.3 3.4 RANCANGAN PENELITIAN PROSEDUR PERCOBAAN 24 25

3.4.1 Prosedur Pembuatan Arang 25

3.4.2 3.4.3

3.4.4 3.4.5 3.4.6

Prosedur Pembuatan Briket Prosedur Analisa Proximate 3.4.3.1 Pengujian Kadar Abu 3.4.3.2 Pengujian Kadar Air

3.4.3.3 Pengujian Kadar Zat Volatil 3.4.3.4 Pengujian Nilai Kalor Prosedur Pengujian Kerapatan

Prosedur Analisa Uji Eksperimental Untuk Laju Pembakaran Prosedur Uji Tekan

25 26 26 26 27 27 28 28 29

3.5 FLOWCHART PERCOBAAN 30

3.5.1 3.5.2 3.5.3 3.5.4 3.5.5 3.5.6

Flowchart Pembuatan Arang Flowchart Pembuatan Briket Flowchart Analisa Proximate

3.5.3.1 Flowchart Pengujian Kadar Abu 3.5.3.2 Flowchart Pengujian Kadar Air

3.5.3.3 Flowchart Pengujian Kadar Zat Volatil 3.5.3.4 Flowchart Pengujian Nilai Kalor Flowchart Uji Kerapatan

Flowchart Uji Eksperimental Untuk laju Pembakaran Flowchart Uji Tekan

30 30 31 31 32 33 34 35 36 36


(13)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 39

4.1 BRIKET YANG DIPEROLEH 39

4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9

KADAR ABU KADAR AIR

KADAR ZAT VOLATIL NILAI KALOR

KERAPATAN

LAJU PEMBAKARAN KUAT TEKAN

ANALISI EKONOMI

40 41 43 45 47 48 50 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 55

5.1 KESIMPULAN 55

5.2 SARAN 56

DAFTAR PUSTAKA 57


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Eceng Gondok 9

Gambar 2.2 Tempurung Kelapa 11

Gambar 2.3 Briket 14

Gambar 2.4 Tepung Tapioka 20

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Arang 30

Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Briket 30

Gambar 3.3 Flowchart Pengujian Kadar Abu 32

Gambar 3.4 Flowchart Pengujian Kadar Air 33

Gambar 3.5 Gambar 3.6

Flowchart Pengujian Kadar Zat Volatil Flowchart Pengujian Nilai kalor

34 35

Gambar 3.7 Flowchart Pengujian Kerapatan 35

Gambar 3.8 Flowchart Analisa Uji Eksperimental Untuk laju Pembakaran

36

Gambar 3.9 Flowchart Pengujian Tekanan Briket 37

Gambar 3.10 Flowchart Penelitian 38

Gambar 4.1 Gambar 4.1.a Gambar 4.1.b

Briket Hasil Penelitian Briket Dengan Perekat 5%

Briket Dengan Perekat 10% Dan 15%

39 39 39 Gambar 4.2 Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok Dan

Tempurung Kelapa Serta Variasi Kadar Perekat Tapioka

Terhadap Kadar Abu 40

Gambar 4.3 Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok Dan Tempurung Kelapa Serta Variasi Kadar Perekat Tapioka

Terhadap Kadar Air 42

Gambar 4.4 Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok Dan Tempurung Kelapa Serta Variasi Kadar Perekat Tapioka


(15)

Gambar 4.5 Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok Dan Tempurung Kelapa Serta Variasi Kadar Perekat Tapioka

Terhadap Kadar Nilai Kalor 45

Gambar 4.6 Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok Dan Tempurung Kelapa Serta Variasi Kadar Perekat Tapioka

Terhadap Kerapatan 47

Gambar 4.7 Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok Dan Tempurung Kelapa Serta Variasi Kadar Perekat Tapioka

Terhadap Laju Pembakaran 49

Gambar 4.8 Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok Dan Tempurung Kelapa Serta Variasi Kadar Perekat Tapioka

Terhadap Kuat Tekan 50

Gambar L3.1 Eceng Gondok Yang Telah Dikeringkan 68 Gambar L3.2 Tempurung Kelapa Yang Telah Dikeringkan 68

Gambar L3.3 Eceng Gondok Hasil Karonisasi 68

Gambar L3.4 Tempurung Kelapa Hasil Karbonisasi 68

Gambar L3.5 Penggilingan Tempurung Kelapa 69

Gambar L3.6 Screening Dengan Vibrator 69

Gambar L3.7 Arang Hasil Ayakan 69

Gambar L3.8 Perekat Tapioka 70

Gambar L3.9 Pencampuran Arang Dengan Perekat 70

Gambar L3.10 Pencetakan Briket 70

Gambar L3.11 Pengempaan Briket 70

Gambar L3.12 Penggeringan Briket 71

Gambar L3.13 Briket Yang Diperoleh 71

Gambar L3.14 Penimbangan Sampel 71

Gambar L3.15 Pemanasan Dengan Furnace 71

Gambar L3.16 Pendinginan Dalam Desikator 72

Gambar L3.17 Penimbangan Sampel Setelah Dipanaskan 72

Gambar L3.18 Penimbangan Sampel 72

Gambar L3.19 Pemanasan Dengan Oven 72


(16)

Gambar L3.21 Penimbangan Sampel yang Telah Dikeringkan 73

Gambar L3.22 Penimbangan Sampel 73

Gambar L3.23 Pemanasan Pada Furnace 73

Gambar L3.24 Pendinginan Dalam Desikator 74

Gambar L3.25 Gambar L3.26

Penimbangan sampel Setelah Dipanaskan Bomb Calorimeter

74 74

Gambar L3.27 Penimbangan Briket 75

Gambar L3.28 Pengukuran Dimensi 75

Gambar L3.29 Penimbangan Sampel 75

Gambar L3.30 Pembakaran Briket 75

Gambar L3.31 Penekanan Briket 76

Gambar L3.32 Hasil Penekanan 76

Gambar L4.1 Furnace 77

Gambar L4.2 Hammer Mill 77

Gambar L4.3 Screening 78

Gambar L4.4 Neraca Analitis 78

Gambar L4.5 Tensile Test 79

Gambar L4.6 Oven 79


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Variasi Kadar Perekat Tapioka Dengan Perbandingan Bahan

Baku Eceng Gondok Dan Tempurung Kelapa 5

Table 2.1 Kandungan Kimia Eceng Gondok Segar 9

Table 2.2 Kandungan Kimia Eceng Gondok Kering 9

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Tempurung Kelapa 11

Tabel 2.4 Perbandingan Sifat Antara Tempurung Kelapa dan Arangnya 12

Table 2.5 Standar Mutu Briket 17

Table 2.6 Daftar Analisa Bahan Perekat 20

Tabel 2.7 Komposisi Kimia Tapioka 21

Tabel 3.1 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3

Rancangan Penelitian

Perhitungan Biaya Bahan Baku Waktu Karbonisasi

Perhitungan Kebutuhan Listrik

25 52 52 53

Tabel L1.1 Data Hasil Analisa Kadar Abu Briket 60

Tabel L1.2 Data Hasil Analisa Kadar Air Briket 60

Tabel L1.3 Tabel L1.4

Data Hasil Analisa Kadar Zat Volatil Briket Data Hasil Analisa Nilai Kalor Briket

61 61 Tabel L1.5 Data Hasil Analisa Nilai Kerapatan Briket 62 Tabel L1.6 Data Hasil Analisa Laju Pembakaran Briket 62


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PENELITIAN 60

L1.1 Kadar Abu 60

L1.2 Kadar Air 60

L1.3 L1.4

Kadar Zat Volatil Nilai Kalor

61 61

L1.5 Kerapatan 62

L1.6 Laju Pembakaran 62

L1.7 Kuat Tekan 63

LAMPIRAN 2 CONTOH PERHITUNGAN 64

L2.1 Perhitungan Uji Kadar Abu Briket 64 L2.2 Perhitungan Uji Kadar Air Briket 64 L2.3 Perhitungan Uji Kadar Zat Volatil Briket 65 L2.4 Perhitungan Uji Kerapatan Briket 66 L2.5 Perhitungan Uji Laju Pembakaran Briket 64 L2.6 Perhitungan Uji Kuat Tekan Briket 67

LAMPIRAN 3 GAMBAR PENELITIAN 68

L3.1 Penyiapan Dan Karbonisasi Bahan Baku 68

L3.2 Pembuatan Briket 70

L3.3 Analisis Karakteristik Kualitas Briket 71 L3.3.1 Pengujian Kadar Abu

L3.3.2 Pengujian Kadar Air

L3.3.3 Pengujian Kadar Zat Volatil L3.3.4 Pengujian Nilai Kalor L3.3.5 Pengujian Kerapatan

L3.3.6 Pengujian Laju Pembakaran L3.3.7 Pengujian Kuat Tekan

71 72 73 74 75 75 76

LAMPIRAN 4 SPESIFIKASI PERALATAN 77

L4.1 Furnace 77


(19)

L4.3 Screening 78

L4.4 Neraca Analitis 78

L4.5 Tensile Test 79

L4.6 Oven 79


(20)

DAFTAR SINGKATAN

KBBI pH PTKI SNI

Kamus Besar Bahasa Indonesia Power of Hdrogen

Politeknik Teknologi Kimia Industri Standar Nasional Indonesia


(21)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Dimensi

A Berat Abu gram

B EG F m P r t TK Vtot W0 W1 % π

Berat Sampel Eceng Gondok Gaya

Massa Briket Tekanan Jari-jari Tinggi Briket Tempurung Kelapa Volume Total Berat Sampel Awal

Berat Sampel Setelah Pemanasan Persen

Pi

gram kgf gram kg/cm2 cm cm cm3 gram gram


(22)

ABSTRAK

Ketersediaan sumber energi tak terbarukan yang mulai terbatas menjadi masalah yang cukup serius bagi masyarakat.Untuk itu perlu diupayakan penggunaan sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui diantaranya berasal dari biomassa.Salah satu bahan bakar yang berasal dari biomassa adalah briket.Pada penelitian ini biomassa yang digunakan adalah eceng gondok dan tempurung kelapa. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik dari briket yang meliputi nilai kalor, kadar abu, kadar air, kadar zat volatil, kerapatan, laju pembakaran, kuat tekan serta untuk mengetahui perbandingan yang sesuai dari campuran eceng gondok dan tempurung kelapa dengan variasi perekat tapioka. Perbandingan antara eceng gondok dan tempurung kelapa pada penelitian ini yaitu : 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 dengan variasi perekat tapioka sebesar 5%, 10% dan 15% dari bahan baku. Hasil pengukuran pada penelitian ini dibandingkan dengan parameter mutu berdasarkan SNI, Standar Jepang, Inggris, dan Amerika. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa komposisi briket yang ideal diperoleh pada campuran eceng gondok dan tempurung kelapa pada perbandingan 1:4 dengan kadar perekat tapioka 10% yaitu dengan nilai kalor 6.879,5965 kal/gr, kadar abu 9,7181%, kadar air 1,3745%, kadar zat volatil 14,8141%, nilai kerapatan 0,9836 gr/cm3, laju pembakaran 3,08x10-3 gr/detik dan kuat tekan 18,4006 gr/cm2. Hasil ini telah memenuhi SNI, Standar Jepang, Inggris, dan Amerika, sedangkan untuk kuat tekan briket hanya memenuhi standar Inggris.


(23)

ABSTRACT

The availability of unrenewableenergy sources is limited, that become a serious problems to community. It is necessary to use alternative sources of renewable energy from biomass. One of fuel derived from biomass is briquette. In this research the biomass use water hyacinth and coconut shell. The purpose of this research is to know the characteristics of briquettes which include ash content, moisture content, volatile matter content, heating value, density, burning rate and compression pressure. Furthermore is to know proper ratio to mix water hyacinth and coconut shell with variation tapioca gluten.The ratios of water hyacinth and coconut shell in this research are such as 1:1, 1:2, 1:3, 1:4 with variation of tapioca gluten 5%, 10%, and 15% of the raw materials. The results of measurement in this research was compared to the quality parameters such as SNI, Japan standard, British, and America. From this research are known that the ideal composition of briquette obtained in a mixture of water hyacinth and coconut shell at a ratio of 1:4 with tapioca gluten 10% such as ash content 9,7181%, moisture content 1,3745%, volatile matter content 14,8141%, heating value 6.879,5965 cal/gr, density 0,9836 gr/cm3, burning rate 3,08x10-3 gr/second and compression pressure 18,4006 gr/cm2. The results are in accordance SNI, Japan standard, British, and America, while the compression pressure of briquette only accordance British standard.


(24)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat menyebabkan permintaan energi semakin meningkat pula.Salah satu sumber energi utama yang banyak dikonsumsi oleh manusia adalah sumber daya alam yang berasal dari fosil. Sumber energi ini terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu, sehingga lambat laun akan habis. Masalah pengurangan sumber energi ini mendorong manusia untuk melakukan penghematan dan mencari sumber energi pengganti. Oleh karena itu, perlu diupayakan sumber bahan baku alternatif yang dapat diperbarui serta bahan bakunya yang mudah untuk diperoleh. Salah satu contoh sumber energi tersebut seperti energi yang berasal dari biomassa yaitu briket.

Salah satu biomassa yang dapat dijadikan briket adalah eceng gondok dan tempurung kelapa.Eceng gondok (Eichornia Crassipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk dan sungai yang alirannya tenang. Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat menimbulkan berbagai masalah, antara lain mempercepat pendangkalan sungai atau danau, menurunkan produksi ikan, mempersulit saluran irigasi, dan menyebabkan penguapan air 3 sampai 7 kali lebih besar daripada penguapan air di perairan terbuka. Pertumbuhan eceng gondok yang cukup pesat ini dapat dimanfaatkan sebagai briket dengan nilai kalor eceng gondok 3.207 kal/gr [1].

Tempurung kelapa merupakan lapisan keras yang terletak di bagian dalam kelapa setelah sabut.Tempurung merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan antara 3 mm sampai dengan 5 mm. Sifat kerasnya disebabkan oleh banyaknya kandungan silikat (SiO2) yang terdapat pada tempurung tersebut. Dari berat total buah kelapa, 15 % sampai 19 % diantaranya merupakan berat tempurung, selain itu tempurung kelapa juga banyak mengandung lignin. Pada umumnya nilai kalor yang terkandung dalam tempurung kelapa berkisar antara 4.347,82 kal/gr hingga 4.619,69 kal/gr [2]. Oleh karena itu briket dari eceng gondok dan tempurung kelapa ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku energi alternatif yang terbarukan.


(25)

Penelitian yang berkaitan dengan pembuatan briket telah banyak dilakukan, diantaranya Penelitian tentang analisa uji proximate terhadap briket dengan memvariasikan perbandingan eceng gondok dengan daun dan ranting berbagai jenis tanaman yang merupakan sampah organik. Pada penelitian tersebut, nilai kalor tertinggi dihasilkan dari campuran eceng gondok dan daun ranting pada perbandingan 1:4 dengan nilai kalor 4.348 kal/gr. Sedangkan berdasarkan uji eksperimental, briket terbaik diperoleh pada briket dengan perbandingan 3:2 dengan waktu nyala terlama yaitu 53 menit dengan laju pembakaran rata-rata yang lebih minimum daripada briket jenis lainnya yakni sebesar 0,04 gram/menit [1].

Pembuatan dan analisis mutu briket dari tempurung kelapa dengan melakukan eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui mutu briket ditinjau dari kadar kanji. Dari hasil penelitian diperoleh hasil yang optimum pada briket yang mengandung kadar kanji 1% dari berat serbuk arang, dengan kadar air yang diperoleh 3,46%, kadar abu 7,49%, sedangkan kadar zat yang hilang pada suhu 950ºC 2,86%. Nilai karakteristik dari tiap-tiap perlakuan komposisi briket menunjukkan bahwa dengan meningkatnya persentase perekat kanji maka kadar air, kadar abu dan kadar zat mudah menguap semakin meningkat [3].

Penelitian mengenai pembuatan briket arang dari campuran buah bintaro dan tempurung kelapa menggunakan perekat amilum yang bertujuan untuk mendapatkan briket dengan kualitas terbaik dengan memvariasikan suhu karbonisasi. Hasil briket arang yang optimum diperoleh dari campuran buah bintaro dan tempurung kelapa dengan perbandingan 40% : 60% dengan suhu karbonisasi 400 oC, kadar air 7,03%, kadar abu 2,36%, kadar zat mudah menguap 77,12% dan nilai kalor 6.970 kal/gr [4].

Pemanfaatan eceng gondok untuk bahan baku briket sebagai bahan bakar alternatif bertujuan untuk mencari kadar perekat yang optimum dari briket yang dihasilkan dengan menggunakan perekat tapioka. Hasil penelitian menunjukkan karakterisik briket terbaik dihasilkan dari briket arang eceng gondok dengan perekat sebesar 5%, untuk campuran arang dan biobriket dari eceng gondok dengan perekat 12,5% dan pada biobriket eceng gondok dengan kadar perekat 15% [5].


(26)

Berdasarkan keempat penelitian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pembuatan briket dari bahan baku eceng gondok dan tempurung kelapa untuk menghasilkan briket dengan nilai kalor tertinggi serta memiliki sifat fisik dan kimia yang baik.

Tingkat konsumsi terhadap minyak rata-rata naik 6% pertahun. Hal ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun berikutnya. Dari penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut tentang pemanfaatan limbah biomassa seperti eceng gondok dan tempurung kelapa sehingga menjadi kontribusi bagi upaya pengadaan bahan bakar alternatif yang terbarukan [6]. 1.2PERUMUSAN MASALAH

Agar diperoleh briket arang dengan sifat fisik dan kimia yang baik maka perlu dikaji upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas dari briket. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain menentukan perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa serta variasi kadar perekat tapioka pada pembuatan briket. Oleh karena itu perlu diteliti: Bagaimana pengaruh variasi perbandingan komposisi bahan baku dari eceng gondok dan tempurung kelapa serta variasi kadar bahan perekat tapioka pada pembuatan briket untuk menghasilkan briket yang berkualitas.

1.3TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian adalah :

1. Mengetahui variasi yang sesuai dalam penambahan kadar perekat (tepung tapioka) pada variasi perbandingan bahan baku eceng gondok dan tempurung kelapa.

2. Menghasilkan karakteristik briket yang terbaik. 1.4MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi tentang pemanfaatan potensi biomassa sebagai salah satu sumber energi alternatif.


(27)

2. Memberikan informasi tentang variasi perbandingan komposisi eceng gondok dan tempurung kelapa serta perekat tapioka terhadap karakteristik briket yang dihasilkan.

3. Meningkatkan nilai ekonomi dari eceng gondok dan tempurung kelapa. 1.5RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Instrument, Laboratorium Bahan Konstruksi dan Korosi serta Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Politeknik Teknologi Kimia Industri. Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan utama dan bahan pendukung, yaitu :

a. Bahan utama

1) Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah eceng gondok dan tempurung kelapa.

2) Tepung tapioka yang berfungsi sebagai bahan perekat dalam pembuatan briket.

b. Bahan pendukung

Bahan pendukung yang digunakan adalah air yang berfungsi sebagai campuran bahan perekat.

2. Variabel penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel tetap dan variabel berubah sebagai berikut :

a. Variabel tetap, yaitu :

1) Ukuran partikel arang dengan menggunakan 60 mesh. 2) Berat eceng gondok 20 gram.

3) Suhu karbonisasi eceng gondok dan tempurung kelapa yaitu 400 oC. 4) Perekat tapioka dengan rasio perbandingan tapioka dan air yaitu 1:4.


(28)

b. Variabel berubah, yaitu :

Perbandingan antara eceng gondok dan tempurung kelapa serta persentase perekat tapioka dari berat total bahan baku ditunjukkan seperti pada Tabel 1.1:

Tabel 1.1 Variasi Kadar Perekat Tapioka dengan Perbanding Bahan Baku Eceng Gondok dan Tempurung Kelapa

Kadar Perekat Tapioka (%)

Perbandingan

Eceng Gondok : Tempurung Kelapa

5

1 : 1 1 : 2 1 : 3 1 : 4 10

1 : 1 1 : 2 1 : 3 1 : 4 15

1 : 1 1 : 2 1 : 3 1 : 4 3. Analisa yang dilakukan adalah

a. Analisa proximate, yang meliputi : 1. Kadar abu

2. Kadar air 3. Kadar zat volatil 4. Nilai kalor b. Uji kerapatan

c. Uji eksperimental untuk laju pembakaran d. Uji tekan


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ENERGI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), energi adalah tenaga atau gaya untuk berbuat sesuatu. Definisi ini merupakan perumusan yang lebih luas daripada pengertian-pengertian mengenai energi pada umumnya yang dianut di dunia ilmu pengetahuan.Dalam pengertian sehari-hari energi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan suatu pekerjaan.

Energi merupakan komponen utama dalam seluruh kegiatan makhluk hidup bumi.Sumber energi yang utama bagi manusia adalah sumber daya alam yang berasal dari fosil karbon [7].

Penghematan energi mulai diluncurkan hampir disemua negara disebabkan semakin berkurangnya cadangan minyak dunia.Indonesia kini telah menjadi salah satu negara pengimpor minyak mentah sehingga diperlukan suatu usaha untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak dan gas.Situasi energi di Indonesia tidak terlepas dari situasi energi dunia.Konsumsi energi dunia yang makin meningkat memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk mencari sumber energi alternatif untuk memenuhi kebutuhannya sendiri [8]. Energi merupakan sektor utama dan akan mengambil peranan yang lebih besar diwaktu yang akan datang dalam perekonomian Indonesia saat ini, baik dalam rangka penyediaan devisa, penyerapan tenaga kerja, kelestarian sumber daya energi, pembangunan nasional serta pembangunan daerah. Untuk itu perlu diidentifikasisektor mana yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya energi alternatif.Seperti yang diketahui Indonesia sangat berkepentingan untuk menggantikan sumber daya energiminyak dengan sumber daya energi lainnya, karena minyak merupakan sumber daya energi yang menghasilkan devisa selain gas alam. Oleh karena itu pemanfaatan minyak sebagai sektor perekonomian sedapat mungkin digantikan dengan sumber daya lain seperti gas alam, batubara, panas bumi, listrik tenaga air, dan biomassa yang tersedia dalam jumlah yang besar [2].


(30)

2.2 BIOMASSA

Biomassa adalah campuran material organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan beberapa mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium dan besi. Karbohidrat merupakan komponen utama tanaman biomassa (berat kering kira-kira sampai 75 %), lignin (sampai dengan 25 %) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya bisa berbeda-beda. Keuntungan penggunaan biomassa adalah untuk sumber bahan bakar yang berkelanjutan [8].

Biomassa merupakan suatu limbah benda padat yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar.Biomassa meliputi limbah pertanian, limbah kayu, limbah perkebunan, limbah hutan serta komponen organik dari industri dan rumah tangga.Energi biomassa dapat dijadikan sebagai sumber energi alternatif pengganti bahan bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu dapat diperbaharui (renewable resources) sehingga sumber energi ini dapat dimanfaatkan secara lestari [2].

Biomassa yang berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai sumber energiuntuk bahan bakar alternatif.Biomassa yang dijadikan sebagai bahan bakar alternatif harus lebih ramah lingkungan, mudah diperoleh, lebih ekonomis, serta dapat digunakan oleh masyarakat luas [3].

Potensi energi biomassa merupakan sumber energi alternatif yang perlu mendapat prioritas, sebab Indonesia sebagai negara agraris benyak menghasilkan limbah pertanian yang kurang termanfaatkan.Limbah pertanian tersebut dapat diolah menjadi suatu bahan bakar padat yang digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil [9].

Keuntungan pemanfaatan sumber energi biomassa diantaranya :

a. Sumber energi biomassa dapat didaur ulang kembali sehingga dapat dimanfaatkan sacara lestari.

b. Sumber energi biomassa tidak menyebabkan polusi udara sebagaimana yang terjadi pada bahan bakar fosil karena relatif tidak mengandung unsur sulfur. c. Pemanfaatan energi biomassa dapat meningkatkan efisiensi limbah pertanian


(31)

Keunggulan lain dari biomassa adalah harganya yang lebih murah dibandingkan sumber energi lainnya. Hal ini dapat terjadi karena jumlahnya yang sangat melimpah dan umumnya merupakan limbah dari suatu aktivitas masyarakat.Namun demikian, dengan nilai kalor antara 3.000-4.500 kal/gr, energi yang dikandungnya masih sangat potensial untuk dimanfaatkan terutama dalam rangka membangkitkan energi panas [9].

Salah satu solusi yang menjanjikan untuk mengatasi masalah dari limbah pertanian yang tidak dimanfaatkan adalah dengan mengolahnya menjadi briket yang bertujuan untuk meningkatkan karakteristik bahan baku serta nilai kalor dari biomassa [10].

Biomassa pada umumnya mempunyaikadarzat volatil yang tinggi sehingga pembakarannyadimulai pada temperatur yang rendah. Proses devolatisasi pada biomassa umumnya terjadi padatemperatur rendah dan hal ini mengindikasikanbahwa biomassa mudah dinyalakan dan dibakar,meskipun pembakaran yang diharapkan terjadisangat cepat dan bahkan sulit dikontrol [11].

2.3 ECENG GONDOK

Eceng Gondok (Eichornia crassipes) merupakan tumbuhan air yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk,dan sungai yang alirannya tenang. Pertumbuhan eceng gondok yang sangat cepat dapat menimbulkan berbagai masalah, antara lain mempercepat pendangkalan sungai atau danau, menurunkan produksi ikan, mempersulit saluran irigasi, serta menyebabkan penguapan air 3 hingga 7 kali lebih besar daripada penguapan air di perairan terbuka [1].

Eceng gondok dapat hidupdidaerahtropismaupun subtropis.Sebagai gulmaperairaneceng gondokmampu menyesuaikandiri terhadap perubahanlingkungandanberkembang biak secaracepat. Perairanyang dangkaldanairyang keruh merupakan tempat tumbuh yang ideal bagitanamaneceng gondok dengansuhuberkisar antara28-30oC dankondisipH berkisar 4-12.Tanamaneceng gondoksulit tumbuhdi perairanyangdalamdanberair jernihdidataran tinggi.Ecenggondok mampumenghisap airdan menguapkanyake udaramelaluiprosesevaporasi [12].


(32)

Eceng gondok memiliki kandungan air yang sangat besar yaitu hingga 90% dari berat tanaman sebenarnya.Dalam 10 kg eceng gondok setelah dikeringkan beratnya hanya 1 kg. Akan tetapi eceng gondok memiliki nilai kadar karbon yang cukup bagus untuk dimanfaatkan sebagai briket [1]. Berikut ini adalah tanaman eceng gondok yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut :

Gambar 2.1 Eceng Gondok

Eceng gondok segar dan kering memilki kandungan kimia seperti pada Tabel 2.1 dan 2.2 berikut ini :

Tabel 2.1 Kandungan Kimia Eceng Gondok Segar [13]

Senyawa Kimia Persentase (%)

Air Abu Serat Kasar Karbohidrat Lemak Protein

Posfor sebagai P2O5 Kalium sebagai K2O Klorida Alkanoid 92,6 0,44 2,09 0,17 0,35 0,16 0,52 0,42 0,26 2,22

Tabel 2.2 Kandungan Kimia Eceng Gondok Kering [13]

Senyawa Kimia Persentase (%)

Selulosa Pentosa Lignin Silika Abu 64,51 15,61 7,69 5,56 12,00


(33)

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan pertumbuhan eceng gondok, yaitu :

1. pH air

Pada pH 7 terjadi pertumbuhan maksimum eceng gondok.Meskipun pada pH 7 merupakan pH yang optimal untuk pertumbuhan, namun tanaman eceng gondok ini dapat bertahan pada pH 4-5 dan 9-10.Perubahan morfologi abnormal terjadi bila pH terlalu tinggi atau terlalu rendah, yaitu akar menjadi keras, agak rusak dan tidak ditemukannya akar-akar lateral.

2. Intensitas cahaya

Pada keadaan cahaya matahari 100% tanaman ini tumbuh dan berkembang biak paling cepat dibandingkan dengan cahaya matahari 75%, 50% atau 25%. 3. Temperatur

Suhu merupakan faktor yang menentukan distribusi dimana pada suhu 25 0C eceng gondok tumbuh dengan pesat. Kecepatan pertumbuhan relatif tanaman ini lima kali lebih tinggi pada musim panas bila dibandingkan musim dingin. 4. Unsur hara

Pada pH sekitar 7 eceng gondok menyerap unsur hara paling banyak terutama Nitrogen [14].

Pertumbuhan encenggondok yang cukup pesat mengakibatkan berbagai kesulitanseperti terganggunya transportasi,penyempitan sungai, dan masalah lain karenapenyebarannya yang menutupi permukaan sungai/perairan. Untuk itu enceng gondok ini dapat dijadikan sebagai limbah biomassa, sehingga dapat dilakukan suatupemanfaatan alternatif terhadap encenggondok ini dengan jalan pembuatan briketarang.Tanaman enceng gondok memiliki kandungan selulosa dan senyawa organik sehingga berpotensimemberikan nilai kalor yang cukup baik.Dengan demikian briket arang dari encenggondok ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif yang dapat membuat dampak yang sangat baik bagilingkungan serta bernilai ekonomis tinggi sehingga eceng gondok tidak merusak ekosistem perairan [13].


(34)

2.4TEMPURUNG KELAPA

Tempurung kelapa merupakan lapisan keras yang terletak dibagian dalam kelapa setelah sabut.Tempurung kelapa memiliki lapisan kerasdengan ketebalan antara 3 mm sampai dengan 5 mm. Banyaknya kandungan silikat (SiO2) yang terdapat pada tempurung menyebabkan sifatnya menjadi keras. Dari berat total buah kelapa, 15 % sampai 19 % diantaranya merupakan berat tempurung [2].Komposisi tempurung kelapa ditunjukkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Tempurung Kelapa [8]

Unsur Kimia Persentase (%)

Sellulosa Pentosan Lignin Kadar Abu Solvent Ekstraktif Uronat anhydrad Nitrogen

Air

26,60 27,00 29,40 0,60 4,20 3,50 0,11 8,00

Sebagai limbah organik tempurung kelapa memiliki peluang untuk dijadikan sebagai bahan bakar.Karena memiliki sifat difusi termal yang baik maka tempurung kelapa dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan briket.Hal ini diakibatkan oleh tingginya kandungan selulosa dan lignin yang terdapat dalam tempurung [3].


(35)

Tempurung kelapa yang melimpah jumlahnya baik yang berasal dari limbah pertanian maupun yang berasal dari limbah rumah tangga dan industri belum dimanfaatkan secara maksimal.Untuk meningkatkan penggunaan tempurung kelapa sebagai bahan bakar alternatif maka tempurung kelapa dapat dibuat menjadi briket.Arang tempurung kelapa yang diolah lebih lanjut menjadi briket dapat digunakan oleh masyarakat untuk keperluan rumah tangga, usaha maupun industri.Penggunaan briket lebih praktis, menarik dan bersih dibandingkan dengan bahan arang.Pembentukan dan pemanfaatan briket tempurung kelapa memiliki dua keuntungan yaitu yang pertama mendorong kajian teknologi energi alternatif yang terbarukan.Keuntungan yang kedua adalah bisa menjadi salah satu penyelesaian masalah lingkungan karena sumber utama bahan bakunya merupakan tempurung kelapa [15].

Perubahan komposisi dan sifat termal tempurung kelapa menjadi arang ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Perbandingan Sifat Antara Tempurung Kelapa dan Arangnya [15] Bahan Komponen Kandungan (%) Sifat termal (kal/g) Tempurung Kelapa Moisture Zat volatil Karbon Abu 10,46 67,67 18,29 3,58 4.3927,7376 Arang Tempurung Kelapa Zat volatil Karbon Abu 10,60 76,32 13,08 7.345,9149

Apabila tempurungkelapa dibakar pada temperatur tinggidalamruanganyang tidakberhubungandenganudara makaakan menghasilkan arangyang terjadi melalui rangkaianproses penguraian penyusuntempurungkelapa. Untuk dijadikanarang haruslah tempurungyang bersihdanberasaldari kelapayang tua,bahanharus keringagar prosespembakarannyaberlangsung lebih cepat dan tidak menghasilkan asap yang banyak. Arang tempurung kelapa merupakanproduk yang diperolehdaripembakarantidak sempurnaterhadaptempurung kelapa.Arang

lebihmenguntungkandibandingkan kayubakar. Arang


(36)

2.5BIOARANG DAN BRIKET 2.5.1 Bioarang

Bioarang merupakan arang (salah satu jenis bahan bakar) yang dibuat dari aneka macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, daun-daunan, rumput, jerami, kertas maupun limbah pertanian lainnya yang dapat dikarbonisasi.Bioarang ini dapat diolah menjadi briket [8].

Arangmerupakan bahan padathasil dari pengarangan bahan yangmengandung karbon dan berpori. Sebagian besar pori-poriarang masih tertutup oleh hidrokarbon, tar, dansenyawa organik lain yang komponennyaterdiri dari karbon tertambat (fixed carbon),abu, air, nitrogen dan sulfur [13].

2.5.2 Briket

Briket adalah gumpalan-gumpalan atau batangan-batangan arang yang terbuat dari bioarang (bahan lunak). Bahan bakar ini dapat dimanfaatkan dengan teknologi yang sederhana dengan panas (nyala api) yang dihasilkan cukup besar, lama, dan aman.Briket merupakan bahan bakar alternatif yang cukup berkualitas [2].

Briket merupakan suatu padatan yang dihasilkan melalui proses pemampatan danpemberian tekanan, yang jika dibakar akanmenghasilkan sedikit asap. Briket diolah dengansistem pengepresan dengan pemberian tekanan dan menggunakan bahanperekat, sehingga berbentuk briket yangdapat digunakan untuk keperluan sehari-hari [9].

Biaya penggunaan yang sangat murah merupakan salah satu keuntungan yang diperoleh dari penggunaan briket.Alat yang digunakan untuk pembuatan briket sangat sederhana dan bahan bakunya juga sangat murah, bahkan tidak perlu membeli karena pada umumnya berasal dari sampah yang sudah tidak berguna lagi. Bahan baku untuk pembuatan arang umumnya telah tersedia disekitar kita. Briket dalam penggunaanya menggunakan tungku yang relatif kecil dibandingkan dengan tungku yang lainnya [2].


(37)

Beberapa tipe/bentuk briket yang umum dikenal, antara lain : bantal (oval), silinder (cylinder), dan lain-lain. Adapun keuntungan dari bentuk briket yang dicetak yaitu sebagai berikut :

1. Ukuran dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

2. Untuk memudahkan pembakaran porositasnya dapat diatur. 3. Mudah dibakar sebagai bahan bakar [16].

Gambar 2.3 Briket

Umumnya bahan bakar briket memiliki parameter energi yang cukup baik, densitas dan nilai kalor yang lebih tinggi serta kandungan air yang lebih rendah bila dibandingkan biomassa yang belum diolah.Briket dapat dibuat dari campuran bahan yang berbeda dari limbah pertanian atau biomassa [16].

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket arang adalah berat jenis bahan bakar atau berat jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, suhu karbonisasi, dan tekanan pada saat dilakukan pencetakan.Selain itu, pencampuran formula dengan briket juga mempengaruhi sifat briket.Syarat briket yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket juga harus memenuhi kriteria yang dibutuhkan konsumen antara lain:

a. Mudah dinyalakan.

b. Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk penggunaannya. c. Tidak mengeluarkan asap.

d. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun dan bebas dari gas yang berbahaya.


(38)

f. Sifat pembakaran yang sesuai dengan kebutuhan (waktu, laju pembakaran, suhu pembakaran, kemudahan dibakar,efisiensi energi dan pembakaran yang stabil). Pembakaran briket dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :

1. Ukuran partikel

Salah satu faktor yang berpengaruh pada proses pembakaran bahan bakar padat adalah ukuran partikel. Suatu bahan bakar padat akan lebih cepat terbakar apabila ukuran partikelnya lebih besar.

2.Kecepatan aliran udara

Laju pembakaran briket akan naik dengan adanya kenaikan kecepatan aliran udara dan kenaikan temperatur. Apabila kecepatan aliran udara mengalami kenaikan maka akan diikuti dengan kenaikan temperatur dan laju dari pembakaran briket naik dalam satu rentang waktu.

3. Jenis bahan bakar

Jenis bahan bakar akan menentukan karakteristik dari bahan bahan bakar tersebut.

4. Karakteristik bahan bakar padat

Beberapa karakteristik briket yang akan mempengaruhi pemanfaatannya terdiri dari :

1)Kandungan air (moisture)

Moisture yang dikandung dalam briket dapat dinyatakan dalam dua macam :

a)Free moisture (uap air bebas)

Uap air bebas dapat hilang dengan penguapan misalnya dengan air-drying. Kandungan uap air bebas sangat penting dalam perencanaan dan preparation equipment.

b) Inherent moisture (uap air terikat)

Kandungan uap air terikat dapat ditentukan dengan memanaskan briket antara temperatur 104 – 110 0C selama satu jam.

2)Zat-zat yang mudah menguap (Volatile matter)

Laju pembakaran briket paling cepat adalah pada komposisi biomassa yang memiliki banyak kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap).Semakin banyak kandungan volatile matter suatu briket maka


(39)

semakin mudah briket tersebut terbakar, sehingga laju pembakaran semakin cepat.

Zat yang mudah menguap terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida (CO), dan metana (CH4)tetapi kadang-kadang terdapat juga gas-gas yang tidak terbakar seperti CO dan H2O.Volatile matter merupakan bagian dari briket dimana akan berubah menjadi volatile matter (produk) bila briket tersebut dipanaskan tanpa udara pada suhu lebih kurang 950 0C. Untuk kadarvolatile matter ± 40% pada pembakaran akan diperoleh nyala yang panjang dan akan memberikan asap yang banyak. Sedangkan untuk kadar volatile matter rendah antara (15-25) % asap yang dihasilkan sedikit sehingga dalam pemakaiannya lebih disenangi.

3)Kadar abu (ash)

Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan jumlahnya sebagai berat yang tinggal apabila briket dibakar secara sempurna.Zat yang tinggal ini disebut abu. Briket dengan kandungan abu yang tinggi sangat tidak menguntungkan karena akan membentuk kerak. 4)Nilai kalori

Nilai kalor dinyatakan sebagai heating value, merupakan suatu parameter yang penting dari suatu thermal coal.Gross calorific value diperoleh dengan membakar suatu sampel briket di dalam bomb calorimeter dengan mengembalikan sistem ke ambient temperatur.Net calorific value biasanya antara (93-97) % dari gross value dan tergantung dari kandungan inherent moisture serta kandungan hidrogen dalam briket. 5. Kerapatan

Semakin besar kerapatan bahan bakar maka laju pembakaran akan semakin lama. Dengan demikian briket yang mempunyai kerapatan yang besar memiliki laju pembakaran yang lebih lama dan nilai kalornya lebih tinggi dibandingkan dengan briket yang memiliki kerapatan lebih rendah, sehingga makin tinggi kerapatan briket semakin tinggi pula nilai kalornya [16] dan [17].


(40)

Kualitas briket yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan standar mutu Jepang, Inggris, Amerika dan SNI yang ditunjukkan pada Tabel 2.5 berikut :

Tabel 2.5 Nilai Standar Mutu Briket [18]

No Sifat-sifat briket Jepang Inggris Amerika SNI

1 Kadar air (%) Maks 8 Maks 4 Maks 6 Maks 8

2 Kadar zat volatil (%) 15-30 Maks 16,4 19-28 Maks 15 3 Kadar abu (%) Maks 7 Maks 10 Maks 16 Maks 10 4 Kerapatan (gr/cm3) 1,0-1,2 0,46-0,84 1,0-1,2 0,5-0,6 5 Nilai kalor (kal/gr) 5.000-6.000 Min 5.870 4.000-6.500 Min 5.600 6 Kuat tekan (kg/cm2) Min 60 Min 12,7 Min 62 Min 50

Tujuan dari pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas bahan sebagai bahan bakar, mempermudah penanganan dan transportasi serta mengurangi kehilangan bahan dalam bentuk debu pada proses pengangkutan. 2.6 KARBONISASI

Proses karbonisasi atau pengarangan adalah proses mengubah bahan baku asal menjadi karbon berwarna hitam melalui pembakaran dalam ruang tertutup dengan udara yang terbatas atau seminimal mungkin.Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil akhir pembakaran berupa abu berwarna keputihan dan seluruh energi di dalam bahan organik dibebaskan ke lingkungan. Namun energi pada bahan akan dibebaskan secara perlahan dalam proses pengarangan. Apabila proses pembakaran dihentikan secara tiba-tiba ketika bahan masih membara, bahan tersebut akan menjadi arang yang berwarna kehitaman. Masih terdapat sisa energi dari bahan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti memasak, memanggang, dan mengeringkan. Bahan organik yang sudah menjadi arang tersebut akan mengeluarkan sedikit asap dibandingkan dibakar langsung menjadi abu [16].

Proses karbonisasi atau pengarangan bertujuan untuk menaikkan nilai kalor biomassa serta menghasilkan pembakaran yang bersih dengan sedikit asap. Hasil karbonisasi berupa arang yang tersusun atas karbon berwarna hitam [4].


(41)

Pelaksanaan karbonisasi meliputi teknik yang paling sederhana hingga yang paling canggih.Metode pengarangan yang dipilih disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi keuangan. Berikut ini beberapa metode karbonisasi (pengarangan) yaitu:

a. Pengarangan terbuka

Metode pengarangan terbuka artinya pengarangan tidak di dalam ruangan sebagaimana mestinya.Udara langsung kontak dengan bahan baku sehingga resiko kegagalannya lebih besar. Metode pengarangan ini paling murah dan paling cepat, tetapi bagian yang menjadi abu juga paling banyak, terutama jika tidak ditunggu dan dijaga selama proses pengarangan. Selain itu agar arang yang diperoleh seragam dan merata warnanya maka bahan baku harus selalu dibolak-balik.

b. Pengarangan di dalam drum

Drum bekas aspal atau oli yang masih baik bisa digunakan sebagai tempat proses pengarangan. Bahan baku tidak perlu ditunggu terus-menerus sampai menjadi arang sehingga metode pengarangan di dalam drum cukup praktis. c. Pengarangan di dalam silo

Sistem pengarangan silo dapat diterapkan untuk produksi arang dalam jumlah banyak. Dinding dalam silo terbuat dari batu bata tahan api. Sementara itu, dinding luarnya disemen dan dipasang besi beton sedikitnya 4 buah tiang yang jaraknya disesuaikan dengan keliling silo.Untuk mempermudah pengeluaran arang yang sudah jadi, sebaiknya sisi bawah silo diberi pintu. Penyediaan air yang banyak merupakan hal yang penting dalam metode ini yang berfungsi untuk memadamkan bara.

d. Pengarangan semimodern

Sumber api pada metode pengarangan semimodern berasal dari plat yangdipanasi atau batu bara yang dibakar. Akibatnya udara disekeliling bara ikut menjadi panas dan memuai ke seluruh ruangan pembakaran. Panas yang timbul dihembuskan oleh blower atau kipas angin bertenaga listrik.

e. Pengarangan supercepat

Pengarangan supercepat hanya membutuhkan waktu pengarangan hanya dalam hitungan menit.Metode ini menggunakan penerapan roda berjalan. Bahan


(42)

bakudalam metode ini bergerak melewati lorong besi yang sangat panas dengan suhu mendekati 70ºC [16].

2.7 BAHAN PEREKAT

Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Beberapa istilah lain dari perekat yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, paste, dan cement. Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit, kuku, urat, otot dan tulang yang secara luas digunakan dalam industri pengerjaan kayu. Mucilage adalah perekat kertas.Paste merupakan perekat tapioka (strach) yang dibuat melalui pemanasan campuran tepung tapioka dan air yang dipertahankan berbentuk pasta. Cement adalah istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut [8].

Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan briket maka diperlukan zat pengikat sehingga dihasilkan briket yang mengikat. Bahan perekat dapat dibedakan atas 3 (tiga) jenis, yaitu :

1. Perekat anorganik

Yang termasuk dalam jenis perekat anorganik adalah sodium silikat, magnesium, cement dan sulphite.Kerugian dari penggunaan bahan perekat anorganik adalah sifatnya yang banyak meninggalkan abu sekam pada saat pembakaran.

2. Bahan perekat tumbuh-tumbuhan

Bila dibandingkan dengan bahan perekat hydrocarbon, jumlah bahan perekat yang dibutuhkan untuk jenis perekat tumbuh-tumbuhan ini jauh lebih sedikit.Kerugian yang dapat ditimbulkan adalah arang cetak yang dihasilkan kurang tahan terhadap kelembaban.

3. Hydrocarbon dengan berat molekul besar

Bahan perekat jenis ini sering kali dipergunakan sebagai bahan perekat untuk pembuatan arang cetak ataupun batubara cetak [8].

Dengan adanya penggunaan atau pemakaian bahan perekat maka ikatan antar partikel akan semakin kuat, butir-butir arang akan saling mengikat dan menyebabkan air terikat dalam pori-pori arang, susunan partikel juga akan


(43)

semakin baik, teratur dan lebih padat sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekan dari briket akan semakin baik. Faktor ekonomi dan non ekonomi harus diperhatikan dalam penggunaan bahan perekat [8].

Beberapa jenis perekat yang dapat digunakan sebagai campuran briket memilki komposisis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.6 berikut :

Tabel 2.6 Daftar Analisa Bahan Perekat [8] Jenis Tepung Air

(%) Abu (%) Lemak (%) Protein (%) Serat Kasar (%) Karbon (%) Tepung Jagung Tepung Beras Tepung Terigu Tepung Tapioka Tepung Sagu 10,52 7,58 10,70 9,84 14,10 1,27 0,68 0,86 0,36 0,67 4,89 4,53 2,00 1,50 1,03 8,48 9,89 11,50 2,21 1,12 1,04 0,82 0,64 0,69 0,37 73,80 76,90 74,20 85,20 82,70 Setiap jenis pengikat mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.Syarat utama dari bahan pengikat adalah harus dapat ikut terbakar dan dapat menambah nilai kalor.Berdasarkan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan, jenis perekat terbaik yang yang pernah digunakan dalam pembuatan berbagai jenis briket adalah tepung tapioka [14].

Gambar 2.4 Tepung Tapioka

Bahan perekat yang terbuat dari tepung tapioka memiliki beberapa sifat diantaranya :

1. Daya serap terhadap air.

2. Mempunyai kekuatan perekatan yang baik. 3. Mudah didapat dan tidak mengganggu kesehatan.


(44)

Dalam penggunaanya perekat tapioka menimbulkan asap yang relatif lebih sedikit dibandingkan bahan perekat lainnya Komposisi kimia tapioka ditunjukan pada Tabel 2.7:

Tabel 2.7 Komposisi KimiaTapioka [19]

Komposisi Jumlah (%)

Air Protein Lemak Abu Serat kasar

8-9 0,3-1,0 0,1-0,4 0,1-0,8 81-89

Tepung tapioka merupakan bahan dengan kekentalan tinggi yang dalam fasa cair baik jika digunakan sebagai bahan perekat dicampur dengan serbuk, sehingga partikel-partikel serbuk akan tarik menarik satu sama lain akibat adanya gaya adesi dan kohesi. Gaya adesi terjadi pada daerah antara muka partikel-partikel sedangkan gaya kohesi hadir diantara partikel-partikel-partikel-partikel. Molekul air (H2O) yang digunakan sebagai pelarut bahan perekat akan membentuk suatu lapis tipis pada permukaan partikel yang akan meningkatkan kontak permukaan partikel-partikel. Penentuan rasio antara bahan perekat dan serbuk penting dilakukan karena akan memberikan pengaruh terhadap briket yang dihasilkan terutama pada jumlah kalor [15].

Briket hasil fabikasi harus dikeringkan untuk mengurangi kandungan bahan pencampur dan bahan mudah menguap. Proses pengeringan dengan menggunakan sinar matahari dapat menghilangkan kandungan bahan pencampur sisa di dalam pori-pori. Adanya pori-pori didalam briket disatu sisi berpengaruh terhadap penurunan kerapatan, namun di sisi lain mampu meningkatkan sifat difusi termal [15].

2.8PENCAMPURAN

Sifat ilmiah bubuk arang cenderung saling memisah.Butir-butir arang dapat disatukan dan dibentuk sesuai dengan kebutuhandengan menggunakan bantuan bahan perekat atau lem. Namun permasalahannya terletak pada jenis bahan perekat yang akan dipilih. Penentuan bahan perekat yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kualitas briket ketika dibakar dan dinyalakan.Faktor harga


(45)

dan ketersediaannya di pasaran harus dipertimbangkan secara seksama karena setiap bahan perekat memiliki daya lekat yang berbeda-beda karakteristiknya [16]. Sebatas untuk keperluan sendiri, pencampuran adonan arang dan perekat untuk membuat briket cukup dengan kedua tangan disertai alat pengaduk kayu atau logam. Namun, jika jumlah briket diproduksi cukup besar, penggunaan mesin pengaduk adonan sangat dibutuhkan untuk mempermudah pencampuran dan meringankan pekerjaan untuk mengaduk adonan, dan apabila mesin pengaduk adonan tersebut dianggap masih belum memadai, maka bisa menggunakan mesin molen yang kapasitasnya beragam, mulai yang mini hingga yang besar [16].


(46)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 LOKASI PENELITIAN

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Instrument, Laboratorium Bahan Konstruksi dan Korosi serta Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Politeknik Teknologi Kimia Industri.

3.2 BAHAN DAN PERALATAN 3.2.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain : 1. Eceng gondok

2. Tempurung kelapa 3. Tepung tapioka 4. Air

3.2.2 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Neraca

2. Ember 3. Gelas ukur 4. Pengaduk

5. Bomb calorimeter 6. Oven

7. Furnace

8. Alat kempa briket 9. Cetakan Briket 10.Hammer mill

11.Ayakan tipe 60 mesh 12.Screening


(47)

13.Penangas air 14.Termometer 15.Gegep

16.Cawan Porselin 17.Desikator 18.Tensile test

3.3 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial. Perlakuan dilakukan dengan mengkombinasikan jenis bahan pembuat briket (eceng gondok dan tempurung kelapa) dan melakukan variasi pada jumlah perekat yaitu dengan jumlah perekat tapioka 5%, 10% dan 15% dari berat total bahan baku dengan ukuran partikel mesh 60, yang bertujuan untuk mengamati pengaruh kombinasi komposisi bahan baku dan variasi perekat tapioka terhadap mutu briket yang dihasilkan. Komposisi eceng gondok dinotasikan dengan simbol EG, dan komposisi tempurung kelapa dinotasikan dengan simbol TK. Perpaduan komposisi bahan briket yaitu 35 gram.Perlakuan ini dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Rancangan Penelitian Variabel Percobaan

Kadar Perekat (%) Rasio Komposisi EG : TK 5

1 : 1 1 : 2 1 : 3 1 : 4 10

1 : 1 1 : 2 1 : 3 1 : 4 15

1 : 1 1 : 2 1 : 3 1 : 4


(48)

3.4PROSEDUR PERCOBAAN

3.4.1 Prosedur Pembuatan Arang [4, 13]

a. Bahan baku berupa eceng gondok dan tempurung kelapa dicacah kecil-kecil ± 1 cm.

b. Eceng gondok dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 400 oC selama 15 menit sedangkan tempurung kelapa dimasukkan ke dalam furnace pada suhu 400 oC selama 1 jam untuk dijadikan bioarang.

3.4.2 Prosedur Pembuatan Briket (Lab Bahan Konstruksi dan Korosi PTKI Medan serta SNI 01-6235-2000 [3])

a. Arang hasil pengarangan dari eceng gondok dan tempurung kelapa digiling dengan menggunakan hammer mill untuk dijadikan serbuk arang.

b. Serbuk arang disaring dengan alat pengayak ukuran 60 mesh untuk mendapatkan material yang seragam.

c. Komposisi bahan baku divariasikan sesuai dengan yang telah ditentukan. Variasi perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa dalam penelitian ini adalah 1:1; 1:2; 1:3; 1:4 dengan berat eceng gondok 20 gram (dalam penelitian ini berat briket yang dicetak 35 gr untuk setiap penelitian). d. Perekat dari tepung tapioka dibuat dengan cara mencampurkan tepung

tapioka dengan air kemudian dipanaskan pada suhu ± 70 oC hingga menjadi adonan seperti bubur. Perbandingan antara tapioka dan air yaitu 1:4.

e. Adonan tepung tapioka dengan kadar 5%, 10% dan 15% sebagai perekat dicampurkan dengan serbuk arang dari hasil pengayakan sehingga menghasilkan adonan yang lengket.

f. Adonan diaduk hingga semua bahan tercampur rata.

g. Adonan briket dicetak menggunakan alat pencetak briket kemudian ditekan dengan kekuatan tekan 1 ton/cm2.


(49)

h. Briket yang sudah dicetak kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC selama satu jam agar diperoleh briket dengan kadar air yang rendah.

3.4.3 Prosedur Analisa Proximate

3.4.3.1 Pengujian Kadar Abu (SNI 06-3730-1995 [3])

1. Cawan porselin dikeringkan di dalam furnace pada suhu 600 oC selama 30 menit .

2. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang berat kosongnya.

3. Ke dalam cawan kosong tersebut dimasukkan sampel sebanyak 1 gram. 4. Cawan yang telah berisi sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam furnace

dengan suhu 850 oC selama 4 jam sampai sampel menjadi abu.

5. Cawan diangkat dari dalam furnace dan didinginkan di dalam desikator lalu ditimbang.

6. Kadar abu dihitung dengan persamaan berikut : Kadar abu (%) = (A/B) x 100% A = berat abu (gram)

B = berat sampel (gram)

3.4.3.2Pengujian Kadar Air (SNI 06-3730-1995 [3])

1. Cawan porselin kosong ditimbang kemudian sampel briket dimasukkan ke cawan sebanyak 5 gram.

2. Sampel diratakan dan dimasukkan ke dalam oven yang telah diatur suhunya sebesar 105 oC selama 3 jam.

3. Cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang beratnya.

4. Kadar air dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :


(50)

Dimana :

W0 = berat cawan kosong + berat sampel sebelum pemanasan (gram) W1 = berat cawan kosong + berat sampel setelah pemanasan (gram) 3.4.3.3 Pengujian Kadar Zat Volatil (SNI 06-3730-1995 [3])

1. Cawan kosong beserta tutupnya terlebih dahulu dipijarkan di dalam furnace selama 30 menit dan didinginkan di dalam desikator.

2. Kemudian ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram sampel ke dalam cawan kosong tersebut.

3. Cawan selanjutnya ditutup dan dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 950 °C selama 7 menit.

4. Kadar zat volatil pada suhu 950 °C dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Dimana :

W0 = Berat sampel awal (gram)

W1 = Berat sampel setelah pemanasan (gram)

3.4.3.4Pengujian Nilai Kalor (Lab Instrument) 1. Hidupkan calorimeter sampai mucul main menu. 2. Pilih menu calorimeter operation.

3. Hidupkan heater/ pump.

4. Pilih operation metode determination. 5. Hidupkan cooler system.

6. Timbang sampel 1 gram dengan neraca analitik dan letakkan sampel pada head bomb.

7. Ikatkan benang pada kawat diatas tempat sampel sampai benangnya menyentuh sampel.

8. Rangkaikan head bomb dengan bomb silinder. 9. Pada head bomb ditutup keluaran udaranya.


(51)

10. Pasang katub oxygen ke bomb calorimeter dan tekan O2 fill sampai terisi penuh.

11. Isikan air dari coolersystem ke tabung volumetric 2 liter sampai penuh. 12. Tuangkan dari tabung volumetric ke bucket.

13. Masukkan bucket kedalam bomb calorimeter, lalu perhatikan tanda pada bagian bawah bucket harus sama posisinya dengan yang ada didalam calorimeter.

14. Masukkan bomb kedalam bucket, perhatikan jangan ada kebocoran dari bomb.

15. Pasang kabel ignition ke terminal bomb dan tutup calorimeter. 16. Tekan start, dan tunggu hasil analisa sampel.

3.4.4 Prosedur Pengujian Kerapatan [17]

1. Berat briket yang akan ditentukan kerapatannya ditimbang. 2. Tinggi dan jari-jari briket diukur

3. Kerapatan dihitung dengan menggunakan rumus : Kerapatan Briket :

Volume Briket :

Dimana :

ρ = kerapatan briket (g/cm3) m = massa briket (g)

Vtot = volume total (cm3) r = jari-jari (cm) t = tinggi briket (cm)

3.4.5 Prosedur Analisa Uji Eksperimental Untuk Laju Pembakaran [5] a. Briket yang telah dihasilkan dengan variasi komposisi yang berbeda dan


(52)

b. Briket kemudian dibakar dan diukur waktu pembakarannya kemudian berat briket setelah dibakar ditimbang.

Dimana :

W0 = Berat sampel awal (gram) W1 = Berat sampel akhir (gram)

t = Waktu pemanasan (detik)

3.4. 6 Prosedur Uji Tekan [Lab BKK PTKI Medan] 1. Alat Tensile test dihubungkan dengan arus listrik. 2. Pompa dihidupkan.

3. Beban tekan diatur.

4. Spesimen yang akan diuji diletakkan pada alat tensile test.

5. Penekanan dilakukan dengan menurunkan lempengan pada alat sampai spesimen pecah.


(53)

3.5 F LOWCHART PERCOBAAN 3.5.1 F lowchart Pembuatan Arang

Gambar 3.1 Flowchart Pembuatan Arang

3.5.2 F lowchart Pembuatan Briket

Bahan baku eceng gondok dan tempurung kelapa dicacah kecil-kecil ± 1 cm

Selesai

Eceng gondok dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 400oC selama 15 menit, sedangkan tempurung kelapa kedalam

furnace dengan suhu 400 oC selama 1 jam untuk dijadikan bioarang

Hasil pengarangan eceng gondok dan tempurung kelapa digiling dengan menggunakan hammer mill untuk dijadikan serbuk arang.

Serbuk arang disaring dengan alat pengayak ukuran mesh 60 untuk mendapatkan material yang seragam

A Mulai


(54)

Gambar 3.2 Flowchart Pembuatan Briket Arang 3.5.3 F lowchart Analisa Proximate

3.5.3.1 F lowchart Pengujian Kadar Abu

Perekat dari tepung tapioka dibuat dengan cara mencampurkan tepung tapioka dengan air kemudian dipanaskan pada suhu ± 70 oC hingga

menjadi adonan seperti bubur

Selesai

Briket yang sudah dicetak kemudian dikeringkan didalam oven selama satu jam agar diperoleh briket dengan kadar air yang rendah

Komposisi Bahan baku eceng gondok dan tempurung kelapa di variasikan yaitu 1:1; 1:2; 1:3; dan 1:4; dengan

berat briket 35 gr untuk setiap percobaan (% w/w)

Adonan tapioka dan serbuk arang diaduk hingga bahan tercampur rata kemudian dicetak menggunakanalat cetak

briket dengan kuat tekan 1 ton/cm2 A

Cawan porselin dikeringkan di dalam furnace bersuhu 600 oC selama 30 menit

Mulai


(55)

Gambar 3.3 Flowchart Pengujian Kadar Abu

3.5.3.2 F lowchart Pengujian Kadar Air

Selesai

Cawan porselin kosong ditimbang kemudian sampel briket dimasukkan sebanyak 5 gram

Kemudian cawan didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang berat kosongnya

Ke dalam cawan kosong tersebut dimasukkan sampel sebanyak 1 gram

Cawan yang telah berisi sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 850 oC selama 4 jam

sampai sampel menjadi abu

Selanjutnya cawan diangkat dari furnace dan didinginkan dalam desikator dan ditimbang kemudian

kadar abunya dihitung

Mulai B


(56)

Gambar 3.4 Flowchart Pengujian Kadar Air

3.5.3.3 F lowchart Pengujian Kadar Zat Volatil

Selesai

Cawan kosong beserta tutupnya terlebih dahulu dipijarkan didalam furnace selama 30 menit dan didinginkan di dalam

desikator

Sampel diratakan dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 oC selama 3 jam

D

Cawan dikeluarkan dari oven untuk didinginkan dalam desikator lalu ditimbang beratnya dan dihitung

kadar airnya

Ditimbang dengan teliti sebanyak 1 gram sampel dan dimasukkan ke dalam cawan kosong tersebut

Mulai C

Cawan ditutup dan dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 950 oC selama 7 menit


(57)

Gambar 3.5 Flowchart Pengujian Kadar Zat Volatil

3.5.3.4 F lowchart Pengujian Nilai Kalor

Selesai D

Cawan didinginkan di dalam desikator kemudian ditimbang dan dihitung kadar zat volatilnya

Hidupkan calorimeter sampai mucul main menu Pilih menu calorimeter operation dan heater/pump

dihidupkan

Pilih operation metode determination, selanjutnyahidupkan cooler system.

Mulai

E

Timbang sampel 1 gr dineraca analitis lalu letakkan sampel pada head bomb, kemudianikatkan benang pada kawat

sampai benangnya menyentuh sampel

Rangkaikan head bombnya dengan bomb silinder, kemudian tutup keluaran udara di head bombnya dan pasang katub oxygen


(58)

Gambar 3.6 Flowchart Pengujian Nilai Kalor

3.5.4 F lowchart Analisa Uji Kerapatan Briket

Gambar 3.7 Flowchart Pengujian Kerapatan Briket Briket ditimbang, diukur tinggi dan jari-jarinya kemudian

dihitung kerapatannya Selesai

Mulai E

Isikan air dari coolersystem ke tabung volumetric 2 liter sampai penuh.Tuangkan dari tabung volumetric ke bucket. Masukkan bucket kedalam bomb calorimeter, lalu perhatikan tanda pada bagian bawah bucket harus sama posisinya dengan

yang ada didalam calorimeter

Pasang kabel ignition keterminal bomb dan tutup calorimeter Tekan start

Tunggu hasil analisa sampel.


(59)

3.5.5 F lowchart Uji Eksperimental Untuk Laju Pembakaran

Gambar 3.8 Flowchart Uji Eksperimental Untuk Laju Pembakaran

3.5.6 F lowchart Uji Tekan Briket

Alat Tensile test dihubungkan dengan arus listrik

Pompa dihidupkan dan beban tekan diatur

Spesimen yang akan diuji diletakkan pada alat tensile test.

F Mulai Selesai

Briket kemudian dibakar dan diukur waktu pembakarannya kemudian berat briket

setelah dibakar ditimbang. Mulai

Briket yang telah dihasilkan dengan variasi komposisi bahan baku yang berbeda ditimbang beratnya


(60)

Gambar 3.9 Flowchart Uji Tekan Briket Selesai

F

Penekanan dilakukan dengan menurunkan lempengan pada alat sampai spesimen pecah

Hasil nilai uji tekan akan tercatat dari panel alat tensile test.


(61)

3.6 F LOWCHART PENELITIAN 3 4

Gambar 3.10 Bagan Alir Penelitian Mulai

Penyediaan bahan : eceng gondok, tempurung kelapa, tepung tapioka, air

Selesai

Penetapan variasi : eceng gondok dan tempurung kelapa serta perekat tapioka, suhu karbonisasi, ukuran mesh, berat briket, tekanan kempa

Setup peralatan : oven, furnace,hammer mill, screening, mesh, alat cetak briket, alat kempa briket, bomb calorimeter, penagas air, neraca, cawan porselin, desikator

Pembuatan arang

Pembuatan briket arang

Analisa uji eksperimental untuk laju pembakar Analisa Proximate : pengujian kadar abu,

pengujian kadar air, pengujian kadar zat volatil, pengujian nilai kalor

Analisa uji kerapatan


(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan briket dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : 1. Penyiapan dan karbonisasi bahan baku.

2. Pembuatan briket.

3. Analisis karakteristik kualitas briket.

Dalam bab ini diperlihatkan briket yang diperoleh dari hasil penelitian dan dibahas karakteristik dari briket tersebut yang meliputi nilai kalor, kadar abu, kadar air, kadar zat volatil, kerapatan, laju pembakaran dan kuat tekan.

4.1 BRIKET YANG DIPEROLEH

Gambar 4 menunjukkan briket yang diperoleh dari hasil penelitian ini. Butir-butir arang dari briket dengan menggunakan perekat tapioka 5% terlihat kurang menyatu sehingga briket lebih gampang pecah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.a. Briket dengan menggunakan perekat tapioka 10% butiran arangnya terlihat lebih menyatu, sedangkan dengan menggunakan perekat dengan kadar yang lebih tinggi yaitu 15% briket yang dihasilkan memiliki susunan partikel yang semakin baik dan lebih padat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.1.b. Komposisi perbandingan antara eceng gondok dan tempurung kelapa serta variasi kadar perekat dapat mempengaruhi karakteristik briket.

Gambar 4.1.a. Briket dengan Perekat 5% Gambar 4.1.b. Briket dengan Perekat 10% dan 15%


(63)

4.2 KADAR ABU

Penentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui bagian yang tidak terbakar yang sudah tidak memiliki unsur karbon lagi setelah briket dibakar. Kadar abu berpengaruh terhadap kualitas briket. Semakin tinggi kadar abu, maka kualitas briket akan semakin rendah. Kadar abu briket pada berbagai variasi eceng gondok dan tempurung kelapa serta variasi kadar perekat dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok dan Tempurung Kelapa Serta Variasi Perekat Tapioka Terhadap Kadar Abu

Kadar abu yang dihasilkan dari penelitan ini adalah sebesar 8,2118% - 23,3267%. Kadar abu tertinggi diperoleh pada briket dengan variasi eceng gondok dan tempurung kelapa 1:1 menggunakan perekat tapioka 15%.Kadar abu terendah diperoleh pada variasi briket 1:4 dengan perekat tapioka 5%.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar abu akan semakin meningkat dengan semakin sedikitnya tempurung kelapa dan banyaknya kadar perekat tapioka. Hal ini disebabkan kandungan abu pada eceng gondok lebih tinggi yaitu 12% [13] dan tempurung kelapa memiliki kandungan abu 0,60% [8], selain itu, semakin tingginya kadar perekat tapioka dapat menyebabkan kenaikan

0 5 10 15 20 25

5 10 15

Ka

da

r

Abu (

%

)

Kadar Perekat (%) 1 : 1 1 : 2 1 : 3 1 : 4


(64)

kadar abu karena dipengaruhi oleh kandungan bahan anorganik pada tepung tapioka.

Pada penelitian sebelumnya, briket dengan perbandingan tempurung kelapa dan sekam padi 80% : 20% menggunakan perekat tapioka sebanyak 20% dari bahan baku memiliki kadar abu sebesar 20%. Pada perbandingan 60% : 30% diperoleh kadar abu sebesar 24,7%. Pada perbandingan 50% : 50% kadar abu yang diperoleh yaitu 26,7% [2]. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya maka briket yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kadar abu yang lebih rendah.

Nilai kadar abu yang diperoleh dari briket pada variasi perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa 1:4 dengan perekat tapioka 5% dan 10% telah memenuhi SNI yaitu kadar abu maksimal 10%, standar Inggris 8-10% dan Amerika maksimal 16%, sedangkan untuk standar briket buatan Jepang kadar abu yang dihasilkan belum terpenuhi yaitu maksimal 7%. Briket pada perbandingan 1:3 dengan perekat tapioka 5% dan 10% hanya memenuhi standar Amerika.Briket dengan variasi lainnya tidak memenuhi standar mutu briket keempat negara tersebut.

Meskipun bahan perekat memberikan peningkatan kadar abu padabriket, namun bahan perekat harus tetapdigunakan. Briket yang tidakmenggunakan bahan perekat memiliki kerapatan yang rendah sehingga briket akanmudah hancur serta sukar untuk dijadikansebagai bahan bakar. Kadar abu yangtinggi akan menimbulkan kerak serta dapat menurunkan kualitas briket yang dihasilkan [3].

4.3 KADAR AIR

Kadar air pada briket merupakan jumlah air yang masih terdapat di dalam briket setelah dilakukan pemanasan.Kadar air sangat mempengaruhi kualitas briket yang dihasilkan. Jika kadar air briket semakin tinggi maka daya pembakarannya semakin rendah, dan sebaliknya. Hal ini disebabkan panas yang diberikan kepada briket digunakan terlebih dahulu untuk menguapkan air yang terdapat di dalam briket. Akibatnya briket menjadi susah untuk dinyalakan. Kadar air briket pada berbagai variasi eceng gondok dan tempurung kelapa serta variasi kadar perekat dapat dilihat pada Gambar 4.3.


(65)

Gambar 4.3 Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok dan Tempurung Kelapa Serta Variasi Perekat Tapioka Terhadap Kadar Air

Berdasarkan Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa kadar air yang terkandung dalam briket adalah 1,2893% - 2,5946%. Kadar air tertinggi terdapat pada sampel dengan variasi perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa 1:1 dengan kadar perekat 15%. Kadar air terendah terdapat pada perbandingan 1:4 dengan kadar perekat 5%.

Nilai kadar air pada briket dipengaruhi oleh jenis bahan baku, jenis perekat dan metode pengujian yang digunakan. Semakin sedikit tempurung kelapa dan semakin tinggi kadar perekat tapioka yang terdapat di dalam briket maka kadar air semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena kandungan kadar air dalam eceng gondok lebih besar yaitu 90% di dalam eceng gondok segar [1], sedangkan tempurung kelapa memilki kadar air 8% [8]. Kadar perekat tapioka yang digunakan juga mempengaruhi kadar air karena air yang terkandung dalam perekat akan masuk dan terikat dalam pori-pori arang. Briket yang mengandung kadar air yang tinggi akan mudah ditumbuhi oleh jamur dan sulit untuk dinyalakan [3].

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0

5 10 15

Ka

da

r

Air (

%

)

Kadar Perekat (%) 1 : 1 1 : 2 1 : 3 1 : 4


(66)

Pada penelitian sebelumnya kadar air yang diperoleh pada briket dengan perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa 10% : 90% menggunakan perekat tetes tebu yaitu sebesar 6,45%, pada perbandingan 30% : 70% nilai kadar air yang diperoleh yaitu 7,04% dan untuk perbandingan 50% : 50% diperoleh kadar air sebesar 7,77% [20]. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya maka briket yang diperoleh pada penelitian ini memiliki nilai kadar air yang lebih rendah.

Secara keseluruhan, briket yang dihasilkan telah sesuai dengan SNI, standar mutu Jepang, Inggris dan Amerika. Kadar air briket menurut SNI dan standar mutu Jepang yaitu maksimal 8%, standar mutu Amerika maksimal 6% dan standar mutu Inggris 3-4%.

4.4 KADAR ZAT VOLATIL

Zat volatil adalah zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa yang masih terdapat di dalam briket selain air dan kadar abu. Kandungan kadar zat volatil yang tinggi di dalam briket akan menyebabkan asap yang lebih banyak pada saat pembakaran briket. Tinggi rendahnya kadar zat volatil pada briket yang dihasilkan dipengaruhi oleh komposisi campuran bahan baku. Selain itu, kadar zat volatil juga dipengaruhi oleh suhu dan lamanya proses pengarangan. Proses karbonisasi yang tidak sempurna menyebabkan tingginya kadar zat volatil. Semakin besar suhu dan waktu pengarangan maka semakin banyak zat volatil yang terbuang, sehingga pada saat pengujian akan diperoleh kadar zat volatil yang rendah [3]. Kadar zat volatil briket pada berbagai variasi eceng gondok dan tempurung kelapa serta variasi kadar perekat tapioka dapat dilihat pada Gambar 4.4.


(67)

Gambar 4.4 Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok dan Tempurung Kelapa Serta Variasi Perekat Tapioka Terhadap Kadar Zat Volatil Kadar zat volatil yang diperoleh pada penelitian ini berkisar antara 13,6459% - 14,9780%. Kadar zat volatil terendah diperoleh pada briket dengan variasi eceng gondok dan tempurung kelapa 1:1 menggunakan perekat tapioka 5%. Kadar zat volatil tertinggi diperoleh pada briket dengan perbandingan 1:4 menggunakan perekat tapioka 15%.

Kadar zat volatilyangdiperoleh pada penelitian ini semakinmeningkat seiring dengan semakinbanyaknya tempurung kelapa dan kadar perekat tapioka di dalam briket. Hal inidisebabkan adanya kandungan zat-zatmenguap seperti CO, CO2, H2, CH4danH2O yang terdapat pada arang tempurung kelapa yang digunakanikut menguap. Kadar perekat tapioka yang digunakan juga mempengaruhi kadar zat volatil. Pada saat pemanasan briket arang, perekat yang digunakan ikut menguap sehingga kadar zat volatil yang dihasilkan menjadi lebih besar dengan bertambahnya kadar perekat [3].

Pada penelitian sebelumnya, kadar zat volatil yang diperoleh pada briket yang terbuat dari eceng gondok dengan menggunakan perekat tapioka sebanyak 2,5% dari bahan baku yaitu sebesar 24,8%. Pada briket dengan perekat tapioka 5% diperoleh kadar zat volatil 25,3% dan untuk briket dengan perekat tapioka

12,5 13,0 13,5 14,0 14,5 15,0 15,5

5 10 15

Ka

da

r

Z

at V

olatil

(

%

)

Kadar Perekat (%) 1 : 1 1 : 2 1 : 3 1 : 4


(68)

7,5% diperoleh kadar zat volatil 29,0% [5]. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya maka briket yang diperoleh pada penelitian ini memiliki kadar zat volatil yang lebih rendah.

Kadar zat volatil yang diperoleh pada penelitian telah memenuhi SNI yaitu maksimal 15%, standar Inggris maksimal 16,4%, tetapi belum memenuhi standar briket buatan Amerika 19-28% dan standar Jepang yaitu 15-30%.

4.5NILAI KALOR

Nilai kalor dalam pembuatan briket perlu diketahui untuk memperoleh nilai panas pembakaran yang dapat dihasilkan oleh briket sebagai bahan bakar. Semakin tinggi nilai kalor yang dihasilkan oleh bahan bakar briket, maka akan semakin baik kualitasnya. Nilai kalor briket pada berbagai variasi eceng gondok dan tempurung kelapa serta variasi kadar perekat dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Pengaruh Variasi Perbandingan Eceng Gondok dan Tempurung Kelapa Serta Variasi Perekat Tapioka Terhadap Nilai Kalor

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa nilai kalor yang dihasilkan berkisar antara 5.202,5788 – 6.879,5965 kal/gr. Nilai kalor tertinggi dihasilkan pada briket dengan variasi perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa 1:4 dan perekat10%.Nilai kalor terendah dihasilkan pada briket dengan variasi perbandingan eceng gondok dan tempurung kelapa 1:1 dan perekat 15%.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

5% 10% 15%

Nilai Ka

lor

(ka

l/

g

r)

Kadar Perekat


(1)

L3.3.5 Pengujian Kerapatan

Gambar L3.27 Penimbangan Briket Gambar L3.28 Pengukuran Dimensi

L3.3.6 Pengujian Laju Pembakaran


(2)

L3.3.7 Pengujian Kuat Tekan


(3)

LAMPIRAN 4

SPESIFIKASI PERALATAN

L4.1 F urnace

L4.2 Hammer Mill

Type : AL-E6 Crucible Furnace

Tahun Produksi : 1984

Produksi : Isuzu Seisakusho LTD

Tokyo, Japan

Type : 7305 A Tegangan : 380 V Tahun Produksi : 1984

Produksi : Seisakusho LTD


(4)

L4.3 Screening

L4.4 Neraca Analitis

Type : PL-27 Tegangan : 200 V No Produksi :1170

Produksi : Isuzu Seisakusho LTD

Tokyo, Japan

Kapasitas :210 gr Readability :0,0001 gr

Dimensi :19,6 x 28,7 x 32 cm Gross weight : 10 lb


(5)

L4.5 Tensile Test

L4.6 Oven

Type : MR-20.CT No. Produksi : 6592 Tahun Produksi : 1984 Produksi : Maekawa

Testing Machine MGF CO

Tokyo,Japan

Type : Oven memert UN 75 Dimensi : 400 x 400 x 330 mm Berat Netto : 57 kg

Berat Gross : 69 kg Temperatur : 300 oC

Daya : 230 V, 50/60 Hz Produksi : Germany


(6)

L4.7 Bomb Calorimeter

Type : Parr 6200 Calorimeter Oxygen Fill dan Bucket Fill

Waktu analisa sampel : 15 menit Ukuran :

 Panjang : 57 cm  Lebar : 40 cm  Tinggi : 43 cm Distributor : Thermalindo